Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Infeksi Silang


Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba
patogen dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai mahluk hidup
tentunya ingin bertahan hidup dengan cara berpindah atau menyebar.
Penyebaran mikroba patogen ini tentunya sangat merugikan bagi manusia.
Infeksi Silang adalah penularan penyakit dari seseorang kepada
orang lain, yang umumnya melalui suatu perantara. Media perantara
penularan mikroorganisme penyebab infeksi dapat terjadi melalui cara
kontak langsung dengan contohnya melalui cairan mulut dan darah.
Kontak tidak langsung, dapat melalui suatu objek yang tercemar
mikroorganisme patogen, yang umumnya terjadi karena instrumen yang
digunakan tidak steril.

2.4. Cara Penularan Mikroorganisme


Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu
dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1. Transmisi langsung (direct transmiddion)
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pejamu antara lain
melalui sentuhan, gigitan, ciuman atau adanya droplet nuclei saat
bersin, batuk, berbicara, atau saaat transfusi darah dengan darah yang
terontamiasi mikroba patogen.
2. Transmisi tidak langsung
Penularan mkroba patogen yang memerlukan adanya “media
perantara” baik melalui benda udara, air, makanan/minuman, maupun
vektor:
a. Vehicle-borne
Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang
terkontaminasi seerti peralatan makan dan minum, instrumen
bedah, peralatan laboratorium, peralatan infus/tranfusi.
b. Vector-bone
Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga) yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara sebagai
berikut:
1. Cara meakanis
Pada kaki serangga meleka kotoran/sputum (mikroba patogen0,
lalu hinggap pada makann atau minuman yang selanjutnya
akan masuk ke saluran pencernaan pejamu.
2. Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu mikroba mengalami siklus
perkembangan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya
mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c. Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perntara yang cukup efektif
untu menyebarkan mikroba patogen ke pejamu melalui saluran
cerna.
d. Water-borne
Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis
diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk
dikonsumsi. Air sangat mudah menyebarkan mikroba ke pejamu
melalui saluran cerna atau yang lainnya.
e. Air-borne
Udara sangat mutak diperlukan oleh setiap orang, namun udara
yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk
dideteksi. Mikroba patgen masuk melalui saluran nafas dalma
bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservior)
saat batuk, bersin, bicara, bernafas melalui mult atau hidung.
Sedangkan IdustI merupakan partikel yang dapat terbang bersama
debu lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah
terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung.
2.3. Rantai Infeksi
Perkembangan infeksi terjadi dalam siklus yang bergantung pada hal-
hal berikut:
1. Agen infeksius atau pertumbuhan patogen
2. Tempat atau sumber pertumbuhan patogen
3. Portal keluar dari tempat tumbuh tersebut
Sebagai agen penyebab penyakit (biotis), mikroba memiliki sifat-sifat
khusus yang sangat berbeda dnegan agen penyebab penyakit lainnya
(abiotis). Sebagai makhluk hidup, mikroba patogen memiliki ciri ciri
kehidupan, yaitu:

a. mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara berkembang


biak;
b. memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan hidupnya
(habitat reservoir);
c. bergerak dan berpindah tempat (dinamis).

Ciri-ciri kehidupan mikroba patogen tersebut di atas, merupakan sifat-


sifat spesifik mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya.
Cara menyerang/invasi ke pejamu/manusia melalui tahapan sebagai
berikut:

1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen hidup


dan berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda-
benda lain).
2. Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya
mekanisme penyebaran
3. Untuk masuk ke tubuh pciamu (calon penderita), mikroba patogen
memerlukan pintu masuk (port d'entree) seperti kulit/mukosa yang
terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.
4. Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen melalui
port d’entree sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-
masing mikroba patogen berbeda-beda.
5. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang oleh
mikroba patogen, namun beberapa mikroba patogen secara selektif
hanya menyerang organ-organ tubuh tertentu dari peiamu (target
organ).
6. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis
dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa
faktor berikut:
a. Infeksivitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi,
berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal
pada jaringan tubuh pejamu.
b. Patogenitas
Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.
c. Virulensi
Besarnya kemampuan merusak mikroba patogen terhadap
jaringan pejamu.
d. Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan
toksin, di mana toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit.
e. Antigen itas
Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya
mekanisme pertahanan tubuh (antibodi) pada diri pejamu.
Kondisi ini akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk
berkembang biak, karena melemahnya respons pejamu menjadi
sakit.

Kembali kepada riwayat alamiah penyakit dengan memerhatikan


Segitiga Epidemiologi. di mana faktor-faktor agen penyebab penyakit,
pejamu. dan lingkungan salingberinteraksi. Lingkungan sering kali
berpengaruh positif terhadap perkembangbiakan mikroba patogen serta
transmisinya ke pejamu, dan sering kali pula berpengaruh negatif terhadap
pejamu. Hasil akhirnya adalah pejamu meniadi seorang penderita (sakit)
penyakit infeksi. Contoh yang mudah diamati adalah lingkungan rumah sakit.
Lingkungan ini sangat berpotensi untuk menyebarkan dan menularkan
mikroba patogen yang berakibat timbulnya kasus-kasus yang disebut infeksi
nosokomial.

2.3 Proses Infeksi


Mekanisme transmisi mikroba patogen atau penularan penyakit
infeksi sangat jelas tergambar dalam uraian di atas. Dalam riwayat perjalanan
penyakit, pejamu akan berinteraksi dengan mikroba patogen yang secara
alamiah akan melewati empat tahap.
1. Tahap rentan
Pada saat ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat, namun peka
atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena
penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial
ekonomi, dll. Faktor-faktor prediposisi tersebut mempercepat
masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk
beriteraksi dengan pejamu.
2. Tahap inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai beraksi,
namun tanda dan gejala penyakit belum tampak. Saat mulai masuknya
mikroba patogen ke tubh pejamu hingga saat munculnya tanda dan
geajla penyakit disebut masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit
berbeda denga penyakit lainnya, ada yanghanya beberapa jam, dan ada
pula yang bertaun-tahun.
Tabel 2.1 Masa inkubasi beberapa penyakit.

No. Penyakit Masa Inkubasi

1. Botulisme 12-36 jam


2. Kolera 3-6 hari
3. Konjungtivitis 1-3 hari
4. Difteri 2-5 hari
5. Disentri amoeba 2-4 minggu
6. Disentri basiler -
7. Demam berdarah dengue 4-5 hari
8. Gonorhea 2 -5 liari
9. 1 Icpatitis infektiosa 2-6 minggu
10. I lerpes zoster l-2niinggu
11. Influenza 1-3 hari
12. Keracunan makanan tersangka salmonella 6-12 jam
13. Limfogranuloma venereum 2-5 minggu
14. Morbilli/campak 10-14 hari
15. Morbus hansen/lepra 3-5 tahun
16. Parotitis epidemika 12-25 hari
17. Poliomiclitis 7-12 liari
18. Pcrtusis/hatuk rejan 7-20 liari
19. Sifilis 10-90 liari
20. Tetanus ±7 hari
21. Tuberkulosis 4-12 minggu
22. Tifus abdominalis 1-2 minggu
23. Varicella 2-3 minggu
24. Variola 7-15 liari

3. Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan
tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya penyakit kan
berjalan secara bertahap . pada tahap awal tanda dan gejala penyakit
masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari
dan masih bisa diatasi dengan berobat jalan. Karena penyakit
bertambah parah baik secara objektif maupun subjektif, maka pada
tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-
hari.
4. Tahap akhir penyakit
Perjalanan penyakit dapat berakhir dengan lima aternatif:
a. Sembuh sempurna
Penderita sembuh secara sempurna, yaitu bentuk dan fungsi
sel/jaringan/organ tubuh kembali normal.
b. Sembuh dengan cacat
Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya
kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat mental, fisik, maupuncacat
sosial.
c. Pembawa (carrier)
Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan
menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen
penyebab penyakit masih ada dan masih potensial sebagai sumber
penular.
d. Kronis
Perjalanan penyakit bergerak lambat dengan tanda dan gejala yag
tetp atau tidak berubah.
e. Meninggal dunia
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi
organ.

Secara sistemastis penularan penyakit infeksi dapat digambarkan sebagai


berikut:

a: vehicle-borne
b: vector-borne
c: food-borne
d: water-borne
e: air-borne

Gambar 2.2: penyebaran/penularan dan perjalanan penyakit infeksi.


2.4. Tindakan Pencegahan Infeksi

Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah


tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan
dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah
rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan
(reservoir) ke pe jamu dengan/tanpa media perantara. Jadi, kunci untuk
mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi
mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati
mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.

Sebagai sumber penularan atau reservoir adalah orang (penderita),


hewan, serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus
dapat berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah sampah,
limbah, ekskreta/sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain-lain.
Apabila perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari serta sanitasi lingkungan
yang sudah terjamin diharapkan kejadian penularan infeksi dapat ditekan
seminimal mungkin.

Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat di lakukan adalah


1. Aseptik yaitu tindakan yang di lakukan dalam pelayanan kesehatan.
2. Antiseptik yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani
oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis
sebelum pencucian dilakukan.
4. Pencucian yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau
setiap benda asing seperti debu dan kotoran .
5. Desinfeksi yaitu tindakan pada benda mati dengan menghilangkan
tindakan pada benda mati dengan menghilangkan sebagian besar (tidak
semua) mikroorganisme penyabab penyakit.
6. Sterilisasi yaitu tindakan untuk menghilangngkan semua mikroorganisme
(bakteri,jamur,parasit,dan virus) termasuk bakteri endospora.

2.5.Perlindungan Dari Infeksi Dikalangan Medis


Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah
mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan
dengan lima standar penerapan yaitu :
1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang.
2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah
atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus
(apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang
digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan
berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau
sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan
lain-lain.
3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan
penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah
pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan
prinsip yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:
Salemba Medika.

Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses,


Dan Praktik. Edisi 4. Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.Jakarta :
EGC.2005

Anda mungkin juga menyukai