Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan
langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan
pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava
superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek
septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum
adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada
bantalan endokard.
ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD
(ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu
lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari
atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa
kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun
pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade
ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut,
karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan
berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit
jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di amerika serikat,
insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan
sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama
kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan
kematian penderita. Di indonesia, dengan populasi lebih dari 200 juta penduduk dan
angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita
(www.google//http.inside rate of atrium septal defect.com)
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari
seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan
bahwa VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD
dapat muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi
Arteri Besar. VSD, bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering
disebut sebagai sindroma Eisenmenger.
Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat
intraventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan
terlambat atau tidak sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan
dalam hal ini. Defek septum ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan
pada mereka yang berat badan lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per
1000 kelahiran premature hidup (Fyler, 1996).
Berdasar data diatas maka penulis makalah tentang Ventrikel Septal Devect dan
asuhan keperawatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah itu Penyakit ASD (Atrial Septal Defect) ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan ASD (Atrial Septal Defect) ?
3. Apakah itu Penyakit VSD (Ventricular Septal Defect) ?
4. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan VSD (Ventricular Septal Defect) ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Penyakit ASD (Atrial Septal Defect)
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan ASD (Atrial Septal Defect)
3. Untuk mengetahui Penyakit VSD (Ventricular Septal Defect)
4. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan VSD (Ventricular Septal Defect)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyakit ASD (Atrial Septal Defect)


1. Pengertian ASD (Atrial Septal Defect)
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial
(sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding
(septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan
jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan.
Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
ASD menunjukkan terdapatnya (lubang) abnormal antara atrium kanan dan atrium kiri
yang tidak ditutup oleh katup. Berdasarkan letak defek dikenal defek sinus venosus, defek
ostium sekundum, dan defek ostium primum. Atrium septal defect merupakan adanya
hubungan ( lubang ) abnormal pada sekat yang memerlukan pembedahan jantung terbuka
adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi
jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembekuan sekat. Defek ini dapat
berupa defek sinus venosus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada
umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekunder yaitu kegagalan
pembentukan septum sekunder dan efek septum primum adalah kegagalan penutupan septum
primum yang letaknya dekat sekat antara bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam
defek sekat ini harus ditutupi dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran
darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tindakan timbulnya syndrome Eisemenger.
Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraidikasikan. Tindakan
bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan
menambah defek dengan sepotong dakron.
Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek
sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan
kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus
venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup
spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang
letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini
harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui
pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah
terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah
berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal
defek dengan sepotong dakron.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen
dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek
tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya
setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang
menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta
ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus
menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu
saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah
berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik
banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.

2. Klasifikasi ASD (Atrial Septal Defect)


Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu :
a. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin disertai
kelainankatup mitral.
b. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
c. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

3. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
a. Faktor Prenatal.
1) Ibu menderita infeksi Rubella
2) Ibu alkoholisme
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun
4) Ibu menderita IDDM
5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
b. Faktor genetic
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2) Ayah atau ibu menderita PJB
3) Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
4) Lahir dengan kelainan bawaan lain

4. Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang
melaluidefek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium
tersebut.Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada
ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga
berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt
dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat
penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang
melaluidefek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium
tersebut.Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada
ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga
berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt
dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat
penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari
kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen
akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Apabila lubang ASD besar, aliran pirau dari kiri ke kanan yang terjadi secara terus
menerus danberlangsung lama dapat menyebabkan beban volume pada jantung kanan,
mengakibatkanterjadinya dilatasi atrium dan ventrikel kanan. Anulus katup trikuspid dan arteri
pulmonerbeserta annulus katupnya akan melebar, mengakibatkan regurgitasi trikuspid dan
pulmunonal,kadang disertai penebalan ringan daun katup.Dilatasi yang terjadi pada ventrikel
kanan akan mendorong septum ventrikel kearah ventrikel kiridan menyebabkan fungsinya
terganggu. Deformitas ventrikel kiri juga dapat mengakibatkanprolaps katup mitral yang
terkadang disertai regurgitasi.Kelebihan volume yang berlangsung lama ke sirkulasi pulmoner
akan berakibat dilatasi jaringanvaskular pulmoner. Secara mikroskopis akan terlihat penebalan
pada bagian medial muskulardari arteri dan vena pulmoner, terjadi juga muskulerisasi dari
arteriol. Pada beberapa kasus,ASD akan berkembang menjadi hipertensi pulmoner berat dan
penyakit vaskular pulmoneryang irreversibel.

5. Pathway
Ø Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Ø BB rendah, tumbang lambat

Ø Ketidakadekuatan O2 dan nutrisi ke jaringan

Ø Kerusakan pertukaran gas

Ø Penurunan curah jantung

Ø TD menurun
Ø Edema paru

Ø Preload menurun

Ø Intoleransi aktivitas

Ø Heart rate meningkat

Ø Kelemahan

Ø Hipoksia jaringan

Ø Akral dingin

Ø Curah jantung menurun

Ø Peningkatan aliran darah pulmonal

Ø Vol ventrikel dextra

Ø Vol atrium dextra

Ø Vol ventrikel sinistra

Ø Terjadi aliran yang tinggi dari atrium sinistra ke atrium dexra

Ø Tekanan atrium dextra > sinistra

Ø Defek antra atrium dextra dan sinistra

Ø Perkembangan atrium yang abnormal

Ø Mempengaruhi perkembangan bayi/janin

Ø Faktor genetik, faktor selama hidup ibu, infeksi tertentu (rubella)

6. Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

7. Komplikasi
a. Gagal Jantung
b. Penyakit pembuluh darah paru
c. Endokarditis
d. Aritmia

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
a. Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium
kanan yang menonjol dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit
membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.

b. Elektrokardiografi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle
kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal.

c. Ekokardiografi
Ø Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan
lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katub mitral
misalnya proplaps yang memang sering terjadi pada ASD.
Ø Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi
sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga kelaina yang
menyertai.
d. Katerisasi jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
Ø Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
Ø Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
Ø Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
Ø Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis
9. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk
penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada
ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang
diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak
yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri
ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat
adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada
beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan.
Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi utama penutupan
defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan
masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi
dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi.
Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar
nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas
kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus
paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi
kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium.
Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat
menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular
pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya
cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
b. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk
menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama
cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan
bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk
menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting
pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah,
ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan
defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis
kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan
menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80%
lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium
kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan.
Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat
dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan
dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus
menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara
spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun
kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah
(pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat
ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan
langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin
bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%,
angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska
opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang
menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival
akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru
c. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non
bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha
(arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang
pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan
ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis
sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.

B. Asuhan Keperawatan ASD (Atrial Septal Defect)


1. Pengkajian
a. Pengkajian umum
1) Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek yang
terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada
tungkai dan berkeringat banyak.

2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada tungkai tapi
biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.

b) Riwayat kesehatan lalu


Ø Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin
ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
Ø Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
Ø Riwayat Neonatus
o Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
o Anak rewel dan kesakitan
o Tumbuh kembang anak terhambat
o Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
o Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ø Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantung
Ø Penyakit keturunan atau diwariskan
Ø Penyakit congenital atau bawaan

3) Sistem yang dikaji :


a. Pola Aktivitas dan latihan
Ø Keletihan/kelelahan
Ø Dispnea
Ø Perubahan tanda vital
Ø Perubahan status mental
Ø Takipnea
Ø Kehilangan tonus otot
b. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
Ø Riwayat hipertensi
Ø Endokarditis
Ø Penyakit katup jantung.
c. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Ø Ansietas, khawatir, takut
Ø Stress yang b/d penyakit
d. Pola nutrisi dan metabolik
Ø Anoreksia
Ø Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
e. Pola persepsi dan konsep diri
Ø Kelemahan
Ø Pening

f. Pola peran dan hubungan dengan sesama


Ø Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga
b. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran. Ujung-ujung jari
hiperemik, diameter dada bertambah, nafas pendek, retraksi pada vena jugulum, sela interkostal
dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
2) Palpasi
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel kiri. Teraba getaraa
bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising teraba di sela iga ke II atau III kiri. Pada
defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama
dengan tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah lengkung iga kanan
3) Auskultasi
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan
salah satunya petunjuk akan DSA. Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi jantung 2 pada
inspirasi dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut “fixed splitting” . Bising sistolik dan pada
pirau kiri ke kanan yang besar maka bising mik diastolic berfrekuensi rendah terdengar pada
sela iga ke IV kiri atau kanan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d penurunan TD
b. Intoleransi aktivitas b.d hipoksia.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi
ke jaringan.
d. Kerusakan pertukaran gas b.d edema paru
3. Intervensi
a. Dx. I
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam klien memperlihatkan peningkatan
curah jantung
Kriteria hasil : denyut jantung kuat, teratur dan dalam batas normal
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
R : biasanya terjadi takikardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung
2) Pantau tekanan darah
R : untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi olehpengisian curah
jantung
3) Berikan istirahat semi fowler
R : memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan penuruna venus return
4) Kolaborasi dengan tim dokter untuk terapi oksigen,obat jantung, obat diuretik dan cairan
R : membantu dalam proses kimia dalam tubuh

b. Dx. II
Tujuan : Klien dapat mempertahankan aktivitas yang adekuat dan anak akan berpartisipasi
dalam aktivitas yang dilakukan oleh anak seusianya, yang ditandai dengan menurunkan
kelemahan dan kelelahan serta tanda vital dalam batas normal selama beraktivitas.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien menggunakan
vasodilator atau diuretik.
R : Tanda-tanda vital dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi jantung.

2) Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.
R : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
R : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara tiba-tiba.
4) Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
R : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress miokard
atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.
5) Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin.
Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa

c. Dx. III
Tujuan : klien dapat mempertahankan berat badan dan tinggi badan yang sesuai yang ditandai
dengan BB dan TB dalam batas normal sesuai dengan usianya
Intervensi :
1) Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi
R : untuk memaksimalkan kualitas masukan nutrisi sehingga dapat mempertahankan BB dan
membantu dalam perkembangan otak
2) Monitor tinggi dan berat badan anak
R : sebagai indikator atau petunjuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi
3) Jelaskan pada orang tua mengenai tumbang anak
R : agar orang tuan mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak
4) Ciptakan lingkungan yang tenang
R : untuk memenuhi istirahat dan relaksasi klien secar optimal

d. Dx. IV
Tujuan : klien dapat menunjukkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan serta
tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien bebas dari
gejala distres pernapasan
Intervensi :
1) Berikan posisi semi fowler pada anak
R : menurunkan konnsumsi atau kebutuhan oksigen dan mempermudah pernafasaan yang
meningkatkan kenyamanan fisiologi dan psikologi
2) Anjukan kepada klien untuk istirahat yang cukup
R : istirahat akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan kemampuan berpartisipasi
dalam perawatan
3) Berikan oksigen jika ada indikasi
R :meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki atau menurunkan
hipoksemia jaringan

Perkembangan Konsep Tumbuh Kembang


a. Tahap Oral (18 bulan pertama kehidupan)
Pada tahap ini ada dua macam aktivitas oral, yaitu menggigit dan menelan makanan,
merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Pada
pengkajian klien yang berada di tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi
perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir gangguan asupan nutrien di
masa pertumbuhan
b. Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)
Pada tahap ini anak akan mengeksploitasi fungsi pembuangan, misalnya menahan dan
bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan
melukis dengan jari. Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat
dilakukan untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk menggunakan fungsi pembuangan
secara optimal.
c. Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah
kenikmatan seksual laki-laki. Pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex
Oedipus complex merupakan keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang
sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin
dengannya.
d. Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)
Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah). Pada
klien dengan rentang usia di tahap ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi dan
meminimalsir resiko terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir
e. Tahap Genital (masa pubertas dan seterusnya)
Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap
ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi pada
pemeriksaan genetalia

4. Diagnosa
a. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
c. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen
dan nutrien pada jaringan; isolasi social
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
e. Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
f. erubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung
(ASD)

5. Intervensi
a. Diagnosa : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan :
1) Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria Hasil :
Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
2) Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi :
§ Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah
toxisitas.
§ Beri obat penurun afterload sesuai program
§ Beri diuretik sesuai program

b. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen


Tujuan :
1) Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria Hasil :
§ Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
§ Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi :
§ Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
§ Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
§ Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
§ Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan
kebutuhan oksigen.
§ Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
§ Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.

c. Diagnosa : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan


ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tuujuan :
1) Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
2) Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
1) Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
2) Anak melakukan aktivitas sesuai usia
3) Anak tidak mengalami isolasi social

Intervensi :
1) Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
2) Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan
kecenderungan pertumbuhan.
3) Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
4) Dorong aktivitas yang sesuai usia.
5) Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang
lain.
6) Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.

d. Diagnosa : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan :
1) Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
Anak bebas dari infeksi
Intervensi :
§ Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
§ Beri istirahat yang adekuat
§ Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami

e. Diagnosa : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan
terapi
Tujuan :
1) Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
§ Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
§ Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi :
§ Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi,Gagal jantung kongestif :
o Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
o Takipnea
o Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
o Keletihan
o Penambahan berat badan yang tiba-tiba
o Distress pernapasan
o Toksisitas digoksin
o Muntah (tanda paling dini)
o Mual
o Anoreksia
o Bradikardi.
o Disritmia
o Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
o Hipoksemia – sianosis, gelisah.
o Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
§ Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
o Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
o Tetap tenang.
o Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
o Hubungi praktisi

f. Diagnosa : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan


penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
1) Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
2) Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil :
1) Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
2) Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
Intervensi :
§ Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek
jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
§ Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk
memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
§ Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah
kelelahan pada diri mereka sendiri.
§ Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.

C. Penyakit VSD (Ventricular Septal Defect)


1. Definisi VSD (Ventricular Septal Defect)
Istilah defek septum ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel.
Defek tersebut dapat terletak di manapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak,
dan ukuran serta bentuknya dapat bervariasi (Fyler, 1996).
Defek septum ventrikel (VSD/Ventricular Septal Defect) adalah suatu lubang pada
septum ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung bagian
bawah (memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan).
Defek septum ventrikel atau Ventricular Septum Defect (VSD) adalah gangguan
atau lubang pada septum atau sekat di antara rongga ventrikel akibat kegagalan fusi atau
penyambungan sekat intraventrikel.
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari seluruh
kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD
adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat muncul
sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri Besar.
VSD, bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai
sindroma Eisenmenger.
Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat
intraventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan
terlambat atau tidak sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan
dalam hal ini. Defek septum ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan
pada mereka yang berat badan lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per
1000 kelahiran premature hidup (Fyler, 1996).
Klasifikasi VSD Berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3, (Chandrasoma, 2006;
Purwaningtyas, 2007) :
a. Tipe perimembran (60%)
b. Tipe subarterial (37%)
c. Tipe muskuler (3%)

Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel. Defek pada region
midportion atau apikal septum ventrikular merupakan defek muscular. Defek di antara
krista supraventrikular dan otot papilaris conus arteriosus dapat diasosiasikan dengan
stenosis pulmonal dan tetralogi follat. Defek suprakrista (superior terhadap krista
supraventrikular) jarang terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal dan
mengenalsinus aorta sehingga menyebabkan insufiensi aorta.
Defek septum ventrikel di tandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan
darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri kekanan.
· Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen melalui
defek tersebut ke ventrikel kanan.
· Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya di penuhi darah dan
dapat menyebabkan naiknya vascular pulmonal.
· Jika tahanan pulmonal ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan pirau
terbalik darah miskin oksigen kemudian mengalir dari ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan
sianosis.

2. Anatomi Fisiologi
Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu
jantung, pembuluh darah, dan darah (Depkes,1993:3)
a. Jantung
Adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-paru untuk
pertukaran gas (Depkes, 1993:3).Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada,
yaitu diantaa kedua paru-paru. Jantung terdiri dari 3 lapisan.lapisan terluas disebut
epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan
lapisan terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium. Ruangan jantung bagian atas
yaitu atrium dan ventrikel. Secara fungsional darah dibagi menjadi alat menjadi alat
pompa kanan dan pompa kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan
peredaran darah bersih ke sistemik. Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah
percampuran antara daerah yang menerima darah yang tidak teroksigenali dari vena kava
superior, inferior, dan sistem koroner. Darah ini melalui katup mitrat ke ventrikel kiri dan
dipompakan ke aorta untuk sirkulasi koroner dan sistemik (Sjafoellah, 1996:1069).
Jantung tersusun atas lapisan-lapisan: perikardium, miokardium, endokardium.
Dibungkus oleh lapisan pericardium parietalis dan viseralis. Perikardium viseralis menempel
pada miokardium. Di antaraperikardium viseralis dan parietalis terdapat cairan perikardium.
Jantung merupakan suatu ruang tertutup yang berisi cairan darah. Di dalamnya terbagi-
bagi/tersekat-sekat menjadi empat ruang jantung, yaitu serambi (atrium) kanan, serambi kiri,
bilik (ventrikel) kanan dan ventrikel kiri. Serambi kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat atrium,
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat ventrikel. Antara serambi dan ventrikel
dihubungkan sekaligus dipisahkan oleh katup atrioventrikular yang berfungsi seperti pintu.
Katup atrioventrikular yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan bilik kanan
namanya katup trikuspid, yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan bilik kiri
adalah katup mitral.
Miokardium menerima darah ketika diashole dari arteri kosong. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri descendino anterior dan arteri circumflex. Arteri koronaria kanan
memberi darah antara lain ke SA node ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel
kanan. Vena-vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudia bersikulasi
langsung ke dalam paru-paru (Depkes, 1993:3).

b. Pembuluh darah
Pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian
dan alat tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya
elastis dan terdiri 3 lapisan yaitu : lapisan terluar dinding arteri disebut tunika externa.
Keadaan tidak elastis disebut arteri osklerosis, sedangkan bagian dalam dari arteri adalah
tunika interna atau intima. Pembersihan plaqul yang terjadi pada dinding arteri bagian
dalam disebut athero sclerosis. Hal ini mengakibatkan aliran darah arteri terganggu dan
dapat mengakibatkan proses iskemia (Depkes, 1993:6).

c. Darah
Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi
darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol
suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen
dalam darah adalah plasma.
Hemoglobin yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit
dalam mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan
antara pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen
secara adekuat (Depkes, 1993:7).

3. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. VSD lebih sering ditemukan pada anak-anak dan
seringkali merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat
kecil, tidak menimbulkan gejala dan sering kali menutup dengan sendirinya sebelum anak
berumur 18 tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan
gagal jantung. VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.
Ø Faktor prenatal yang berhubungan dengan VSD :
o Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil
o Gizi ibu hamil yang buruk
o Ibu yang alkoholik
o Usia ibu di atas 40 tahun
o Ibu menderita diabetes
Ø Faktor genetic
o anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
o ayah/ibu menderita PJB
o kelainan kromosom seperti syindrom down
o lahir dengan kelainan bawaan lain

4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan VSD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan. Pada kelainan
ini, darah dari paru-paru yang masuk ke jantung, kembali dialirkan ke pari-paru. Akibatnya
jumlah darah dalam pembuluh darah paru-paru meningkat dan menyebabkan :
a. Sesak nafas, takipneu (napas cepat)
b. Bayi mengalami kesuliatan ketika menyusu
c. Keringat yang berlebihan
d. Berat badan tidak bertambah. Gagal tumbuh
e. Gagal jantung kongestif
f. Infeksi saluaran pernapasan berulang

Tampilan klinis pasien VSD bervariasi, bergantung kepada besarnya defek/pirau


dan aliran dan tekanan arteri pulmonal. Jenis yang paling sering terjadi ialah defek kecil
dengan pirau kiri-ke-kanan yang ringan dan tekanan arteri pulmonal yang normal. Pasien
dengan defek tersebut umumnya asimtomatis dan lesi kelainan jantung di temukan pada
pemeriksaan fisik rutin. Dapat di temukan murmur holosistolik parasternal yang keras,
kasar dan tertiup serta ada thrill. Pada beberapa kasus murmur tersebut berakhir sebelum
jantung 2,kemungkinan disebabkan oleh penutupan defek pada akhir sistolik. Pada
neonatus murmur mungkin tidak terdengar pada beberapa hari pertama setelah kelahiran
( sebab tekanan ventrikel kanan yang turun perlahan), hal ini berbeda dengan kelahiran
premature dimana resistensi paru turun lebih cepat sehingga murmur dapat terdengar
lebih awal. Pada pasien dengan VSD kecil, roentgenogram dada umumnya normal
walaupun dapat terlihat sedikit kardimegali dan peningkatan vaskulatulpulmonal. EKG
umumnya normal walau dapat juga terlihat hipertrofi ventrikel kiri. Adanya
hipertrofiventrikel kanan menunjukkan bahwa defek tidak kecil serta ada hipertensi
pulmonal atau stebosis polmunal.
Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan hipertensi pulmonal
dapat menyebabkan dyspnoe, kesulitan makan, pertumbuhan terhambat, berkeringat,
infeksi paru rekuren atau gagal jantung pada saat bayi. Sianosis biasanya tidak terlihat,
tetapi ruam hitam (duskiness) dapat terlihat jika ada infeksi atau pada saat menangis.
Penonjolan prekordial kiri dan sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan
parasternal yang dapat diraba, thrust apical atau thrill sistolik. Murmur holosistolik dapat
menyerupai murmur pada VSD kecil namun terdengar lebih halus. Komponen pulmonal
pada suara jantung 2 dapat meningkat, menunjukkan adanya hipertensi pulmonal.
Adanya bunyi middiastolik di apeks disebabkan oleh peningkatan aliran darah melalui
katup mitral dan adanya pirau kiri-ke-kanan dengan rasio 2:1 atau lebih. Pada VSD besar,
roentgenogram dada menunjukkan adanya kardoimegali dengan penonjolan pada kedua
venrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal. Edema dan efusi pleura dapat timbul. EKG
menunjukkan adanya hipertrofi kedua ventrikel.

5. Patofisiologis
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari
ventrikel kiri dan ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah.
Presentasi klinis tergantung besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya
tahanan pembuluh darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan
keluhan. Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup spontan (tipe
perimembran dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau
prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran)
(Rilantono,2003; Masud,1992).
Ukuran defek secara otomatis menjadi penentu utama besarnya pirau kiri-ke-
kanan (right-to-left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh perbandingan derajat resistensi
vascular dan sistemik. Ketika defek kecil terjadi (<0.5 cm2), defek tersebut dikatakan
restriktif. Pada defek nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah
sama, pada defek jenis ini, arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi
pulmonal dan sistemik.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebuhi
normal dan ukuran pirau kiri-ke-kanan terbatas. Setelah resistensi pulmonal turun pada
minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri-ke-kanan. Ketika
terjadi pirau yang besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas.pada kebanyakan kasus,
resistensi pulmonal sedikit meningkat dan penyebab utama hipertensi pulmonal adalah
aliran darah pulmonal yang besar. Pada sebagian pasien dengan VSD besar, arteriol
pulmonal menebal. Hal ini dapat menyebabkan penyakit vascular paru obstuktif. Ketika
rasio resistensi pulmonal dan sistemik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional (dua
arah), tanda-tanda gagal jantung menghilang dan pasien menjadi sianotik. Namun hal ini
sudah jarang terlihat karena adanya perkembangan intervensi secara bedah.
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan rasio aliran darah
pulmonal dan sistemik. Jika pirau kiri-ke-kanan relative kecil (rasio aliran darah pulmonal
dan sistemik adalah 1.75:1), maka ruang-ruang jantung tidak membesar dan aliran darah
paru normal. Namun jika pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium
dan ventrikel kiri, peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran
darah dan kiri masuk ke kanan dank e paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu
aliran siklus). Peningkatan tekanan di bagian kanan (normal ventrikel kanan 20mmHg,
ventrikel kiri 120 mmHg) juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan, peningkatan aliran
pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonal, atrium kiri dan ventrikel kiri
membesar karena aliran pulmonal yang juga besar. Selain itu, karena darah yang keluar
dari ventrikel kiri harus terbagi ke ventrikel kanan, maka jumlah darah yang mengalir ke
sistemik pun berkurang (akan mengatifasi system rennin-angiotensin dan retensi garam).

6. Komplikasi
Perjalanan penyakit VSD bergantung pada derajat besarnya defek yang terjadi.
Sebanyak 30-50% defek ringan dapat menutup spontan pada tahun pertama kehidupan,
sisanya menutup sebelum usia 4 tahun. Defek seperti ini biasanya memiliki aneurisma
sputum ventrikel yang memperkecil ukuran defek/pirau. Kebanyakan anak dengan defek
ringan tetap asimtomatis tanpa ada peningkatan ukuran jantung, tekanan atau resistensi
arteri pulmonal. Risiko penyakit yang sering terjadi adalah endokarditis infektif pada 2 %
anak dengan VSD dan jarang terjadi di bawah usia 2 tahun. Risikonya bergantung pada
ukuran defek.
Sedangkan defek yang lebih besar biasanya lebih sulit untuk menutup spontan. Anak
akan sering menderita infeksi paru hingga gaagl jantung kongestif yang menyebabkan
gagal tumbuh. Pada beberapa kasus, gaagl tumbuh merupakn gejala tunggal. Hipertensi
pulmonal terjadi akibat peningkatan aliran darh pulmonal dan pasien berisiko menderita
penyakit vascular pulmonal.
Sebagian kecil pasian VSD juga mengalami stenosis pulmonal, yang bermanfaat
menjaga sirkulasi fulmonal dari peningkatan alifan (oversirkulasi) dan efek jangka panjang
penyakit vascular pulmonal. Pasien akan menunjukkan gejala klinis stenosis pulmonal.
Aliran melalui pirao dapat bervariasi, seimbang, bahkan berbalik menjadi pilau kanan-ke-
kiri
§ Gagal Jantung Kongestif.
§ Hipertensi Arteri Pulmonalis.
§ Bakterial Endokarditis.

7. Penatalakasaan
Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kelainan
vaskular paru pemanen, mempertahankan fungsi atrium, dan ventrikel kiri serta
mencegah kejadian endokarditis efektif. Defek kecil biasanya disertai dengan thrirl pada
garis sternal kiri sela iga ke empat. Bising bersifat holosistolik, tetapi juga pendek.
Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau sedang akan
menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak diperlukan
tatalaksana bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi usia 12-18 bulan
direkomendasikan apabila terdapat VSD dengan gagal jantung kongestif atau penyakit
pembuluh darh pulmonal. Gangguan atau lubang yang berukuran sedang namun tanpa
disertai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah pulmonal, penanganannya dapat
ditunda. Tetapi pengobatan untuk profilaksis atau pencegahan endokarditis (peradangan
pada endokardium atau selaput jantung bagian dalam) diberiakan untuk semua pasien
dengan VSD.
Pada pasien dengan ukuran VSD kecil, orangtua harus diyakinkan mengenei lesi
jantung yang relatif ‘jinak’ (tidak membahayakan),dan anak tetap diperlakukan sebagai
mana normal ( tidak ada batasan aktifitas). Perbaikan secara bedah tidak mutlak
disarankan. Anak harus diberi asupan kalori yang memadai untuk mencapai pertumbuhan
berat badan yang optimum. Pemberian deuretik (furosemid) apabila ada kongesti paru
dan ACE inhibitor untuk menurunkan sistemik dan pulmonal serta mengurangi pirau.
Terkadang juga diberikan digoksin. Untuk mencegah endokarditis infektif, maka
kesehatan gigi dan mulut harus dijaga dan menggunakan antibiotik profilaksis pada saat
berobat gigi.
Untuk pengobatan medikamentosa, DSV yang kecil dan tanpa gejala dan tidak
perlu diberikan terapi. Pada kejadian gagal jantung, dapat diberikan diuretic misalnya
furosemik 1-2 mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya kaptropil 0,5-1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam.
Kalau perlu ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pem,berian makanan berkalori tinggi
dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki
dengan preparat besi.
Sedangkan pada pasien dengan VSD besar, maka tujuan pengobatan adalah: (1)
mengendalikan gagal jantung kongestif dan (2) masih mencegah penyakit vascular
pulmonal. Pasien dapat menunjukan adanya penyakit pulmonal dan berulang dan sering
gagal tumbuh. Terapitik ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta
memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan
menutup selam atahun pertama kehidupan. Oprasi dengan metode trans kateter dapat
dilakukan pada anak dengan resiko rendah (low risk) setelah berusia 15 tahun.
Setelah terjadi penutupan pirau maka keadan hiperdinamik akan menjadi normal,
ukuran jantung mengecil kembali ke normal, thrill dan murmur menghilang serta hipertensi
serta arteri pulmonal menghilang. Kebanyaka anak akan bertumbuh secara normal dan
pengobatan tid ak diperlukan lebih lanjut. Anak akan mengejar ketinggalan tumbuh
kembangkangnya dalam 1-2 tahun. Namun murmur sistolik dengan itensitas rendah dapat
terus terdengar selama beberapa bulan. Prognosis jangka panjang setelah oprasi adalah
baik.
Alat yang digunakan untuk penutupan devek setrumventrikel diantaranya adalah
Rashkind doble umbrella, the bard clamshell, the button device, the amplatzer septal
occlude, amplatzer duct occlude atau Gianturco coils.
Indikasi dan waktu penutupan DSV adalah sebagai berikut.
a. Pada bayi dengan DSV defek besar yang mengalami gagal jantung serta retardasi
pertumbuhan dan kegagalan terapi medikamentosa dilakukan oprasi secepatnya
sebelum terjadi penyakit vaskular paru.
b. Bayi atau anak dengan DSV besar dan hipertensi pulmonalis harus dilakukan keterisasi
untuk menulai tingginya resistensi vascular paru dan responnya terhadap pemberian
oksigen 100 %. Penutuapan DSV secara bedah ataupun non bedah dilakukan apabila
restitensi vaskuler paru dibawah 7 wood unit.
VSD kecil tidak perlu di rawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi
anak.Berikan antibiotk seawal mungkin.Vasopresor atau vasodilator adalah obat2yang dipakai
untuk anak dengan VSD dan gagal jantung missal dopamine (intropin) memiliki efek inotropik
positif pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan
sistolik serta tekanan nadi. Sedang isoproterenol (isuprel) memiliki efek inotropik positif pada
miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung.Bayi dengan gagal
jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk
pengikatan / penyatuan arteri pulmonary.Pembedahan tidak ditunda sampai melewati usia
prasekolah.
Pasien dengan defek kecil tidak memerlukan pengobatan apapun, kecuali
pemberian profilaksis terhadap terjadinya endokarditis infektif terutama bila akan dilakukan
tindakan operaktif di daerah rongga mulut atau tindakan pada traktus gastrointestinal
/urogenital.Tidak diperlukan pembatasan aktivitas pada pasien dengan defek kecil namun
perlu dipertimbangkan pada defek yang sedang dan besar sesuai dengan derajat keluhan yang
timbul.Gagal jantung pada pasien dengan defek septum ventrikel sedang atau besar
biasanya diatasi dengan digoksin ( dosis rumat 0,01 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis ), kaptopril
( ACE inhibitor ), dan diuretic seperti furosemid atau spironolakton.
Tidak semua pasien dengan VSD harus dioperasi.Tindakan operasi terindkasi pada
kasus – kasus dengan gejala klinis yang menonjol terutama pada VSD sedang atau besar yang
tidak mempunyai respons yang baik terhadap pengobatan .Oleh karena itu
diperlukan pemantauan klinis yang seksama dan cermat terhadap pasien VSD sebelum
mengirim pasien tersebut ke ahli bedah jantung.Selain itu yang sangat penting adalah
memberikan penjelasan yang benar da hati – hati kepada orang tua pasien mengenai perjalanan
penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi.
8. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan
mengguankan stetoskop, akan terdengar murmur ( bunyi jantung abnormal) yang nyaring.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan :
a. Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru
meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a.
pulmonal.
b. EKG : LVH, LAH
c. Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri,
dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek
septum ventrikel, dengan defek Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya
aliran yang melewati defek tersebut.
d. Katerisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat
mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi
ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD.
e. Angiografi jantung.
Dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan posisi dan
besarnya VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars muskular, defek sangat
sulit untuk dicritakan sehingga membutuhkan visualisasi dengan pemeriksaan Doppler
berwarna. Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri dari jaringan katup tricuspid) dapat
menutupi defek dan menurunkan jumlah aliran pirau kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat
untuk memperkirakan ukuran pirau dengan menilai derajat overload cairan di atrium dan
ventrikel kiri; besarnya peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kri-
ke-kanan. Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan
dan menentukan apakah pasien beresiko menderita vaskuler paru.
Efek dari VSD terhadap verkulasi (secara umum ) dapat dilihat katerisasi jantung,namun
prosedur pmeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan.katerisasi biasanya dilakukan jika
pemeriksa komperhensif lainnya masih belum dapat menentukan ukuran pirau atau jika
data laboratorim tidak sesuai temuan diklinik. Selain itu, katerisasi juga dapat digunakan
untuk mencari apakah ada kelainan jantung yang terkait.
Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar
oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil maka
katerisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen di
ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasiakn dengan tekanan
ventrikel kanan dan resistensi vaskular yang normal. Sedangkan defek yang besar dan
nonrestriktif biasanya diasosiasiakan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan
sistolik pulmonal dan sistemik.

D. Konsep Asuhan Keperawatan VSD (Ventricular Septal Defect)


1. Pengkajian
Ø Keluhan Utama
a. Data subyektif :
dispnea, batuk, ortopnea, berat badan bertambah, edema kaki, pusing, bingung, cepat
lelah, nyeri angina atau abdominal, cemas, pengetahuan tentang penyakitnya,
mekanisme koping yang dipakai.
b. Data obyektif :
gawat napas (dispnea, banyak memakai otot-otot pernapasan), distensi vena jugularis,
ada bunyi napas adventisius, bunyi jantung dengan irama gallop, edema, ekstremitas
teraba dingin, perubahan nadi, berat badan bertambah, tingkat kesadaran

c. Riwayat penyakit saat ini (PQRST)


1) Provoking incident :
kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan
derajat gangguan pada jantung.
2) Quality of pain :
seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau
digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan
menggunakan alat atau otot bantu pernapasan).
3) Region, radiation, relief :
apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau mempengaruhi keseluruhan sistem otot rangka
dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4) Severity (scale of pain) :
kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya
kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang
dialami organ.
5) Time :
sifat mula timbulnya nyeri (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul
perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik
saat istirahat maupun saat beraktivitas.
6) Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah klien sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia,
miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi diuretik, nitrat,
penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Seringkali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
7) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya.
8) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial
dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat
tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah
berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok.
Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang
perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan identitas diri klien.
9) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus
pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya
ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan
terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari
curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak
kebingungan.

Pemeriksaan fisik ·
o B1 (Breathing)
kongesti vaskular pulmonal : dispnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut.
o B2 (Blood)
inspeksi : adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, edema ekstremitas.
Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup.
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali).
ü Penurunan curah jantung
ü Bunyi jantung dan crackles
ü Disritmia
ü Distensi vena jugularis
ü Kulit dingin
ü Perubahan denyut nadi

o B3 (Brain)
kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila
terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien meliputi wajah meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
o B4 (Bladder)
Pengukuran output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
o B5(Bowel)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh
portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi
yang dinamakan asiles. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres
pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis
vena di dalam rongga abdomen.
o B6 (Bone)
edema dan mudah lelah

v VSD kecil
o Palpasi:
Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba
getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
o Auskultasi:
Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi
jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.

v VSD besar
o Inspeksi:
Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol
ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal
dan regio epigastrium.
o Palpasi:
Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada
dinding dada.
o Auskultasi:
Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan
sering diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal
dengan kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang
melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga
II kiri.

2. Pemeriksaan diagnostic
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan
mengguankan stetoskop, akan terdengar murmur ( bunyi jantung abnormal) yang nyaring.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan :
Ø Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru meningkat,
bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a. pulmonal.
Ø EKG : LVH, LAH
Ø Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri, dengan
ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum
ventrikel, dengan defek Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya aliran
yang melewati defek tersebut.
Ø Katerisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat mengukur
rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi ventrikel kiri
dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD.
Ø Angiografi jantung.
Dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan posisi dan
besarnya VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars muskular, defek sangat
sulit untuk dicritakan sehingga membutuhkan visualisasi dengan pemeriksaan Doppler
berwarna. Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri dari jaringan katup tricuspid) dapat
menutupi defek dan menurunkan jumlah aliran pirau kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat
untuk memperkirakan ukuran pirau dengan menilai derajat overload cairan di atrium dan
ventrikel kiri; besarnya peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kri-
ke-kanan. Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan
dan menentukan apakah pasien beresiko menderita vaskuler paru.
Efek dari VSD terhadap verkulasi (secara umum ) dapat dilihat katerisasi jantung,namun
prosedur pmeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan.katerisasi biasanya dilakukan jika
pemeriksa komperhensif lainnya masih belum dapat menentukan ukuran pirau atau jika
data laboratorim tidak sesuai temuan diklinik. Selain itu, katerisasi juga dapat digunakan
untuk mencari apakah ada kelainan jantung yang terkait.
Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar
oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil maka
katerisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen di
ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasiakn dengan tekanan
ventrikel kanan dan resistensi vaskular yang normal. Sedangkan defek yang besar dan
nonrestriktif biasanya diasosiasiakan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan
sistolik pulmonal dan sistemik.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dg kebutuhan miokardium akibat
sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium
b. Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi elektrikal
c. Ketidakefektifan pola napas b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan
akibat sekunder dari udema paru.
d. Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung
e. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.

4. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi asuhan keperawatan, hal-hal yang
di evaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya
masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek.
Adapun evaluasi diagnosa keperawatan secara teoritis dapat dilihat pada masing-masing
diagnosa keperawatan, yaitu :
a. Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dg kebutuhan miokardium akibat
sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium
b. Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi elektrikal
c. Ketidakefektifan pola napas b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan
akibat sekunder dari udema paru.
d. Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung
e. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.

5. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d malformasi jantung
Tujuan : Klien menunjukkan tanda vital dalam batas yang normal yang ditandai dengan: disritmia
terkontrol, tidak sesak, bebas dari gagal jantung.
Intervensi :
1) Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit.
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukan menurunnya nadi perifer. Pucat
menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung.
2) Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membrane mukosa, clubbing).
Rasional : Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarnabiru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
3) Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, tachikardia, tachipnea, sesak, lelah saat minum susu,
periorbital edema, oliguria)
Rasional : Tanda-tanda CHF merupakan indikator penilaian terhadap adanya gagal
jantung dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
4) Berkolaborasi dalam pemberian digoxin order, dengan menggunakan teknik pencegahan
bahaya toksisitas.
Rasional : Insiden toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas antara rentang terapeutik
dan toksik. Digoxin harus dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi jantung lambat.
5) Berikan pengobatan untuk menurunkan after load.
Rasional : Obat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
6) Berikan diuretika sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan dosis diuretic tergantung pada gagal jantung. Penurunan pre load
paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal
ditambah dengan gejala kongesti.
b. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti pulmonal
Tujuan : Klien dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan serta tidak
adanya peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien bebas dari gejala
distress pernapasan.
Intervensi :
1) Monitor kualitas dan irama pernapasan.
Rasional : Jalan napas yang kolaps dapat menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi, secara
negative mempengaruhi pertujaran gas.

2) Berikan posisi semi fowler pada anak.


Rasional : Menurunkan konsumsi atau kebutuhan oksigendan mempermudah pernapasan
yang meningkatkan kenyamanan fisiologi dan psikologi.
3) Anjurkan kepada klien untuk istirahat yang cukup.
Rasional : Istirahat akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan kemampuan
berpartisipasi dalam perawatan.
4) Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
5) Berikan oksigen jika ada indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki atau
menurunkan hipoksemia jaringan.
6) Berikan obat diuretika seperti lasix.
Rasional : Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
c. Intoleran aktifitas b/d kelemahan
Tujuan : Klien dapat mempertahankan aktivitas yang adekuat dan anak akan berpartisipasi dalam
aktivitas yang dilakukan oleh anak seusianya, yang ditandai dengan menurunkan kelemahan
dan kelelahan serta tanda vital dalam batas normal selama beraktivitas.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien menggunakan
vasodilator atau diuretik.
Rasional : Tanda-tanda vital dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi jantung.
2) Ijinkan anak untuk beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.
Rasional : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan.
Rasional : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara
tiba-tiba.
4) Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas.
Rasional : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.
5) Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin.
Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa aman nyaman
anak sehingga ia sering malas untuk beraktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

http://yuliasafwati.blogspot.sg/2013/05/makalah-asd.html
Carpenito (2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC,
Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC
Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
_________http://ASKEP / Asuhan Keperawatan Pada vsd / Ventricular Septal Defect /
IMA . Diakses pada tanggal 13 mei 2014 pukul 19.00
Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Cecily & Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Hidayat,Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cetakan Ketiga. Jakarta:
Salemba Medika
http://samada04.blogspot.co.id/2016/02/makalah-asd-dan-vsd.html
ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan
langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan
pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava
superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek
septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum
adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada
bantalan endokard.
ASD (Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD
(ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu
lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari
atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa
kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun
pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade
ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut,
karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan
berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah
jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan
patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada
saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal
(angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah).
Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan
ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan
hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti
peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.
Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan
di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta
relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan
untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa
bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian penyakit ASD ?
2. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan kasus ASD ?
3. Bagaimana klasifikasi pada pasien dengan kasus ASD ?
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan konsep teori penyakit ASD
2. Mampu melakukan pengkajian pada klien yang mengalami penyakit ASD
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami ASD
4. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
penyakit ASD
5. Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada klien yang mengalami penyakit
ASD

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Atrial septal defect (ASD)


Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan
atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991) .
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan (Sudigdo Sastroasmoro,
1994).
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat
antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin (id.
Wikipedia.org).
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada dinding
(septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan
jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan.
Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium
adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena
kegagalan pembentukan sekat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa Atrial Septal
Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat atau
septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi
septum interatial semasa janin.
Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena cavasuperior, foramen
ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum
yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan
penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard.
Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya
pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya
sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan
dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan
jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1. Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada
bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD ostium
secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Keadaan ini jarang terjadi
pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen ovale.
Foramen ovale normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang
hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum
atrial yang sejati.
2. Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan
berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas. Kerusakan
primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3. Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena
cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan
kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena
cava superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus
Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II.

2.3 Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1. Faktor Prenatal
 Ibu menderita infeksi Rubella
 Ibu alkoholisme
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita IDDM (Insulin dependent diabetes melitus)
 Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
 Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
 Ayah atau ibu menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
 Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
 Lahir dengan kelainan bawaan lain

3. Gangguan hemodinamik
Tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan diatrium kanan sehingga
memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada
peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak
perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini
tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari
tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.

2.4 Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak
kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama
kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur
kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang
harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar
(tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah
menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru
dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali
dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik, dengan adanya kenaikan tekanan,
maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25
mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik
pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ).
Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi
stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Karena adanya
penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan
terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan
ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I
sebagian sama dengan ASD II.
Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari
ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada
waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II Arah shunt pun bisa berubah
menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang
rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras karena
perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar (tekanan atrium kiri lebih besar dari
tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium pulmonalis kapiler paru, dan atrium
kiri meningkat, sehingga tekanannya meningkat. Tahanan katup pulmonal naik, timbul bising
sistolik karena stenosis relative katup pulmonal, Juga terjadi stenosis relative katup trikuspidal,
sehingga terdengar bising diastolic. Penambahan beban atrium pulmonal bertambah, sehingga
tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang
permanen. Kejadian ini berjalan lambat. Pada ASD primum bisa terjadi insufisiensi katup
mitral atau trikuspidal sehingga darah dari ventrikel kiri atau kanan kembali ke atrium kiri atau
kanan saat sistol.

2.5 Tanda dan gejala


Defek septum atrium membuat darah yang kaya oksigen masuk dari atrium kiri ke
dalam atrium kanan dan bercampur dengan darah yang kekurangan oksigen. Darah kemudian
dipompa ke paru-paru meskipun sebagian darah telah kaya oksigen. Jika defek septum atrium
yang terjadi berukuran besar, maka volume darah tambahan ini bisa membebani paru-paru dan
juga menambah kerja jantung. Jika kelainan tidak diatasi, maka jantung bagian kanan pada
akhirnya akan membesar dan melemah. Pada beberapa kasus, tekanan darah di paru-paru
meningkat, sehingga terjadi hipertensi pulmonar.
Penderita yang tidak memiliki kelainan jantung lainnya, atau hanya memiliki defek
septum atrium yang kecil (kurang dari 5 mm) bisa tidak memiliki gejala, atau gejala bisa tidak
muncul hingga usia pertengahan atau sesudahnya. Seiring dengan berjalannya waktu ASD
besar yang tidak diperbaiki dapat merusak jantung dan paru dan menyebabkan gagal
jantung. Gejala-gejala defek septum atrium bisa terjadi kapan saja dan dapat berupa :
a. sering mengalami infeksi saluran pernafasan
b. dispnea (kesulitan dalam bernafas)
c. sesak nafas ketika melakukan aktivitas
d. pembengkakan pada tungkai, kaki, atau perut
e. kelelahan
f. jantung berdebar-debar (palpitasi)
g. Berkumpulnya darah dan cairan pada paru
h. Berkumpulnya cairan pada bagian bawah tubuh
i. Mudah lelah dalam beraktivitas
2.6 Manifestasi klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa
kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun
pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade
ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala
yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian
bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek).
Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu,
gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih
besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-
kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2. Dispnea (kesulitan dalam bernafas)
3. Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5. Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6. Tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia
pertengahan Aritmia.

Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:


a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

Mild dyspnea pada saat bekerja (dispnea d’effort) dan atau kelelahan ringan adalah
gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar atrium. Pada bayi yang kurang
dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif yang mengarah
pada defek atrium yang tersembunyi.
Gejala menjadi semakin bertambah dalam waktu 4 sampai 5 dekade. Pada beberapa
pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin dalam 10 atau 7 dekade sebelumnya telah
memperlihatkan gejala dispnea d’effort, kelelahan ringan atau gagal jantung kongestif yang
nyata.
Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini adalah
khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan
suara splitting pada S2 yang menetap.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1. Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol.
Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai
dengan besarnya pirau.
2. Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB (Right bundle branch block) pada 95%, yang menunjukkan beban
volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD
sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left
axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek
sekundum.
3. Ekokardiografi
Ekokardiogram: Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan
septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat
memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling
terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang
besar.
Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum atrium primum dan
bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram menentukan lokasi defek,
ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal,
gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid serta kelainan
lain.
Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai di
dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung.
Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran
interatrial.
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi pirau dari
kiri kekanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e. Katerisasi jantung
Prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam atrium jantung
melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan,
pengukuran tekanan darah dan sampel darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.
Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau
bila terdapat hipertensi pulmonal.
Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium kanan dengan
peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit
vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan
pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek
septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan
kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta
pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak
responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan
indikasi kontra.
1. Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik
lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila
sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi secara
medikamentosa, defect atrial ditutup menggunakan patch.
2. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk
penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada
ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang
diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak
yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri
ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat
adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus.
Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa
defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang
dibenarkan. Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular
pulmonal abstruktif.
Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif
nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika
masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas
sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston,
tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan
duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.
Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama
atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang
sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit
vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan
sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium
3. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk
menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama
cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan
bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk
menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting
pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah,
ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan
defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis
kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan
menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80%
lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium
kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan.
Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat
dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan
dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut,
karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan
berbagai penyulit di masa dewasa. namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5
tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka.
Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah
dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika
Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass)
setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%,
angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska
opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang
menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival
akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru
4. Terapi intervensi non bedah
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer Septal Occluder
(ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan
paha. Meski sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan
pembedahan. Amplatzer septal occluder (ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus
ganda dengan mekanisme pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat
pertama dan hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium
sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration (FDA US). Alat ini
telah berhasil untuk menutup defek septum atrium sekundum, patensi foramen ovale, dan
fenestrasi fontanella.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi :
a. Gagal jantung
b. Penyakit pembuluh darah paru
c. Endokarditis
d. Obstruksi pembuluh darah pulmonal(hipertensi pulmonal)
e. Aritmia
f. Henti jantung dan
g. VSD

2.11 Prognosis
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah
jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan
patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada
saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal
(angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah).
Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan
ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan
hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti
peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap
memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma
bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun
keluarganya.
Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD
dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan
alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).

2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk menemukan data yang dapat mendukung data yang
diperoleh dari riwayat kesehatan. Informasi dasar diperoleh pada saat pasien baru datang. Bagi
pasien jantug akut, pemeriksaan dapat dimulai dengan pengukuran tanda – tanda vital secara
rutin
a. Pengkajian umum
1. Biodata / Identitas
ASD timbul sejak usia bayi baru lahir bertambah nyata jika bayi menangis atau
menetek lama. Gejala ini dapat diketahui beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun jika
timbul kelainan ringan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama bisa salah satu dari sesak napas (dispnea), pusing, maupun nyeri dada,
tergantung tingkat keparahan ASD yang dialami
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita terlihat pucat, banyak keringat yang keluar, ujung-ujung jari
hiperemik. Diameter dada bertambah (sering terlihat benjolan dada kiri), berat badan menurun
(tidak ada nafsu makan), tubuh terasa lemah, pusing, sesak nafas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang hamil dengan banyak
mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara potensial menyebabkan kelainan susunan jantung
pada embrio/sejak lahir.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit Rubela / penyakit lainnya atau
ibu sering mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti talidomial, atau terkena sinar radiasi.
Selain hal tersebut, pengkajian jantung juga harus pula berisi evaluasi sebagai berikut :
 Efektivitas jantung sebagai pompa
 Volume dan tekanan pengisian
 Curah jantung
 Mekanisme kompensasi
Hal yang harus diperiksa atau diperhatikan saat pengkajian pada pasien dengan gangguan pada
kardiovaskulernya adalah :
a. Keadaan umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan.
Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting dilakukan
karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu mencapai otak.
b. Pemeriksaan tekanan darah
Sebagai indikator adanya penurunan curah jantung, ketegangan arteri, volume, laju serta
kekentalan.
c. Pemeriksaan nadi
Mencerminkan volume sekuncup dan tahanan vaskuler sistemik. Tekanan nadi dapat
dijadikan sebagai indikator non invansif kemampuan pasien mempertahankan curah jantung.
Bila tekanan nadi pada pasien jantung turun sampai dibawah 30 mmHg maka perlu dilakukan
pengkajian kardiovaskuler lebih lanjut.
d. Tangan
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk
diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
a. Sianosis perifer : dimana kulit tampak kebiruan, menunjukan penurunan kecepatan aliran
darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lama bagi hemoglobin untuk desaturasi.
b. Pucat : dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
c. Waktu pengisian kapiler : dilakukan dengan menekan ujung jari dengan kuat dan lepaskan
dengan cepat. Repurfusi yang melambat dapat menunjukan kecepatan aliran darah perifer yang
melambat.
d. Temperatur dan kelembaban tangan : Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada
syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulus sistem saraf simpatis dan
mengakibatkan vasokontriksi.
e. Edema : meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
f. Penurunan turgor kulit : terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
g. Penggadaan ( clubbing ) jari tangan : menunjukan desaturasi hemoglobin kronis pada penyakit
jantung kongeniital.
h. Kepala dan leher : difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping telinga untuk mengetahui
adanya sianosis perifer atau kebiruan. Selain itu juga dlakukan pengkajian pada vena jugularis
apakah ada distensi atau tidak.
i. Jantung : jantung diperiksa langsung dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dinding
dada. Pendekatan sistemik merupakan dasar pengkajian yang seksama.
Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada enma daerah dibawah ini adalah :
1. Daerah aorta – ruang interkostal kedua pada sternum kanan
2. Daerah pulmonal – ruang interkostal kedua pada sternum kiri
3. Titik Erb – ruang interkostak ketiga pada sternum kiri
4. Daerha trikuspid atau ventrikel kanan – ruang interkostal empat dan lima pada sternum kiri.
5. Daerah apeks atau ventrikel kiri – ruang interkostal kelima pada sternum.
6. Daerah epigastrik – di bawah prosesus xifoideus.

b. Pengkajian fisik :
1) Inspeksi dan palpasi
Dengan cara sistemis, setiap daerah perikardium diinspeksi dan dipalpasi. Pada saat
diinspeksi akan ditemukan deformitas dinding dada. Pencahayaan dari samping dapat
membantu pemeriksa memeriksa pulsasi yang kecil. Terdapat impuls normal yang jelas dan
terletak tepat di atas apeks jantung. Murmur, bila sangat keras dapat dipalpasi dan teraba oleh
tangan pemeriksa sebagai sensasi “ mendengkur “. Fenomena ini dinamakan thrill dan pasti
menunjukan adanya patologi yang bermakna pada jantung. Thrill juga dapat dipalpasi di atas
pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi di atas arteri
karotis bila ada penyempitan katup aorta.
2) Perkusi
Secara normal hanya batas jantung kiri yang dapat dideteksi pada perkusi. Batas kanan
terletak di bawah batas batas kanan sternum dan tidak dapat dideteksi.Perkusi boleh tidak
dilakukan kecuali bila pemeriksa menemukan pergeseran impuls apikal dan mencurigai
pembesaran jantung.
3) Auskultasi
Untuk menentukan bunyi jantung abnormal atau tidak. Daerah yang harus di auskultasi
antar lain daerah aorta, daerah pulmonal, titik Erb, daerah trikuspidalis, dan daerah apeks. Kaki
dan tungkai : kebanyakan pada pasien yang mengalami gangguan pada jatungnya akan
mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat gagl ventrikel kanan. Maka
harus dikaji dikaji sirkulasi arteri perifer dan aliran balik vena.
c. Pemeriksaan Kepala sampai leher
1. Kepala
 Inspeksi : simetris/tidak, rambut tampak kusam/tidak
 Palpaasi : rambut mudah tercabut/tidak, ada benjoan/tidak.
2. Mata
 Inspeksi : mata tampak cekung/tidak, konjungtiva tampak anemis/tidak,sklera mata
ampak putih /tidak,bola mata mengetahui arah telunjuk/tidak.
3. Telinga
 Inspeksi : pendengarannya baik/tidak, menggunakan alat bantu/tidak, simetris/tidak
4. Hidung
 Inspeksi: simetris/tidak, ada sekret/tidak.
5. Mulut
 Inspeksi : tampak kering/tidak, simetris/tidak
6. Leher
 Inspeksi : simetris/tidak, ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak.
 Palpasi : ada penekanan vena jugularis/tidak.

d. Pemeriksaan Thoraks
a. Inspeksi : simetris/tidak
b. Palpasi : adanya nyeri tekan/tidak
c. Auskultasi : ada bunyi ronchi/tidak, ada bunyi weizhing/tidak.
Terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup
pulmonalis atau tidak. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa
terdengar akibat aliran darah yangmengalir melalui katup
trikuspidalis
e. Pemerikasaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer pada keadaan retensi akan
menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin miksi.
f. Pemeriksaan Genetalia
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus, stirktur uretra, batu
uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan pada bagian skrotum untuk menentukan
adanya epididimitis
g. Pemeriksaan neurosensori
Pada pemeriksaan neuro sensori, syaraf yang dijadikan titik utama pemeriksaan antara
lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS.
h. Pemeriksaan Integumen
Terdiri dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.
i. Pemeriksaan muskuloskletal
Pada tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.
j. perkembangan konsep tumbuh kembang
a. Tahap Oral (18 bulan pertama kehidupan)
Pada tahap ini ada dua macam aktivitas oral, yaitu menggigit dan menelan makanan,
merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Pada
pengkajian klien yang berada di tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi
perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir gangguan asupan nutrien di
masa pertumbuhan.
b. Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)
Pada tahap ini anak akan mengeksploitasi fungsi pembuangan, misalnya menahan dan
bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan
melukis dengan jari. Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat
dilakukan untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk menggunakan fungsi pembuangan
secara optimal.
c. Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah
kenikmatan seksual laki-laki. Pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex.
Oedipus complex merupakan keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua
yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis
kelamin dengannya.
d. Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)
Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah).
Pada klien dengan rentang usia di tahap ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi
dan meminimalsir resiko terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir
e. Tahap Genital (masa pubertas dan seterusnya)
Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan
dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi
pada pemeriksaan genetalia
k. Dampak Hospitalisasi
Karena berada dalam perawatan di rumah sakit, maka akan timbul efek hospitalisasi pada klient
dan orang tua, antara lain:
a. Anak akan merasa kurang nyaman karena tidak bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Hal ini dapat memicu diagnosa keperawatan menarik diri.
b. Orang tua akan lebih sering dan fokus untuk anaknya (klient) sehingga pekerjaan rumah dan
fungsi keluarga terganggu, sehinga dapat muncul diagnosa perubahan pola keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria hasil :
a. Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
b. Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan : Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
3.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen
dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tujuan :
a. Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
b. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria hasil :
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia
c. Anak tidak mengalami isolasi social
4.Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria hasil : Anak bebas dari infeksi.
5. Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan : Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
6.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung
(ASD)
Tujuan :
a. Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
b. Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil :
a. Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
b. Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif

3. Perencanaan keperawatan
a. Diagnosa I
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan penurunan curah jantung dapat
teratasi
Tanda-tanda vital dalam batas normal:
 suhu : 36-37,5 °C.
 nadi : 60-100 x/menit.
 RR: 16-20 x/menit.
 TD: 100/60-140/90 mmHg.
a. Melaporkan penurunan episode dipsnea
 Tidak terjadi aritmia.
 Denyut dan irama jantung teratur.
b. Intervensi Keperawatan
a. Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung seperti:
 Peningkatan/ ketidakteraturan frekuensi nadi
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Penurunan tekanan darah
 Bunyi abnormal dari jantung dan paru-paru.
 Perubahan tingkat kesadaran.
 Kulit dingin lembab sianosis atau berbercak-bercak.
 Penurunan SaO2.
 Nadi perifer lemah.
 Tekanan arteri pulmonal yang abnormal.
 Perubahan EKG.
Rasional: penurunan curah jantung dapat menyebabkan ketidak cukupan suplai oksigen dalam
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penurunan volume sirkulasi dapaat
meyebabkan menurunnya perfusi dari ginjal dan menyebabkan penurunan perfusi jaringan
dengan respon kompensasi tubuh berupa penurunan jumlah sirkulasi pada ekstremitas dan
peningkatan nadi serta frekuensi pernafasan. Perubahan tingkat kesadaran kemungkinan
disebabkan perfusi yang rendah pada otak.
b. Kaji perubahan pada sensoris, contoh letargi, cemas dan depresi.
Rasional : penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya perfusi serebral.
c. Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi
Rasional : Istirahat fisik harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif akut atau
refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan atau
konsumsi oksigen miokardium dan aktivitas berlebihan.
d. Berikan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat mentoleransi
peningkatan beban awal (preload). Klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
b. Diagnosa II
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas kembali efektif dengan
kriteria hasil:
a. Pasien tidak mengalami sesak
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal:
 suhu : 36-37,5 °C
 nadi : 60-100 x/menit,
 RR: 16-20 x/menit
 TD: 100/60-140/90 mmHg.
a. intervensi keperawatan
a. kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas,
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi (posisi semi fowler).
Rasional : duduk tinggi memungkinkan oaru dan memudahkan pernafasan
c. Tindakan kolaborasi dengan memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan/mencegah iskemia
d. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri degan menggunakan pernafasan
lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanidimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
e. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencan teraupetik.
c. Diagnosa III
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal
dengan kriteria hasil :
• CRT < 3 detik.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
 suhu : 36-37,5 °C
 nadi : 60-100 x/menit
 RR: 16-20 x/menit
 TD: 100/60-140/90 mmHg.
a. Intervensi Keperawatan :
a. Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, berdiri bila
memungkinkan.
Rasional: hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi ventrikel, hipertensi juga
merupakan fenomena umum berhubungan dengan pengeluaran katekolamin.
b. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur.
Rasional: mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
c. Catat murmur
Rasional: menunjukkan aliran darah dalam jantung (kelainan katup, kerusakan septum tertutup)
d. Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang selang nasogastrik.
Rasional: mengatahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran pencernaan dan dampak
penurunan elekttolit
d. Diagnosa IV
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat beraktivitas dalam batas
kemampuannya dengan kriteria hasil :
• Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal:
 suhu : 36-37,5 °C
 nadi : 60-100 x/menit
 RR: 16-20 x/menit,
 TD: 100/60-140/90 mmHG
a. Intervensi Keperawatan :
a. Kaji toleransi klien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut :
 frekuensi nadi 20 x/mnt diatas frekuensi istirahat
 catat peningkatan TD
 dispnea
 nyeri dada
 kelelahan berat dan kelemahan
 berkeringat
 pusing atau pingsan.
Rasional : Parameter menunjukkan respon fisiologis klien terhadap stress aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktivitas
individual.
c. Dorong klien dalam berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.
d. Bantu klien untuk memilih aktivitas sesuai usia, kondisi dan kemampuan.
Rasional : Melatih klien agar dapat bertoleransi terhadap aktivitas
e. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas
Rasional : Mencegah kelelahan berkepanjangan.
e. Diagnosa V
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri berkurang dengan kriteria
hasil :
• Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
• Wajah klien tampak rileks.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
 suhu : 36-37,5 °C
 nadi : 60-100 x/menit
 RR: 16-20 x/menit
 TD: 100/60-140/90 mmH
a. Intervensi keperawatan
a. Kaji ulang nyeri klien (PQRST)
Rasional : Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan
indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
b. Usahakan menciptakan lingkungan yang aman dan tenang.
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya
dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
c. Lakukan metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi progresif, distraksi, dan nafas dalam.
Rasional : Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri.
d. Lakukan latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati.
Rasional : Membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/ rasa tidak
nyaman.
e. Kolaborasi: berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga menyulitkan pengkajian.
f. Diagnosa VI
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ketidak seimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, dengan kriteria hasil:
• Intake nutisi adekuat.
• Peningkatan berat badan.
a. Intervensi Keperawatan :
a. Kaji ulang kemampuan klien dalam menelan pada anak dan gangguan
menyusui pada bayi.
Rasional : Menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi.
b. Auskultasi bising usus , amati penurunan atau hiperaktivitas usus.
Rasional : Bising usus menentukan respon pemberian makanan atau
terjadinya komplikasi misalnya ileus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi yang sering, sajikan makanan
dalam keadaan hangat, lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan intake nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan
tanpa adanya distraksi dari luar.
e. Tingkatkan hygene mulut.
Rasional : Hygene mulut dapat meningkatkan nafsu makan sehingga keadekuatan
nutrisi dapat tercapai.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan diet tinggi energi dan protein.
Rasional: Memberikan asupan nutrisi tinggi energi dan tinggi protein akan meningkatan
pertumbuhan.
g. Diagnosa VII
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien mengikuti kurva pertumbuhan
berat badan dan tingggi badan. Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalaam
aktivitas Yang sesuai dengan usia dengan kriteria hasil :
 Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
 Anak melakukan aktivitas sesuai usia.
 Anak tidak mengalami isolasi sosial.
a. Intervensi Keperawatan :
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang.
Rasional: diharapkan dengan konsumsi diet tinggi nutrisi pertumbuhan yang adekuat tercapai.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan
Rasional: untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
Rasional: melalui aktivitas yang sesuai misalnya bermain, diharapkan klien dapat tumbuh dan
berkembang semampunya.
d. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang
lain.
Rasional: sosialisasi merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak
e. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.
Rasional: Memberikan kesempatan anak berkreativitas dalam melakukan aktivitas sesuai usia.
h. diagnosa VIII
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang/ berkurang,
dengan kriteria hasil:
 Keluarga mampu memahami perasaan nya menyatakan cemas berkurang.
 Keluarga memahami mengenai prosedur tindakan yang diberikan.
a. Intervensi Keperawatan :
a. Bantu keluarga mengekspresikan perasaan marah, kehilangan ataupun cemas.
Rasional : Cemas berkelanjutan mempengaruhi kesehatan anak.
b. Observasi tanda verbal dan nonverbal kecemasan, berikan penjelasan kepada keluarga bahwa
kecemasan yang ditunjukkan kepada anak akan mempengaruhi psikologi anak.
Rasional : Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
c. Hindari konfrontasi.
Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
d. Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Berikan lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
e. Orientasikan keluarga terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Berikan
informasi yang akurat mengenai penyakit serta tindakan yang pengobatan yang dilakukan.
Rasional : Orientasi informasi dapat menurunkan kecemasan.
i. Diagnosa IX
Setelah diberikan asuhan keperawatan klien tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi,
dengan kriteria hasil:
 Anak bebas dari infeksi .
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
a. Intervensi Keperawatan :
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi.
Rasional : Meminimalisir terjadinya infeksi.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
c. Beri istirahat yang adekuat.
Rasional : Istirahat yang mencukupi dapat membantu menuningkatan imunitas tubuh.
d. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
Rasional : Dengan adanya asupan nutrisi yang adekuat atau optimal dapat meningkatkan sistem
imun sehingga dapat mencegah timbulnya
j. Diagnosa X
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien bebas dari cedera dengan
kriteria hasil :
 Klien tidak mengalami cedera.
 Menunjukkan perilaku yang mampu menghindari aktivitas-aktivitas yang menghindari cedera.
a. Intervensi Keperawatan :
a. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan keamanan di sekitar klien.
b. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya
keadaan.
Rasional : Menurunkan resiko terjatuh / trauma
c. Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Rasional : Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
d. Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasional : Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan
k. Diagnosa XI
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan komplikasi dapat dihindari, dengan
kriteria hasil:
 AGD menunjukkan hasil dalam batas normal.
 Irama dan frekuensi pernafasan teratur.
a. Intervensi Keperawatan.
a. Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan asam-basa:
 AGD
 Peningkatan dan ketidakteraturan nadi serta tanda-tanda peningkatann frekuensi pernafasan.
 Perubahan status kesadaran.
Rasional: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya.
b. Evaluasi efek posisi klien terhadap oksigenasi dan gunakan nilai AGD
Rasional : Tindakan ini akan meningkatkan ventilasi abnormal.
c. Pantau EKG
Rasional :Hipoksemia sebagai pencetus terjadinya ketidakteraturan irama jantung.
d. Hindarkan asap dan bau yang menyengat dari ruangan klien.
Rasional : Iritasi daari saluran pernafasan dapat mengeksaserbasi gejala-gejala.

4. Evaluasi
a. Diagnosa I :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Melaporkan pemnurunan episode dipsnea
c. Tidak terjadi aritmia
d. Denyut dan irama jantung teratur
b. Diagnosa II :
a. Pasien tidak mengalami sesak
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
• suhu : 36-37,5 °C
• nadi : 60-100 x/menit
• RR: 16-20 x/menit
• TD: 100-120 mmHg.
c. Diagnosa III :
a. Tanda tanda vital dalam batas normal
b. CRT < 3 detik
d. Diagnosa IV :
a. Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
e. Diagnosa V :
a. Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
c. Wajah klien tampak rileks.
f. Diagnosa VI :
a. Intake nutisi adekuat.
b. Peningkatan berat badan.
g. Diagnosa VII :
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia.
c. Anak tidak mengalami isolasi sosial
h. Diagnosa VIII :
a. Keluarga mampu memahami perasaannya, menyatakan cemas berkurang.
b. Keluarga memahami mengenai prosedur tindakan yang diberikan.
i. Diagnosa IX :
a. Anak bebas dari infeksi.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
j. Diagnosa X :
a. Klien tidak mengalami cedera.
b. Menunjukkan perilaku yang mampu menghindari aktivitas-aktivitas yang menghindari cedera.
k. Diagnosa XI :
a. AGD menunjukkan hasil dalam batas normal.
b. Irama dan frekuensi pernafasan teratur

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengertian dari ASD
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan
atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung
terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara
serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
2. Penatalaksanaan dari ASD
Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum
atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi
jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada
kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak
responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan
indikasi kontra.
a. Tindakan operasi
b. Pembedahan
c. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
3. Klasifikasi pada pasien dengan kasus ASD
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1. Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada
bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD ostium
secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Keadaan ini jarang terjadi
pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen ovale.
Foramen ovale normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang
hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum
atrial yang sejati.
2. Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan
berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas. Kerusakan
primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3. Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena
cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan
kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena
cava superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus
Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II.

3.2 Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan jantung
ASD/ VSD Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya
secara efektif dan efisien .
Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mengetahui konsep. Atrium septum
defek dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dan juga Perawat harus memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD untuk dapat membantu
orang tua dalam menjalani pengobatan sehingga penyakit lebih berat dapat dihindari . serta
Pelayanan keperawatan dapat memberikan anjuran kepada orang tua untuk melalukan terapi
agar ASD/ VSD dapat teratasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010 from:
Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html
Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from:
http://Id.Wikipedia.Org
Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta:
EGC
Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3.
Jakarta :EGC
http://krisbudadharma.blogspot.com/2013/02/askep-asd.html diakses pada tanggal 14 april
2014, pukul 20.23 WIB.
http://kumpulanaskep-nurscommite.blogspot.com/p/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html diakses pada tanggal 15 april 2014, pukul 23.45 WIB.
http://nandarnurse.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-defek-septum-
atrial.html#axzz2yvBVMfNZ diakses pada tanggal 16 april 2014, pukul 11.00 WIB.
http://yuliasafwati.blogspot.com/2013/05/makalah-asd.html diakses pada tanggal 17 april
2014, pukul 11.22 WIB.
http://codenurman.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html diakses pada tanggal 18 april 2014, pukul 04.00 WIB.
http://medicastore.com/penyakit/908/Defek_Septum_Atrium_(ASD,_Atrial_Septal_Defect).h
tml diakses pada tanggal 19 april 2014, pukul 08.33 WIB.

http://sigit-rio-virnando.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada


tanggal 20 april 2014, pukul 09.33 WIB.
http://lukitomemo.blogspot.co.id/2014/04/atrial-septal-defect-asd.html

Anda mungkin juga menyukai