Anda di halaman 1dari 66

PPKS

PENGARUH IKLIM, FENOMENA IKLIM


DAN LANGKAH ANTISIPASINYA
DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Oleh: Tim Agroklimat PPKS I Medan, 22 Juli 2020
1. Macam & dampak anomali iklim di
Indonesia
2. Pengaruh unsur-unsur iklim terhadap kondisi
ekofisiologis tanaman kelapa sawit
OUTLINE 3. Pengaruh iklim terhadap produktivitas
kelapa sawit
4. Langkah adaptasi dan mitigasi perkebunan
kelapa sawit dalam menghadapi dinamika
dan perubahan kondisi iklim
PPKS

1
MACAM &
DAMPAK
ANOMALI IKLIM
DI INDONESIA
PPKS
• 5 faktor yang mempengaruhi variabilitas iklim (khususnya
curah hujan) di Indonesia, yaitu siklus meridional (Siklus
Hadley), siklus zonal (Siklus Walker), aktivitas angin
monsun, pengaruh lokal (topografi), dan siklon tropis.
• Fenomena anomali iklim yang terjadi merupakan implikasi
dari dominasi salah satu atau beberapa faktor diantara
PENYEBAB kelima faktor tersebut di atas.
ANOMALI IKLIM DI • Beberapa fenomena anomali iklim di daerah tropis antara
lain disebabkan oleh El Niño Southern Oscillation
INDONESIA (ENSO), Indian Ocean Dipole (IOD), serta anomali
lainnya sebagai akibat adanya pengaruh Madden Julian
Oscillation (MJO), Rossby Wave, Kelvin Wave, Cross
Equatorial Northern Surge (CENS) dan lain sebagainya.
• Anomali iklim tersebut dapat menyebabkan curah hujan di
bawah / di atas normal.
PPKS

Normal La Niña El Niño

• Fenomena ENSO terdiri atas normal, El Niño (-) dan La Niña


(+).
• El Niño  CH rendah di Indonesia; La Niña  CH tinggi.
El Niño Southern • El Niño dan La Niña merupakan fenomena yang dapat terjadi
secara tidak beraturan setiap 2-7 tahun sekali.
Oscillation (ENSO) • Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir telah terjadi 7 kali El
Niño yaitu tahun 1987, 1992-1995, 1998, 2003, 2007, 2010,
2015. Sementara itu, La Niña telah terjadi sebanyak 4 kali
yaitu pada tahun 1998-1990, 1999-2001, 2008-2009, dan
2011.
PPKS

Normal IOD Positif IOD Negatif

• Fenomena IOD: normal, IOD Positif, dan IOD Negatif


• IOD Positif  CH rendah di Indonesia; IOD Negatif  CH
tinggi.
Indian Ocean Dipole • Pada periode 1960-2013, terjadi 9 kali IOD Positif dan 9 kali
(IOD) IOD Negatif.
• IOD Positif terjadi pada tahun 1961, 1963, 1972, 1982, 1983,
1994, 1997, 2006, 2015. Sementara itu, IOD Negatif terjadi
pada 1960, 1964, 1974, 1981, 1989, 1992, 1996, 1998, dan
2010.
KOMBINASI ENSO &
IOD
• Indeks IOD dan ENSO tidak saling
mempengaruhi.
• Penurunan curah hujan di Indonesia akan
sangat signifikan jika terjadi El Niño dan IOD
positif secara bersamaan.
• Peningkatan curah hujan juga akan
signifikan, jika terjadi La Niña dan IOD
negatif secara bersamaan.
• Namun demikian, jika terjadi El Niño dan IOD
negatif secara bersamaan, maka pengaruh
penurunan curah hujan tidak akan signifikan.
Jika terjadi La Niña dan IOD positif, maka
peningkatan curah hujan di beberapa wilayah
di Indonesia juga tidak akan signifikan

(Sumber: Nur’utami dan Hidayat, 2016)


KOMBINASI Lampung Kalbar

ENSO & IOD


Kalteng

• Kejadian kombinasi antara El


Niño dan IOD positif terjadi
baru-baru ini yaitu pada
peristiwa El Niño 2015.
El Niño Netral La Niña
• Kejadian tersebut memicu
penurunan curah hujan yang IOD 1963, 1972, 1982,
1961, 1967, 2012 2007
cukup signifikan di berbagai positif 1997, 2006, 2015
daerah di Indonesia khususnya
pada periode Juli-Oktober 2015
1970, 1971, 1973,
1965, 1986, 1987, 1978, 1979, 1990,
Netral 1988, 1999, 2007,
2002, 2009 1993, 1995
2011

IOD
2010 1960, 1996 1998
negatif
DAMPAK ANOMALI IKLIM
TERHADAP KELAPA SAWIT
MENYEBABKAN
KEKERINGAN
Pola curah hujan
wilayah yang secara
signifikan dipengaruhi
oleh kejadian El Niño
2015 (r ≥ 0,6) adalah
Jambi, Sumatera
Selatan, Lampung,
Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan,
dan Kalimantan
Timur
DAMPAK
KEKERINGAN

Defisit air yang parah pada


2015 menyebabkan cekaman
kekeringan pada tanaman
kelapa sawit, ditandai dengan
munculnya lebih dari dua daun
tombak, banyak muncul bunga
jantan, malformasi tandan,
pelepah sengkleh, dan pelepah
lingkar terbawah mengering.
MENYEBABKAN
HUJAN DI ATAS NORMAL
• Salah satu dampak yang terlihat adalah
adanya kemarau basah.
• Kemarau di Indonesia (khususnya di
selatan ekuator) biasanya terjadi pada
Juni-Oktober.
• Kemarau basah merupakan kondisi
kemarau dengan curah hujan di atas
rata-rata.
• Salah satu penyebab kemarau basah
adalah terjadinya fenomena La Nina.
KEJADIAN KEMARAU BASAH 2010
Aceh - Sumatera Utara Riau - Jambi Sumatera Selatan - Lampung

Kisaran Kisaran Kisaran Kisaran Kisaran Kisaran


Bulan Normal 2010 Normal Normal
Bulan 2010 Bulan 2010
(Rerata)
(Rerata) (Rerata)
Jan. 150-300 150-400 AN Jan. 200-350 200-350 N Jan. 150-350 150-350 N
Feb. 100-250 100-250 N Feb. 150-300 150-350 AN Feb. 200-400 250-400 AN
Maret 150-300 150-400 AN Maret 200-350 250-400 AN Maret 150-350 200-350 AN
April 150-350 100-350 BN April 200-400 250-400 AN April 100-300 150-350 AN
Mei 150-350 150-350 N Mei 150-250 200-400 AN Mei 100-200 100-300 AN
Juni 150-300 150-350 AN Juni 150-250 150-300 AN Juni 50-150 100-250 AN
Juli 150-300 150-350 AN Juli 200-300 200-350 AN Juli 50-150 50-250 AN
Agust. 150-350 150-350 N Agust. 200-350 200-350 N Agust. 50-100 100-250 AN
Sept. 200-400 150-400 BN Sept. 200-400 200-450 AN Sept. 50-100 200-350 AN
Okt. 250-450 200-450 BN Okt. 200-450 150-400 BN Okt. 50-200 100-300 AN
Nov. 250-400 250-400 N Nov. 250-450 300-450 AN Nov. 100-300 150-350 AN
Des. 200-350 150-350 BN Des. 250-400 150-350 BN Des. 150-350 200-350 AN
Indonesia Malaysia

DAMPAK KEMARAU BASAH


Kemarau basah cenderung meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit 1-2 tahun setelah
kejadian kemarau basah.
PENGARUH ENSO & IOD TERHADAP
FLUKTUASI PRODUKSI CPO
2
PENGARUH
UNSUR-UNSUR IKLIM
TERHADAP KONDISI
EKOFISIOLOGIS
TANAMAN KELAPA
SAWIT
KONSEP UMUM

Climate is a given factor.


We can’t change it, but we have to deal with it.
KONDISI IKLIM UNTUK
TANAMAN KELAPA SAWIT
Unsur Iklim Optimum Sitasi / Lokasi Obs.
±2000 Hartley, 1988 / Afrika, Malaysia,
1500-1600 Ferwerda, 1977 / Indonesia, Zaire
1500-2000 Abraham, 1991 / India
2000-2500 Lubis, A. U.,1991 / Indonesia
1700-3000 Siregar, et al., 1997 / Indonesia
Curah Hujan (mm/thn)
<3 Hartley, 1988 / Afrika, Malaysia, Indonesia
0-1 Abraham, 1991 / India
Siregar, et al., 1997, Adiwiganda, 1999 /
0-1 Indonesia
Bulan Kering (bulan)
5-6 Hartley, 1988 / Afrika, Malaysia, Indonesia
±5 Abraham, 1991 / India
5-7 Lubis, A. U.,1991 / Indonesia
Siregar, et al., 1997, Adiwiganda, 1999 /
Lama Penyinaran >5 Indonesia
(jam/hari)
Lanjutan…
Unsur Iklim Optimum Sitasi / Lokasi Obs.
25-28 Hartley, 1988 / Afrika, Malaysia, Indonesia
Rerata suhu (oC) 25-27 Ferwerda, 1977 / Indonesia
24-28 Lubis, A. U.,1991 / Indonesia
29-33 Abraham, 1991, Hartley, 1988 /
Suhu maks (oC)
29-32 India
18-24 Abraham, 1991 / India
Hartley, 1988, Lubis, A. U., 1991 /
Suhu min (oC) 22-24 Indonesia

≥75
Ferwerda, 1977
Lubis, A. U., 1991 /
80
Indonesia
RH (%)
<10 Abraham, 1991 / India

5-6 Lubis, A. U.,1991 / Indonesia


Kecepatan angin (km/jam)
PERANAN CURAH
HUJAN
- Sumber utama air bagi kelapa sawit.
Fungsi air  bagian terbesar dari
protoplasma, pelarut (media) senyawa
kimia dalam proses fisiologis, mobilator
panas dan senyawa kimia, pengendali
suhu jaringan.
• Menentukan laju pertumbuhan
vegetatif dan perkembangan
generatif dan tentunya produktivitas.
• Menentukan pola produktivitas
bulanan.
• Mempengaruhi efektivitas dan
efisiensi kegiatan teknis agronomis,
khususnya pemupukan.
• Sebagian besar wilayah Indonesia memiliki jumlah curah
PERANAN CURAH hujan yang tinggi, tetapi pada beberapa wilayah distribusi
hujannya kurang merata.
HUJAN • Tipe curah hujan di Indonesia dibagi menjadi 3: ekuatorial,
monsoonal, dan lokal.
Doc PPKS

Pada tanaman, radiasi surya berperan untuk :


- Mempengaruhi pertukaran panas antara lingkungan dan
PERANAN RADIASI jaringan melalui proses transpirasi, respirasi, serta reaksi
lainnya.

MATAHARI - Menjaga kelangsungan proses fotokimia (fotosintesis)


- Regulator dan stimulan proses pertumbuhan dan
perkembangan (pertunasan, pembungaan, maupun
pematangan).
Doc PPKS

• Dalam praktik di lapangan, terdapat dua variabel radiasi surya


 solar irradiance (W/m2 atau MJ/m2/hari) dan sunshine
duration (jam/hari).
PERANAN • Optimal solar irradiance  17 MJ/m2/hari; Batas toleransi 
RADIASI SURYA 7-21 MJ/m2/hari.
• Solar irradiance & sunshine hours di INA cukup tinggi, kecuali
pada areal dataran tinggi (>600 mdpl) akibat tingkat
keawanan yang tinggi.
• Berperan dalam aktivasi enzim yang berpengaruh pada
penyerapan hara dan air, translokasi asimilat, fotosintesis
dan respirasi.
Ketinggian Suhu Udara Rata – rata
• Mempengaruhi durasi pertumbuhan dan perkembangan Tempat Maks Min Harian
tanaman dari satu fase ke fase berikutnya  growth
degree days / termal heat unit. (m dpl) (°C) (°C) (°C)
• Durasi fase perkembangan tanaman akan lambat pada 50 33,3 24,0 27,5
suhu udara yang rendah dan sebaliknya akan cepat pada 368 30,5 21,2 25,3
suhu udara yang tinggi terutama fase vegetatifnya.
693 28,6 18,8 24,4
• Perubahan suhu udara juga akan menyebabkan 865 27,3 18,2 23,1
perubahan suhu tanah yang berpengaruh juga terhadap
kadar air tanah, konduktivitasnya dan ketersediaannya Doc PPKS
bagi tanaman

PERANAN SUHU UDARA


Doc PPKS

• Perkebunan-perkebunan kelapa sawit dengan produktivitas yang


lebih tinggi terdapat pada kawasan-kawasan yang mempunyai
PERANAN SUHU fluktuasi suhu udara bulanan yang kecil.

UDARA • Suhu udara juga mempengaruhi kondisi ekofisiologis tanaman


sawit (fotosintesis) & aktivitas lingkungan biotik perkebunan
kelapa sawit  E. kamerunicus.
PERANAN UNSUR IKLIM
LAIN: KELEMBABAN UDARA
& ANGIN
• Pengaruh kelembaban terhadap tanaman sebagian besar
sifatnya tidak langsung. Pengaruh kelembaban udara
antara lain :
• Menstimulasi perkembangan hama dan penyakit.
• Mempengaruhi proses persarian bunga.
• Mempengaruhi laju transpirasi tanaman.
• Kecepatan angin berperan dalam mempengaruhi laju
transpirasi tanaman. Pada beberapa kasus, kecepatan
angin yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
fisik pada tanaman.
PERANAN KELEMBABAN
Ketinggian Tempat Lebar bukaan Panjang bukaan
UDARA (m dpl) stomata (µm) stomata (µm)

50 6,24 b 18,36 b
• Kelembaban, suhu udara dan lengas tanah 368 7,12 a 20,25 a
mempengaruhi pembukaan stomata  693 5,31 c 16,03 c
mempengaruhi pertukaran gas antara jaringan daun 865 4,52 d 13,41 d
dan atmosfer pada lingkungan tanaman  proses
fotosintesis  sumber pembentukan biomassa dan KK (%) 2,29 9,8
energi  pertumbuhan tanaman. Doc PPKS
• Udara kering pada kelembaban udara rendah 
konduktansi stomata menurun  pertukaran gas
antara jaringan tanaman dan atmosfer terganggu.
• Udara basah pada kelembaban udara tinggi 
perbedaan tekanan uap antara ruang interselular di
jaringan daun dan atmosfer relatif kecil  laju
transpirasi menurun dan pertukaran gas terganggu.
• Kelembaban udara juga mempengaruhi lingkungan
biotik kelapa sawit  aktivitas SPKS.
• Kelembaban udara tidak bisa dipisahkan dengan suhu
udara  Vapour Pressure Deficit (VPD).
PENGARUH IKLIM
TERHADAP
PRODUKTIVITAS
KELAPA SAWIT

3
KONSEP UMUM

Produktivitas tanaman kelapa sawit terbagi menjadi


empat yaitu:
• Produktivitas potensial (potential yield) yaitu
produktivitas yang dihasilkan jika semua kondisi
(tanaman, iklim dan tanah) dalam kondisi optimal.
• Produktivitas optimal yang dapat tercapai dengan
faktor pembatas ketersediaaan air pada jangka waktu
tertentu (water-limited yield).
• Produktivitas yang dapat tercapai dengan adanya
faktor pembatas nutrisi tanaman (nutrient limited
yield).
• Produktivitas aktual (actual yield), yaitu produktivitas (Sumber: Woittiez et al, 2017)
yang real diperoleh di lapangan dengan berbagai
faktor pembatas produksi yang terjadi (hama,
penyakit, gulma, kultur teknis, dll).
FASE PERKEMBANGAN TANDAN

• Produktivitas kelapa sawit (jumlah tandan)


akan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.
• Kondisi lingkungan yang tidak optimal
pada fase-fase kritis akan menyebabkan
penurunan potensi jumlah tandan yang
terbentuk (garis merah).

(Dimodifikasi dari Woittiez et al, 2017)


FASE PENGISIAN MINYAK
Pengaruh unsur iklim terhadap produktivitas umumnya
sangat kompleks, sehingga perlu data iklim yang detail
dan kontinu
KORELASI CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS

Berdasarkan studi kasus 15 kebun di Sumut.

• Curah hujan yang masih ditoleransi oleh tanaman untuk menghasilkan produktivitas yang normal, minimal
adalah 40 mm/bulan.
• Produktivitas tidak lagi signifikan meningkat dan bahkan cenderung turun setelah curah hujan bulanan mencapai
490 mm/bulan.
KORELASI HARI HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS

Berdasarkan studi kasus 15 kebun di Sumut.

• Hari hujan yang masih ditoleransi oleh tanaman untuk menghasilkan produktivitas yang normal, minimal adalah
3 hari/bulan.
• Produktivitas tidak lagi signifikan meningkat dan bahkan cenderung turun setelah curah hujan bulanan mencapai
25 hari/bulan.
Berdasarkan studi kasus 15 kebun di Sumut.

KORELASI CH & HH Curah hujan dan hari hujan yang paling berpengaruh terhadap
terhadap produktivitas produktivitas bulanan adalah jeluk hujan 24 bulan sebelumnya
(lag-24 bulan)  Fase Kritis I
bulanan
DAMPAK CEKAMAN KEKERINGAN
Kejadian Daun Tombak dan Pelepah Sengkleh selama El Niño 2015 Penyebab cekaman kekeringan:
- Curah hujan (CH) < 1250 mm/tahun
Defisit air Pelepah - Defisit air > 200 mm
Wilayah observasi Daun tombak - Bulan kering (CH < 60 mm/bln) > 3 bulan
lahan sengkleh - Hari tidak hujan terpanjang (dry spell) > 20 hari.
Aceh 192 0-1 0-4

Sumatera Utara 331 0-1 0-4 Low sex ratio


Riau 486 1-3 2-8

Sumatera Barat 115 0-1 0-2

Jambi 426 1-4 4-14

Sumatera Selatan 507 1-4 4-14

Bengkulu 178 0-1 0-2

Lampung 524 3-6 4-24 Bunch malformation


Kalimantan Barat 313 0-1 0-4

Kalimantan Tengah 349 1-2 0-4

Kalimantan Selatan 502 3-6 4-24


Fronds fracture /
Kalimantan Timur 429 3-5 4-16
LFD
Kalimantan Utara 238 0-1 0-2
Abortion
DAMPAK CEKAMAN KEKERINGAN
Jumlah Defisit air tahun Penurunan
Tingkat Jumlah daun pelepah Penurunan Wilayah observasi
Defisit Air 2015 produktivitas*
kekeringan tombak* tua dan produktivitas***
mm th-1 patah** mm th-1 %
%
Riau 486 14,96
Sumatera Barat 115 6,80
I 200-300 3-4 1-8 0-15
Jambi 426 33,79
II 300-400 4-5 8-12 5-20 Sumatera Selatan 507 43,98
III 400-500 4-5 12-16 10-25 tidak terjadi
Bengkulu 178
penurunan
IV > 500 4-5 12-16 15-100 Lampung 524 60,00
*Pelepah daun muda (pupus) mengumpul/tidak membuka pada tanaman belum
*Produktivitas Semester I tahun 2016 dibandingkan Semester I tahun 2015
menghasilkan dan tanaman menghasilkan, serta dapat patah pada stadia IV
** Pelepah daun tua patah (sengkleh) dan mengering pada tanaman menghasilkan
*** Satu tahun setelah cekaman kekeringan (berdasarkan hasil kajian di Lampung pada
tahun 1994/1995).

Dry spell
Umur hari th-1
tanaman
th
21 – 40 41 – 60 61 – 80 81 - 100 101 – 120

3–4 1 – 61% 19 - 100% 43 – 100% 60 – 100% 67 – 100%

5 – 15 1 – 10% 8 – 23% 18 – 33% 25 – 37% 28 – 38%

16 – 25 1 – 10% 8 – 26% 19 – 36% 26 – 40% 30 – 41%

Asumsi tidak terjadi kekeringan pada 2-3 tahun sebelumnya ; angka 100% artinya
bahwa panen dapat tertunda
CONTOH DAMPAK
KEKERINGAN TERHADAP
PRODUKTIVITAS:

KEBUN X DI KALSEL

• Curah hujan hampir identik


dengan pola produktivitas
bulanan pada lag-18 bulan 
mendekati Fase Kritis I (Koefisien
korelasi 0,5).
• Produksi tahun 2015 58.105 ribu
ton (protas 19,76 ton/ha). Pada
2016 produksi turun menjadi
48.817 ribu ton (protas 16,51
ton/ha). 2017 produksinya
50.375 ribu ton (16,73 ton/ha).
• Penurunan produksi 16% (tahun
n+1), 13% (tahun (n+2).
• Penurunan yang tidak signifikan
karena pemupukan sesuai dosis
dan adanya aplikasi tankos.

Lag-18 bulan
PENGARUH RADIASI MATAHARI TERHADAP RJT

Terdapat korelasi yang cukup besar


antara radiasi matahari dengan jumlah
tandan

lag-19 0.223191
lag-20 0.425785
lag-21 0.456055
lag-22 0.415178
lag-23 0.258134
lag-24 0.014898
lag-36 0.014898
PENGARUH RADIASI MATAHARI TERHADAP RBT
lag-0 0.238973
lag-2 0.231142 • Terdapat korelasi yang cukup kuat antara radiasi dengan RBT, khususnya pada lag-0 s.d.
lag-7.
lag-3 0.203697
lag-4 0.185284 • Terdapat penurunan produktivitas 15-20% akibat pengurangan radiasi matahari dari 15
lag-5 0.190563 MJ/m2 menjadi 12 MJ/m2 akibat adanya gangguan asap (Caliman et al., 1998).
lag-6 0.235466
lag-7 0.256186
21,2 9
21 Oil extraction 8
20,8 Visibility of Jambi 7

Oil extraction (%)


20,6 6

Visibility (km)
20,4 5
20,2 4

PENGARUH LAMA 20 3

PENYINARAN TERHADAP
19,8 2
19,6 1

PROTAS & RENDEMEN 19,4


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
0

• Gangguan asap dapat menyebabkan


penurunan rendemen minyak. Gangguan Penurunan Protas (%)
Lokasi asap
• Studi di Jambi pada kejadian Karhutla (bulan) Year X Year X+1 Year X+2
2015 menunjukkan bahwa penurunan
visibilitas (lama penyinaran) dapat North 1 1,6 1,4 0,2
menurunkan rendemen minyak hingga Sumatera,
0,6%. Riau dan
2 3,5 3,2 0,4
Jambi
• Gangguan asap pada Karhutla 1997/1998 3 5,5 5,0 0,5

menyebabkan penurunan protas hingga


5,5%.
Kasus pada pengembangan kelapa sawit (TT 2008) di lokasi X di
Sumatera Utara pada ketinggian hingga 1.100 mdpl.

• Suhu udara minimum kurang dari 18oC akan menyebabkan


terganggunya metabolisme dan perkembangan bunga 
PENGARUH SUHU delay waktu panen.
• Dikenal juga dengan “stress suhu rendah” yang efeknya sama
UDARA seperti “stress kekeringan”.
TDN-PAN 155 ∆ 16 165 ∆ 17 165 ∆ 15 154 ∆ 13 154 ∆ 12 180 ∆ 15 172 ∆ 17 162 ∆ 17
RES-TDN 10 ∆ 1 10 ∆ 1 10 ∆ 1 10 ∆ 1 10 ∆ 1 10 ∆ 1 11 ∆ 3 10 ∆ 1
PS-RES 13 ∆ 5 13 ∆ 4 13 ∆ 5 15 ∆ 5 12 ∆ 4 14 ∆ 5 12 ∆ 3 15 ∆ 5
BD-PS 63 ∆ 17 55 ∆ 11 65 ∆ 14 66 ∆ 15 62 ∆ 15 83 ∆ 17 57 ∆ 16 74 ∆ 21
DS-BD 216 ∆ 19 211 ∆ 20 223 ∆ 18 222 ∆ 22 214 ∆ 30 197 ∆ 24 227 ∆ 23 218 ∆ 28

Fase perkembangan tandan: DS = daun satu; BD = bunga dompet; PS = pecah


seludang; RES = reseptif; TDN = tandan terbentuk; PAN = tandan
siap dipanen

PENGARUH SUHU UDARA


Mempengaruhi kecepatan kematangan buah  waktu panen berbeda antar wilayah 
produktivitas bervariasi
4
LANGKAH ADAPTASI DAN MITIGASI
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
DALAM MENGHADAPI DINAMIKA DAN
PERUBAHAN KONDISI IKLIM
UPAYA ADAPTASI
Sebelum Kejadian: Preemptive Actions
Selama Kejadian: Minimizing Impacts
Setelah Kejadian: Recovery
Preemptive Actions
a. Monitoring & Evaluasi Kondisi Iklim  Untuk menyusun alert system / early detection anomaly iklim
b. Penerapan BMP  kastrasi tepat waktu, pemupukan tepat 4T, penunasan pelepah sesuai standar
c. Aplikasi bahan organik
d. Penanaman LCC  hindari pengendalian gulma secara clean weeding
e. Pembangunan bangunan konservasi tanah & manajemen air (lahan gambut)  rorak, guludan,
biopori.
Gulud Rorak

• Hasil penelitian teknik konservasi ini menyelamatkan


Bangunan produktivitas kelapa sawit 2,8 – 4,4 ton TBS/ha/tahun vs
Konservasi Tanah kontrol (tanpa teknik konservasi).
• Sedangkan teknik konservasi rorak menyelamatkan
dan Air produktivitas 0,7-2,8 ton TBS/ha/tahun
Rorak (silt pit) dan guludan sangat penting untuk meningkatkan infiltrasi (air masuk ke
dalam tanah) dan mengurangi kehilangan air melalui run off.

Teras
No Variabel Kontrol Rorak
Gulud

1 CH (mm) 2200.12 2359.48 1997.44

2 Intersepsi (mm) 398.29 472.21 229.38

3 Total runoff (mm) 253.35 472.59 152.4

4 Evapotranspirasi (mm) 1099.32 1099.32 1099.32

5 Cadangan air (mm) 449.16 315.36 516.34

Dec 2007 to Dec 2008, a case study in Lampung. Source: Murtilaksono et al., 2011
Teras gulud dibuat sejajar kontur dengan interval
vertikal 80 cm. Tinggi, lebar dan kedalaman guludan
adalah sekitar 30 cm. Dalam alur guludan dibuat
juga lubang biopori dengan interval 2 m.
Kedalaman biopori adalah 50 cm dan diisi dengan
seresah, daun tunansan, tankos, dll.
Rorak dibuat sejajar kontur dengan pola zig-zag antar
kontur. Dimensi p x l x d adalah 300 cm x 50 cm x 50 cm.
Jarak antar rorak adalah 2 m. Dua lubang biopori dapat
dibuat di dalam rorak, dengan jarak 2 m.
Minimizing Impacts
a. Perbaikan sarana dan prasarana kebun.
b. Penunasan pelepah kering.
c. Penyesuaian jadwal pemupukan  stop dulu.
d. Aplikasi bahan organik.
e. Penyiraman  jika memungkinkan.
f. Tetap mempertahankan tanaman penutup tanah
(LCC, Nb.).
g. Jangan melakukan pengendalian gulma secara
blanket.
h. Monitoring hama dan penyakit.
i. Monitoring hotspot (pada saat kekeringan).
Recovery
a. Pemupukan segera dilakukan.
b. Penunasan pelepah kering.
c. Aplikasi bahan organik.
d. Tetap mempertahankan
tanaman penutup tanah (LCC,
Nb.).
e. Monitoring hama dan penyakit.
Catatan penting pemupukan untuk recovery
a. Pemupukan perlu dilanjutkan setelah CH >150
mm/bulan atau telah turun hujan (CH) 50 mm/10
hari.
b. Dosis pemupukan adalah 1,1 – 1,3 x dosis
pemupukan Semester berjalan.
c. Metode dan cara pemupukan agar disesuaikan
dengan kondisi lapangan  Benam??? Sebar???
d. Jika memungkinkan dapat digunakan pupuk slow
release.
UPAYA MITIGASI

EFISIENSI DAN
EFEKTIVITAS PRODUKSI PENGEMBANGAN
SUSTAINABLE WASTE INTEGRATED FARMING
& PENERAPAN BEST VARIETAS ADAPTIF
MANAGEMENT SYSTEM
MANAGEMENT SPESIFIK LOKASI
PRACTICES
EFISIENSI & EFEKTIVITAS INPUT PRODUKSI
EFISIENSI & EFISIENSI INPUT PRODUKSI
Peningkatan efisiensi & efisiensi input produksi
terutama pupuk sangat diperlukan agar kondisi
tanam siap dan kuat menghadapi dinamika iklim.

Perlu dikembangkan & digunakan teknologi seperti


seperti pupuk slow release, controlled-release
polymer-coated pellets with stabilizers, ataupun
pupuk nano.
PENERAPAN BEST MANAGEMENT
PRACTICES (BMP) DI LAHAN
MINERAL

Aplikasi bahan organik berupa tandan


kosong maupun limbah cair pabrik kelapa
sawit (LCPKS)

Mempertahankan vegetasi penutup tanah


secara terkendali. Pada TBM  LCC (Legume Cover
Crop). Pada TM  pakis lunak (N. biserrata),
rumput lunak.
Minimalisasi penggunaan bahan kimia baik
herbisida, pestisida, pupuk anorganik dll.
PENERAPAN BEST MANAGEMENT PRACTICES (BMP)
DI LAHAN GAMBUT

14,9 juta ha total lahan gambut di Indonesia


Lahan gambut;
(Tropenbos International Indonesia, 2012; 1,7 juta ha; 15%
Ritung et al., 2011).

1,7 juta ha lahan gambut di Indonesia dikelola


untuk pengembangan kelapa sawit atau sekitar
15% dari total luas areal kelapa sawit yang
mencapai 11,3 juta ha (Ditjenbun, 2016). Lahan mineral;
9,6 juta ha;
82% lahan gambut yang dikelola berada di 85%
Pulau Sumatra dan sisanya di Pulau
Kalimantan.
Lahan mineral Lahan gambut
PENERAPAN BMP DI LAHAN GAMBUT

Pengaturan ketinggian muka air untuk menyediakan ruang yang


cukup bagi tumbuh kembang akar tanaman kelapa sawit tanpa
merusak gambut  drainase yang tepat (Othman et al., 2011;
Lim et al., 2012).

Drainase yang tidak tepat dapat menyebabkan hidrofobisitas


gambut (Szajdak et al., 2010) dan peningkatan emisi CO2
(Setyanto et al., 2014).
Pencegahan kebakaran lahan dan penerapan zero burning pada
pembukaan lahan baru.
SUSTAINABLE WASTE Perkebunan Kelapa Sawit
MANAGEMENT
TBS

Pabrik Kelapa Sawit

Fiber Cangkang POME Tankos


Uap /
Energi RANUT

Boiler Karbonisasi Effluent

Pengkomposan

Arang aktif
Listrik Biogas Kompos
INTEGRATED FARMING SYSTEM
”Tanaman sela mampu berperan dalam
menekan erosi, menjaga kelembaban
tanah, meningkatkan karbon tanah, dan
menyerap kembali sebagian emisi karbon
dari lahan pertanian”
PENELITIAN & PENGGUNAAN VARIETAS KELAPA
SAWIT ADAPTIF
• Perakitan bahan tanaman yang adaptif terhadap kekeringan menjadi
kebutuhan, demikian juga bahan tanaman yang adaptif terhadap
kondisi lingkungan yang ekstrim dan penyakit.

• Input pupuk dan bahan organik masih merupakan aspek utama


untuk menentukan keberhasilan budidaya kelapa sawit 
pengembangan varietas efisien nutrisi.
Identifikasi awal:
Varietas yang memiliki durasi fase perkembangan
tandan lebih cepat (Dumpy, Avros, dan PPKS 540)
diprediksi lebih mudah beradaptasi dengan kenaikan
suhu udara. 2050-an 2080-an

Varietas Dumpy diprediksi lebih sesuai ditanam di


wilayah yang lebih basah, sebaliknya Lame, Langkat,
PPKS 540, Simalungun diprediksi adaptif pada wilayah
yang lebih kering.
MORE INFO:
Website
www.agroklimatologippks.com

Google Scholar
Dr. Hasril H. Siregar
http://scholar.google.com/citations?user=bj_r4AcAAAAJ&hl=en

Nuzul Hijri Darlan, M.Si.


http://scholar.google.co.id/citations?user=arxeY0YAAAAJ&hl=en

Iput Pradiko:
https://scholar.google.com/citations?user=gtGbTGUAAAAJ&hl=en
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai