Anda di halaman 1dari 6

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh.

Panas
tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, derajat luka bakar
yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami keruskan
pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya.

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Menigkatnya permeabilitas
menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke
bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan ke keropeng luka
bakar derajat tiga.

Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bilalebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam. (Wim De Jong, 2004)
Penderita syok atau terancam syok

- Anak : luasnya luka >10%

- Dewasa : luasnya luka >15%

Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat

- Wajah, mata

- Tangan dan kaki

- Perineum

Terancam udem laring

- Tertutup asap atau udara hangat

Bagan 2.1 indikasi rawat inap

Pada awalnya tubuh menanggapi dengan memirau (shunting) darah ke otak dan
jantung menjauh dari organ-organ tubuh lainnya. Kekurangan aliran darah yang
berkepanjangan ke organ-organ tersebut bersifat merugikan. Kerusakan yang dihasilkan
bergantung pada keburuhan dasar organ tubuh. Beberapa organ dapat bertahan hanya untuk
beberapa jam tanpa pasokan darah yang menyediakan sumber gizi. Setelah resusitasi, tubuh
mulai menyerap kembali cairan edema dan membuangnya lewat pembentukan urine
(diuresis). (Black & Hawk, 2009)

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka
bakar. walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Umur
dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat memengaruhi prognosis. (Wim De
Jong, 2004) Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh terhadap cedera
terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas (misalnya, meliputi
25% atau lebih total area permukaan tubuh [total body surface area-TBSA]), tanggapan
tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan sebanding dengan luasnya cedera. Tanggapan
sistemik terhadap cedera luka bakar biasanya bifasik, ditandai oleh penurunan fungsi
(hipofungsi) yang diikuti dengan peningkatan fungsi (hiperfungsi) setiap sistem organ.
(Black & Hawk, 2009)

Respons Sistemik

Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama
awal periode syok luka bakar mencangkup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ
yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadinya perpindahan cairan natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan hemodinamika bukan
hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta
elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan mekanisme lainnya.

Respons Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada


volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus menurun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.

Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya


tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24-36 jam pertama
sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam.

Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh, maka
gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka bakar itu
sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan edema hanya terjadi di daerah luka bakar.
Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang masif.
karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstermitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

Respons Pulmonal

Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun sedikit setelah
cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan, peningkatan volume
pernapasan-dimanifestasikan sebagai hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila klien
ketakutan, cemas, atau merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik
laju respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil hipermetabolisme yang
terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut memuncak pada minggu
kedua pascacedera dan kemudian secara bertahap kembali ke normal seiring
menyembuhnya luka bakar atau ditutupnya luka dengan tandur kulit.

Cedera Inhalasi

Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling sering mortalitas


dini akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO), asfiksian yang paling sering
ditemui, dihasilkan ketika zat organik (misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia
adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki
afinitas terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen tergeser, dan CO berikatan
dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia
jaringan terjadi akibat penurunan kemampuan pengantaran oksigen oleh darah secara
keseluruhan.

Depresi Miokardium

Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa factor depresi


miokardium terjadi pada cedera yang lebih luas dan bersirkulasi pada periode
pascacedera dini. Depresi pada curah jantung yang signifikan dan serta-merta terjadi,
bahkan sebelum volume plasma yang beredar berkurang, menunjukkan respons
neurogenic terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah jantung ini sering
berlanjut dalam beberapa hari bahkan setelah volume plasma telah kembali dan
keluaran urine kembali normal. Baru-baru ini, kombinasi mediator inflamasi dan
hormone disebutkan sebagai penyebab depresi miokardium yang terjadi setelah
cedera.

Berubahnya Integritas Kulit

Luka bakar itu sendiri menampilkan perubahan patofisiologi yang disebabkan


akibat gangguan kulit dan perubahan jaringan di bawah permukaannya. Kulit, ujung
saraf, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang cedera akibat terbakar kehilangan
fungsi normalnya. Hal yang terpenting, fungsi barrier kulit hilang. Kulit yang utuh
dalam keadaan normal menjaga agar bakteri tidak memasuki tubuh dan agar cairan
tubuh tidak merembes keluar, mengendalikan penguapan, dan menjaga kehangatan
tubuh. Dengan rusaknya kulit mekanisme untuk menjaga suhu normal tubuh dapat
terganggu, dan risiko infeksi akibat invasi bakteri meningkat, serta kehilangan air
akibat penguapan meningkat.

Imunosupresi

Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan aktivitas
limfosit, dan penurunan pembentukan immunoglobulin, serta perubahan fungsi
neutrofil dan makrofag terjadi secara nyata setelah cedera luka bakar luas terjadi.
sebagai tambahan, cedera luka bakar mengganggu barrier primer terhadap infeksi-
kulit. Secara bersama, perubahan-perubahan ini menghasilkan peningkatan risiko
infeksi dan sepsis yang mengancam nyawa.

Respons Psikologis

Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera luka bakar telah
dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga psikosis. Respons korban dipengaruhi
usia, kepribadian, latar belakang budaya dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak
pada citra tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai tambahan, pemisahan
dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah sakit dan perubahan pada
peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi reaksi terhadap trauma luka
bakar.

Anda mungkin juga menyukai