Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat

yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang

memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat

atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui

sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus

venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya

menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan

pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan

penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan

endokard (Cecily, 2009) .

ASD (Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering

setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah

janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu

melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang

ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka

darah bersih dan darah kotor bercampur.

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)

pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal

1
jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal

jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan

aktivitas listrik jantung (aritmia).

Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada

defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak

ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi

dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan

ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru

(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.

Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi

bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung

ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi

ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil

yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka

kesakitan rendah).

Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun

menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia saat

dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah

terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.

Angka kejadian ASD berkisar 1 dari 1500 kelahiran hidup. Lubang

septum tersebut dapat terjadi di bagian mana saja dari septum namun bagian

2
tersering adalah bagian foramen ovale yang di sebut dengan ostium sekuntu ASD.

Kelainan ini terjadi akibat dari resorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak

adekuatnya pertumbuhan ndari septum (Kasron, 2012).

Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan

perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi)

dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya.

Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD

dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan

pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian ASD

2. Untuk mengetahui etiologi ASD

3. Untuk mengetahui patofisiologi

4. Untuk mengetahui manifestasi klinis

5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang

6. Untuk mengetahui komplikasi

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan

8. Untuk mengetahui prognosis

9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ASD

Defek Septum Atrium (ASD) adalah suatu lubang pada dinding (septum)

yang memisahkan jantung bagian (atrium kiri dan atrium kanan). Atrial Septum

Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium

kiti yang tidak ditutup oleh katup (Markum 1991, dalam Sakron 2012).

Defek Septum Atrium (ASD) atau Atrial Septum Defect (ASD) adalah

gangguan septum atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri. Septum tersebut

tidak menutup secara sempurna dan membuat aliran darah atrium dan kanan

bercampur. ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan

kanan, (Sudigdo Sastroasmoro, Kardiologi Anak 1994 dalam Krason 2012)

Patent Forumen Ovale (PFO) yang terjadi pada 20% dari populasi

bukanlah ASD yang sebenarnya. Foramen ovale merupakan lubang pada janin

yang terdapat diantara rongga atrium. Pada saat lahir, lubang ini akan menutup

sempurna pada bayi usia 6 bulan dengan cara bergabung dengan septum atrial.

PFO terjadi apabila didapatkan kegagalan penutupan atau penggabungan dengan

atrial.

4
Anatomi jantung Normal ASD

Kelainan ini dibedakan dalam 3 bentuk anatomis, yaitu.

a. Defek Sinus Venosus

Defek ini terletak pada superior dan posterior sekat, sangat dekat dengan vena

kava superior. Juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis. Defek

sinus Venosus dikenal dengan ASD II.

b. Defek Septum Sekuntum

Defek ini terletak di tengan sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen

ovale, Drefek sekat sekuntum dikenal dengan ASD II.

5
c. Defek Sekat Primum

Defek ini terletak dibagian bawah sekat atrium. dibagian bawah hanya dibatasi

oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat primum.

Defek sekat primum dikenal dengan ASD I.

B. Etiologi

Penyakit dari penyakit jantung kongenital ASD ini belum dapat

dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui

dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.

Sebagian besar cacat jantung konggentinal tidak diwariskan kita kenal dalam

embriologi jantung bahwa cidera atau zat yang menimbulkan cacat melakukan

kerusakan dalam waktu 5-8 minggu. Pertama kehidupan status, saat struktur

kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosus paten yaitu saluran normal

untuk status yang harus menutup dlam beberap hari pertama. ASD merupakan

suatu kelianan janin terdapat suatu lubnag diantara atrium kiri dan kanan sehingga

darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya

menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri

keatrium kanan (shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum

atrium ini tidak diketahui (Kasron, 2012).

Faktor-faktor tersebut diantaranya :

a. Faktor Prenatal

1). Ibu menderita infeksi Rubella

2). Ibu alkoholisme

3). Umur ibu lebih dari 40 tahun

6
4). Ibu menderita IDDM

5). Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

b. Faktor genetik

1). Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

2). Ayah atau ibu menderita PJB

3). Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down

4). Lahir dengan kelainan bawaan lain

C. Patofisiologi

Defek Antara Atrium Dextra Dan Atrium Sinistra

Tekanan Atrium Sinistra >Atrium Dextra

Terjadi Aliran Yang Tinggi Dari Atrium Sinistra Ke Atrium Dextra

Volume Ventrikel Sinistra Volume Atrium Dextra

Curah Jantung Akral Dingin Volume Ventrikel Dextra

Hipoksia Jaringan Heart Rate Peningkatan Aliran Darah Pulmonal

Kelemahan Preload Edema Paru

TD

Dx 2: Intoleransi Aktivitas Dx1: CO Dx 4: Kerusakan Pertukaran Gas

Ketidak Adekuatan O2 BB Rendah/Tidak Bertambah

7
Dan Nutrisi Ke Jaringan Pertumbuhan Dan Perkembangan Lambat

Dx 3: Gangguan Pertumbuhan Dan Perkembangan


D. Manifestasi Klinis

Kebanyakan bayi tidak memiliki keluhan klinis atau disebut dengan

asimptomatik pada ASD. Kelainan ASD umumnya diketahui pemeriksaan rutin

dimana didapatkan adanya murmur (kelainan bunyi jantung). Apabila didapatkan

adanya gejala atau keluhan, umumnya didapatkan adanya sesak saat beraktivitas,

dispneu (kesulitan dalam bernafas), mudah lelah, dan infeksi saluran pernapasan

yang berulang. Keluhan yang sering terjadai pada orang dewasa adalah penurunan

stamina dan palpitasi (dada berdebar-debar) akibat dari pembesaran atrium dan

ventrikel kanan. diastolic meningkat, sistolik rendah (Muttaqin, 2009).

Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali

tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik:

a. Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada.

b. Pemeriksaan dengan stetoskop menunujukan bunyi jantung yang abnormal.

Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup

pulmonalis.

c. Tanda-tanda gagal jantung.

d. Jika shuntnya besar, aliran murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan

aliran darah yang mengalir melalui katup trispidalis.

8
E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya adalah:

a. Foto Ronsen Dada. Pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam batas

normal. Bila defek bermakna mungkin tampak kardiomegali akibat

pembesaran jantung kanan. Pembesaran ventrkel ini lebih nyata terlihat pada

foto lateral.

b. Ellektrokardiograf. Pada ASD I , gambaran EKG sangat karakteristik dan

patognosis, yaitu sumbu jantung frontal selalu kekiri. Sedangkan pada ASD II

jarang sekali dengan sumbu frontal kiri.

c. Katerisasi Jantung. Katerisasi jantung deilakukan defek intra pada ekodiograf

tidak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal pada katerisasi

jantung terdapat peningkatan saturasi O2 di atrium kanan dengan peningkatan

ringan tekanan ventrikel kanan dan kiri bila terjadi penyakit vaskuler tekanan

arteri pulmonalis, sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan

pemberian O2 100% untuk menilai resensibilitas vasakuler paru pada

syndrome ersen menger saturasi O2 di atrium kiri menurun.

d. Echokardiogram. Ekokardiogram memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan

septum interventrikular yang bergerak paradox. Ekokardiogram dua dimensi

dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defect interatrial pandangan

subsifoid yang paling terpercaya prolapse katup netral dan regurgitasi sering

tampak pada defect septum atrium yang besar (Kasron,2012).

e. Radiologi, tanda-tanda pada foto radiologi thoraks ialah:

1). Corak pembuluh darah bertambah

9
2). Ventrikel kanan dan atrium kanan membesar.

3). Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak denyutan

( pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilam dance.

F. Komplikasi

a. Hipertensi Pulmonal

b. Gagal Jantung

c. Penyakit pembuluh darah paru

d. Endokarditis

e. Aritmia

G. Prognosis

Biasanya ASD dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun anak.

Hanya kadang-kadang pada ASD dengan shunt yang besar menimbulkan gejala-

gejala jantung, dan pada keadaan ini perlu dibantu dengan digitalis. Kalau dengan

digitalis tidak berhasil perlu dioperasi, untuk ASD dengan shunt yang besar,

operasi segera dipikirkan, guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal.

Hipertensi pulmonal pada ASD jarang sekali terjadi pada anak. Umur harapan

panderita ASD sangat tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan

tekanan darah pada ventrikel kanan normal operasi tidak perlu dilakukan.

Padadefek sekat atrium primum lebih sering terjadi gagal jantung dari pada ASD

II. Gagal jantung biasanya terjadi pada umum kurang dari 5 tahun. Endokarditis

10
infektif Sub akut lebihs ering terjadi pada ASD I, sedang terjadinya hipertensi

pulmonal hampir sama dengan ASD II (Kasron, 2012).

H. Penatalaksanaan

Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukan keluhan. Pada bayi

sebelum usia 3 bulan, defek berukuran <3 mm umumnya akan menutup spontan.

Bagaimanapun juga apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk lubang

tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau kelainan

pembuluh darah pulmona. Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah

terjadinya kelainan yang serius di kemudian hari. Jika gejalanya ringan atau tidak

ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan. Jika lubangnya besar atau terdapat

gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup ASD.

Penatalaksanaan pada penderita yang sudah dewasa dipengaruhi oleh

berbagai faktor termasuk keluhan, umur. ukuran dan anatomi defek, adanya

kelainan yang menyertai, tekanan arteri pulmonal serta resistensi vascular paru.

Pengobatan pencegahan dengan antibiotic sebaiknya diberikan setiap

kali penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untu mengurangi resiko

terjadinya endokarditis enfektif (Purwaningtyas,2008) .

Operasi harus segera dilakukan bila:

a. Jantung sangat membesar

11
Pembesaran jantung pada foto toraks, dilatasi ventrikel kanan, kenaikan

tekanan arteri pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa

mempertimbangkan keluhan. Prognosis penutupa ASD lebih baik

dibandingkan dengan pengobatan medikamentosa. Pada kelompok umur 40

tahun ke atas harus mempertmbangkan kemungkinan terjadinya atrial,

terutama jika memang sebelumnya sudah pernah terjadi gangguan irama. Pada

kelompok ini diperlukan ablasi perkutan atau ablasi operatif pada saat

penutupan DSA.

b. Dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.

c. Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.

d. Adanya riwayat iskemik transcient atau stroke pada DSA atau foramen ovale

persisten.

Operasi merupakan kontraindikasi jika terjadi kenaikan resistensi vaskuler

paru 7-8 unit, atau ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa keluhan dan

pembesaran jantung kanan. Tindakan penutupan dapat dilakukan dnegan

operasi terutama untuk defek yang sangat besar lebih dari 40 mm, atau tipe

DSA selain tipe sekuntum. Untuk DSA sekuntum dengan ukuran defek lebih

kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan kateter

menggunakan amplatzer septal occlude. Masih m,embutuhkan evalusai jangka

panjang untuk menentukan kejadian atritmia dan komplikasi tromboemboli .

(Purwaningtyas, 2008)

Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO antara

lain:

12
a. DSA sekuntum

b. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm

c. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdaoat tanda-tanda beban

volume pada ventrikel kanan.

d. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan

e. Defek tunggal tanpa kelainan yang membutuhkan intervensi bedah

f. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri.

g. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru kurang dari 7-8 wood

unit (normalnya 0.25-2.6 mmHg.min/L)

h. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (ejection fraction) harus lebih dari

30%.

Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya operasi

ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3 tahun.

a. Operasi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau triskuspidal

mortalitasnya rendah, operasi dilakukan pada masa bayi.

b. ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik

dilakukan umur 3-4 tahun.

c. Apabila ditemukan tanda-tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat

dilakukan pada masa bayi untuk mencegah terjadinya vaskuler

pulmonal.

13
d. Terapi dengan digoksin, furosemide dengan atau tnpa sipironolakton

dengan pemantaun elektrolit berkala masih merupakan terapi standar

gagal jantung pada bayi dan anak.

Intervensi non-bedah ada DSA menunjukan hasil yang baik serta dapat

mengurangi kejaidan aritmia atrium dan dapat digunakan pada DSA

berdiameter smapai dengan 34 mm. Sesudah dilakukan penutupan

DSA, pementauan sangat penting dilakukan. Pada orang yang sudah

dewasa atau umur lebih lanjut, perlu evaluasi periodic, terutama jika

saat operasi telah ada kenaikan tekanan arteri pulmonal gangguan

irama atau disfungsi ventrikel. Namun, pada anak-anak umumnya

tidak bermasalah, dan tidak memerlukan pemantauan. Profilaksis

untuk endocarditis diperlukan pada DSA primum, regurgitasi katup,

juga dianjurkan pemakaian antibiotic selama 6 bulan pada kelompok

yang menjalani penutupan perkutan (Kasron,2012).

Beberapa alat yang digunakan pada intervensi non bedah, di

antarnya adalah:

a. Amplatzer septal occulder.

b. Atrial septa defect occlusion (ASDOS).

c. Button device.

d. Guardian angel/angel wings

e. Helex septal occlude

f. Starflex/Bard clamshell/cardioseal

g. Transcathether patch closure.

14
I. Asuhan Keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk menemukan data yang dapat mendukung

data yang diperoleh dari riwayat kesehatan. Informasi dasar diperoleh pada

saat pasien baru datang. Bagi pasien jantug akut, pemeriksaan dapat dimulai

dengan pengukuran tanda – tanda vital secara rutin

a. Pengkajian umum

1). Biodata / Identitas

ASD timbul sejak usia bayi baru lahir bertambah nyata jika

bayi menangis atau menetek lama. Gejala ini dapat diketahui beberapa

bulan atau bahkan beberapa tahun jika timbul kelainan ringan.

2). Keluhan Utama

Keluhan utama bisa salah satu dari sesak napas (dispnea),

pusing, maupun nyeri dada, tergantung tingkat keparahan ASD yang

dialami

3). Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya penderita terlihat pucat, banyak keringat yang keluar,

ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah (sering terlihat

benjolan dada kiri), berat badan menurun (tidak ada nafsu makan),

tubuh terasa lemah, pusing, sesak nafas.

4). Riwayat Penyakit Dahulu

15
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang

hamil dengan banyak mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara

potensial menyebabkan kelainan susunan jantung pada embrio/sejak

lahir.

5). Riwayat Penyakit Keluarga

Pada saat kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit

Rubela / penyakit lainnya atau ibu sering mengkonsumsi obat-obatan

tertentu seperti talidomial, atau terkena sinar radiasi.

Hal yang harus diperiksa atau diperhatikan saat pengkajian pada

pasien dengan gangguan pada kardiovaskulernya adalah :

a. Keadaan umum

Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan

dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara

logis sangat penting dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan

apakah oksigen mampu mencapai otak.

b. Pemeriksaan tekanan darah

Sebagai indikator adanya penurunan curah jantung, ketegangan arteri,

volume, laju serta kekentalan.

c. Pemeriksaan nadi

Mencerminkan volume sekuncup dan tahanan vaskuler sistemik.

Tekanan nadi dapat dijadikan sebagai indikator non invansif kemampuan

pasien mempertahankan curah jantung. Bila tekanan nadi pada pasien

16
jantung turun sampai dibawah 30 mmHg maka perlu dilakukan pengkajian

kardiovaskuler lebih lanjut.

d. Tangan

Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling

penting untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :

1). Sianosis perifer : dimana kulit tampak kebiruan, menunjukan

penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu

yang lama bagi hemoglobin untuk desaturasi.

2). Pucat : dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler

sistemik.

3). Waktu pengisian kapiler : dilakukan dengan menekan ujung jari

dengan kuat dan lepaskan dengan cepat. Repurfusi yang melambat

dapat menunjukan kecepatan aliran darah perifer yang melambat.

4). Temperatur dan kelembaban tangan : Pada keadaan stress, akan terasa

dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan

basah akibat stimulus sistem saraf simpatis dan mengakibatkan

vasokontriksi.

5). Edema : meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.

6). Penurunan turgor kulit : terjadi pada dehidrasi dan penuaan.

7). Penggadaan ( clubbing ) jari tangan : menunjukan desaturasi

hemoglobin kronis pada penyakit jantung kongeniital.

8). Kepala dan leher : difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping

telinga untuk mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan.

17
Selain itu juga dlakukan pengkajian pada vena jugularis apakah ada

distensi atau tidak.

9). Jantung : jantung diperiksa langsung dengan inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi dinding dada. Pendekatan sistemik merupakan

dasar pengkajian yang seksama.

Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada enma daerah dibawah ini adalah :

1. Daerah aorta – ruang interkostal kedua pada sternum kanan

2. Daerah pulmonal – ruang interkostal kedua pada sternum kiri

3. Titik Erb – ruang interkostak ketiga pada sternum kiri

4. Daerha trikuspid atau ventrikel kanan – ruang interkostal empat dan lima

pada sternum kiri.

5. Daerah apeks atau ventrikel kiri – ruang interkostal kelima pada sternum.

6. Daerah epigastrik – di bawah prosesus xifoideus.

b. Pengkajian fisik :

1). Inspeksi dan palpasi

Dengan cara sistemis, setiap daerah perikardium diinspeksi dan

dipalpasi. Pada saat diinspeksi akan ditemukan deformitas dinding

dada. Pencahayaan dari samping dapat membantu pemeriksa

memeriksa pulsasi yang kecil. Terdapat impuls normal yang jelas dan

terletak tepat di atas apeks jantung. Murmur, bila sangat keras dapat

dipalpasi dan teraba oleh tangan pemeriksa sebagai sensasi “

mendengkur “. Fenomena ini dinamakan thrill dan pasti menunjukan

18
adanya patologi yang bermakna pada jantung. Thrill juga dapat

dipalpasi di atas pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang

bermakna, dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada penyempitan

katup aorta.

2). Perkusi

Secara normal hanya batas jantung kiri yang dapat dideteksi

pada perkusi. Batas kanan terletak di bawah batas batas kanan

sternum dan tidak dapat dideteksi.Perkusi boleh tidak dilakukan

kecuali bila pemeriksa menemukan pergeseran impuls apikal dan

mencurigai pembesaran jantung.

3). Auskultasi

Untuk menentukan bunyi jantung abnormal atau tidak. Daerah

yang harus di auskultasi antar lain daerah aorta, daerah pulmonal, titik

Erb, daerah trikuspidalis, dan daerah apeks. Kaki dan tungkai :

kebanyakan pada pasien yang mengalami gangguan pada jatungnya

akan mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat

gagl ventrikel kanan. Maka harus dikaji dikaji sirkulasi arteri perifer

dan aliran balik vena.

c. Pemeriksaan Kepala sampai leher

1. Kepala

Inspeksi : simetris/tidak, rambut tampak kusam/tidak

Palpaasi : rambut mudah tercabut/tidak, ada benjoan/tidak.

19
2. Mata

Inspeksi : mata tampak cekung/tidak, konjungtiva tampak

anemis/tidak,sklera mata ampak putih /tidak,bola mata mengetahui

arah telunjuk/tidak.

3. Telinga

Inspeksi : pendengarannya baik/tidak, menggunakan alat bantu/tidak,

simetris/tidak

4. Hidung

Inspeksi: simetris/tidak, ada sekret/tidak.

5. Mulut

Inspeksi : tampak kering/tidak, simetris/tidak

6. Leher

Inspeksi : simetris/tidak, ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak.

Palpasi : ada penekanan vena jugularis/tidak.

d. Pemeriksaan Thoraks

a. Inspeksi : simetris/tidak

b. Palpasi : adanya nyeri tekan/tidak

c.Auskultasi : ada bunyi ronchi/tidak, ada bunyi weizhing/tidak.

Terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup

pulmonalis atau tidak. Jika shuntnya besar,murmur juga bisa terdengar

akibat aliran darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis

20
e. Pemerikasaan Abdomen

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk

mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra

simisfer pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa

adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin miksi.

f. Pemeriksaan Genetalia

Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus,

stirktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan

pada bagian skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

g. Pemeriksaan neurosensori

Pada pemeriksaan neuro sensori, syaraf yang dijadikan titik utama

pemeriksaan antara lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS.

h. Pemeriksaan Integumen

Terdiri dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.

i. Pemeriksaan muskuloskletal

Pada tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.

j. perkembangan konsep tumbuh kembang

a. Tahap Oral (18 bulan pertama kehidupan)

Pada tahap ini ada dua macam aktivitas oral, yaitu menggigit dan

menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter

yang berkembang di kemudian hari. Pada pengkajian klien yang

berada di tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi

21
perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir

gangguan asupan nutrien di masa pertumbuhan.

b. Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)

Pada tahap ini anak akan mengeksploitasi fungsi pembuangan,

misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang

bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.

Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat

dilakukan untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk

menggunakan fungsi pembuangan secara optimal.

c. Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)

Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga

meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Pada tahap ini anak

akan mengalami Oedipus complex.

Oedipus complex merupakan keinginan yang mendalam untuk

menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan

menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin

dengannya.

d. Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)

Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan

(masa sekolah). Pada klien dengan rentang usia di tahap ini penting

untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi dan meminimalsir resiko

terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir

e. Tahap Genital (masa pubertas dan seterusnya)

22
Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber

kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-

kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi pada pemeriksaan

genetalia

k. Dampak Hospitalisasi

Karena berada dalam perawatan di rumah sakit, maka akan timbul efek

hospitalisasi pada klient dan orang tua, antara lain:

a. Anak akan merasa kurang nyaman karena tidak bisa bersosialisasi

dengan teman sebayanya. Hal ini dapat memicu diagnosa

keperawatan menarik diri.

b. Orang tua akan lebih sering dan fokus untuk anaknya (klient)

sehingga pekerjaan rumah dan fungsi keluarga terganggu, sehinga

dapat muncul diagnosa perubahan pola keluarga.

2. Diagnosa

a. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen

c. Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan

terapi

d.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan

penyakit jantung (ASD).

3. Intervensi

a. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur

Tujuannya: Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.

23
1). Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung

2). Kaji perubahan pada sensoris

3). Berikan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen

Tujuannya: Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress

tambahan

1). Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

2). Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi (posisi semi fowler).

3). Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usiaa, kondisi, dan

kemapuan

4). Tindakan kolaborasi dengan memberikan oksigen tambahan sesuai

indikasi

c. Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan

terapi

Tujuannya: Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.

1). Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi,Gagal jantung

kongestif

2). Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik

3). Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli

bedah pada keluarga.

d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan

penyakit jantung (ASD).

24
Tujuannya: Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas

Klien menunjukkan perilaku koping yang positif

1). Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan

mereka dan masalah defek jantung.

2). Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama

hospitalisasi

3). Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin

yang tepat untuk anak.

4. Implementasi

a. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur

1). Memantau tanda dan gejala penurunan curah jantung seperti Peningkatan/

ketidakteraturan frekuensi nadi, Bunyi abnormal dari jantung dan paru-

paru

2). Mengkaji perubahan pada sensoris seperti contoh letargi, cemas dan

depresi

3). Memberikan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi

serta hindari cairan garam.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen

1). Mengkaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

2). Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi (posisi semi fowler).

3). Membantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usiaa, kondisi, dan

kemapuan

25
4). Tindakan kolaborasi dengan memberikan oksigen tambahan sesuai

indikasi

c. Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan

terapi

1). Mengajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi,Gagal

jantung kongestif seperti Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada

bayi, keletihan dan mual.

2). mengajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan

hipersianotik seperti Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan

kepala dan dada ditinggikan

3). Menjelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan

ahli bedah pada keluarga.

d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan

penyakit jantung (ASD).

1). Mendiskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan

mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena

hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.

2). Mengajak keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama

hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah

3). Membantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode

disiplin yang tepat untuk anak.

26
5. Evaluasi

a. Penurunan curah jantung dapat teratasi, dan Denyut dan irama jantung

teratur.

b. Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.

c. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang

tepat.

d. Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

ASD (Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan

tersering setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada

peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan

sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru.

ASD merupakan suatu kelianan janin terdapat suatu lubnag diantara

atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat

bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Kebanyakan bayi tidak memiliki keluhan

klinis atau disebut dengan asimptomatik pada ASD. Pengobatan pencegahan

dengan antibiotic sebaiknya diberikan setiap kali penderita menjalani tindakan

pencabutan gigi untu mengurangi resiko terjadinya endokarditis enfektif.

B. Saran

Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mengetahui konsep.

Atrium septum defek dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan dalam

memberikan pelayanan kepada pasien dan juga Perawat harus memiliki

pengetahuan tentang ASD/ VSD untuk dapat membantu orang tua dalam

menjalani pengobatan sehingga penyakit lebih berat dapat dihindari . serta

Pelayanan keperawatan dapat memberikan anjuran kepada orang tua untuk

melalukan terapi agar ASD/ VSD dapat teratasi.

28

Anda mungkin juga menyukai