Anda di halaman 1dari 17

Refleksi Kasus Februari, 2020

SUSPEK DRUG ERUPTION CAUSA PARACETAMOL

Disusun Oleh:

ZULKIFLI
N 111 19 039

Pembimbing Klink
dr. Seniwaty Ismail, Sp.KK, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1) Nama Pasien : Tn. S
2) Umur : 33 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Alamat :-
5) Agama : Islam
6) Pekerjaan :-
7) Tanggal Pemeriksaan : 06 Februari 2019

II. ANAMNESIS
1) Keluhan utama : Gatal hampir keseluruhan badan, muncul
kemerahan dan bentol-bentol
2) Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien laki-laki berumur 33 datang dikonsul ke bagian
kulit dan kelamin RSUD Undata dengan keluhan gatal pada
keseluruhan badan, kemerahan, dengan tampakan bentol-bentol
pada bagian punggung, dada, esktremitas atas, dan ekstremitas
bawah. Gatal dan kemerahan mulai dirasakan sejak Minggu pagi,
kemudian hilang saat mulai dirawat di RSUD Undata pada hari
Selasa dan muncul kembali 2 hari setelahnya.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengaku pernah berobat ke mantri dengan keluhan
sakit lambung, kemudian diberikan pengobatan dengan injeksi dan
obat minum yang salah satunya adalah Paracetamol. Pasien
kemudian berobat ke Puskesmas dengan keluhan diare dan sakit
perut, hingga kemudian pasien dirujuk ke RSUD Undata dengan
diagnosis kolik abdomen + GGA + urtikari.
4) Riwayat penyakit keluarga:
Pasien menyangkal di keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Sakit Ringan
Status Gizi : Baik
Kesadaran : Kompos mentis

Tanda-tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,6°C

Status Dermatologis/Venereologis
Ujud Kelainan Kulit
Kepala : tidak terdapat ujud kelainan kulit
Wajah : tidak terdapat ujud kelainan kulit
Dada : terdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi
polisiklik dan sirkumskrip.
Perut : terdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi
polisiklik dan sirkumskrip.
Punggung : terdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi
polisiklik dan sirkumskrip.
Ekstremitas atas : terdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi
polisiklik dan sirkumskrip.
Ekstremitas bawah : terdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi
polisiklik dan sirkumskrip.

IV. GAMBAR

Gambar 1. Pada regio punggung erdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi polisiklik dan sirkumskrip
Gambar 2. Pada regio dada dan perut terdapat makula, patch, hingga urtikari dengan
hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi polisiklik dan sirkumskrip

Gambar 3. Pada regio ekstremitas atas dan ekstremitas bawah terdapat makula, patch,
hingga urtikari dengan hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur,lesi polisiklik dan
sirkumskrip
V. RESUME

Seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun dikonsul ke bagian Kulit


dan Kelamin RSUD Undata Palu dengan keluhan rasa gatal dan
kemerahan. Keluhan yang sama pertama kali dirasakan pada hari Minggu
setelah mendapat pengobatan dari mantri berupa injeksi dan obat minum
yang salah satunya adalah Paracetamol. Keluhan sempat berkurang namun
kambuh kembali. Keluhan dirasakan bergantian dengan hilangnya sakit
perut yang dialami pasien. Untuk meredakan gatal pasien menggunakan
bedak Caladine.

Pasien dealam keadaan sakit sedang, status gizi baik dan kesadaran
kompos mentis. Hasil pemeriksaan dermatologis tampak makula, patch,
hingga urtikari pada bagian punggung, dada, perut, tangan dan kaki
dengan hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur dengan gambaran
lesi polisiklik dan sirkumskrip.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Suspek Erupsi Obat akibat Paracetamol (Urtikaria Akut)

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Vaskulitis
2. Mastositosis
3. Anafilaktoid purpura
4. Morbili

Diagnosis & Drug Eruption Vasculitis Mastositosis Anafilaktoid


Purpura
Diagnosis causa (Cutaneus Cutaneus
(Henoch Schonlein
Banding Paracetamol Venulitis) (Urticaria Purpura)
(Urtikaria Akut) Pigmentosa)
Etiologi Obat golongan Muncul karena Faktor lingkungan,
analgetik : adanya penyakit Mutasi genetik genetik, dan
Parasetamol sistemik kronik (gen KIT) antigenik
seperti rheumatoid
artiritis, Sindrom
Sjorgen, lupus
eritematous
sistemik, dll
Gejala 1. Subjektif : 1. Subjektif : Sistemik : pruritus, 1. UKK : Ruam
Klinis Gatal, rasa gatal, rasa flushing, sakit yang terkait
terbakar, atau terbakar, perut, diare, dengan Henoch
tertusuk kadang nyeri, jantung berdebar, Schonlein
2. Klinis : dapat disertai pusing, dan sinkop. purpura adalah
eritema dan demam, UKK : Urtikaria non-pruritik,
edema malase, pigmentosa dan ditandai
setempat yang atralgia, dan memiliki gambaran dengan purpura
berbatas tegas mialgia. lesi berupa makula dan petekia
dengan 2. Klinis : atau papula kecil teraba.
berbagai Palpable berwarna coklat 2. Sistemik : mual
bentuk dan purpura : papul monomorfik. Lesi dan muntah,
ukuran, purpura bisa sedikit atau atralgia.
kadang bagian multipel, lesi banyak dan Ginjal :
tengah lesi juga dapat biasanya berukuran hematuria,
tampak lebih berupa plak, sekitar 1 sampai 2 proteinuria,
pucat urtika, dan cm namun bisa sindrom
angioedema, lebih besar. nefrotik,
pustul, vesikel, sindrom
bula, ulkus, nefritik, dan
nekrosis, dan gagal ginjal.
livido
retikularis
Gambar
Predileksi Dapat terjadi di Dapat terjadi di Sebagian besar Paling sering
bagian tubuh bagian tubuh didistribusikan memengaruhi
manapun manapun karena pada batang tubuh bokong dan
mengenai dan secara klasik ekstremitas bawah
pembuluh darah menyisakan wajah - terutama
kecil-sedang dan telapak tangan permukaan
ekstensor.
Pemeriksaa 1. Pemeriksaan Histopatologi : Histopatologis : Urinalisis :
n penunjang darah rutin pembengkakan peningkatan hematuria,
2. Pemeriksaan endotel, nekrosis jumlah sel mast di proteinuria, atau
kadar IgE pembuluh darah, dermis. Lesi kulit gips sel darah
total & sel mononuklear, UP dapat memiliki merah.
eosinofil ekstravasasi jumlah sel mast
untuk mencari eritrosit, terdapat hingga 40 kali
faktor atopi eosinofil lebih tinggi
3. Uji serum daripada kulit
autolog : normal. Sel mast
urtikaria memiliki
autoimun penampilan bulat
4. Uji atau berbentuk
dermografism kuboid.
e dan uji
dengan es
batu
5. Histopatologis
Terapi 1. Identifikasi 1. Identifikasi dan 1. Topikal : 1. Perawatan
suportif dan
dan eliminasi eliminasi kalsineurin dan
simtomatik
penyebab/fakt penyebab/fakto kortikosteroid.  meliputi :
Rehidrasi
or pencetus r pencetus 2. Sistemik :
dengan cairan
2. Sistemik : 2. Sistemik : antihistamin intravena (IV),
Antihistamin Antihistamin oral Manajemen
nyeri,
generasi II (H-1) untuk (pengobatan
Perawatan luka
3. Topikal : mengurangi utama), oral untuk lesi kulit
ulseratif
bedak pruritus atau cromolyn
2. Manajemen
kocok/lotion golongan sodium Henoch-
Schonlein
yang NSAID (digunakan
purpura
mengandung (indometasin, khusus untuk nephritis dapat
meliputi :
menthol 0,5- kolkisin, gejala GI),
Kortikosteroid,
1% atau dapson, dan kortikosteroid Pertukaran
plasma,
kalamin hidrosiklorokui oral,
Imunosupresa,
n) omalizumab, Angiotensin-
converting
PUVA oral,
enzyme
ultraviolet B inhibitor.
pita sempit, dan
UVA1 dapat
digunakan.
Prognosis et Bonam Dubia et Bonam Dubia et Bonam Dubia et Bonam

Diagnosis Banding Morbilli (Measles)

Etiologi Virus campak (MV), suatu paramyxovirus dari genus


morbilivirus
Gejala Klinis Demam, batuk, coryza (radang pad selaput lendir
hidung), konjungtivitis, dan koplik spot (bintik putih
keabuan sebesar pasir) yang selanjutnya diikuti
timbulnya ruam makulopapular
Gambar

Predileksi Ruam mendahului timbulnya demam, muncul pertama


kali pada wajah dan umumnya menyebar secara kaudal
Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Tes immunologi : IgM spesifik
3. Plaque Reduction Neutralization Assay (Gold
Standart)
Terapi
Tidak ada terapi antivirus khusus untuk
campak; pengobatan terutama suportif. Pengendalian
demam, pencegahan dan koreksi dehidrasi, dan
tindakan pengendalian infeksi termasuk isolasi yang
tepat merupakan terapi andalan. WHO
merekomendasikan pemberian dosis vitamin A harian
selama 2 hari dan atau lebih untuk anak-anak yang
kekurangan gizi.
Prognosis Ad bonam

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


1. Pemeriksaan darah rutin, untuk melihat jumlah leukositnya
2. Pemeriksaan kadar IgE total & eosinophil untuk mencari faktor atopi

IX. PENATALAKSANAAN
 Non Medikamentosa
Identifikasi dan eliminasi penyebab/faktor pencetus : menghentikan
pemberian obat Paracetamol.
 Medikamentosa
1. Sistemik :
a. Antihistamin : Cetrizine tab 10 mg (1x1) dan
b. Injeksi Ranitidine 50 mg secara intravena
c. Steroid : Methylprednisolon 2 x 125 mg injeksi secara
intravena
2. Topikal :
a. Bedak kocok/lotion yang mengandung menthol 0,5-1% atau
kalamin
b. Steroid : Desoxymethason krim 10 gram

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad comesticam : ad bonam
PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun dikonsul ke bagian Kulit


dan Kelamin RSUD Undata Palu dengan keluhan rasa gatal dan
kemerahan. Keluhan yang sama pertama kali dirasakan pada hari
Minggu setelah mendapat pengobatan dari mantri berupa injeksi dan obat
minum yang salah satunya adalah Paracetamol. Keluhan sempat
berkurang namun kambuh kembali. Keluhan dirasakan bergantian dengan
hilangnya sakit perut yang dialami pasien. Untuk meredakan gatal pasien
menggunakan bedak Caladine.

Pasien dealam keadaan sakit sedang, status gizi baik dan


kesadaran kompos mentis. Hasil pemeriksaan dermatologis tampak
makula, patch, hingga urtikari pada bagian punggung, dada, perut,
tangan dan kaki dengan hiperpigmentasi-eritema, bentuk tidak teratur
dengan gambaran lesi polisiklik dan sirkumskrip.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang maka pasien dapat didiagnosis dengan Drug Eruption causa
Paracetamol (Urtikaria Akut). Urtikaria (atau 'gatal-gatal' atau 'ruam jelatang')
terdiri dari papula yang blancheable, erythematous, edema, atau
'weals'. Ukurannya bervariasi dari 1 mm hingga banyak sentimeter - 'urtikaria',
dan biasanya sangat gatal. Mereka disebabkan oleh mediator vasoaktif, terutama
histamin, dilepaskan dari sel mast. Sebagian besar kasus, lesi bersifat sementara,
hanya berlangsung selama beberapa jam di satu tempat saja, tetapi dengan kasus
baru muncul di tempat lain. Ini berarti bahwa sebagian besar ruam urtikaria
'bergerak' ke seluruh tubuh - petunjuk yang berguna dari riwayat klinis bahwa
ruam adalah urtikaria. Urtikaria harus dibedakan dari 'angioedema', yang
merupakan pembengkakan yang berbatas tegas, terjadi di dalam struktur kulit
dalam atau di jaringan subkutan dan terutama disebabkan oleh produksi
bradikinin. Angioedema tidak gatal, tetapi mungkin menyakitkan. Pada sekitar
50% pasien urtikaria terjadi sendirian; pada sekitar 40% pasien urtikaria terjadi
dengan angioedema dan pada sekitar 10% pasien angioedema terjadi
sendirian. Etiologi angioedema biasanya berbeda dari urtikaria atau urtikaria
dengan angioedema. [1]
Urtikaria diperkirakan memiliki insidensi seumur hidup sekitar 15%,
dengan wanita lebih sering terkena daripada pria, baik anak-anak dan orang
dewasa dapat mengembangkan urtikaria, dengan usia puncak serangan pada orang
dewasa adalah antara 20 dan 40 tahun. Urtikaria didefinisikan sebagai 'akut' jika
berlangsung kurang dari 6 minggu dan 'kronis' jika berlangsung lebih dari 6
minggu. Urtikaria 'Episodik', yang terjadi sesekali, tetapi berulang selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, juga diakui. Sebagian besar reaksi urtikaria
bersifat akut dan sembuh sendiri; Namun, pasien yang dirujuk ke klinik alergi
biasanya menderita urtikaria kronis atau urtikaria episodik. Histologi
menunjukkan edema dermis bagian atas, dilatasi pembuluh darah dan limfatik,
dan infiltrat seluler pada dermis. Sifat infiltrat sel ini bervariasi tergantung pada
jenis urtikaria dan lamanya. [1,2]
Pasien mungkin menjadi peka terhadap berbagai alergen yang sangat luas
dan menghasilkan IgE spesifik (SIgE) terhadap zat-zat ini. Kontak selanjutnya
dengan alergen yang relevan, baik secara langsung pada kulit atau melalui selaput
lendir, dapat menyebabkan urtikaria. Urtikaria akut yang disebabkan oleh SIgE
terhadap antigen protein makanan sering diidentifikasi dengan mudah oleh pasien,
terutama karena mungkin ada gejala oral saat makanan dimakan dan karena
paparan berulang pada bahan makanan dapat menyebabkan reaksi yang semakin
parah, dengan angioedema dan gejala sistemik. Namun, mungkin lebih sulit untuk
mengidentifikasi antigen penyebab jika ini adalah kontaminan dalam makanan,
seperti jamur atau tungau penyimpanan, atau jika ada bahan tak terduga dalam
bahan makanan dan daftar rinci bahan kurang.[2,3]
Racun serangga, bulu binatang dan / atau air liur, penisilin, enzim protease
dalam deterjen biologis dan protein lateks adalah penyebab umum lainnya dari
urtikaria yang dimediasi IgE, yang lagi-lagi sering diidentifikasi oleh
pasien. Pasien yang alergi terhadap protein lateks juga dapat bereaksi terhadap
berbagai makanan karena reaktivitas silang antara antigen protein lateks dan
antigen makanan atau, jika mereka sangat peka, mereka dapat mengembangkan
gejala setelah makan. bahan makanan yang telah ditangani oleh pekerja yang
menggunakan sarung tangan lateks [1,3]\
Faktor fisik seperti dingin, panas, berkeringat, olahraga, tekanan, sinar
matahari, air dan getaran semuanya dapat memicu reaksi urtikaria. Ciri urtikaria
fisik cenderung berumur pendek (kurang dari satu jam), terlepas dari urtikaria
tekanan tertunda, yang berkembang selama beberapa jam dan mungkin memakan
waktu hingga 2 hari untuk menghilang. Standar internasional untuk mendiagnosis
urtikaria fisik telah diusulkan. [5,6]
Urtikaria dingin biasanya idiopatik, tetapi mungkin terjadi pada pasien
dengan antibodi yang tergantung dingin, seperti cryoglobulin atau aglutinin dingin
dan ada bentuk keluarga yang sangat jarang urtikaria yang diinduksi dingin yang
secara dominan diwariskan. Pasien mengalami gatal-gatal, eritema dan urtikaria
yang mempengaruhi bagian tubuh yang terpapar dingin. Gejala dapat memburuk
saat area yang terpapar dihangatkan. Perendaman total dalam air dingin dapat
menyebabkan gejala parah dengan hipotensi dan pasien harus diingatkan bahwa
berenang di air dingin bisa berbahaya. Urtikaria yang disebabkan oleh panas lokal
jarang terjadi. Beberapa pasien yang tidak beruntung dapat mengalami urtikaria
pada paparan panas dan dingin. Urtikaria yang diinduksi panas secara umum atau
urtikaria 'kolinergik' disebabkan oleh olahraga, mandi atau mandi berkeringat dan
panas. Istilah 'kolinergik' digunakan karena kelenjar keringat dipersarafi oleh
serabut saraf kolinergik. Lesi urtikaria seringkali kecil dan sangat gatal. Urtikaria
kolinergik yang sangat parah dapat menyebabkan hipotensi dan karena itu
mungkin ada beberapa tumpang tindih dengan sindrom klinis anafilaksis yang
disebabkan oleh olahraga. [2,4]
Pada beberapa pasien, tekanan pada kulit dapat menyebabkan pelepasan
histamin dan respons 'weal and flare', suatu kondisi yang dikenal sebagai
dermographism, mungkin juga ada respons tertunda terhadap tekanan, dengan
urtikaria dan / atau angioedema berkembang beberapa jam setelah stimulus
tekanan [7]
Banyak obat yang berbeda dapat menyebabkan urtikaria. Obat penghambat
siklo-oksigenase (COX) seperti aspirin dan NSAID adalah penyebab
umum. Opiat, termasuk kodein, dapat memicu pelepasan histamin langsung dari
sel mast. Banyak analgesik bebas yang berbeda mengandung aspirin, NSAID
dan / atau kodein dan oleh karena itu penting untuk secara spesifik mengenai obat
penurun rasa sakit yang mungkin tidak dapat dikonsumsi pasien. Reaksi ini tidak
diperantarai IgE dan pengujian IgE spesifik untuk aspirin, NSAID dan opiat tidak
diindikasikan. Bukti kerusakan oksidatif, seperti yang ditunjukkan oleh
peningkatan karbonilasi protein dan peroksidasi lipid, dan peningkatan aktivitas
enzim anti-oksidan telah ditemukan pada pasien yang mengembangkan urtikaria
terkait obat yang tidak dimediasi IgE. Namun, tidak diketahui apakah stres
oksidatif ini adalah penyebab atau efek dari reaksi. (Obat-obatan seperti
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan statin menyebabkan
angioedema yang terisolasi jauh lebih umum daripada urtikaria). Media kontras
radio dan pengganti plasma juga dapat menyebabkan reaksi urtikaria.[7]
Perawatan medis awal untuk urtikaria adalah dosis standar anti-histamin H1
generasi kedua. Obat-obatan ini menembus batas darah-otak hanya sedikit dan
dengan demikian menyebabkan lebih sedikit efek samping sistem saraf pusat
daripada anti-histamin generasi pertama yang lebih tua, meskipun gejala seperti
sedasi dan gangguan psikomotor mungkin masih terjadi. Tujuh anti-histamin
semacam itu dilisensikan untuk digunakan di Inggris: Cetirizine, desloratidine,
fexofenadine, levocetirizine, loratidine dan mizolastine, yang semuanya diberikan
sekali sehari, dan acrivastine yang diberikan tiga kali sehari, dan karenanya
mungkin kurang efektif dan nyaman digunakan. Cetirizine dan levocetirizine dan
loratidine mungkin memiliki sifat 'antiinflamasi' yang bermanfaat secara klinis
pada dosis terapeutik. Cetirizine dapat menyebabkan kantuk pada beberapa pasien
dan mizolastine merupakan kontraindikasi pada pasien dengan penyakit
jantung; Interval QT yang berkepanjangan; atau penyakit hati yang
parah. Pengurangan dosis mungkin diperlukan jika ada gangguan ginjal. Respon
klinis dan tolerabilitas mungkin lebih baik dengan satu generasi kedua anti-
histamin H1 daripada yang lain, jadi jika gejalanya tidak terkontrol dengan baik
atau pasien memperhatikan efek samping dengan obat pertama yang dipilih, obat
kedua harus dicoba. Seringkali, kontrol gejala ditingkatkan jika dosis anti-
histamin ditingkatkan menjadi dua kali sehari. [8]
DAFTAR PUSTAKA

1. Hamzah, M &Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh.


Jakarta: BP-FKUI; 2013
2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: EGC; 2007.
3. Richard D.J & Pandya A.G. Dermatology Atlas for skin of color. New York:
Spinger; 2014
4. Bourke, Johnny. Cunliffe, Tim. Dermatologi Dasar Untuk Praktik Klinik.
Jakarta ; EGC; 2012
5. Gawkrodger, David. Dermatology An Illustrated ColourText. Belanda;
Elsevier; 2008
6. Poudel RR. Clinical imaging nummular eczema. Journal Of Community
Hospital Internal Medicine Perspectives. Nepal; 2015.
7. James, William. Berger, Timothy. Diseases Of The Skin Clinical
Dermatology.Belanda; Elsevier; 2011
8. Menaidi SL. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2015.

Anda mungkin juga menyukai