Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa jenjang pendidikan
formal di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Jenis pendidikan yang dapat diperoleh oleh peserta didik dapat bervariasi sesuai
dengan minat dan bakatnya, jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Penyelenggara pendidikan kejuruan untuk jenjang pendidikan menengah formal
dibebankan kepada Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Aliah Kejuruan, sebagai
lanjutan dari SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama/setara SMP/MTs.
Siswa Sekolah Menengah Kejuruan diprogram untuk berkomitmen pada ketrampilan
khusus (specific) tertentu sehingga ia dapat lebih berkonsentrasi pada usaha untuk
mengasah dan mengembangkan ketrampilan itu. Semakin khusus ketrampilan alumni
SMK, semakin mudah ia mengembangkan ketrampilan itu.
Keterampilan yang dimiliki oleh siswa di Sekolah Menengah Kejuruan merupakan
bekal untuk masuk ke dunia kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 15, dikatakan bahwa
pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu.
Semakin banyak lulusan Sekolah Menengah Kejuruan terserap dunia kerja formal
akan meringankan kerja pemerintah dalam mempercepat pembangunan nasional. Atau
sebaliknya apabila tamatan Sekolah Menengah Kejuruan kebanyakan menganggur akan
semakin membebani pemerintah dalam mempercepat pembangunan nasional.
Usaha untuk meningkatkan daya saing lulusan Sekolah Menengah Kejuruan agar
terserap Dunia Industri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia. Inpres tersebut dikeluarkan pada tanggal 9 September 2016 di Jakarta dan

1
ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja (termasuk Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan), 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Perkembangan Dunia Industri begitu masif seiring dengan perkembangan teknologi
yang begitu cepat. Sekolah Menengah Kejuruan yang tidak menyesuaikan dengan
perkembangan Dunia Industri akan menyebabkan tamatannya sulit untuk diterima bekerja.
Mengantisipasi agar tamatan Sekolah Menengah Kejuruan tidak menganggur.
Sekolah harus senantiasa berusaha membuat inovasi menyelaraskan kompetensi lulusannya
dengan kebutuhan dunia industri.
Pemerintah melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) membuat standarisasi
pengelolaan sekolah berupa delapan standar nasional pendidikan untuk SMK/MAK.
Terdiri dari : Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar PengelolaanStandar
Pembiayaan Pendidikan,Standar Penilaian Pendidikan.
Pengelolaan sekolah dalam mewujudkan Link and Match antara Tamatan Sekolah
dengan kebutuhan Dunia Industri akan mudah teralisisasi apabila selalu
mempertimbangkan pengembangan delapan standar nasional pendidikan untuk
SMK/MAK yang telah ditetapkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
Pengembangan Komponen standar sarana dan prasarana merupakan skala prioritas
pertama di SMKN 3 Cimahi untuk jurusan Multimedia dan Tata Busana yang perlu untuk
direvitalisasi.
Dunia Industri dinamis bergerak sejalan dengan perkembangan teknologi yang
bergulir begitu cepat. Pengadaan laboratorium dan ruang kelas sesuai standar yang
digunakan oleh Dunia Industri merupakan sesuatu kebutuhan yang keberadaanya tidak
bisa ditawar lagi.
Keberadaan laboratorium yang sesuai dengan standar yang digunakan oleh industry
akan bermuara kepada peningkatan kompetensi keterampilan siswa. Tamatan (output) dari
SMKN 3 Cimahi lebih mudah terserap oleh Dunia Industri karena sudah sesuai kebutuhan.
Pihak sekolah memiliki bargaining position yang kuat untuk mengajukan kepada pihak
industri agar menyelenggarakan pendidikan di lingkungan sekolah berupa model
pembelajaran teaching factory Production Based Education and Training (PBET),
keuntungan bagi sekolah nantinya bisa menjamin kompetensi yang dimiliki oleh siswa
sesuai kebutuhan industry karena keterampilan yang diperoleh didapat dengan adanya

2
pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan
masyarakat), berupa pengerjaan order pesanan yang diterima industri untuk di kerjakan
oleh siswa di lingkungan sekolah tempat siswa belajar.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas. Pengelola SMKN 3 Cimahi sebagai
sekolah yang dapat bantuan revitalisasi dari Direktur Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan memprioritaskan untuk pengadaan Laboratorium Multimedia dan ruang
praktik Tata Busana sesuai dengan kebutuhan dunia industri.

B. Identifkasi Masalah Laporan Model Pembelajaran Teaching Factory Production


Based Education And Training (PBET)
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, maka penulis menarik beberapa
permasalahan pokok di SMKN 3 Cimahi yaitu :
1. Kesenjangan antara kompetensi tamatan SMKN 3 Cimahi jurusan Multimedia
dengan kompetensi keterampilan yang dibutuhkan oleh pihak Industri.
2. Keterbatasan infrastruktur sarana prasarana SMKN 3 Cimahi jurusan Multimedia
untuk mengakomodasi pengalaman belajar sesuai yang dipersyaratkan oleh dunia
kerja.
3. Diperlukan pengembangan model pembelajaran teaching factory Production Based
Education and Training (PBET)

C. Tujuan Laporan Model Pembelajaran Teaching Factory Production Based


Education And Training (PBET)

1. Menghapus kesenjangan antara kompetensi tamatan SMKN 3 Cimahi jurusan


Multimedia dengan kompetensi keterampilan yang dibutuhkan oleh pihak Industri.
2. Tersedianya infrastruktur sarana prasarana SMKN 3 Cimahi jurusan Multimedia
untuk mengakomodasi pengalaman belajar sesuai yang dipersyaratkan oleh dunia
kerja.

3
3. Pengembangan model pembelajaran teaching factory Production Based Education
and Training (PBET)

C. Manfaat Laporan Best Pratice Model pengelolaan komponen pengembangan


sekolah.
1. Bagi kalangan internal warga SMKN 3 Cimahi dapat bermanfaat untuk bersama-
sama membangun komitmen normatif berbasis spirit internal, yaitu nilai-nilai lokal
yang disepakati dan dianggap baik untuk merubah keadaan.
2. Bagi rekan-rekan kepala sekolah di sekolah lain dapat bermanfaat sebagai rujukan
dalam meningkatkan efektifitas manajemen di sekolahnya masing-masing.
3. Bagi masyarakat luas diharapkan dapat bermanfaat untuk mendorong kepedulian
serta partisipasi aktif dalam upaya penyelenggaraan pendidikan sekolah yang lebih
bermakna bagi peserta didik.

4
BAB II
METODE PEMECAHAN MASALAH

A. Permasalahan Pelaksanaan Model Pembelajaran Teaching Factory Production


Based Education And Training (PBET) di SMKN 3 Cimahi
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,bahan dan perabot yang
secara lansung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah,sedangkan prasarana
pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung
menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah menurut Depdiknas (2008:37).

Gambar 2.1
Kondisi Ruang Praktik Tata Busana
Prasarana yang dimiliki oleh SMKN 3 Cimahi untuk Jurusan Multimedia dan
Jurusan Tata Busana masih jauh dari standar yang ditetapkan oleh Dunia Industri. Aturan
mengenai standar sarana dan prasarana yan harus dipenuhi oleh setiap program keahlian di
SMK mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 tahun 2008

5
Peraturan ini memuat standar minimal untuk ruang laboratorium Multimedia yaitu: (1)
Luas ruang laboratorium komputer; (2) Rasio per peserta didik; (3) Daya tampung ruang;
(4) Luas ruang penyimpanan dan instruktur; (5) Perabot ruang laboratorium komputer; (6)
Media pendidikan di ruang laboratorium komputer, dan (7) Perlengkapan ruang
laboratorium Multimedia
Luas minimum Ruang praktik Program Keahlian Multimedia adalah 208 m² untuk
menampung 32 peserta didik, yang meliputi: ruang praktik pengembangan perangkat lunak
(software) 64 m², area kerja/studio rekam gambar dan suara 48 m², ruang perawatan dan
perbaikan 48 m², ruang penyimpanan dan instruktur 48 m² (Permendiknas, 2008:81).

No Ruangan Praktik Siswa Rasio Ruangan / Siswa


Jurusan Multimedia Tersedia Kekurangan
1 Ruang praktik pengembangan 3 2
perangkat lunak (software)
2 Area kerja/studio rekam 0 2
gambar dan suara
3 Ruang perawatan dan 0 1
perbaikan
4 Ruang penyimpanan dan 0 1
instruktur

Tabel 2.1
Kebutuhan Ruangan Jurusan Multimedia
di SMKN 3 Cimahi

            Berdasarkan Tabel 2.1 di atas. Kekurangan ruang praktik pengembangan perangkat


lunak berjumlah 2 ruangan. Kekurangan Area kerja/studio rekam gambar dan suara
berjumlah 2 ruangan. Ruang perawatan dan perbaikan sebanyak 1 ruangan. Ruang
penyimpanan dan instruktur sebanyak 1 ruangan.
Sarana dan prasarana yang di butuhkan oleh pihak SMKN 3 Cimahi adalah
Pengadaan Ruang Laboratorium Praktik Siswa dan Ruang Praktik video editing untuk
Jurusan Multimedia dan Ruang Praktik Siswa Tata Busana.
Keberadaan fasilitas belajar sebagai penunjang kegiatan belajar tentulah sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar dan prestasi siswa, dikarenakan keberadaan serta
kondisi dari fasilitas belajar dapat mempengaruhi kelancaran serta keberlangsungan proses
belajar anak, hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Dalyono (2001:241) yang

6
menyatakan bahwa, “kelengkapan fasilitas belajar akan membantu siswa dalam belajar,
dan kurangnya alat-alat atau fasilitas belajar akan menghambat kemajuan belajarnya”.

Gambar 2.2 .
Kondisi Ruang Praktik Multimedia

Lebih lanjut Mohamad Surya (2004:80) memaparkan betapa pentingnya kondisi


fisik fasilitas belajar terhadap proses belajar yang menyatakan bahwa, “Keadaan fasilitas
fisik tempat belajar berlangsung di kampus, sekolah ataupun di rumah sangat
mempengaruhi efisiensi hasil belajar. Keadaan fisik yang lebih baik lebih menguntungkan
mahasiswa belajar dengan tenang dan teratur. Sebaliknya lingkungan fisik yang kurang
memadai akan mengurangi efisiensi hasil belajar”.
Jadi kelancaran dan keterlaksanaan sebuah proses pembelajaran akan lancar dan
baik jika didukung sarana atau fasilitas pembelajaran yang lengkap serta dengan kondisi
yang baik sehingga tujuan dari pembelajaran akan tercapai dengan baik.

7
Kritikan terhadap lulusan SMK yang dianggap belum siap untuk bekerja. Bagi
pihak penyelenggara pendidikan di SMKN 3 Cimahi hal tersebut menjadikan
pertimbangan dalam mengelola Pendidikan, untuk selalu berusaha menyelaraskan antara
pengusaan kompetensi lulusan dengan kompetensi keterampilan yang di butuhkan oleh
pihak Industri.
Bentuk pertimbangan dari penyelenggara pendidikan di SMKN 3 Cimahi untuk
menjadikan kompetensi lulusannya sesuai dengan yang di butuhkan oleh pihak industry
dengan melakukan terobosan untuk jurusan Multimedia dengan menerapkan pembelajaran
Teaching Factory.
Pembelajaran Teachig Factory merupakan pengembangan dari unit produksi
dan pendidikan sistem ganda yang sudah dilaksanakan di SMK. Teaching Factory
merupakan salah satu bentuk pengembangan dari sekolah kejuruan menjadi model
sekolah produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Triatmoko
(2009 : 35) bahwa SMK masih kesulitan untuk menerapkan pendidikan berbasis
produksi (production based education and training) Oleh karena itu dimunculkan istilah
Teaching Factory yang mengharuskan SMK yang melaksanakannya untuk memiliki
sebuah unit usaha atau unit produksi sebagai tempat untuk pembelajaran siswa. Dalam
unit usaha adau produksi tersebut, siswa secara langsung melakukan praktik dengan
memproduksi barang atau jasa yang mampu dijual ke konsumen.
Pelaksanaan Teaching Factory untuk pembelajaran dengan mendirikan unit
usaha atau produksi di sekolah berkebalikan dengan proses pembelajaran yang terjadi di
Jerman. Menurut Moerwismadhi (2009), kegiatan praktik siswa sekolah kejuruan di
Jerman dilakukan di dalam sebuah pabrik atau perusahaan, sedangkan pemerintah
mengajarkan materi-materi teoritik di sekolah selama satu sampai dua hari per minggu.
Dengan demikian, Teaching Factory adalah kegiatan pembelajaran dimana siswa secara
langsung melakukan kegiatan produksi baik berupa barang atau jasa di dalam
lingkungan pedidikan sekolah. Barang atau jasa yang dihasilkan memiliki kualitas
sehingga layak jual dan diterima oleh masyarakat atau konsumen.
Teaching factory adalah perpaduan pendekatan pembelajaran yang sudah ada
yaitu CBT (Competency Based Training) dan PBT (Production Based Training). CBT
adalah pelatihan yang didasarkan atas hal-hal yang diharapkan oleh siswa ditempat
kerja. CBT ini memberikan tekanan pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang

8
sebagai hasil pelatihan (output) bukan kuantitas dari jumlah pelatihan. PBT (Production
Based Training) adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang
dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang
sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau sesuai dengan tuntutan pasar atau

konsumen. Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran dalam ruangan


kelas dan bengkel praktek dengan menerapkan pelatihan dalam suasana
sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara
kebutuhan industri dan pengetahuan dari sekolah.
Menghadirkan suasana belajar yang sesuai dengan dunia kerja real (sesungguhnya)
merupakan pengalaman berharga bagi siswa dan guru. Guru jadi mengetahui apa yang harus
di ajarkan sesuai dengan kebutuhan Dunia Industri.

B. Usaha untuk mewujudkan Model Pembelajaran Teaching Factory Production


Based Education And Training (PBET) di SMKN 3 Cimahi
1. Pengadaan sarana dan Prasarana
Mendapat bantuan SMK yang di renovasi / revitalisasi APBN 2019 tahap 3 dari
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah.

9
BAB III
PELAKSANAAN DAN HASIL YANG DI CAPAI

A. Kompetensi Keahlian Yang Dibuka

1. Tata Boga
2. Tata Busana
3. Akomodasi Perhotelan
4. Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran
5. Multimedia

B. Kompetensi Keahlian Yang Akan Dikembangkan

1. Tata Boga
2. Tata Busana
3. Akomodasi Perhotelan
4. Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran
5. Multimedia

C. Data Siswa Dan Data Penerimaan Siswa Tiga Tahun Terakhir

Data Penerimaan Siswa Baru Tiga Tahun Terakhir

Kompetensi Tahun Kelas X Kelas XI Kelas XII Total


Keahlian Pelajaran
L P Jml Rmb L P Jml Rmb L P Jml Rmb L P Jml Rm
b

2016/201 11 4 4 12 4 34 4

Tata Boga 7 47 5 162 38 112 150 28 1 149 113 8 461

2017/201 30 137 4 46 114 160 4 38 143 4 114 440 12


10 10 32

10
8 7 5 6

2019/202 39 10 140 4 30 106 136 4 46 11 160 4 115 32 436 12


0 1 4 1

2016/201 2 2 2 18 6
7 0 60 60 0 64 64 0 65 65 0 9 189

2017/201 3 2 2 22 7
Tata Busana 3 97 100 0 61 61 0 63 63 3 224
8 1

2019/202 10 3 3 2 25 8
1 104 3 97 100 0 58 58 4 262
0 3 8

2016/201 4 4 4 21 12
7 72 74 146 64 59 123 53 86 139 189 9 408

Akomodasi 2017/201 3 3 3 16 9
67 35 102 72 70 142 59 56 115 198 359
Perhotelan 8 1

2019/202 4 3 4 16 12
73 64 137 67 35 102 71 68 139 211 378
0 7

2016/201 15 4 4     28 8

Otamatisasi 7 3 6 159 9 126 135 12 2 294

Tata Kelola 2017/201 3 3 12 3 37 9


5 97 102 3 156 159 9 132 17 393
Perkantora 8 3 6
n 2019/202 15 34
9 99 108 3 5 98 103 3 3 155 4 17 366 10
0 2 9

2016/201 3 2     5
7 60 54 114 39 26 65 99 80 179

2017/201 3 3 2 12 8
Multimedia 54 48 102 56 53 109 39 25 64 149 275
8 6

2019/202 3 3 3 14 9
59 46 105 55 48 103 56 52 108 170 316
0 6

Tabel 2.2
Data Siswa Dan Data Penerimaan Siswa Tiga Tahun Terakhir
di SMKN 3 Cimahi

11
D. Data Ruang Praktik dan ruang teori

Tabel 2.3
Data Ruang Praktik dan ruang teori
Kondisi Keterangan
Jenis Ruangan Jumlah Baik Rusak Rusak
Ringan Berat

Ruang Kepala
   
Sekolah
Ruang Kepala TAS 1 1      

12
Ruang TAS 1 1
Ruang Wakasek 5 5      
Ruang Guru 1 1
Ruang BK/ UKS 1 1   Tidak Standar
Ruang LSP -       Sementara di
R. Waka
Ruang Bursa Kerja -       Hubin
Ruang Staf Belum Ada
-      
Kesisiwaan
Ruang OSIS 1       Tidak Standar
Ruang UKS -        
Ruang Kesenian -        
Ruang Gudang 1 1  
Ruang WC. KS/Guru 2 2
Ruang WC Siswa 3 R Perlu
30 27 3
direhab
Mesjid Dalam
1 1
Pembangunan
Ruang Perpustakaan 1 1
Ruang Satpam 1 1  

Tabel 2.4
Data Ruang Pendukung Operasional
Kegiatan Sekolah

Jumlah
Jumlah Guru / Staf TU Guru / Keterangan
Staf

Guru ( PNS) 49 Orang


Jumlah guru 100
0rang
Guru Honor Provinsi 27 Orang

13
Guru Honor Sekolah 24 Orang

Tenaga Kependidikan
3 Orang
( PNS)

Tenaga Kependidikan
25 Orang
Honor

Tabel 2.5
Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Di SMKN 3 Cimahi
E. Pembangunan Ruang Praktik siswa di Jurusan Multimedia dan jurusan
Tata Busana

14
15
Gambar 2.8

16
Pengerjaan Minggu 8

17
F. Proyeksi Bangunan yang direvitalisasi

18
BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Revitalisasi Ruang Praktik siswa di Jurusan Multimedia dan jurusan Tata Busana
merupakan suatu keharusan mengingat perkembangan jaman yang begitu cepat.
Pengadaan sarana dan prasana untuk mendukung praktik pembelajaran siswa sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan industry
2. Bentuk pertimbangan dari penyelenggara pendidikan di SMKN 3 Cimahi untuk
menjadikan kompetensi lulusannya sesuai dengan yang di butuhkan oleh pihak
industry melakukan terobosan untuk jurusan Multimedia dengan menerapkan
pembelajaran Teaching Factory.
3. Dana bantuan bantuan SMK yang di renovasi / revitalisasi APBN 2019 tahap 3 dari
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah
hendaklah di peruntukan untuk pengadaan ruangan yang betul-betul
mempertimbangkan manfaat bagi kemajuan kompetensi siswa dan mendukung
terobosan model pembelajaran baru sesuai kebutuhan jaman.

B. Saran

19
1. Terobosan untuk jurusan Multimedia SMKN 3 Cimahi dengan menerapkan
pembelajaran Teaching Factory akan terlaksana dengan baik apabila di dukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai. Dunia Industri ketika menerima siswa
untuk Praktik Kerja Industri mensyaratkan siswa mempunyai kompetensi yang di
miliki oleh siswa, hal ini membutuhkan sarana dan prasarana yang sesuai standar
industry sehingga siswa terbiasa dengan suasana pekerjaan di Industri
2. Pembelajaran Teaching Factory memerlukan guru sekolah yang siap untuk
terlaksananya model pembelajaran ini. Stigma yang ditakutkan dengan
pembelajaran Teaching Factory di Sekolah ditakutkan guru diam berpangku tangan
menyerahkan pembelajaran kepada siswa. Model pembelajaran teaching factory
tidak seperti itu. Guru dituntut untuk terlibat dalam pembelajaran. Keuntungan bagi
guru bisa mengetahui keahlian apa yang di butuhkan oleh industry. Otomatis
keterampilan guru pun meningkat karena terlibat dengan pembelajaran dari pihak
industry.

20

Anda mungkin juga menyukai