Pembimbing:
Pengempu : RSAL
dr Azis M, SpA
dr Rina SpA
Penyusun:
PERSETUJUAN
TINJAUAN PUSTAKA
JUDUL:
Nama Koas:
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama
kepada:
terdapatkekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mumps
2.2. Morbili
2.3 Rubella
2.4 Pencegahan MMR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan
virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak pada
tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.
Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar Amerika Serikat
mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap endemik. Vaksin mumps
digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), sebagian besar negara-negara dengan ekonomi lebih berkembang.
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu
(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap
virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang
menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya
enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan.
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar
3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
menjadi 1,2%.
Rubella (campak Jerman) adalah penyakit ringan, sering eksantematosa pada bayi dan
anak-anak yang biasanya lebih parah dan berhubungan dengan lebih banyak komplikasi pada
orang dewasa. Signifikansi klinis utamanya adalah infeksi transplasental dan kerusakan janin
sebagai bagian dari congenital rubella syndrome (CRS).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 mumps
2.1.1 definisi
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan
virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak pada
tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.1
Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang disebabkan oleh
infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan remaja. Gambaran klasik mumps
adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat
jinak, dan banyak kasus yang subklinis.2
2.1.2 Etiologi
Penyebab adalah virus mumps. Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang
juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle. Hanya deiketahui ada satu
serotype. Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Pengaruh
sitopatik kadang-kadang ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator infeksi yang paling
sensitif. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain.3
Virus penyebab mumps dapat menyebar melalui kontak langsung dengan percikan ludah,
bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus
memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini
dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung
telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau
otak.4
2.1.3 Epidemiologi
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelum
tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC (Centre of Disease Control)
yang terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus pada tahun 1993. Di RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta penderita parotitis yang berobat di unit rawat jalan sejak tahun 1994 -
1998 adalah sebanyak 61 kasus, sedangkan data Survai Rumah Tangga 1966 tidak menyertakan
parotitis sebagai penyakit yang diteliti. Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps,
golongan paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsul
Iipoprotein. Golongan umur 5-9 tahun adalah golongan yang paling banyak diserang oleh
penyakit ini. Komplikasi yang berat meliputi orkitis, pankreatitis, meningoensefalitis, dan
berbagai keterlibatan organ keIenjar lainnya.5
Meskipun insiden menurun pada semua kelompok usia, penurunan terbesar (> 50%
pengurangan tingkat kejadian per 100.000 penduduk) terjadi pada orang yang berusia 10 tahun
atau lebih. Orang yang berusia 15 tahun atau lebih tua menyumbang lebih dari sepertiga dari
total yang dilaporkan pada tahun 1985-1987, sedangkan pada periode 1967-1971, rata-rata hanya
8% dari kasus yang dilaporkan terjadi pada populasi ini. Meskipun dilaporkan insiden mumps
tetap meningkat di semua kelompok usia dari tahun 1985-1987, peningkatan paling dramatis
adalah di kalangan remaja yang berusia 10-14 tahun (peningkatannya hampir 7 kali lipat) dan
dewasa muda yang berusia 15-19 tahun (peningkatannya lebih dari 8 kali lipat).6
Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar Amerika Serikat
mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap endemik. Vaksin mumps
digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), sebagian besar negara-negara dengan ekonomi lebih berkembang.6
Virus Mumps menargetkan kelenjar ludah, sistem saraf pusat (SSP), pankreas, testis,
dan, pada tingkat lebih rendah, tiroid, ovarium, jantung, ginjal, hati, dan sinovia sendi. Setelah
infeksi, replikasi virus awal terjadi di epitel saluran pernapasan bagian atas. Infeksi menyebar ke
kelenjar getah bening di sekitarnya oleh drainase limfatik, dan kemudian terjadi viremia,
menyebarkan virus ke jaringan yang ditargetkan. Virus mumps menyebabkan nekrosis sel yang
terinfeksi dan dikaitkan dengan infiltrat inflamasi limfositik. Saluran kelenjar liur dilapisi dengan
epitel nekrotik, dan interstitium diinfiltrasi dengan limfosit. Pembengkakan jaringan di dalam
testis dapat menyebabkan infark iskemik fokal. Cairan serebrospinal (CSF) sering mengandung
pleositosis mononuklear, bahkan pada individu tanpa tanda klinis meningitis.
Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia lima sampai 15
tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih terasa lagi bila menelan cairan
asam seperti cuka dan air jeruk. Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah
telinga. Kelenjarkelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita juga
merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi mungkin terjadi pada
anak laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja
perempuan, nyeri akan terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus
mumps menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan jaringan
selaput otak. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti
persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara ketika penderita
bersin atau batuk.1
Diagnosis Mumps dapat dibuat berdasarkan riwayat pajanan terhadap infeksi mumps,
periode inkubasi yang sesuai, dan pengembangan temuan klinis yang khas. Konfirmasi adanya
parotitis dapat dilakukan dengan menunjukkan peningkatan nilai serum amilase. Leukopenia
dengan limfositosis relatif adalah temuan umum. Saat ini, pada populasi yang sudah banyak
imunisasi, diagnosis spesifik mumps harus dikonfirmasi atau disingkirkan dengan cara virologi
atau serologis. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengisolasi virus dalam kultur sel,
mendeteksi antigen virus dengan imunofluoresensi langsung, atau mengidentifikasi asam
nukleat dengan membalikkan reaksi Polimerase Chain Reaction (PCR).
Virus dapat diisolasi dari sekresi saluran pernapasan bagian atas (mukosa bukal dan
orofaringeal), CSF, atau urin selama penyakit akut; Namun, PCR menjadi negatif dengan cepat
terutama pada individu yang diimunisasi dan karenanya harus dijalankan dalam 3 hari setelah
pembengkakan parotis. Pengujian serologis biasanya merupakan cara diagnosis yang lebih
mudah dan tersedia. Peningkatan signifikan dalam gumpalan serum antibodi imunoglobulin G
antara spesimen serum akut dan konvalesen sebagaimana dideteksi oleh fiksasi komplemen,
hemaglutinasi netralisasi, atau tes immunoassay enzim menentukan diagnosis. Antibodi
imunoglobulin G mumps dapat bereaksi silang dengan antibodi terhadap virus parainfluenza
dalam uji serologis. Lebih umum, enzim immunoassay untuk antibodi imunoglobulin M mumps
digunakan untuk mengidentifikasi infeksi baru-baru ini. Semua tes serologis sulit
diinterpretasikan pada individu yang diimunisasi, dan hasil tes negatif tidak mengesampingkan
infeksi mumps.
2.2 Morbili
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu
(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap
virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang
menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya
enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan10
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar
3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah <12>
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita
saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan
penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya
seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak11
2.2.3 Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus.
Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan
Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa
prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang
tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar
selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur
35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah12.
2.2.4 patofisiologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran
pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel
mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah
terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari
penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-
Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan
timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah
kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang
umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan
membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan
terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri13.
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula
spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body
intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis10.
Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini
terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek
dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk
sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva
dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila
seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-10±1
infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis
berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal
di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut
seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari
sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada
akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan
mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium
erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar
39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas
leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan
menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki,
yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya10.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih
dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak
memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi
kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam
yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh
bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga
sulit dikenali10.
2.2.6 Diagnosis
1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang
timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan
biasanya tidak disertai gejala prodromal.
2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang
cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila
terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan
hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk
membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga
berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total13.
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit
atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul
(IDAI, 2004)
2.2.9 Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka
prognosisnya baik11.
2.3 Rubella
Rubella (campak Jerman) adalah penyakit ringan, sering eksantematosa pada bayi dan
anak-anak yang biasanya lebih parah dan berhubungan dengan lebih banyak komplikasi pada
orang dewasa. Signifikansi klinis utamanya adalah infeksi transplasental dan kerusakan janin
sebagai bagian dari congenital rubella syndrome (CRS).
Virus Rubella adalah anggota keluarga Togaviridae dan merupakan satu-satunya spesies
dari genus Rubivirus. Ini adalah virus RNA untai tunggal dengan amplop lipid dan 3 protein
struktural, termasuk protein nukleokapsid yang dikaitkan dengan nukleus dan 2 glikoprotein, E1
dan E2, yang terkait dengan amplop. Virus ini sensitif terhadap panas, sinar ultraviolet, dan pH
ekstrem tetapi relatif stabil pada suhu dingin. Manusia adalah satu-satunya inang yang
diketahui.
Infeksi kongenital terjadi selama viremia pada ibu. Setelah menginfeksi plasenta, virus
menyebar melalui sistem pembuluh darah janin yang sedang berkembang dan dapat
menginfeksi organ janin mana pun. Faktor risiko terpenting untuk cacat bawaan berat adalah
tahap kehamilan pada saat infeksi. Infeksi maternal selama 8 minggu pertama kehamilan
menyebabkan defek yang paling parah dan luas. Risiko infeksi kongenital diperkirakan 90%
untuk infeksi ibu sebelum usia kehamilan 11 minggu, 33% pada 11-12 minggu, 11% pada 13-14
minggu, dan 24% pada 15-16 minggu. Defek kongenital terjadi setelah 16 minggu kehamilan
jarang terjadi, bahkan jika infeksi janin terjadi. Penyebab kerusakan seluler dan jaringan pada
janin yang terinfeksi dapat mencakup nekrosis jaringan akibat insufisiensi vaskular,
berkurangnya waktu multiplikasi seluler, kerusakan kromosom, dan produksi inhibitor protein
yang menyebabkan penangkapan mitosis pada jenis sel tertentu. Ciri bawaan rubella kongenital
yang paling khas adalah kronisitas. Setelah janin terinfeksi pada awal kehamilan, virus bertahan
di jaringan janin sampai jauh setelah melahirkan. Kegigihan menunjukkan kemungkinan
kerusakan dan reaktivasi jaringan yang sedang berlangsung, terutama di otak.
Infeksi postnatal dengan rubella adalah penyakit ringan yang tidak mudah terlihat dari
infeksi virus lain, terutama pada anak-anak. Setelah masa inkubasi 14-21 hari, sebuah gelaja
prodormal yang terdiri dari demam ringan, sakit tenggorokan, mata merah dengan atau tanpa
sakit mata, sakit kepala, malaise, anoreksia, dan limfadenopati dimulai. Kelenjar getah bening
suboksipital, postauricular, dan anterior serviks paling menonjol.
Pada anak-anak, manifestasi pertama rubella biasanya ruam, yang bervariasi dan tidak
khas. Ini dimulai pada wajah dan leher sebagai makula kecil berwarna merah muda yang tidak
beraturan yang bergabung, dan menyebar secara sentrifugasi untuk melibatkan batang tubuh
dan ekstremitas, di mana ia cenderung muncul sebagai makula diskrit. Pada saat timbulnya
ruam, pemeriksaan orofaring dapat mengungkapkan lesi kecil berwarna rosecolour (bintik
Forchheimer) atau perdarahan petekie pada langit-langit lunak. Ruam memudar dari wajah saat
meluas ke seluruh tubuh sehingga seluruh tubuh mungkin tidak terlibat pada satu waktu. Durasi
ruam umumnya 3 hari, dan biasanya sembuh tanpa deskuamasi. Infeksi subklinis sering terjadi,
dan 25–40% anak mungkin tidak mengalami ruam. Remaja dan orang dewasa cenderung lebih
bergejala dan memiliki manifestasi sistemik, hingga 70% wanita menunjukkan artralgia dan
arthritis.
Rubella dapat bermanifestasi sebagai ciri khas yang menunjukkan diagnosis. Ini sering
bingung dengan infeksi lain karena tidak umum, mirip dengan penyakit eksantematosa virus
lainnya, dan menunjukkan variabilitas dengan adanya temuan khas. Dalam kasus yang parah,
mungkin menyerupai campak. Tidak adanya bintik-bintik Koplik dan prodrom yang parah, serta
kursus yang lebih pendek, memungkinkan untuk diferensiasi dari campak. Penyakit lain yang
sering dikacaukan dengan rubella termasuk infeksi yang disebabkan oleh adenovirus, parvovirus
B19 (erythema infectiosum),virus Epstein-Barr, enterovirus, roseola, dan Mycoplasma
pneumoniae.
Tidak ada pengobatan khusus yang tersedia untuk rubella atau CRS. Rubella postnatal
umumnya merupakan penyakit ringan yang tidak memerlukan perawatan di luar antipiretik dan
analgesik. Imunoglobulin atau kortikosteroid intravena dapat dipertimbangkan untuk
trombositopenia berat, tanpa henti. Manajemen anak-anak dengan CRS lebih kompleks dan
memerlukan evaluasi dan tindak lanjut pediatrik, jantung, audiologis, ophthalmologis, dan
neurologis karena banyak manifestasi yang mungkin tidak tampak pada awalnya atau dapat
memburuk dengan waktu. Pemeriksaan pendengaran sangat penting karena intervensi dini
dapat meningkatkan hasil pada anak-anak dengan masalah pendengaran yang disebabkan oleh
CRS.
Infeksi postnatal dengan rubella memiliki prognosis yang sangat baik. Hasil jangka
panjang CRS kurang menguntungkan dan agak bervariasi. Dalam kohort Australia yang
dievaluasi 50 tahun setelah infeksi, banyak yang memiliki kondisi kronis tetapi kebanyakan
sudah menikah dan telah melakukan penyesuaian sosial yang baik. Sebuah kohort dari New
York dari epidemi pertengahan 1960-an memiliki hasil yang kurang menguntungkan, dengan
30% menjalani kehidupan normal, 30% dalam situasi tergantung tetapi fungsional, dan 30%
membutuhkan pelembagaan dan perawatan berkelanjutan. Reinfeksi dengan virus liar terjadi
setelah kelahiran pada kedua individu yang sebelumnya terinfeksi dengan virus liar rubella dan
individu yang divaksinasi. Reinfeksi didefinisikan secara serologis sebagai peningkatan yang
signifikan dalam tingkat antibodi IgG dan / atau respons IgM pada individu yang memiliki IgG
spesifik rubella yang sudah ada sebelumnya yang telah didokumentasikan di atas batas yang
diterima. Infeksi ulang dapat menyebabkan respons IgG anamnestik, respons IgM dan IgG, atau
rubela klinis. Ada 29 laporan dalam literatur CRS setelah infeksi ulang ibu. Infeksi ulang dengan
hasil buruk yang serius pada orang dewasa atau anak-anak jarang terjadi dan tidak signifikan.