DI SUSUN OLEH :
1. Istiana ( 1607021 )
TAHUN AKADEMIK
2017 / 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat
yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus
venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya
menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan
pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan
penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan
endokard.
ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering
setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah
janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu
melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini
tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka
darah bersih dan darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)
pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal
jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal
jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan
aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada
defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup
akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada
tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun
menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri,
bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang
memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan
rendah).
Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun
menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia saat
dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah
terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun
demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di
rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis
serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para
ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan
intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan
alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Atrial Septal
Defect ( ASD ) serta mengimplementasikan asuhan keperawatan Atrial Septal
Defect( ASD ) di lapangan
2. TujuanKhusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Atrial Septal Defect ( ASD )
b. Untuk mengetahui penyebab dari Atrial Septal Defect ( ASD )
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Atrial Septal Defect ( ASD )
d. Untuk mengetahui pathway dari Atrial Septal Defect ( ASD )
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan Atrial Septal
Defect ( ASD )
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Atrial Septal Defect ( ASD )
BAB II
1. Definisi
Defek Septum Atrium ( ASD, Atrial Septal Defect ) adalah suatu lubang
pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan
atrium kanan).
Defek septum atrial atau atrial septal defect adalah gangguan septum atau
sekat antara rongga atrium kanan dan kiri.Septum tersebut tidak menutup secara
sempurna dan membuat aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur.
Atrial septal defect adalah hubungan atau lubang abnormal pada sekat
yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
(http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html)
2. Etiologi
Penyakit dari jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak
kasus yang mungkin terjadi akibat aksi strotogen yang tidak diketahui dalam
trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Sebagian
besar cacat jantung kongentinal tidak diwariskan kita kenal dalam embriologi
jantung bahwa cidera atau zat yang menimbulkan cacat melakukan kerusakan
dalam waktu 5-8 minggu. Pertama kehidupan status, saat struktur jantung dan
pembuluh darah terbentuk kecuali duktus arteriosis patent yaitu saluran normal
untuk status yang harus menutup dalam beberapa hari pertama. ASD merupakan
suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran darah
janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak
perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika
lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan
(shunt). Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak
diketahui.
3. Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak
sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat
ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain
ventrikel kanan menjadi lebih besar dari pada ventrikel kiri yang menyebabkan
ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta
ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel
kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri ke kanan
biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat
penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bias berubah
menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung
darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi da \n sianosis.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
1. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
2. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
3. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
4. Berat badan yang sulit bertambah
6. PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah :
1. Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang
bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2. Elektrokardiografi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle
kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P
abnormal.
3. Ekokardiografi
a. Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium
dan ventrikel kanan, keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang
memang sering terjadi pada ASD.
b. Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar
defek secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan
ASD perkutan, juga kelaina yang menyertai.
4. Katerisasi jantung
a. Pemeriksaan ini digunakan untuk :
b. Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
c. Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
d. Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
e. Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis
7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke
ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan
jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada
kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan
terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang
umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi,
shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-
kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti cukup
untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat
menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan.
Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan. Indikasi
utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular
pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan
terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan,
tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi.
Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas
sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit
Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat
sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan
penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang. Komplikasi kemudian
sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama
atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular
pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang
menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu
mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk
mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
b. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil
dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran
yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti
orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia.
Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung
jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium
transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi
defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam
vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup
trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan
dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan.
Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek.
Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi
dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi
kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat
dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam,
besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada
defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak
ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan
terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya
aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan
tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung
ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul
ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass)
setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam
follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka
survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya
komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
c. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe
sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus
lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2
buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari
anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran
ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang
trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan
tertutup sempurna.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap
jantung.
1) Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
2) Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang
Abnormal.
3) Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui
katup pulmonalis Tanda-tanda gagal jantung
4) Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran
darah yangmengalir melalui katup trikuspidalis
b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi: Inspeksi Status nutrisi
1. Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan
dengan penyakit jantung.
2. Warna ± Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung
kongenital,
3. Sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit
jantung. Deformitas dada ± Pembesaran jantung terkadang mengubah
konfigurasi dada. Pulsasi tidak umum ± Terkadang terjadi pulsasi yang
dapat dilihat.
4. Ekskursi pernapasan ± Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea,
dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
5. Jari tabuh ± Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.Perilaku
± Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari
beberapa jenispenyakit jantung.
6. Palpasi dan perkusiDada ± Membantu melihat perbedaan antara ukuran
jantung dan
7. karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat
mampalpasi)Abdomen ± Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin
terlihat.
8. Nadi perifer ± Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat
menunjukkan ketidaksesuaian. Auskultasi Jantung ± Mendeteksi adanya
murmur jantung.
9. Frekwensi dan irama jantung ± Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas
jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
10. Paru-paru ± Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
11. Tekanan darah ± Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis;
ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah) Bantu dengan prosedur
diagnostik dan pengujian ± mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, , ultrasonografi,
angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah,
gas darah), kateterisasi jantung.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
c. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
5. Evaluasi
Proses : langsung setalah setiap tindakan Hasil; Tujuan yang diharapkan yaitu :
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
3. Anak bebas dari komplikasi pasca bedah.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : By.Kinanti
Tanggal lahir : 26 januari 2015
Umur : 3 bulan 20 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jln. Ir Soekarno, Blitar, jawa tiur
Nama ayah : Budi karmito
Tanggal MICU : 25 Maret 2015
TAnggal MRS : 30 Februari 2015
Tanggal pengkajian : 25 Maret 2015, jam 13;00 WIB
Diagnosa medis : ASD
No. registrasi : 1068121
Sumber informasi : Orang tua
2. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama : sesak, tidak mau menetek, tidak bias tidur, gelisah
Tidak ada yang mengalami sakit seperti penderita. Saat hamil tidak
minum obat sembarang , kecuali dari rumah sakit, jamu tidak pernah
minum. Ayah dan ibu sering pilek dan batuk dipagi hari bila kena debu.
a. Pengkajian Fisik :
B1 (Breathing) / Pernafasan :
B2 (Bleeding) / slrkulasi :
B3 (Brain) / Kesadaran :
1. Kesadaran menurun , somnolen, usia 3 bulan
2. GCS 6, gerakan sangat lemah
3. Kejang tidak ada
4. Pupil isokor, diameter sama
5. Sklera putih
6. Kemampuan buka mata lemah
B4 (Blader) / Perkemihan :
B5 (Bowel) / Pencernaan :
C. Data Psikososial
Ibu sangat cemas dan bingung , ibu sering menanyakan kondisi
bahaya anaknya, ibu menanyakan bagaimana kondisi bahaya anaknya
selanjutnya, apakah akan normal atau tidak. Ibu menangis saat bertanya
tentang anaknya dan berharap cepat sembuh
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Thorak photo :
Pulmo: Tampak infiltrate pada supra parahiler kanan dan kedua paru
tampak hiperareated kedua sinus Phrennicocostalis tajam
1. Labolatorium :
Jam 16:00 elektrolit : K : 1,59 meg/L
Na : 11,7 meg/L
AGD: PH : 7,447
Pco2 : 68 mmHg
pO2 : 43,9 mmHg
HCO2 : 45,9 mmol/L
BE : 21,9 mmol/L
SaO2 : 79,8 %
CHO2 : 48,0 %
E. Terapi
Cloxacilin : 3 x 50 mg/iv
Nama Pasien : An K
Umur: 3 Bln
Membantu dalam
proses kimia dalam
tubuh
I. IMPLEMENTASI
DX I :
1. Mencuci tangan sebelum memegang bayi
2. Memberikan O2 dengan menggunakan Head Box
3. Melakukan suction
4. Mengkaji pernafasan klien 15 menit pertama, selanjutnya tiap jam: suara
nafas ronchi
5. Mengatur posisi yang nyaman untuk klien: atur posisi miring
DX 2 :
1. Mengkaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaphoresis secara
teratur
2. Melakukan auskultasi adanya bunyi tambahan (murmur)
3. Memberikan terapi oksigen secara adekuat
4. Meninggikan bagian kaki dari permukaan badan
5. Menjelaskan kepada setiap procedure perawatan yang diberikan kepada
anak
6. Menganjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan mengeluarkannya
pelan-pelan
7. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
DX 3 :
DX 1 :
S:
O: Sianosis, klien tidak sesak, pengembangan dada (+/+), nafas cuping hidung
(+), frekuensi nafas 30 x/mnt, SaO2 90 %, T: 100/70 mmHg, N: 134 x/mnt
P: pertahankan intervensi
DX 2 :
S: -
O: tanda vital dalam batas normal: TENSI 100/70 mmHg, N 134 x/mnt, RR 24
x/mnt, SaO2 88 %
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
DX 3 :
16:00 WIB
S: Ibu klien mengatakan bahwa anaknya tidak sering nangis dan rewel.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini anak Kinanti didapatkan dengan manifestasi klinis yaitu : Keluhan
utama yang dirasakan pada kasus ASD adalah sesak, gelisah, pada anak atau bayi tidak mau
menetek, sulit tidur, pasien merasa letih.
Berdasarkan hal diatas diagnosa sementara yang dapat ditegakkan adalah Atrial Septal
Defect ( ASD ). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
diperoleh hasil :
1. Thorak photo :
Pulmo: Tampak infiltrate pada supra parahiler kanan dan kedua paru tampak
hiperareated kedua sinus Phrennicocostalis tajam
Labolatorium :
Na : 11,7 meg/L
AGD: PH : 7,447
Pco2 : 68 mmHg
BE : 21,9 mmol/L
SaO2 : 79,8 %
CHO2 : 48,0 %
PENUTUP
A. Kesimpulan
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada
dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium
kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum
antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan
dibanding VSD.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada
defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup
akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada
tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
B. Saran
Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi
dengan penyakit tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian- bagian
mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu ditekankan.
Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu atau
keluarga dari anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk
melakukan persalinan di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan
kesehatanlain
Untuk keluarga bayi semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-
pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Untuk
keluarga bayi semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian- pengkajian yang
dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from:
http://Id.Wikipedia.Org