Anda di halaman 1dari 15

TUGAS RANGKUMAN

SEJARAH DAN PERSPEKTIF, TREND DAN ISU


KEPERAWATAN JIWA
(Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Jiwa)
Dosen pembimbing: Omay Rohmana, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh:

Hilda Nurhidayati (P20620218016)

Tingkat III A Keperawatan

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA WILAYAH CIREBON

JL.PEMUDA N0.38 TELP.245739 CIREBON

2020
Sejarah Keperawatan Jiwa
Seperti pada disiplin ilmu lainnya, keperawatan jiwa juga telah
mengalami berbagai perkembangan dari masa ke masa. Keperawatan jiwa
yang kita kenal pada masa sekarang ini merupakan hasil dari perkembangan
atau evolusi yang terjadi pada masa lalu. Perkembangan keperawatan jiwa itu
sendiri dapat dilihat berdasarkan perkembangannya di dunia dan berdasarkan
perkembangannya di Indonesia. Berikut ini adalah runtutan sejarah
perkembangan keperawatan jiwa di dunia :

A. Zaman Mesir Kuno

Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya


roh jahat yang bersarang di otak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya
dengan membuat lubang pada tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh
jahat yang bersarang di otak tersebut. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya lubang di kepala pada orang yang pernah mengalami
gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno tentang
siapa saja yang pernah kena roh jahat dan telah dilubangi kepalanya.
Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa diobati
dengan dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara
diajak jalan melewati sebuah jembatan lalu diceburkan dalam air dingin
dengan maksud agar terkejut, yakni semacam syok terapi dengan harapan
agar gangguannya menghilang. Hasil pengamatan berikutnya diketahui
ternyata orang yang menderita skizofrenia tidak ada yang mengalami
epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal penderita epilepsi setelah
kejangnya hilang dapat pulih kembali. Oleh karenanya, pada orang
skizofrenia dicoba dibuat hiperplasia dengan membuat terapi koma insulin
dan terapi kejang listrik (elektro convulsif theraphy).

B. Zaman Yunani (Hypocrates)

Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit.


Upaya pengobatannya dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk
mengeluarkan roh jahat. Pada waktu itu, orang sakit jiwa yang miskin
dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi, rumah sakit
jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang
gangguan jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok.
Sementara orang kaya yang mangalami gangguan jiwa dirawat di rumah
sendiri. Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan
gangguan jiwa. Ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki
pelayanan kesehatan jiwa. Bersamaan dengan itu, Herophillus dan
Erasistratus memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam otak, sehingga ia
mempelajari anatomi otak pada binatang. Khale kurang puas hanya
mempelajari otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh sistem tubuh
hewan (Notosoedirjo, 2001).

C. Zaman Vesalius

Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan


saja, sehingga ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia.
Namun, membelah kepala manusia untuk dipelajari merupakan hal yang
mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya, ia
berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya kegiatannya
tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili, dan diancam
hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa
kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka akhirnya ia
dibebaskan. Versailus bahkan mendapat penghargaan karena bisa
menunjukkan adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak saat
itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun
kenyatannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang
yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena petugasnya khawatir
dengan keadaan pasien.

D. Revolusi Prancis I

Phillipe Pinel, seorang direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha


memanfaatkan Revolusi Prancis untuk membebaskan belenggu pada
pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi
humanisme dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality, Fraternity”. Ia
meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien
gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel
menggunakan alasan revolusi, yaitu “Jika tidak, kita harus siap diterkam
binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini diteruskan oleh
muridmurid Pinel sampai Revolusi II.

E. Revolusi Kesehatan Jiwa II

Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka


terjadilah perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius
menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh
karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma natural sciences,
yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada
tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat
penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan
jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-
masing.

F. Revolusi Kesehatan Jiwa III

Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih


berorientasi pada berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada
perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis komunitas (community
base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas (community
mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah
disebut revolusi kesehatan jiwa III.

Sedangkan untuk perkembangan keperawatan di Indonesi sangat


dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi akibat penjajahan yang dilakukan
oleh colonial Belanda, Inggris, dan Jepang. Perkembangan keperawatan
jiwa di Indonesia dimulai dari masa penjajahan sampai dengan masa
kemerdekaan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Zaman Penjajahan Belanda
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat merupakan
penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser
sebagai penjaga orang sakit.Tahun 1799 pemerintah kolonial Belanda
mendirikan Rumah Sakit Binen Hospital di Jakarta, Dinas Kesehatan
Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat yang bertujuan untuk memelihara
kesehatan staf dan tentara Belanda. Jenderal Daendels juga mendirikan
rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti
perkembangan profesi keperawatan, karena tujuannya hanya untuk
kepentingan tentara Belanda.
B. Zaman Penjajahan Inggris
Gubernur Jenderal Inggris ketika itu dijabat oleh Raffles sangat
memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu
kesehatan adalah milik setiap manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk
memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain melakukan
pencacaran umum, cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa dan
kesehatan para tahanan Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan
Belanda, kesehatan penduduk Indonesia menjadi lebih baik. Pada tahun
1819 didirikanlah RS. Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun
1919 dipindahkan ke Salemba yang sekarang bernama RS. Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Antara tahun 1816 hingga 1942 pemerintah
Hindia Belanda banyak mendiirikan rumah sakit di Indonesia. Di Jakarta
didirikanlah RS. PGI Cikini dan RS. ST Carollus. Di Bandung didirikan
RS. ST. Boromeus dan RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu
berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
C. Zaman Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, perkembangan keperawatan di
Indonesia mengalami kemundurandan merupakan zaman kegelapan,Pada
masa itu, tugas keperawatan tidak dilakukan oleh tenaga terdidik dan
pemerintah Jepang mengambil alih pimpinan rumah sakit. Hal ini
mengakibatkan berjangkitnya wabah penyakit karena ketiadaan persediaan
obat.
D. Zaman Kemerdekaan
Empat tahun setelah kemerdekaan barulah dimulai pembangunan
bidang kesehatan yaitu pendirian rumah sakit dan balai pengobatan.
Pendirian sekolah keperawatan dimulai pertama kali tahun 1952 dengan
didirikannya Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat setingkat SMP.
Tahun 1962 didirikan Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan
di Jakarta bertujuan untuk menghasilkan Sarjana Muda Keperawatan.
Tahun 1985 merupakan momentum kebangkitan keperawatan di
Indonesia, karena Universitas Indonesia mendirikan PSIK (Program Studi
Ilmu Keperawatan) di Fakultas Kedokteran. Sepuluh tahun kemudian
PSIK FK UI berubah menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan.Setelah itu
berdirilah PSIK-PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dll.

Tren dan Isu Keperawatan Jiwa


Trend atau current issue dalam keperawtan jiwa adalah masalah-
masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting dalam
perkembangan keperawatan jiwa. Masalah-masalah tersebut dapat
dianggap sebagai ancaman atau tantangan yang akan memberikan dampak
yang besar pada perkembangan keperawatan jiwa, baik yang berada di
tatanan regional maupun globa. Berikut ini adalah beberapa tren dan isu
dalam keperawatan jiwa saat ini :

Tren dan Isu Keperawatan Jiwa dalam Setting Pelayanan Rumah Sakit
A. Kesehatan Jiwa Dimulai Sejak Masa Konsepsi

Kesehatan jiwa mulai digencarkan dan menjadi tren terkait dengan


intervensinya yang dimulai sejak masa konsepsi. Kesehatan jiwa dianggap
sebagai masalah yang harus diitervensi sedini mungkin. Mulai dari masa
konsepsi, kesehatan jiwa seseorang harus dipantau dan dipertahankan
kenormalannya. Hal ini dilakukan juga karena masa-masa awal kehidupan
adalah masa emas atau golden age yang harus benar-benar diperhatikan
agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan kejiwaan yang bagus.
B. Peningkatan Masalah Kesehatan Jiwa

Pada zaman globalisasi seperti sekarang ini, dimana perkembangan


IPTEK telah terjadi begitu pesatnya membuat berbagai masalah kesehatan
jiwa juga mengalami peningkatan. Masalah-masalah kesehatan jiwa
tersebut diantaranya yaitu meningkatnya berbagai kasus seperti kasus
kekerasan fisik maupun kekerasan seksual, beban hidup yang menjadi
semakin berat, tidak mengenal status sosial, kasus neurosis pada anak dan
remaja yang mengakibatkan trauma baik fisik maupun non fisik, serta
meningkatnya post traumatic syndrome disorder yang diantaranya dapt
diakibatkan oleh adanya bencana alam, peperangan, maupun pelecehan
seksual.

C. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan

Berbagai masalah ekonomi dan kemiskinan telah membuat


sesorang mengalami kesulitan dalam perawatan kesehatan jiwa.
Akibatnya, pada beberapa daerah di Indonesia lebih memilih untuk
mengurung atau bahkan melakukan pemasung pada orang yang mengalami
gangguan jiwa. Hal itu tentunya terpaksa dilakukan oleh seseorang karena
masalah ekonomi dan kemiskinan yang menjerat keluarga mereka
sehingga menyulitkan mereka dalam upaya perawatan orang dengan
gangguan jiwa tersebut.

Tren dan Isu Keperawatan Jiwa dalam Setting Pelayanan Komunitas


A. Pengaruh politik terhadap keperawatan professional

Keterlibatan perawat dalam dunia politik saat ini masih sangat


terbatas. Walaupun secara individu ada beberapa nama pada zaman dahulu
seperti F.Nightingale, Lilian Wald, Margaret Sunger, dan Lavinia Dock
yang telah mempengaruhi dalam berbagai bidang nampaknya perawat
kurang di hargai sebagai kelompok. Gerakan wanita telah memberikan
inspirasi pada perawat mengenai masalah keperawatan komunitas.
Kekuatan politik merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau
meyakinkan seseorang untuk memihak pada pemerintah untuk
memperlihatkan bahwa kekuatan dari pihak tersebut membentuk hasil
yang diinginkan (Rogge,1987). Perawat merasa tidak nyaman dengan
politik karena mayoritas perawat adalah wanita dan dunia politik lebih
banyak didominasi oleh kaum laki-laki (Marson,1990).

B. Pengaruh Perawat dalam Peraturan dan Praktik Keperawatan

Pospek keperawatan komunitas dimasa yang akan datang


cenderung akan semakin berkembang dan dibutuhkan dalam sistem
pelayanan kesehatan pemerintah. Peran perawat kesehatan masyarakat
sangat dibutuhkan dalam mengatasi sebagai masalah kesehatan yang
terjadi di masa yang akan datang karena mengikuti perubahan secara
keseluruhan. Dampak perubahan tersebut dapat berpengaruh pada peran
yang dilkaukan perawat. Intervensi keperawatan kesehatan masarakat
diberbagai tingkat pelayanan akan semakin besar dikarnakan adanya
kelalaian, ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan
individu,keluarga, kelompok, dan masyarakat. Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam tatanan masyarakat tersebut diantaranya disebabkan oleh
adanya pertambahan penduduk, tansisi penyakit, perkembangan
industrialisasi, semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat seiring
dengan perkembangan IPTEK, serta tenaga kesehatan yang kurang merata
di seluruh pelosok Indonesia.

C. Puskesmas Idaman

Puskesmas Idaman adalah Puskesmas dengan pelayanan kesehatan


bermutu yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan serta memberi
pelayanan yang sesuai dengan standart operating procedure (SOP)
pelayanan kesehatan. “Puskesmas Idaman” sebagai pelayanan masyarakat,
akan berusaha untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan harapan pelanggan, oleh karena itu Puskesmas Idaman
juga merubah paradigma dari “ Puskesmas yang mengatur Masyarakat”
menjadi “Puskesmas yang memenuhi harapan Masyarakat”.
Tren dan Isu Keperawatan Jiwa dalam Perkembangan Pelayanan
Jiwa Secara Global
A. Masih Banyaknya Tenaga Perawat Vokasional
Tenaga keperawatan vokasional terbukti masih banyak yerdapat di
seluruh dunia dan juga di Indonesia. Tenaga vokasional tentu akan
berbeda dalam intervensinya dengan tenaga perawat professional atau S1.
Banyaknya tenaga vokasional ini membuat pelayanan kesehatan secara
global masih kurang maksimal. Penumpukan tenaga vokasional ini terjadi
karena semakin menjamurnya sekolah-sekolah keperawatan yang hanya
memfasilitasi sampai jenjang diploma atau yang setara dengan itu.
Institusi pendidikan tersebut didirikan bukan dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan yang professional namun sering
kali digunakan sebagai bentuk perbisnisan
B. Program Pendidikan Kesehatan Jiwa Belum Adekuat
Program pendidikan kesehatan jiwa baik di ranah global maupum
di Indonesia masih kurang adekuat. Institusi-institusi yang
menyelenggarakan program spesialis keperawatan jiwa masih sangat
sedikit. Selain itu, tenaga pendidik professional di bidang keperawatan
jiwa juga masih sedikit. Hal itu alhirnya juga memberikan dampak pada
kualitas pelayanan kesehatan jiwa secara global.

Evidence Base Psychiatric Nursing Practice


Pada masyarakat kita saat ini, orang dengan diagnosis gangguan
kesehatan jiwa sering kali di stereotipkan, atau dianggap sebagai sesuatu yang
negatif dan mengganggu masyarakat. Akibatnya, banyak pasien dengan
gangguan kesehatan mental berujung untuk berjuang mengatasi kondisi
mereka dan memilih untuk menolak diagnose mereka karena takut diadili
oleh masyarakat. Hal ini sering menyebabkan pasien kesehatan jiwa ragu-
ragu untuk mengejar unsur-unsur yang membentuk kualitas hidup, seperti
pekerjaan, perumahan yang nyaman, hubungan pribadi yang sehat, dan
memanfaatkan layanan kesehatan jiwa. Pernyataan posisi yang diterbitkan
oleh Mental Health America yang berjudul Evidence-Based Helathcare,
menyoroti komitmen organisasi terhadap penemuan splusi yang cepat untuk
pasien yang didiagnosis dengan kesehatan jiwa dan kondisi penyalahgunaan
zat. Rumah sakit mendukung pengembangan, evaluasi, dan penyebaran
pengetahuan berbasis bukti untuk mendukung pemulihan pasien kesehatan
jiwa. Sejalan dengan visi ini, Penyalahgunaan Zat dan Administrasi Layanan
Manusia AS (SAMHSA), telah berjanji untuk mempromosikan praktik
berbasis bukti dalam menemukan solusi untuk perawatan kesehatan jiwa.
Berikut ini adalah tujug praktik kesehatan mental yang sejalan dengan
SAMHSA :

1. Program untuk Perawatan Masyarakat Asertif (PACT)


Perawatan komunitas yang asertif bertujuan untuk menyediakan layanan
kesehatan perilaku dalam pengaturan komunitas. Kerangka kerja melayani
kondisi seperti skizofrenia, gangguan bipolar, dan depresi. PACT, layanan
berusaha untuk mempertahankan perawatan rawat jalan dan memastikan
terapi yang teratur dan berkelanjutan. Menggunakan kerangka kerja
tersebut, berbagai praktisi perawatan kesehatan memberikan layanan
seperti bantuan dengan kegiatan sehari-hari (ADL), membantu mengelola
tanggung jawab keluarga, dan dukungan dalam mengamankan kebutuhan
penting seperti makanan dan perumahan.

2. Perawatan Terpadu untuk Gangguan Co-Occuring


Dengan kerangka kerja ini, tim multidisiplin menyediakan perawatan
ganda untuk pasien yang didiagnosis dengan gangguan perilaku kesehatan
dan penyalahgunaan zat. Dengan menggabungkan dua layanan, pasien
biasanya memiliki kesempatan lebih baik untuk membuat pemulihan
penuh, jangka panjang. Praktisi memberi pasien dengan layanan dan
sumber daya seperti manajemen kasus, penjangkauan, perumahan, dan
bantuan pekerjaan. Kerangka kerja ini bertujuan untuk membantu populasi
diagnosa ganda berisiko tinggi yang lebih mungkin untuk kambuh dan
kembali menggunakan narkoba, mengalami masalah keuangan, menderita
kesehatan yang buruk, dan / atau menghadapi tunawisma.
3. Manajemen Penyakit dan Pemulihan (IMR)
Manajemen dan pemulihan penyakit adalah kerangka perawatan psikiatris
berbasis bukti yang dirancang untuk memungkinkan pasien berpartisipasi
secara proaktif dalam pemulihan mereka sendiri. Selama sesi mingguan
yang sedang berlangsung, praktisi kesehatan perilaku membantu pasien
mengembangkan rencana perawatan dan mengidentifikasi tujuan. Ini dapat
mencakup pengajaran metodologi pemulihan, fakta kesehatan perilaku,
dan teknik manajemen stres. Praktisi juga mengajarkan pasien bagaimana
membangun dan memelihara jaringan dukungan sosial, mengurangi
kemungkinan melanjutkan penggunaan narkoba, dan menggunakan obat
yang diresepkan secara efektif. Teknik pengajaran dari kerangka ini
mungkin juga termasuk terapi kognitif-perilaku dan sesi motivasi.

4. Perumahan Pendukung Permanen


Perumahan suportif permanen adalah program yang menyediakan bantuan
bagi pasien kesehatan perilaku dalam menemukan perumahan mandiri.
Beberapa item yang mendefinisikan perumahan pendukung permanen
yang berkaitan dengan program ini adalah sebagai berikut:
• Penyewa harus memiliki sewa yang sah dan mengikat.
• Inklusi program tidak bergantung pada partisipasi dalam layanan
kesehatanperilaku.
• Tidak ada aturan perumahan yang tidak akan berlaku untuk aturan yang
ditetapkan di penyewa untuk penyewa yang tidak memiliki kondisi
kesehatan perilaku.

Peserta program juga harus memiliki peluang tanpa hambatan


untuk terlibat dengan peserta non-program yang tinggal di komunitas atau
struktur yang sama. Selain itu, peserta harus menerima layanan yang
berubah (naik atau turun) karena kebutuhan kesehatan perilaku mereka
berubah.

5. Pengobatan, Evaluasi, dan Manajemen Pengobatan (MedTEAM)


Pengobatan pengobatan, evaluasi dan manajemen melibatkan aplikasi
sistematis, berdasarkan bukti obat-obatan kesehatan perilaku resep. Tujuan
dari kerangka kerja ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup bagi
pasien yang menderita dengan kondisi kesehatan perilaku yang parah.
Untuk menerapkan kerangka kerja ini, dokter yang meresepkan harus
mengetahui resep terbaik dan terkini yang tersedia, menggunakan resep
tersebut dalam lingkungan klinis, menerapkan pengetahuan ini pada kasus-
kasus secara individual, dan memasukkan pasien dalam proses
perencanaan dan pengambilan keputusan.

6. Kolaborasi Cochrane\

Organisasi Cochrane adalah asosiasi internasional yang


didedikasikan untuk membantu individu membuat keputusan perawatan
kesehatan dengan informasi berdasarkan bukti. [3] Kolaboratif mencakup
15.000 peserta yang berbasis di lebih dari 100 negara. Grup ini
menerbitkan ulasannya dalam Cochrane Database of Systematic Reviews
(CDSR). Ulasan Cochrane Collaboration adalah sumber daya vital bagi
para profesional perawatan kesehatan yang memiliki banyak informasi
untuk dievaluasi, memiliki waktu terbatas, dan yang mengelola beban
hidup atau mati. Tinjauan tersebut menilai dan memadatkan penelitian
terkini yang paling relevan berdasarkan bukti empiris; memvalidasi
temuan; dan menyajikan informasi klinis berbasis bukti baru dalam format
sistematis.

7. Organisasi Kecenderungan Anak

Legislator meratifikasi Membawa Depresi Pascapersalinan Out of the


Shadows bertindak sebagai bagian dari tindakan Cures Abad 21 pada
Desember 2016. Undang-undang ini menetapkan $ 5 juta untuk setiap
tahun dari 2018 hingga 2022 untuk perawatan depresi pascapersalinan. [4]
Saat ini, bukan praktik standar untuk memeriksa ibu dengan kondisi
tersebut, meskipun penelitian menunjukkan bahwa 18 - 25 persen ibu
dengan depresi pascapersalinan atau psikosis tidak terdiagnosis.
Pusat Layanan Kesehatan dan Medicaid mendesak perawat untuk
mendorong ibu untuk menjalani skrining depresi postpartum setelah
melahirkan. Pendukung kesehatan, seperti organisasi Tren Anak, percaya
bahwa jaringan skrining postpartum nasional akan meningkatkan hasil
kesehatan untuk ibu yang menderita kondisi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2014). Sejarah Keperawatan Jiwa.


http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/93/sejarah-keperawatan-jiwa.html.
diakses tanggal 21 Agustus 2020

Admin. (2016). What do Psychiatric and Mental Nurses do?.


https://nursejournal.org/psychiatric-nursing/what-do-psychiatric-and-
mental-health-nurses-do/. diakses tanggal 21 Agustus 2020

Chruch, F. (2019). Psychiatric-Mental Health Nurses.


https://www.apna.org/i4a/pages/index.cfm?pageid=3292. diakses tanggal
21 Agustus 2020

Kahfi, R. (2016). Sejarah Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa.


https://www.academia.edu/8915254/Sejarah_Pelayanan_Keperawatan_Ke
sehatan_Jiwa. diakses tanggal 21 Agustus 2020

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakrta

Roy, L. (2016). Praktek Berbasis Bukti dalan Keperawatan Jiwa.


https://study.com/academy/lesson/evidence-based-practice-in-psychiatric-
nursing.html. diakses tanggal 21 Agustus 2020

Yusuf, A, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawtan Kesehatan Jiwa. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta

Zulfatus, N. (2011). Trend Issue Keperawatan Komunitas.


https://www.academia.edu/37217368/Trend_Issue_Keperawatan_Komunit
as. diakses tanggal 21 Agustus 2020
7 Praktek Berbasis Bukti Kesehatan Mental dalam Keperawatan. Artikel.
https://online.regiscollege.edu/blog/7-mental-health-evidence-based-
practices-nursing/. diakses tanggal 21 Agustus 2020

Anda mungkin juga menyukai