Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tanam Kelapa Sawit

Bahan tanam kelapa sawit unggul dapat berasal dari hasil persilangan berbagai sumber (
inter and intra specifik crossing) dengan metode reciprocal recurrent selection (RRS).
Selain itu, bahan tanam kelapa sawit unggul bisa juga dihasilkan dari pemuliaan tanaman
pada tingkat molekuler yang di perbanyak secara vegetatif melalui teknik kultur jaringan
(Lubis dan Widanarko, 2011).

Kualitas bahan tanam sangat mempengaruhi hasil atau produktivitas kelapa sawit.
Beberapa varietas kelapa sawit yang sudah diakui kualitasnya di antaranya Yangambi,
Bah Jambi, Dolok Sinumbah, Lame Avros, (Sunarko, 2014)

Benih kelapa sawit sebagai calon bibit harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh
lembaga resmi atau produsen yang ditujukan pemerintah (Sunarko, 2014).

Penentuan bibit yang akan ditanam sebaiknya juga memperhatikan kondisi topografi
lahan. Hal ini ditujukan untuk mengoptimalkan potensi produksi setiap varietas dengan
mempertimbangkan beberapa aspek teknis (Sunarko, 2014).
Tabel 2.1. Benih kelapa sawit sebagai calon bibit yang mempengaruhi produksi
Nama Varietas

Bah Dolok
Yangambi Simalungun Marihat Lame Avros SP2 SP1
Jambi Sinumbah
Potensi
Produksi
39 33 32 31 31 36 30 30 32
TBS(ton/ha/ta
hn)
Produksi TBS
rata-rata 25-28 28,4 22-24 24-27 31 36 24-27 24-27 25-28
(ton/ha/tahun)
Potensi hasil
CPO 7,5 7,9 7,4 7,7 7,9 7,9 7,8 7,5 7,6
(ton/ha/tahun)
Produksi CPO
5,9-
rata-rata 5,8-7,3 8,7 5,7-6,2 6,0-6,75 6,0-6,3 7,8 6,2 6,8
7,0
(ton/ha/tahun)
Rendemen
23-26 26,5 23-26 23-25 23-25 23-26 23-26 23-25 23-26
Minyak (%)
Produksi
Minyak Inti 0,62 0,51 0,62 0,56 0,54 0,6 0,54 0,51 0,49
(ton/ha/tahun)
Kerapatan
130 130-135 130 130 143 143 130 143 143
Tanam
Pertumbuhan
0,65- 0,55- 0,6- 0,65-
Meninggi 0,6-0,75 0,75-0,78 0,65-0,85 0,6-0,7 0,4-0,55
0,85 0,7 0,8 0,85
(meter/tahun)
(Sumber :Malangyoedo , 2014)
Tabel 2.2. Benih kelapa sawit sebagai calon bibit yang mempengaruhi produksi
Varietas DXP Socfindo (L) DXP Socfindo (Y) DXP Socfindo MT
Gano
Rerata Potensi
Produksi TBS 30 – 34 29 – 33 31 – 34
(ton/ha/tahun)
Produksi TBS di
Kebun Komersial 40 35 38
(ton/ha/tahun)
Rerata Potensi
26 – 28 26 – 27 26 – 28
ekstrasi CPO (%)
Rerata Potensi
Produksi CPO 7.8 – 9.5 7.5 – 8.9 8.0 – 9.5
(ton/ha/tahun)
Rerata potensi Total
Produksi CPO + 8.8 – 10.5 8.7 – 10.1 9.0 – 10.5
PKO (ton/ha/tahun)
Tenera >99.9 >99.9 >99.9
Umur Panen Perdana
2 2 2
(tahun)
Potensi TBS pada
Panen Perdana 14 – 18 16 – 20 14 – 18
(ton/ha)
Pertumbuhan
40 – 50 50 – 60 40 – 50
Meninggi (cm/tahun)
Adaptasi pada Areal
Baik Baik Baik
Marjinal
Ketahanan terhadap
Rentan ke Normal Rentan ke Normal Moderat Tahan
penyakit Ganoderma
Iodine Value 55.2 53.4 55.2
Carotene (ppm) >500 >500 >500

Populasi (popok) 143 143 143

(Sumber : Socfindo’s Oil Palm Order Seed Variety)

2.2 Syarat Lahan Tanam kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh di ketinggian hingga 1.000 meter dpl.
Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitas kelapa sawit akan lebih optimal
apabila ditanam di ketinggian maksimum 400 meter dpl. Berikut beberapa syarat lahan
lainnya untuk pertumbuhan kelapa sawit (Hasan, dkk, 2006).

a) Kelas S1

Kelas ini diartikan “sangat sesuai” (highly suitable). Lahan pada kelas ini tidak memiliki
faktor pembatas yang serius untuk suatu pengguna tertentu secara berkesinambungan
atau kelas ini bisa juga memiliki pembatas, tetapi tidak terpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman.

b) Kelas S2

Kelas S2 diartikan “cukup sesuai” (moderarelly suitable). Lahan pada kelas ini
mempunyai faktor pembatas yang agak serius. Faktor pembatas dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman.

c) Kelas S3

Kelas S3 menandakan “sesuai marjinal” (marginally suitable). Lahan pada kelas ini
memiliki faktor pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolahan.
Faktor pembatas dapat mengurangi pertumbuhan dan produksi tanaman.

d) Kelas N

Kelas ini menunjukan bahwa lahan tidak sesuai (not suitable). Lahan pada kelas ini
mempunyai pembatas yang sangat serius. Selain itu, faktor pembatas sulit dan tidak
dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal (Lubis dan
Widanarko, 2011).

2.3 Hujan Sumber Air Utama


Pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman kelapa sawit merupakan hasil
interaksi berbagai faktor, yaitu genetis, tanah, biotik, kultur teknis dan iklim terutama
yaitu curah hujan. Curah hujan adalah sumber air utama untuk perkebunan kelapa sawit,
mulai dari pembibitan, tanaman dilapangan hingga berproduksi. Dari segi rendahnya
curah hujan harian, bulanan, maupun tahunan dapat digunakan untuk berbagai aspek
(Hasan, dkk, 2006).
2.3.1 Pengertian Hujan
Hujan adalah jumlah air dari curah hujan yang jatuh dan tertampung pada bidang datar
tanpa mengalami penguapan, peresapan dan pengaliran dalam jangka waktu tertentu
(seperti harian, bulanan dan tahunan) (Hasan, dkk, 2006).
2.3.2 Jumlah dan Penyebaran Hujan
Tanaman kelapa sawit membutuhkan jumlah curah hujan yang cukup (> 1250 mm/tahun)
dengan penyebaran yang relatif merata sepanjang tahun. Penyebaran curah hujan yang
tidak terdapat perbedaan mencolok dari satu bulan ke bulan berikutnya, sebaiknya tidak
terdapat bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) atau jumlah bulan kering maksimum
3 bulan per tahun (Hasan, dkk, 2006).

Curah hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 1.700 – 3.000 mm/tahun
dengan penyebaran yang relatif merata atau tanpa bulan kering. Rendahnya curah hujan
akan menyebabkan berkurangnya ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman, sebaliknya tingginya curah hujan (> 3.000 mm/tahun) akan memenuhi
kebutuhan air tanaman namun dapat mengakibatkan pegenangan dan pencucian hara.
Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi terdapat pada Gambar 2.1. (Hasan, dkk,
2006).

IKLIM-CURAH PRODUKSI PENGELOLAAN


HUJAN (AIR) PANEN

KULTUR TEKNIS
BAHAN
TANAMAN BIOTIK

TANAH
PUPUK

Gambar 2.1. Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi.

Tabel 2.3. Dampak defisit air terhadap perkembangan dan produktivitas kelapa sawit
Perkiraan
Defisit Air Jumlah Daun Jumlah Pelepah Penurunan
Stadia
(mm/tahun) Tombak* Tua Patah** Produktivitas
(%)***
I 200-300 3-4 1-8 0-15
II 300-400 4-5 8-12 5-20
III 400-500 4-5 12-16 10-25
IV >500 4-5**** 12-16 15-45
(Sumber : PPKS, 2006)
Keterangan :

 Pelepah daun muda (pupus) mengumpul/ tidak membuka pada TBM dan TM,
serta patah pada stadia IV

** Pelepah daun tua patah (sengkleh) dan mengering pada TM

*** Satu tahun setelah cekaman kekeringan (defisit air)

**** Disertai dengan pupus patah

Hujan merupakan sumber air utama dan mempunyai peranan penting dalam
pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman pada perkebunan kelapa sawit.
Selain itu dapat juga digunakan untum memperkirakan peluan produksi tanaman kelapa
sawit kedepan ataupun mengevaluasi produksi yang telah lalu (Hasan, dkk, 2006).

Jumlah curah hujan tahunan di sebagian besar wilayah Indonesia sesungguhnya cukup
untuk memenuhi kebutuhan tanaman kelapa sawit. Namun pada wilayah – wilayah
tertentu terutama yang terletak di sebelah selatan khatulistiwa, penyebaran hujan sering
menjadi masalah atau menjadi faktor pembatas karena terdapat musim ini yang
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan, perkembangan bunga dan buah yang pada
akhirnya mempengaruhi produktivitas kelapa sawit (Hasan, dkk, 2006).

2.4 Jarak Tanam Pada Kelapa Sawit


Jarak tanam kelapa sawit tergantung dari pada jenis/ tipe tanah dan jenis bibit.
Rekomendasi bebrapa institusi penghasil benih mengenai pola tanam umumnya 136
pokok/ha (9,2 m x 9,2 m x 9,2 m) untuk tanah mineral dan 150 pokok/ha (8,8 m x 8,8 m
x 8,8 m) untuk tanah gambut (Pahan, 2012).

Menurut Harahap (2006) pola jarak tanam segitiga sama sisi memiliki populasi tanaman
15% lebih tinggi dibanding pola jarak tanam segi empat, sehingga secara teoritis akan
memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan pola jarak tanam segi empat.

2.5 Pemupukan
Pada masa tanaman menghassilkan, pemupukan diperlukan untuk mempertahankan
pertumbuhan tanaman dengan baik serta meningkatkan produksi (PT Tania Selatan,
1997). Pemupukan pada TM memerlukan hal penting ditinjau dari kegunaannya ataupun
biaya yang dipakai. Teknik aplikasi, dosis, jumlah pupuk, dan lain – lain tergantung
beberapa hal seperti : jenis tanah, umur tanaman, tingkat produksi yang dicapai, realisasi
pemupukan sebelumnya, jenis pupuk yang akan dipakai, tenaga kerja yang tersedia,
keadaan penutup tanah, analisa kadar hara pada daun, dan sebagainya (Lubis, 2008).

2.5.1 Penentuan Waktu Pemupukan


Waktu pemupukan perlu disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Pemupukan yang
optimum dilakukan pada waktu (bulan-bulan) dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan,
sedangkan curah hujan minimum 60 mm/bulandan maksimum 300 mm/bulan. Bila curah
hujan < 60 mm/bulan, maka pemupukan sebaiknya ditunda dan menunggu curah hujan
mencapai > 60 mm/bulan. Begitu pula curah hujan mencapai > 300 mm/bulan maka
pemupukan juga ditunda (Hasan, dkk, 2006).

2.5.2 Pedoman Praktis Waktu Pemupukan


Dalam pelaksanaan pemupukan di perkebunan kelapa sawitcdapat digunakan pedoman
praktis waktu pemupukan sebagai berikut (Hasan, dkk, 2006) :

a) Waktu mulai pemupukan di perkebunan bila sudah turun hujan 50 mm/10 hari
(awal musim hujan).

b) Waktu harus berhenti pemupukan (terutama pupuk N) adalah :

1. Bila priode terpanjang tidak hujan (hari tidak hujan berturut – turut, dry spell)
20 hari (terlalu kering).

2. Jumlah hari hujan > 20 hari/bulan (terlalu basah atau banyak hujan).

3. Intensitas hujan harian tinggi > 30 mm/hari (terlalu basah atau kelebihan hujan).

4. Tanah jenuh air (lewat kapasitas lapangan atau air sudah tergenang) karena
hujan terus menerus.
2.6 Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik lahan yang berbeda pada
setiap wilayah. Setiap kelas kesesuaian lahan (KKL) dapat secara langsung dikaitkan
dengan produksi kelapa sawit yang dapat dicapai. Belum tercapainya produksi yang
optimal, berhubungan erat dengan kondisi iklim wilayah berfluktasi musiman dan
perlakuan kultur teknis tanaman kelapa sawit yang belum optimal. Produksi kelapa sawit
marjinal berupa tandan buah segar (TBS) yang ditetapkan berdasarakan pendapatan
marjinal (Sulistyo, dkk, 2010).

2.7 Potensi Produksi Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit mampu memenuhi semua asumsi – asumsi agronomi dan
fisiologi. Dimana tanaman mampu beradaptasi terhadap lingkungan sebagai tempat
tumbuhnya serta mendapat cukup pasokan hara dan air tanpa ada gangguan hama dan
penyakit (Pahan, 2012).

Berikut potensi produksi tanaman kelapa sawit jenis Tenera secara umum pada lahan
kelas S1, S2, S3 disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan kriteria kelas kesesuaian lahan
terbaru
Umur KKL S 1 KKL S2 KKL S3
(Thn) TBS JT RBT TBS JT RBT TBS JT RBT
3 12.0 21.6 4.2 9.7 18.1 4.0 8.3 15.9 3.9

4 18.0 19.2 7.0 16.2 17.6 6.9 14.4 17.4 6.2

5 22.0 18.5 8.9 19.6 17.3 8.5 17.7 16.6 8.0

6 25.0 16.2 11.6 21.9 15.1 10.9 20.1 15.4 9.8

7 28.0 16.0 13.2 24.8 15.0 12.4 23.7 15.7 11.3

8 31.0 15.3 15.2 26.4 14.9 13.3 25.3 14.8 12.9

9 34.0 14.0 18.3 30.7 13.1 17.6 28.5 12.9 16.6

10 36.0 12.9 21.0 32.5 12.3 19.9 30.2 12.5 18.2

11 36.0 12.2 22.2 32.5 11.6 21.1 30.2 11.5 19.7

12 36.0 11.6 23.3 32.5 11.0 22.2 30.2 10.8 21.0

13 36.0 11.3 24.0 32.5 10.8 22.6 30.2 10.3 22.0

14 35.0 10.3 25.5 31.5 10.1 23.4 29.2 9.6 22.8

15 33.0 9.3 26.7 30.8 9.2 25.1 29.0 9.1 23.9

16 32.0 8.5 28.3 30.1 8.5 26.6 27.7 8.3 25.1

17 31.0 8.3 28.1 29.2 8.1 27.1 26.2 7.7 25.7

18 30.0 7.9 28.6 28.3 7.7 27.7 25.3 7.2 26.6

19 29.0 7.4 29.5 27.1 7.3 27.9 24.1 6.6 27.3

20 28.0 7.0 30.1 26.1 6.7 29.4 23.0 6.2 27.9

21 27.0 6.6 30.8 25.9 6.4 30.5 22.2 5.8 28.8

22 26.0 6.0 32.6 24.9 5.9 31.9 21.7 5.4 30.1

23 25.0 5.7 33.0 23.8 5.5 32.8 21.2 5.0 31.9

24 23.5 5.4 32.7 22.1 5.2 32.2 19.5 4.7 31.4

25 22.0 5.0 33.1 20.6 4.6 33.4 18.0 4.4 30.8

Rataan

(sumber : PPKS 2006)


Keterangan : KKL : Kelas Kesesuaian Lahan
TBS : Tandan Buah Segar
JT : Jumlah Tandan
RBT : Rataan Berat Tandan
Tabel 2.5. Potensi produksi tanaman kelapa sawit berdasarkan kriteria kelas lahan
standart SOCFINDO
POTENSI SOCFINDO (TON/HA)

Umur S-1 S-2 S-3


Tanaman TBS JPT RBT TBS JPT RBT TBS JPT RBT

(ton/ha) (tdn/phn) (kg/tdn) (ton/ha) (tdn/phn) (kg/tdn) (ton/ha) (tdn/phn) (kg/tdn)

3 13.30 33.00 2.90 12.30 31.00 2.60 11.0 26.00 2.40

4 21.90 32.00 4.70 20.10 30.00 4.30 18.10 25.00 3.90

5 26.60 27.00 6.80 24.50 26.00 6.20 22.10 21.00 5.60

6 29.00 23.00 8.90 26.70 22.00 8.20 24.00 18.00 7.30

7 30.20 19.00 11.20 27.90 18.00 10.30 25.10 15.00 9.10

8 30.90 17.00 12.90 28.50 16.00 11.90 25.60 13.00 10.70

9 31.10 16.00 13.80 28.70 15.00 12.80 25.80 13.00 11.50

10 31.40 15.00 14.30 28.90 14.00 13.20 26.00 12.00 11.90

11 31.40 15.00 14.50 28.90 14.00 13.40 26.00 12.00 12.10

12 31.40 15.00 14.50 28.90 14.00 13.40 26.00 12.00 12.10

13 31.40 15.00 15.00 28.90 14.00 13.80 26.00 12.00 12.40

14 31.40 14.00 15.20 28.90 13.00 14.00 26.00 11.00 12.60

15 31.40 14.00 15.30 28.90 13.00 14.10 26.00 11.00 12.70

16 30.90 13.00 16.40 28.50 12.00 15.10 25.60 10.00 13.60

17 30.40 13.00 16.70 28.00 12.00 15.40 25.20 10.00 13.80

18 30.10 12.00 16.90 27.60 11.00 15.60 25.00 9.00 14.10

19 29.50 12.00 17.40 27.20 11.00 16.10 24.40 9.00 14.40

20 29.00 11.00 17.90 26.70 10.00 16.50 24.00 9.00 14.80

21

22

23

24

25 27.60 25.40 22.90

Rerata 28.89 17.56 13.07 26.61 16.44 12.05 23.94 13.78 10.83

(sumber : SOCFINDO)

2.8 Kesenjangan Produktivitas


Pengertian kesenjangan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan
suatu ketimpangan; ketidaksamarataan; ketidaksetaraan. Untuk pengertian kesenjangan
secara khusus belum ditemukan oleh para ahli.

Perusahaan pada umumnya mengelola beberapa varietas tanaman kelapa sawit. Varietas
ini sebagai hasil persilangan dari beberapa induk kelapa sawit akan memiliki perbedaan
produktivitas. Oleh sebab itu, kesenjangan produktivitas dapat terjadi antara varietas
tanaman kelapa sawit hasil persilangan.

Anda mungkin juga menyukai