Disusun Oleh :
ROSDIANTI RUKMANA
193203074
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI
DI RUANG BIMA RSJ. GRAHASIA YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
ROSDIANTI RUKMANA
193203074
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI
A. Definisi
Varcarolis mendefenisiskan halusinasi sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Halusianasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan nyata. Sebagai contoh, klien
mengatakan mendengar suara padahala tidak ada orang yang berbicara
(Kusumawati, & Hartono, 2011). Halusinasi adalah distorsi (gangguan) persepsi
palsu yang terjadi pada respon neurobiologis maladaptif. Klien mengalami dstorisi
sensorik sebagai hal yang nyata dan meresponnya (Stuart, 2016).
Halusinasi dapat terjadi pada klien skizofrenia (70% dari penderita
skizofrenia mengalami halusinasi), penyakit manik depresif, delirium, gangguan
mental organic, atau penyalahgunaan zat. Hal ini penting untuk memahami bahwa
halusinasi dan waham dapat terjadi pada penyakit yang menganggu fungsi otak
(Stuart, 2016).
B. Rentang Respon Neurobiologis
Rentang respon neurobiologis dalam Stuart (2016) sebagai berikut.
C. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah :
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik
diri, tumor otak, strooke, infeksi otak, ketidakseimbangan dari beberapa
neurotransmitter misalnya dopamine, serotonin, norepinefrin)
b. Faktor psikologis
Konsep diri, intelektualisasi, kepribadian, moralitas, pengalaman masa
lalu, koping.
c. Sosiobudaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi halusinasi dalam Kusumawati & Hartono (2011) sebagai
berikut.
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantarab listrik yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
E. Tingkat Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart (2016) membagi insensitas tingkat, karakteristik, dan
perilaku yang umunya diamati pada halusinasi menjadi 4 tahap sebagai berikut.
1. Tahap I (Comforting)
Ansietas sedang yang memberikan rasa nyaman. Halusinasi umumnya
memberi rasa nyaman
Karakteristik klien mengalami mengalami halusinasi merasakan emosi yang
terus menerus, seperti ansietas, , kesepian, rasa bersalah, dan
ketakutan, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
menghibur untuk mengurangi ansietas Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam
kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Merupakan
non psikosis.
Perilaku klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang
lambat, jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan
asyik sendiri.
2. Tahap II (Condeming)
Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan.
Karakteristik pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dsan mungkin mencoba untuk menjauhkan
diri dari sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin merasa
malu dengan pengalaman sensori dan menarik diri dari orang
lain. Hal ini masih mungkin untuk mengarahkan klien dengan
realitas. Merupakan psikosis ringan
Perilaku klien Peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan
darah. Rentang perhatian klien menyempit. Disibukkan dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
4. Fase IV (Conquering)
Tingkat ansietas panik. Halusinasi umumnya menjadi rumit dan dapat
terjalin denagn waham.
Karakteristik pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Halusinasi dapat berlangsung selama
berjam-jam atau berhari-hari jika tidak ada tindakan terapeutik.
Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat.
Perilaku klien perilaku dilanda terror seperti panik. Klien berpotensi kuat
untuk melakukan bunuh diri atau pembunuhan. Aktivitas fisik
klien merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Direja (2011) manifestasi klinis halusinasi berdasarkan jenis-
jenisnya, antara lain:
Jenis Data Obyektif Data Subyektif
halusinasi
Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Dengar Marah-marah tanpa sebab kegaduhan.
Menyedengkan telinga ke Mendengar suara yang mengajak
arah tertentu bercakap-cakap.
Menutup telinga Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar, bentuk
Penglihatan tertentu geometris, bentuk kartoon,
Ketakutan dengan pada melihat hantu atau monster
sesuatu yang tidak jelas.
Halusinasi Mengisap-isap seperti sedang Membaui bau-bauan seperti bau
Penghidu membaui bau-bauan tertentu. darah, urin, feses, kadang-kadang
Menutup hidung. bau itu menyenangkan.
G. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Halusinasi
Haloperidol 2-20
Haloperidol deconate 50-300 setiap 3-4 minggu
Loxapine 20-100
Mesoridazien 75-300
Molindone 50-225
Perphenazine 8-32
Pimozide 2-6
Prochlorperazine 5-10
Thioridazine 200-800
Thiothixene 5-30
trifluoperazine 5-20
c. Efek samping
Diantara efek samping obat antispsikotik adalah gejala
ekstrapiramidal. Gejala ini paling sering muncul pada penggunaan
piperazin, fenotiazin (flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan
trifluoperazin), butiropenon (benperidol dan haloperidol) serta sediaan
bentuk depot. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan
secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan kondisi
individual pasien. Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya:
1) Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering
pada orang dewasa atau lansia dan dapat muncul secara bertahap.
2) Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan
diskinesia, yang lebih sering terjadi pada anak atau dewasa muda
dan muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis
3) Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah
pemberian dosis awal yang besar dan mungkin memperburuk
kondisi yang sedang diobati.
4) Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang
tidak disadari [invuntary movements of tongue, face and jaw]) yang
biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau dengan pemberian
dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka
pendek dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara dapat
timbul setelah pemutusan obat.
2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Terapi aktivits kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas
yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mengalami masalah
keperawatan yang sama. TAK merupakan tindakan keperawatan sehingga
perlu dimasukkan dalam rencana tindakan pada masalah tertentu. Dalam
TAK, terjadi dinamika interaksi saling bergantung, saling membutuhkan, dan
menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang aladaptif (Keliat, 2016). Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktipitas
kelompok stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
a. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien
terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Stimulus
yang disediakan baca artikel / majalah / buku / puisi, menonton acara TV,
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi
klien yang mel adaptif atau distruktif, mis: kemarahan, kebencian, putus
hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.
b. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara non Verbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Biasanya klien tidak mau menggungkapkan komunikasi verbal
akan terstimulasi omosi dan perasaannya, serta menampilkan respon.
Aktifitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni, menyanyi,
menari, jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai
stimulus, misalnya lagi kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus
c. Terapi Aktifitas Kelompok orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar, yaitu diri
sendiri, orang lain yang di sekeliling klien atau orang yang dekat dengan
klien dan lingkungan yang mempunyai hubungan dengan klien. Aktifitas
berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar, dan
semua kondisi nyata.
d. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang
ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
inter personal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat
berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi pernah diteliti dan memberi
dampak pada kemampuan klien dalam bersosialisasi. Terapi aktivitas yang
lain telah digunakan dibeberapa Rumah Sakit Jiwa. Dengan evaluasi dan
penelitian tentang manfaat terapi aktivitas kelompok yang akan memberi
kontribusi peningkatan kemampuan perawat dalam melaksanakan terapi
aktivitas kelompok dapat diperoleh melalui pendidikan keperawatan
berkelanjutan diharapkan perawat yang melaksanakan terapi aktivitas
kelompok telah mengikuti pendidikan khusus. Rawlins, willians, dan beck
mengidentifikasi tiga area yang perlu dipersiapkan untuk memjadi terpai
atau pemimpin terapi kelompok, yaitu persiapan teoritis melalui
pendidikan formal, literatur, bacaan, dan lokakarya. Pengalaman
mengikuti terapi kelompok.
e. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman
dan / atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.
H. Asuhan Keperawatan
1. Data yang perlu dikaji
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembagan terlambat
a. Usia bayi, tdak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa
aman
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Tidak ada kehangatan
d. Komunikasi dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi tertutup
f. Orang tua membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas,
dan komflik orang tua.
3) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negative dan koping destruktif.
4) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian fisik berupa atropi otak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar, dan bentuk sel koteks limbik.
6) Faktor genetic
Ada pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota terdahulu yang
mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.
b. Perilaku
Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala
mengangguk-angguk seperti mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup telinga,
gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba
marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
c. Fisik
1) ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan,
tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak
mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktifitas fisik yang
berlebihan atau kegiatan ganjil.
2) Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras dan penggunaan obat-obatan serta zat
halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3) Riwayat kesehatan
Skizofrenia delirium berhubungan dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
4) Riwayat skizofrenia dalam keluarga
5) Fungsi system tubuh
Perubahan barat badan, hipotermi (demam), neurological perubahan
mood, disorientasi ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan
temperature.
d. Status emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negative atau
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
a) Isi halusinasi
Mendengar atau melihat apa?
Suaranya berkata apa?
b) Waktu terjadinya halusinasi
Kapan halusinasi terjadi?
c) Situasi pencetus
Dalam situasi seperti apa halusinasi muncul?
d) Respon terhadap halusnasi
Bagaimana perasaan pasien kalau ada halusinasi
Apa yang dilkukan jika halusinasi muncul?
e. Faktor presipitasi
Sosial budaya
Stress lingkungan mengakibatkan respon neurologis maladapatif
Penuh kritik
Kehilangan harga diri
Gangguan hubungan interpersonal
Tekanan ekonomi
f. Status mental
g. Persepsi: Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidu
h. Status intelektual
Gangguan persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan
pengecapan, isi pikir. Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi
yaitu:
1) Halusinasi pendengaran
a) Data objektif
Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan telinga
kearah tertentu, menutup telinga
b) Data subjektif
Mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Penglihatan
a) Data objektif
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu
yang tidak jelas
b) Data subjektif
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon,
melihat hantu, atau monster
3) Perabaan
a) Data objektif
Menggaruk-garuk kulit
b) Data subjektif
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik
4) Pengecapan
a) Data objektif
Sering meludah-ludah
b) Data subjektif
Merasa seperti urin, darah atau feses
5) Penciuman
a) Data objektif
Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu, menutup
hidung
b) Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
2. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Gangguan sensori persepsi: halusinasi (audiotori, visual, perabaan,
pengecapan, dan pengidu) berhubungan dengan stress psikologis.
b. Harga diri rendah
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Noha Medika.
Struart. W. Gail. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. Buku I
(Keliat, B.A ed). Singapore: Elsevier.
Kusumawati, F. & Hartono, Y. (2011) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika
Pusat Informasi Obat Nasional Badan BPOM RI (2015) Antipsikosis. Terdapat di
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/42-psikosis-dan-
gangguan-sejenis/421-antipsikosis
https://www.alodokter.com/antipsikotik