Anda di halaman 1dari 15

Tuberkulosis

Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus")


merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini
disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnyaMycobacterium tuberculosis (disingkat
"MTb" atau "MTbc").Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada
bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB
aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya
bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang
menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa
meninggal.

Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau


dahak, demam, berkeringat di malam hari, danberat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit
"konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.)
Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung
pada hasilradiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis dan
pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung
pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan
memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang
melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi
antibiotik merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-
obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan penyakit tersebut
dan mendapatkan vaksinasi basil Calmette–Guérin.

Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dan infeksi
baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik. Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7
juta kasus kronis yang aktif di tingkat global. Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan
kasus baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara
berkembang. Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun 2006, sementara
kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002. Tuberkulosis tidak tersebar secara merata di seluruh
dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang melakukan tes tuberkulin, 80%-nya
menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 5–10% saja yang menunjukkan
hasil positif. Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang menderita Tuberkulosis karena
kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi
virus HIV dan berkembang menjadi AIDS. Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3
dunia penderita TB, tetapi keadaan telah membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.
Tanda-tanda dan gejala

Dari kelompok yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-10% di
antaranya menunjukkan perkembangan penyakit aktif selama masa hidup mereka. Sebaliknya, dari
kelompok yang terinfeksi HIV dan juga terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang menunjukkan
perkembangan penyakit aktif. Tuberkulosis dapat menginfeksi bagian tubuh mana saja, tapi paling
sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis paru). Bila Tuberkulosis berkembang di
luar paru-paru, maka disebut TB ekstra paru. TB ekstra paru juga bisa timbul bersamaan dengan TB
paru. Tanda dan gejala umumnya antara lain demam, menggigil,berkeringat di malam
hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun, dan lesu. Dapat pula terjadijari tabuh yang
signifikan.

TB paru
Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-
paru. Gejala-gejalanya antara lain berupanyeri dada dan batuk berdahak yang berkepanjangan.
Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan gejala apapun (yang demikian disebut
"asimptomatik").Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk darah. Dalam kasus-kasus tertentu
yang jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan menyebabkan pendarahan
parah yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa berkembang menjadi penyakit
kronis dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas paru-paru. Paru-paru atas paling
sering terinfeksi. Alasannya belum begitu jelas. Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak
mendapatkan aliran udara atau bisa juga karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian
atas.

TB ekstra paru
Dalam 15–20% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan
menyebabkan TB jenis lainnya. TB yang terjadi di luar organ pernapasan disebut "tuberkulosis
ekstra paru". TB ekstra paru umumnya terjadi pada orang dewasa dengan imunosupresi dan anak-
anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok pengidap HIV. Lokasi TB ekstra paru yang
bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis), sistem saraf pusat (pada meningitisTB), dan sistem
kelenjar getah bening (padaskrofuloderma leher). TB ekstra paru juga dapat terjadi di sistem
urogenital (yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada tulang dan persendian (yaitu pada penyakit
Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang maka dapat disebut "TB tulang", yang
merupakan salah satu bentuk osteomielitis. Ada lagi TB yang lebih serius yaitu TB yang menyebar
luas dan disebut sebagai TB diseminata, atau biasanya dikenal dengan nama Tuberkulosis Milier. Di
antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya biasanya merupakan TB Milier.
Penyebab
Mikobakteria

Hasil pindai mikrograf elektronMycobacterium tuberculosis

Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil


yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya
kandungan lemak/lipid yang dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan
pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya
membelah setiap kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid. Bila
dilakukan uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang
lemah atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang
tinggi pada dinding selnya. MTB bisa tahan terhadap berbagai disinfektan lemah dan dapat bertahan
hidup dalam kondisi kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang
dalam sel inang organisme tertentu, namun M. tuberculosis bisa dikultur dilaboratorium.

Dengan menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti dapat


mengidentifikasi MTB melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga disebut
"sputum"). MTB mempertahankan warna meskipun sudah diberi perlakukan larutan asam, sehingga
dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dua jenis teknik pewarnaan asam yang paling
umum yaitu: teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang akan memberi warna merah terang pada bakteri
BTA bila diletakkan pada latar biru, dan teknik pewarnaan auramin-rhodamin lalu dilihat
dengan mikroskop fluoresen.

Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi penyebab


TB: M. bovis, M. africanum, M. canetti, dan M. microti. M. africanum tidak menyebar luas, namun
merupakan penyebab penting Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika. M. bovis merupakan
penyebab umum Tuberkulosis, namun pengenalansusu pasteurisasi telah berhasil memusnahkan
jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara
berkembang ini. M. canettimerupakan jenis langka dan sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk
Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran Afrika. M. microti juga
merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi,
meski demikian, patogen ini kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.

Mikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M. kansasii.
Dua jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT). MNT tidak
menyebabkan TB atau lepra, namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang mirip TB.

Faktor-faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di
tingkat global, faktor resiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata terinfeksi
juga oleh virus HIV. Masalah ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika, yang angka HIV-
nya tinggi. Tuberkulosis terkait erat dengan kepadatan penduduk yang berlebihan serta gizi buruk.
Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit kemiskinan utama. Orang-orang yang
memiliki resiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang yang menyuntik obat terlarang, penghuni dan
karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang rentan (misalnya, penjara dan tempat
penampungan gelandangan), orang-orang miskin yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan
yang memadai, minoritas suku yang beresiko tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani
orang-orang tersebut. Penyakit paru-paru kronis adalah faktor resiko penting
lainnya. Silikosis meningkatkan resiko hingga 30 kali lebih besar. Orang-orang
yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB dibandingkan yang tidak
merokok. Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan resiko berkembangnya Tuberkulosis,
antara lain alkoholisme/kecanduan alkohol dan diabetes mellitus (resikonya tiga kali lipat). Obat-
obatan tertentu, seperti kortikosteroid daninfliximab (antibodi monoklonal anti-αTNF) juga
merupakan faktor resiko yang semakin penting, terutama di kawasan dunia
berkembang. Meskipun kerentanan genetik juga bisa berpengaruh, namun para peneliti belum
menjelaskan sampai sejauh mana peranannya.
Mekanisme

Kampanye kesehatan masyarakat pada tahun 1920-an untuk menghentikan penyebaran TB.

Penularan
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah,
mereka sedang menyemprotkan titis-titisaerosol infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Bersin
dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan penyakit
Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang menghirup kurang
dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).

Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu
berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi
sekitar 22%. Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat
menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun. Biasanya, hanya mereka yang menderita TB
aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi laten diyakini tidak
menularkan penyakitnya.[1] Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius yang
disemprotkan oleh pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal, jangka waktu paparan,
tingkat virulensistrain M. tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi. Untuk
mencegah penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang dengan TB
aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat anti-TB. Setelah kira-kira dua minggu
perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang non-resisten biasanya sudah tidak
menularkan penyakitnya ke orang lain. Bila ternyata kemudian ada yang terinfeksi, biasanya perlu
waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru terinfeksi itu menjadi cukup infeksius
untuk menularkan penyakit tersebut ke orang lain.

Patogenesis
Sekitar 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis mengidap infeksi TB laten yang
bersifat asimtomatik, (kadang disebut LTBI/Latent TB Infections). Seumur hidup, orang-orang ini
hanya memiliki 10% peluang infeksi latennya berkembang menjadi penyakit Tuberkulosis aktif yang
nyata. Resiko TB pada pengidap HIV untuk berkembang menjadi penyakit aktif meningkat sekitar
10% setiap tahunnya. Bila tidak diberi pengobatan yang efektif, maka angka kematian TB aktif bisa
mencapai lebih dari 66%.

Infeksi TB bermula ketika mikobakteria masuk ke dalam alveoli paru, lalu menginvasi dan
bereplikasi di dalam endosom makrofag alveolus. Lokasi primer infeksi di dalam paru-paru yang
dikenal dengan nama "fokus Ghon", terletak di bagian atas lobus bawah, atau di bagian
bawah lobus atas. Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui infeksi aliran darah yang dikenal
dengan nama fokus Simon. Infeksi fokus Simon biasanya ditemukan di bagian atas paru-
paru. Penularan hematogen (melalui pembuluh darah) ini juga dapat menyebar ke lokasi-lokasi lain
seperti nodus limfa perifer, ginjal, otak dan tulang. Tuberkulosis berdampak pada seluruh bagian
tubuh, meskipun belum diketahui kenapa penyakit ini jarang sekali menyerang jantung, otot
skeletal, pankreas, atau tiroid.

Tuberkulosis digolongkan sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan radang granulomatosa.


Sel-sel seperti Makrofag, limfosit T, limfosit B, dan fibroblast saling bergabung
membentuk granuloma. Limfosit mengepung makrofag-makrofag yang terinfeksi. Granuloma
mencegah penyebaran mikobakteria dan menyediakan lingkungan khusus bagi interaksi sel-sel
lokal di dalam sistem kekebalan tubuh. Bakteri yang berada di dalam granuloma menjadi dorman
lalu menjadi sumber infeksi laten. Ciri khas lain granuloma adalah membentuk kematian sel
abnormal (nekrosis) di pusat tuberkel. Dilihat dengan mata telanjang, nekrosis memiliki tekstur
halus, berwarna putih keju dan disebut nekrosis kaseosa.

Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu. Bakteri-bakteri
tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak fokus-fokus infeksi, yang
tampak sebagai tuberkel kecil berwarna putih di dalam jaringan. Penyakit TB yang sangat parah ini
disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum terjadi pada anak-anak dan penderita
HIV. Angka fatalitas orang yang mengidap TB diseminata seperti ini cukup tinggi meskipun sudah
mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).

Pada banyak orang, infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis seringkali
seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis. Jaringan yang terinfeksi berubah menjadi
parut dan lubang-lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa tersebut. Selama masa aktif
penyakit, beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara bronkhi dan material nekrosis tadi
bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri hidup dan dapat menyebarkan infeksi.
Pengobatan menggunakan antibiotikyang sesuai dapat membunuh bakteri-bekteri tersebut dan
memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh, area yang terinfeksi
berubah menjadi jaringan parut.

Diagnosis
Tuberkulosis Aktif
Sangat sulit mendiagnosis Tuberkulosis aktif hanya berdasarkan tanda-tanda dan gejala saja. Sulit
juga mendiagnosis penyakit ini pada orang-orang dengan imunosupresi. Meski demikian, orang-
orang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka memiliki penyakit paru-paru atau gejala
konstitusional yang berlangsung lebih dari dua minggu maka bisa jadi orang tersebut tertular
TB. Gambar sinar X dada dan pembuatan beberapa kultur sputum untuk basil tahan asam biasanya
menjadi salah satu bagian evaluasi awal. Uji pelepasan interferon-γ (IGRAs) dan tes kulit tuberkulin
tidak optimal diterapkan di dunia berkembang. IGRA memiliki kelemahan yang serupa bila
diterapkan pada penderita HIV.

Diagnosis yang tepat untuk TB dilakukan ketika bakteri “M. tuberculosis” ditemukan dalam sampel
klinis (misalnya, dahak, nanah, atau biopsi jaringan). Namun, proses kultur organisme yang lambat
pertumbuhannya ini membutuhkan waktu dua hingga enam minggu untuk kultur darah dan dahak
saja. Oleh karena itu, pengobatan seringkali dilakukan sebelum hasil kultur selesai.

Tes amplifikasi asam nukleat dan uji adenosin deaminase dapat lebih cepat mendiagnosis


TB. Meski demikian, tes ini tidak direkomendasikan secara rutin karena jarang sekali mengubah
cara pengobatan penderita. Tes darah untuk mendeteksi antibodi tidak begitu spesifik atau sensitif,
sehingga tes ini juga tidak direkomendasikan.

Tuberkulosis laten

Tes kulit tuberkulin Mantoux.

Tes kulit tuberkulin Mantoux sering digunakan sebagai penapisan bagi seseorang dengan resiko TB
tinggi. Orang yang pernah diimunisasi sebelumnya dapat memberikan hasil tes positif yang
palsu. Hasil tes dapat memberikan negatif palsu pada orang yang menderita sarkoidosis, Limfoma
Hodgkin, dan malnutrisi. Yang terpenting, hasil tes dapat negatif palsu pada orang yang menderita
tuberkulosis aktif. Interferon gamma release assays (IGRAs) untuk sampel darah direkomendasikan
pada orang dengan hasil tes Mantoux positif. IGRAs tidak dipengaruhi oleh imunisasi ataupun
sebagian besar mikobakteri dari lingkungan, sehingga mereka memunculkan hasil tes positif
palsu yang lebih sedikit. Bagaimanapun mereka dipengaruhi oleh “M. szulgai,” “M. marinum,” and
“M. kansasii.” IGRAs dapat meningkatkan sensitivitas bila digunakan sebagai tes tambahan selain
tes kulit. Tetapi IGRAs menjadi kurang sensitif dibandingkan tes kulit apabila digunakan sendirian.

Pencegahan

Usaha untuk mencegah dan mengontrol tuberkulosis bergantung pada vaksinasi bayi dan deteksi
serta perawatan untuk kasus aktif. The World Health Organization (WHO) telah berhasil mencapai
sejumlah keberhasilan dengan regimen pengobatan yang dimprovisasi, dan sudah terdapat
penurunan kecil dalam jumlah kasus.

Vaksin
Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang tersedia adalah bacillus Calmette–Guérin (BCG).
Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang menyebar pada masa kanak-kanak, masih terdapat
perlindungan yang inkonsisten terhadap TB paru. Namun, ini adalah vaksin yang paling umum
digunakan di dunia, dengan lebih dari 90% anak-anak yang mendapat vaksinasi. Bagaimanapun,
imunitas yang ditimbulkan akan berkurang setelah kurang lebih sepuluh tahun. Tuberkulosis tidak
umum di sebagian besar Kanada, Inggris Raya, dan Amerika Serikat, jadi BCG hanya diberikan
kepada orang dengan resiko tinggi. Satu alasan vaksin ini tidak digunakan adalah karena vaksin ini
menyebabkan tes kulit tuberlulin memberikan positif palsu, sehingga tes ini tidak membantu dalam
penyaringan penyakit. Jenis vaksin baru masih sedang dikembangkan.

Kesehatan masyarakat
World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai "emergensi kesehatan global pada
tahun 1993. Tahun 2006, Kemitraan Stop TB mengembangkan gerakanRencana Global Stop
Tuberkulosis yang ditujukan untuk menyelamatkan 14 juta orang pada tahun 2015. Jumlah yang
telah ditargetkan ini sepertinya tidak akan tercapai pada tahun 2015, sebagian besar disebabkan
oleh kenaikan penderita HIV dengan tuberkulosis dan munculnya resistensi tuberkulosis multi-obat
(multiple drug-resistant tuberculosis, MDR-TB). Klasifikasi tuberkulosis yang dikembangkan
oleh American Thoracic Society pada umumnya digunakan dalam program kesehatan masyarakat.

Karena kuman TB ada di mana-mana termasuk di Mal, Kantor dan tentunya juga di Rumah Sakit,
maka pencegahan yang paling efektif adalah Gaya Hidup untuk menunjang Ketahanan Tubuh kita:

 Cukup gizi, jangan telat makan


 Cukup istirahat, jika capai istirahat dulu
 Jangan Stres Fisik, capai berlebihan
 Jangan Stres Mental, berusahalah berpikir positip dan legowo (bisa menerima)

Penanganan

Pengobatan TB menggunakan antibiotik untuk membunuh bakterinya. Pengobatan TB yang efektif


ternyata sulit karena struktur dan komposisi kimia dinding sel mikobakteri yang tidak biasa. Dinding
sel menahan obat masuk sehingga menyebabkan antibiotik tidak efektif. Dua jenis antibiotik yang
umum digunakan adalah isoniazid danrifampicin, dan pengbatan dapat berlangsung berbulan-
bulan. Pengobatan TB laten biasanya menggunakan antibiotik tunggal. Penyakit TB aktif sebaiknya
diobati dengan kombinasi beberapa antibiotik untuk menurunkan resiko berkembangnya bakteri
yang resisten terhadap antibiotik. Pasien dengan infeksi laten juga diobati untuk mencegah
munculnya TB aktif di kehidupan selanjutnya. WHO merekomendasikan directly observed
therapy atau terapi pengawasan langsung, dimana seorang pengawas kesehatan mengawasi
penderita meminum obatnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah penderita yang tidak
meminum obat antibiotiknya dengan benar. Bukti yang mendukung terapi pengawasan langsung
secara independen kurang baik. Namun, metode dengan cara mengingatkan penderita bahwa
pengobatan itu penting ternyata efektif.

Kasus baru
Rekomendasi tahun 2010 untuk pengobatan kasus baru tuberkulosis paru adalah kombinasi
antibiotik selama enam bulan. Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutoluntuk dua bulan
pertama, dan hanya rifampicin dan isoniazid untuk empat bulan selanjutnya. Apabila resistensi
terhadap isoniazid tinggi, ethambutol dapat ditambahkan untuk empat bulan terakhir sebagai
alternatif.

Penyakit kambuh
Bila tuberkulosis kambuh, lakukan tes untuk menentukan jenis antibiotik yang sensitif sebelum
menentukan pengobatan. Jika multiple drug-resistant TB (MDR-TB) terdeteksi, direkomdendasikan
pengobatan dengan paling tidak empat jenis antibiotik efektif selama 8–24 bulan.

Resistensi obat
Resistensi primer muncul saat seseorang terinfeksi jenis TB resisten. Seorang dengan TB yang
rentan dapat mengalami resistensi sekunder (didapat) pada saat terapi. Seseorang juga dapat
mengalami perkembangan resistensi karena pengobatan yang tidak adekuat, jika obat yang
diresepkan tidak dipakai dengan sesuai (karena tidak patuh), atau karena obat yang digunakan
berkualitas rendah. TB dengan resistensi obat merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius di negara yang sedang berkembang. Pengobatan untuk TB yang resisten terhadap obat akan
berlangsung lebih lama dan memerlukan obat yang lebih mahal. MDR-TB (Mulitple Drugs
Resistance-TB) sering didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua obat yang paling efektif dalam
lini pertama pengobatan TB: rifampicin and isoniazid. Extensively drug-resistant TB juga resisten
terhadap tiga atau lebih dari enam kelas pengobatan lini kedua. TB resisten obat total adalah
resistensi terhadap semua jenis obat yang selama ini digunakan. TB dengan resisten total terhadap
obat pertama kali ditemukan pada tahun 2003 di Italia, tetapi hal ini tidak pernah dilaporkan hingga
tahun 2012.

Prognosa

Perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit TB yang nyata muncul saat basil mengalahkan
pertahanan sistem imun dan mulai memperbanyak diri. Pada penyakit TB primer (sejumlah 1–5%
dari kasus), perkembangan ini muncul segera setelah infeksi awal. Namun, pada kebanyakan
kasus, suatu Infeksi laten muncul tanpa gejalan yang nyata. Kuman yang dorman ini menghasilkan
tuberkulosis aktif pada 5–10% dari kasus laten ini, dan pada umumnya baru akan muncul bertahun-
tahun setelah infeksi.

Resiko reaktivasi meningkat sebagai akibat imunosupresi, seperti misalnya disebabkan oleh infeksi
HIV. Pada orang yang juga terinfeksi oleh “M. tuberculosis” dan HIV, resiko adanya reaktivasi
meningkat hingga 10% per tahun. Studi yang menggunakan sidik DNA dari galur “M.
tuberculosis”menunjukkan bahwa infeksi kembali menyebabkan kambuhnya TB lebih sering dari
yang diperkirakan. Infeksi kembali dapat dihitung lebih dari 50% kasus dimana TB biasa
ditemukan. Peluang terjadinya kematian karena tuberkulosis adalah kurang lebih 4% pada tahun
2008, turun dari 8% pada tahun 1995.

Epidemiologi

Pada tahun 2007, prevalensi TB per 100.000 orang tertinggi di Afrika sub-Sahara, dan relatif tinggi di Asia.

Kurang lebih sepertiga dari populasi dunia pernah terinfeksi “M. tuberculosis.” Satu infeksi baru
muncul setiap detik dalam skala global. Bagaimanapun, kebanyakan infeksi oleh “M. tuberculosis”
tidak menyebabkan penyakit TB, dan 90–95% dari infeksi tetap asimptomatik. Pada tahun 2007,
diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis aktif. Pada tahun 2010, terdapat 8,8 juta kasus baru TB
yang didiagnosis, dan 1,45 juta kematian, kebanyakan dari jumlah ini terjadi di negara-negara
berkembang. Dari seluruh 1,45 juta kematian, sekitar 0.35 juta terjadi pada penderita yang juga
terinfeksi HIV.

Tuberkulosis merupakan penyebab umum kematian yang kedua yang disebabkan oleh infeksi
(setelah kematian oleh HIV/AIDS). Angka pasti dari kasus tuberkulosis ("prevalensi") sudah
menurun sejak tahun 2005. Kasus tuberkulosis baru ("kejadian") telah menurun sejak tahun
2002. Cina khususnya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Cina telah menurunkan laju
kematian akibat TB mendekati 80% antara tahun 1990 dan 2010. Tuberkulosis lebih umum muncul
di negara berkembang. Kurang lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia dan Afrika
memberikan tes tuberkulin positif, tetapi hanya 5–10% dari populasi di AS memberikan hasil tes
positif.[1] Para ahli berharap bahwa TB dapat dikendalikan secara penuh. Bagaimanapun, sejumlah
faktor menyebabkan pengendalian TB menjadi tidak mungkin. Vaksin yang efektif sangat sulit
dikembangkan. Sangat mahal dan memakan waktu lama untuk mendiagnosis penyakitnya.
Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan. Lebih banyak orang yang terinfeksi HIV menderita
TB. TB yang resisten terhadap obat muncul pada tahun 1980an.

Angka tahunan laporan kasus baru TB. Data dari WHO.

Pada tahun 2007, negara dengan perkiraan tingkat insiden tertinggi adalah Swaziland, dengan
1.200 kasus per 100.000 orang. India memiliki total insiden terbesar, dengan estimasi 2,0 juta kasus
baru. Di negara maju, tuberculosis tidak umum dan kebanyakan ditemukan di wilayah urban. Pada
tahun 2010, laju TB per 100.000 orang di berbagai tempat di dunia adalah: di dunia 178, Afrika 332,
Amerika 36, Mediterania Timur 173, Eropa 63, Asia Tenggara 278, dan Pacifik Barat 139. Di Kanada
dan Australia, tuberkulosis seringkali lebih umum terdapat di antara penduduk aborigin, terutama di
wilayah yang terpencil. Di Amerika Serikat, para Aborigin mengalami laju mortalitas akibat TB lima
kali lebih besar.

Insiden TB bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya mempengaruhi penduduk berusia
antara 12dan 18 tahun dan dewasa muda. Bagaimanapun, di negara yang laju insidennya sudah
menurun dengan tajam (seperti Amerika Serikat), TB umumnya merupakan penyakit pada orang
yang lebih tua dan mereka dengan sistem imun rentan.
Sejarah

Mumi Mesir di British Museum – sisa pembusukan tuberkulosis ditemukan di spina mumi-mumi Mesir.

Tuberculosis sudah ada dalam kehidupan manusia sejak zaman kuno. Deteksi paling awal “M.
tuberculosis” terdapat pada bukti adanya penyakit tersebut di dalam bangkai bison yang berasal dari
sekira 17.000 tahun lalu. Namun, tidak ada kepastian apakah tuberkulosis berasal dari sapi (bovin),
yang kemudian ditularkan ke manusia, atau apakah tuberkulosis tersebut bercabang dari nenek
moyang yang sama. Para ilmuwan yakin bahwa manusia terkena MTBC dari binatang selama
proses penjinakan. Namun, gen “Micobacterium tuberculosis” complex (MTbC) pada manusia telah
dibandingkan dengan MTbC pada binatang, dan teori tersebut telah terbukti salah. Galur bakteri
tuberkulosis memiliki nenek moyang yang sama, yang sebenarnya bisa menginfeksi manusia
sejak Revolusi Neolitik. Sisa kerangka menunjukkan bahwa manusia prasejarah (4000 Sebelum
Masehi) mengidap TB. Para peneliti menemukan pembusukan tuberkulosis di dalam tulang
spina mumi-mumi Mesir dari tahun 3000–2400 SM. "Phthisis" berasal dari bahasa Yunani yang
artinya “konsumsi,” yakni istilah kuno untuk tuberkulosis paru. Sekira 460
SM, Hippocrates mengidentifikasi bahwa phthisis adalah penyakit yang paling mudah menular pada
saat itu. Orang dengan phthisis mengalami demam dan batuk darah. Phthisis hampir selalu
berakibat fatal. Penelitian gen menunjukkan bahwa TB telah ada di Amerika dari sekira tahun 100
AD.

Sebelum Revolusi Industri, cerita rakyat seringkali menghubungkan tuberkulosis dengan vampir.


Jika seorang anggota keluarga meninggal karena TB, kesehatan anggota keluarga lainnya dari
orang yang terinfeksi tersebut perlahan-lahan menurun. Masyarakat percaya bahwa orang pertama
yang terkena TB menguras jiwa anggota keluarga lainnya.

Jenis TB paru yang dikaitkan dengan tuberkel ditetapkan sebagai patologi oleh Dr Richard


Morton pada 1689. Namun, TB memiliki berbagai gejala, sehingga TB tidak diidentifikasi sebagai
satu jenis penyakit hingga akhir 1820-an. TB belum dinamakan tuberkulosis hingga 1839 oleh J. L.
Schönlein. Selama tahun 1838–1845, Dr. John Croghan, pemilik Gua Mammoth, membawa mereka
yang terkena TB ke dalam gua dengan harapan menyembuhkan penyakit tersebut dengan suhu
konstan dan kemurnian udara di dalam gua: mereka meninggal setelah satu tahun di dalam
gua. Hermann Brehmer membuka sanatorium pertama pada 1859 di Sokołowsko, Polandia.
Dr. Robert Koch menemukan basil tuberkulosis.

Basilus yang menyebabkan tuberkulosis, “Mycobacterium tuberculosis,” diidentifikasi dan dijelaskan


pada 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Dia menerima Hadiah Nobel bidang fisiologi atau
kedokteran pada 1905 atas penemuan ini. Koch tidak percaya bahwa penyakit tuberkulosis pada
sapi (ternak) dan manusia adalah penyakit yang serupa. Keyakinan ini menunda pengakuan bahwa
susu yang terinfeksi menjadi sumber infeksi. Kemudian, risiko penularan dari sumber ini sangat jauh
berkurang karena penemuan proses pasteurisasi. Koch mengumumkan ekstrak gliserindari basil
tuberkulosis sebagai "obat" untuk tuberkulosis pada 1890. Dia menamakannya “tuberkulin.”
Meskipun “tuberkulin” tidak efektif, tuberkulin diadaptasi sebagai tes penapisan untuk mengetahui
adanya tuberkulosis prasimtomatik.

Albert Calmette dan Camille Guérin menerima kesuksesan pertama dalam imunisasi anti


tuberkulosis pada 1906. Mereka menggunakan tuberkulosis galur bovin di-atenuasi, dan vaksin
tersebut dinamakan BCG (basil Calmette dan Guérin). Vaksin BCG pertama kali digunakan pada
manusia pada 1921 di Perancis. Namun, vaksin BCG baru diterima secara luas di AS, Inggris,
dan Jerman setelah Perang Dunia II.

Tuberkulosis menimbulkan kekhawatiran masyarakat pada abad ke-19 dan pada awal abad ke-20
sebagai penyakit endemik masyarakat miskin di perkotaan. Pada 1815, satu di antara empat
kematian di Inggris disebabkan oleh "konsumsi." Pada 1918, satu di antara enam kematian di
Perancis disebabkan oleh TB. Setelah para ilmuwan menetapkan bahwa penyakit tersebut menular
pada 1880-an, TB dimasukkan ke penyakit wajib lapor di Inggris. Kampanye dimulai agar orang-
orang berhenti meludah di tempat umum dan orang miskin yang terinfeksi penyakit tersebut
‘didorong’ untuk masuk sanatorium yang menyerupai rumah tahanan. (Sanatorium untuk kelas
menengah ke atas menawarkan perawatan yang luar biasa dan pemeriksaan medis terus-
menerus.)  Sanatorium tersebut seharusnya memberi manfaat "udara bersih" dan pekerjaan. Namun
bahkan dalam kondisi terbaik, 50% pasien di dalamnya meninggal setelah lima tahun (“ca.” 1916).
Di Eropa, angka tuberkulosis mulai meningkat pada awal 1600-an. Angka kasus TB mencapai
puncak tertingginya di Eropa pada 1800-an ketika penyakit ini menyebabkan hampir 25% dari
keseluruhan kasus kematian. Angka kematian kemudian menurun hingga hampir mencapai 90%
pada 1950-an. Peningkatan kesehatan masyarakat secara signifikan mengurangi angka tuberkulosis
bahkan sebelum streptomisin dan antibiotik lainnya digunakan. Namun, penyakit tersebut masih
merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan masyarakat. Ketika Konsil Penelitian
Medis dibentuk di Inggris pada 1913, fokus awalnya adalah penelitian tuberkulosis.

Pada 1946, pengembangan antibiotik streptomisin mewujudkan pengobatan dan penyembuhan


efektif untuk TB. Sebelum obat ini diperkenalkan, pengobatan satu-satunya (kecuali sanatorium)
adalah intervensi bedah. “Teknik pneumotoraks" membuat paru-paru yang terinfeksi kolaps dan
memberikan "jeda" sehingga lesi akibat tuberkulosis mulai sembuh. Kemunculan MDR-TB kembali
menjadikan pembedahan sebagai opsi dalam standar tatalaksana untuk perawatan infeksi TB.
Intervensi bedah saat ini meliputi pengangkatan kavitas ("bula") patologis di dalam paru-paru untuk
mengurangi jumlah bakteri dan meningkatkan pajanan obat bagi bakteri yang masih ada di dalam
aliran darah. Intervensi ini secara bersamaan mengurangi jumlah bakteri total dan meningkatkan
efektifitas terapi antibiotik sistemik. Meskipun para ahli mengharapkan agar TB dapat diberantas
sepenuhnya (bandingkan cacar), munculnya galur resistensi obat pada 1980-an membuat
pemberantasan TB menjadi sulit. Kemunculan kembali tuberkulosis mendorong deklarasi emergensi
kesehatan global yang dibuat oleh WHO pada 1993.

Masyarakat dan budaya

World Health Organization dan Yayasan Bill and Melinda Gates memberi subsidi untuk tes diagnosis
cepat yang baru (fast-acting diagnostic test) untuk digunakan di negara berpendapatan rendah dan
menengah. Sejak 2011, banyak tempat miskin yang hanya memiliki akses ke mikroskopi sputum
(pemeriksaan dahak menggunakan mikroskop).

Pada 2010, India memiliki jumlah kasus TB tertinggi di dunia. Satu penyebabnya adalah karena
pengelolaan penyakit yang buruk oleh sektor pelayanan kesehatan swasta. Program-program
seperti Program kontrol TB nasional terevisi membantu untuk mengurangi jumlah TB di antara
orang-orang yang menerima layanan kesehatan masyarakat.

Riset

Vaksin BCG memiliki keterbatasan, dan riset untuk mengembangkan vaksin TB baru masih
berjalan Sejumlah calon potensial saat ini dalam uji klinis fase I dan II. Dua pendekatan utama
dalam uji klinis berusaha untuk memperbaiki kemanjuran efikasi vaksin yang ada. Satu pendekatan
melibatkan penambahan vaksin sub-unit ke BCG. Strategi lainnya mencoba untuk menciptakan
vaksin baru dan vaksin hidup yang lebih baik. MVA85A adalah contoh dari vaksin sub-unit yang
sedang diuji-cobakan di Afrika Selatan. MVA85A didasarkan pada virus vaccinia yang dimodifikasi
secara genetik. Harapannya vaksin akan berperan secara signifikan dalam perawatan penyakit laten
dan aktif.

Untuk mendorong penemuan lebih lanjut, para peneliti dan pembuat kebijakan memperkenalkan
model baru yang lebih murah untuk pegembangan vaksin, termasuk hadiah, insentif pajak,
dan komitmen pasar lanjutan. Beberapa kelompok dilibatkan dalam riset, termasuk Kemitraan Stop
TB, the South African Tuberculosis Vaccine Initiative, and the Aeras Global TB Vaccine Foundation.
Aeras Global TB Vaccine Foundation menerima hibah lebih dari $280 juta (AS) dari Bill and Melinda
Gates Foundation untuk mengembangkan dan melisensi vaksin yang lebih baik untuk melawan
tuberkulosis agar dapat digunakan di negara-negara dengan beban yang tinggi.

Di binatang lain

Mikrobakteri menginfeksi banyak binatang yang berbeda-beda, termasuk unggas, binatang


pengerat, dan reptil. Subspesies “Mycobacterium tuberculosis” jarang muncul pada binatang
liar. Usaha untuk memberantas tuberkulosis bovis yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis dari
ternak dan kawanan rusa di New Zealand secara relatif telah berhasil. Usaha Inggris Raya sedikit
tidak berhasil.

Anda mungkin juga menyukai