Anda di halaman 1dari 21

TINJAUAN PUSTAKA

MUMPS, MORBILI, RUBELLA

Pembimbing:

Pengempu : RSAL

dr Azis M, SpA

dr Rina SpA

Penyusun:

Abdurrahman Samarqandy 03015003

Adinda Farsyadhia 03015006

Nadhif Eka Saputro 03015205

Arju Miftahyudin 03016016

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM Dr. KARDINAH KOTA - TEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


PERIODE JULI –AGUSTUS 2020

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

TINJAUAN PUSTAKA

JUDUL:

MUMPS, MORBILI, RUBELLA

Nama Koas:

Abdurrahman Samarqandy 03015003

Adinda Farsyadhia 03015006

Nadhif Eka Saputro 03015205

Arju Miftahyudin 03016016

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari     , Tanggal         2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena

atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul

“MUMPS, MORBILI, RUBELLA”.

Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam

kepaniteraan klinik di bagian Penyakit Anak.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama

kepada:

Saya menyadari dalam pembuatan presentasi kasus ini masih banyak

terdapatkekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan

presentasi kasus ini sangat saya harapkan.

Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

terutama dalam bidang ilmu bedah.


DAFTAR ISI

 BAB I
PENDAHULUAN
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mumps
2.2. Morbili
2.3 Rubella
2.4 Pencegahan MMR
 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan
virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak pada
tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.

Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar Amerika Serikat
mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap endemik. Vaksin mumps
digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), sebagian besar negara-negara dengan ekonomi lebih berkembang.

Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu
(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap
virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang
menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya
enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan.

Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar
3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
menjadi 1,2%.

Rubella (campak Jerman) adalah penyakit ringan, sering eksantematosa pada bayi dan
anak-anak yang biasanya lebih parah dan berhubungan dengan lebih banyak komplikasi pada
orang dewasa. Signifikansi klinis utamanya adalah infeksi transplasental dan kerusakan janin
sebagai bagian dari congenital rubella syndrome (CRS).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 mumps
2.1.1 definisi

Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan
virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak pada
tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.1

Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang disebabkan oleh
infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan remaja. Gambaran klasik mumps
adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat
jinak, dan banyak kasus yang subklinis.2

2.1.2 Etiologi
Penyebab adalah virus mumps. Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang
juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle. Hanya deiketahui ada satu
serotype. Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Pengaruh
sitopatik kadang-kadang ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator infeksi yang paling
sensitif. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain.3

Virus penyebab mumps dapat menyebar melalui kontak langsung dengan percikan ludah,
bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus
memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini
dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung
telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau
otak.4
2.1.3 Epidemiologi
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelum
tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC (Centre of Disease Control)
yang terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus pada tahun 1993. Di RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta penderita parotitis yang berobat di unit rawat jalan sejak tahun 1994 -
1998 adalah sebanyak 61 kasus, sedangkan data Survai Rumah Tangga 1966 tidak menyertakan
parotitis sebagai penyakit yang diteliti. Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps,
golongan paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsul
Iipoprotein. Golongan umur 5-9 tahun adalah golongan yang paling banyak diserang oleh
penyakit ini. Komplikasi yang berat meliputi orkitis, pankreatitis, meningoensefalitis, dan
berbagai keterlibatan organ keIenjar lainnya.5
Meskipun insiden menurun pada semua kelompok usia, penurunan terbesar (> 50%
pengurangan tingkat kejadian per 100.000 penduduk) terjadi pada orang yang berusia 10 tahun
atau lebih. Orang yang berusia 15 tahun atau lebih tua menyumbang lebih dari sepertiga dari
total yang dilaporkan pada tahun 1985-1987, sedangkan pada periode 1967-1971, rata-rata hanya
8% dari kasus yang dilaporkan terjadi pada populasi ini. Meskipun dilaporkan insiden mumps
tetap meningkat di semua kelompok usia dari tahun 1985-1987, peningkatan paling dramatis
adalah di kalangan remaja yang berusia 10-14 tahun (peningkatannya hampir 7 kali lipat) dan
dewasa muda yang berusia 15-19 tahun (peningkatannya lebih dari 8 kali lipat).6

Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar Amerika Serikat
mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap endemik. Vaksin mumps
digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), sebagian besar negara-negara dengan ekonomi lebih berkembang.6

2.1.4 Patofisiologi Mumps 7,8

Virus Mumps menargetkan kelenjar ludah, sistem saraf pusat (SSP), pankreas, testis,
dan, pada tingkat lebih rendah, tiroid, ovarium, jantung, ginjal, hati, dan sinovia sendi. Setelah
infeksi, replikasi virus awal terjadi di epitel saluran pernapasan bagian atas. Infeksi menyebar ke
kelenjar getah bening di sekitarnya oleh drainase limfatik, dan kemudian terjadi viremia,
menyebarkan virus ke jaringan yang ditargetkan. Virus mumps menyebabkan nekrosis sel yang
terinfeksi dan dikaitkan dengan infiltrat inflamasi limfositik. Saluran kelenjar liur dilapisi dengan
epitel nekrotik, dan interstitium diinfiltrasi dengan limfosit. Pembengkakan jaringan di dalam
testis dapat menyebabkan infark iskemik fokal. Cairan serebrospinal (CSF) sering mengandung
pleositosis mononuklear, bahkan pada individu tanpa tanda klinis meningitis.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIK

Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia lima sampai 15
tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih terasa lagi bila menelan cairan
asam seperti cuka dan air jeruk. Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah
telinga. Kelenjarkelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita juga
merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi mungkin terjadi pada
anak laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja
perempuan, nyeri akan terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus
mumps menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan jaringan
selaput otak. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti
persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara ketika penderita
bersin atau batuk.1

2.1.6 Diagnosis Mumps7,8

Diagnosis Mumps dapat dibuat berdasarkan riwayat pajanan terhadap infeksi mumps,
periode inkubasi yang sesuai, dan pengembangan temuan klinis yang khas. Konfirmasi adanya
parotitis dapat dilakukan dengan menunjukkan peningkatan nilai serum amilase. Leukopenia
dengan limfositosis relatif adalah temuan umum. Saat ini, pada populasi yang sudah banyak
imunisasi, diagnosis spesifik mumps harus dikonfirmasi atau disingkirkan dengan cara virologi
atau serologis. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengisolasi virus dalam kultur sel,
mendeteksi antigen virus dengan imunofluoresensi langsung, atau mengidentifikasi asam
nukleat dengan membalikkan reaksi Polimerase Chain Reaction (PCR).

Virus dapat diisolasi dari sekresi saluran pernapasan bagian atas (mukosa bukal dan
orofaringeal), CSF, atau urin selama penyakit akut; Namun, PCR menjadi negatif dengan cepat
terutama pada individu yang diimunisasi dan karenanya harus dijalankan dalam 3 hari setelah
pembengkakan parotis. Pengujian serologis biasanya merupakan cara diagnosis yang lebih
mudah dan tersedia. Peningkatan signifikan dalam gumpalan serum antibodi imunoglobulin G
antara spesimen serum akut dan konvalesen sebagaimana dideteksi oleh fiksasi komplemen,
hemaglutinasi netralisasi, atau tes immunoassay enzim menentukan diagnosis. Antibodi
imunoglobulin G mumps dapat bereaksi silang dengan antibodi terhadap virus parainfluenza
dalam uji serologis. Lebih umum, enzim immunoassay untuk antibodi imunoglobulin M mumps
digunakan untuk mengidentifikasi infeksi baru-baru ini. Semua tes serologis sulit
diinterpretasikan pada individu yang diimunisasi, dan hasil tes negatif tidak mengesampingkan
infeksi mumps.

2.1.7 diangnosis banding


Virus mumps satu-satunya penyebab epidemi parotitis. Parotitis terutama kasus sporadis
dapat berhubungan dengan virus selain dari mumps. Parotitis juga dapat disebabkan oleh Epstein
Barr virus, human herpesvirus B6 (penyebab roseola) cytomegalovirus, parainfluenza virus tipe
1 dan 3, influenza A virus, coxsackieviruses dan enteroviruses lainnya, lymphocytic
choriomeningitis virus, human immunodeficiency virus, Staphylococcus aureus, dan
nontuberculous Mycobacterium.9
2.1.8 Tatalaksana Mumps7,8

Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang


berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
“Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.

2.1.9 Prognosis Mumps7,8

Mumps merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh sendiri. Prognosis parotitis


adalah baik, dapat sembuh spontan dan komplit serta jarang berlanjut menjadi kronis.Sterilitas
karena orkhitis jarang terjadi.

2.2 Morbili

2.2.1 definisi morbili

Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu
(1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap
virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang
menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya
enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan10

2.2.2 epidemiologi morbili

Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar
3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah <12>
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita
saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan
penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya
seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak11

2.2.3 Etiologi

Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus.
Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan
Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa
prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang
tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar
selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur
35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah12.

2.2.4 patofisiologi

Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran
pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel
mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah
terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari
penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-
Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan
timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah
kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang
umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan
membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan
terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri13.
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula
spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body
intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis10.

2.2.5 Manifestasi klinis

Stadium inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini
terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit.

Stadium prodromal

Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek
dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk
sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva
dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila
seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang

Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-10±1
infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis
berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal
di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut
seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari
sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada
akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan
mengeluhkan nyeri tenggorokkan.

Stadium erupsi

Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium
erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar
39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas
leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan
menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki,
yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya10.

Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih
dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak
memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi
kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam
yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh
bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga
sulit dikenali10.

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan


laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti
banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,
immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody
(FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa
prodromal dan serum sekunder pada 7 – 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil
dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum
IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam
waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada
pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan
bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan
jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal10.
2.2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding morbili diantaranya :

1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.

2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang
timbul tidak seberat campak.

3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan
biasanya tidak disertai gejala prodromal.

4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda


patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau
membranosa14.

2.2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang
cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila
terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan
hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk
membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga
berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total13.

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit
atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul
(IDAI, 2004)

2.2.9 Prognosis

Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka
prognosisnya baik11.
2.3 Rubella

2.3.1 Definisi Rubella15,16

Rubella (campak Jerman) adalah penyakit ringan, sering eksantematosa pada bayi dan
anak-anak yang biasanya lebih parah dan berhubungan dengan lebih banyak komplikasi pada
orang dewasa. Signifikansi klinis utamanya adalah infeksi transplasental dan kerusakan janin
sebagai bagian dari congenital rubella syndrome (CRS).

2.3.2 Etiologi Rubella15,16

Virus Rubella adalah anggota keluarga Togaviridae dan merupakan satu-satunya spesies
dari genus Rubivirus. Ini adalah virus RNA untai tunggal dengan amplop lipid dan 3 protein
struktural, termasuk protein nukleokapsid yang dikaitkan dengan nukleus dan 2 glikoprotein, E1
dan E2, yang terkait dengan amplop. Virus ini sensitif terhadap panas, sinar ultraviolet, dan pH
ekstrem tetapi relatif stabil pada suhu dingin. Manusia adalah satu-satunya inang yang
diketahui.

2.3.3 Patofisiologi Rubella15,16

Setelah infeksi, virus bereplikasi di epitel pernapasan dan kemudian menyebar ke


kelenjar getah bening regional. Viremia terjadi dan paling intens dari 10 hingga 17 hari setelah
infeksi. Pelepasan virus dari nasofaring dimulai sekitar 10 hari setelah infeksi dan dapat
dideteksi hingga 2 minggu setelah timbulnya ruam. Masa komunikasi tertinggi adalah dari 5 hari
sebelum hingga 6 hari setelah munculnya ruam.

Infeksi kongenital terjadi selama viremia pada ibu. Setelah menginfeksi plasenta, virus
menyebar melalui sistem pembuluh darah janin yang sedang berkembang dan dapat
menginfeksi organ janin mana pun. Faktor risiko terpenting untuk cacat bawaan berat adalah
tahap kehamilan pada saat infeksi. Infeksi maternal selama 8 minggu pertama kehamilan
menyebabkan defek yang paling parah dan luas. Risiko infeksi kongenital diperkirakan 90%
untuk infeksi ibu sebelum usia kehamilan 11 minggu, 33% pada 11-12 minggu, 11% pada 13-14
minggu, dan 24% pada 15-16 minggu. Defek kongenital terjadi setelah 16 minggu kehamilan
jarang terjadi, bahkan jika infeksi janin terjadi. Penyebab kerusakan seluler dan jaringan pada
janin yang terinfeksi dapat mencakup nekrosis jaringan akibat insufisiensi vaskular,
berkurangnya waktu multiplikasi seluler, kerusakan kromosom, dan produksi inhibitor protein
yang menyebabkan penangkapan mitosis pada jenis sel tertentu. Ciri bawaan rubella kongenital
yang paling khas adalah kronisitas. Setelah janin terinfeksi pada awal kehamilan, virus bertahan
di jaringan janin sampai jauh setelah melahirkan. Kegigihan menunjukkan kemungkinan
kerusakan dan reaktivasi jaringan yang sedang berlangsung, terutama di otak.

2.3.4 Manifestasi Klinis Rubella15,16

Infeksi postnatal dengan rubella adalah penyakit ringan yang tidak mudah terlihat dari
infeksi virus lain, terutama pada anak-anak. Setelah masa inkubasi 14-21 hari, sebuah gelaja
prodormal yang terdiri dari demam ringan, sakit tenggorokan, mata merah dengan atau tanpa
sakit mata, sakit kepala, malaise, anoreksia, dan limfadenopati dimulai. Kelenjar getah bening
suboksipital, postauricular, dan anterior serviks paling menonjol.

Pada anak-anak, manifestasi pertama rubella biasanya ruam, yang bervariasi dan tidak
khas. Ini dimulai pada wajah dan leher sebagai makula kecil berwarna merah muda yang tidak
beraturan yang bergabung, dan menyebar secara sentrifugasi untuk melibatkan batang tubuh
dan ekstremitas, di mana ia cenderung muncul sebagai makula diskrit. Pada saat timbulnya
ruam, pemeriksaan orofaring dapat mengungkapkan lesi kecil berwarna rosecolour (bintik
Forchheimer) atau perdarahan petekie pada langit-langit lunak. Ruam memudar dari wajah saat
meluas ke seluruh tubuh sehingga seluruh tubuh mungkin tidak terlibat pada satu waktu. Durasi
ruam umumnya 3 hari, dan biasanya sembuh tanpa deskuamasi. Infeksi subklinis sering terjadi,
dan 25–40% anak mungkin tidak mengalami ruam. Remaja dan orang dewasa cenderung lebih
bergejala dan memiliki manifestasi sistemik, hingga 70% wanita menunjukkan artralgia dan
arthritis.

2.3.5 Diagnosis Rubella15,16


Diagnosis spesifik rubella penting untuk alasan epidemiologis, untuk diagnosis infeksi
pada wanita hamil, dan untuk konfirmasi diagnosis rubela bawaan. Tes diagnostik yang paling
umum adalah uji imunosorben enzim rubella imunoglobulin (Ig) M, yang biasanya ada sekitar 4
hari setelah munculnya ruam. Seperti halnya tes serologis, nilai prediktif positif dari pengujian
menurun pada populasi dengan prevalensi penyakit yang rendah dan pada individu yang
diimunisasi. Tes harus dilakukan dalam konteks riwayat pajanan yang mendukung atau temuan
klinis yang konsisten. Sensitivitas dan spesifisitas relatif dari kit komersial yang digunakan di
sebagian besar laboratorium berkisar dari 96% hingga 99% dan 86% hingga 97%, masing-
masing. Satu peringatan untuk pengujian bayi yang terinfeksi secara kongenital pada awal masa
bayi adalah bahwa hasil negatif palsu dapat terjadi karena adanya persaingan antibodi IgG yang
beredar pada pasien ini. Pada pasien seperti itu, tes penangkapan IgM, tes PCR reverse
transcriptase, atau kultur virus harus dilakukan untuk konfirmasi. Isolasi virus dengan biakan
sekresi nasofaring, urin pada bayi baru lahir, atau darah tali pusat atau plasenta dapat
digunakan untuk mendiagnosis infeksi bawaan. Tes PCR terhadap cairan ketuban selama
kehamilan juga merupakan pendekatan yang tepat untuk mendiagnosis infeksi bawaan.
Leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia ringan ditemukan selama rubela postnatal.

2.3.6 Diagnosis Banding Rubella15,16

Rubella dapat bermanifestasi sebagai ciri khas yang menunjukkan diagnosis. Ini sering
bingung dengan infeksi lain karena tidak umum, mirip dengan penyakit eksantematosa virus
lainnya, dan menunjukkan variabilitas dengan adanya temuan khas. Dalam kasus yang parah,
mungkin menyerupai campak. Tidak adanya bintik-bintik Koplik dan prodrom yang parah, serta
kursus yang lebih pendek, memungkinkan untuk diferensiasi dari campak. Penyakit lain yang
sering dikacaukan dengan rubella termasuk infeksi yang disebabkan oleh adenovirus, parvovirus
B19 (erythema infectiosum),virus Epstein-Barr, enterovirus, roseola, dan Mycoplasma
pneumoniae.

2.3.7 Tatalaksana Rubella15,16

Tidak ada pengobatan khusus yang tersedia untuk rubella atau CRS. Rubella postnatal
umumnya merupakan penyakit ringan yang tidak memerlukan perawatan di luar antipiretik dan
analgesik. Imunoglobulin atau kortikosteroid intravena dapat dipertimbangkan untuk
trombositopenia berat, tanpa henti. Manajemen anak-anak dengan CRS lebih kompleks dan
memerlukan evaluasi dan tindak lanjut pediatrik, jantung, audiologis, ophthalmologis, dan
neurologis karena banyak manifestasi yang mungkin tidak tampak pada awalnya atau dapat
memburuk dengan waktu. Pemeriksaan pendengaran sangat penting karena intervensi dini
dapat meningkatkan hasil pada anak-anak dengan masalah pendengaran yang disebabkan oleh
CRS.

2.3.8 Prognosis Rubella15,16

Infeksi postnatal dengan rubella memiliki prognosis yang sangat baik. Hasil jangka
panjang CRS kurang menguntungkan dan agak bervariasi. Dalam kohort Australia yang
dievaluasi 50 tahun setelah infeksi, banyak yang memiliki kondisi kronis tetapi kebanyakan
sudah menikah dan telah melakukan penyesuaian sosial yang baik. Sebuah kohort dari New
York dari epidemi pertengahan 1960-an memiliki hasil yang kurang menguntungkan, dengan
30% menjalani kehidupan normal, 30% dalam situasi tergantung tetapi fungsional, dan 30%
membutuhkan pelembagaan dan perawatan berkelanjutan. Reinfeksi dengan virus liar terjadi
setelah kelahiran pada kedua individu yang sebelumnya terinfeksi dengan virus liar rubella dan
individu yang divaksinasi. Reinfeksi didefinisikan secara serologis sebagai peningkatan yang
signifikan dalam tingkat antibodi IgG dan / atau respons IgM pada individu yang memiliki IgG
spesifik rubella yang sudah ada sebelumnya yang telah didokumentasikan di atas batas yang
diterima. Infeksi ulang dapat menyebabkan respons IgG anamnestik, respons IgM dan IgG, atau
rubela klinis. Ada 29 laporan dalam literatur CRS setelah infeksi ulang ibu. Infeksi ulang dengan
hasil buruk yang serius pada orang dewasa atau anak-anak jarang terjadi dan tidak signifikan.

2.4 Pencegahan MMR17

Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR (Measles,


Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014, vaksin campak
diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat diberikan pada usia 2 tahun.
Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2
tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun. Dosis vaksin campak ataupun
vaksin MMR 0,5 mL subkutan. Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan
imunodefisiensi primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi
organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan
terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak. Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-
Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang
dimulai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat
dijumpai pada 5% resipien, yang timbul pada hari ke 7 s/d 10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari. Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan sistem saraf
pusat, seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Risiko kedua efek samping tersebut
dalam 30 hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000 dosis vaksin. Reaksi KIPI
vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000 anak berusia 1-2 tahun berupa
malaise, demam, atau ruam 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung 2-3 hari. Vaksinasi
MMR dapat menyebabkan efek samping demam, terutama karena komponen campak.14
Kurang lebih 5-15% anak akan mengalami demam >39,40 C setelah imunisasi MMR.6,8,14
Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari setelah imunisasi, ada yang selama 1-2
hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi, dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis
pasca-imunisasi terjadi pada <1/1.000.000 dosis. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau
setelah penyuntikan imunisasi lain. Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada
umur 12-18 bulan, imunisasi campak 2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan
diberikan pada umur 10-12 tahun atau 12-18 tahun.
Daftar pustaka

1. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas;


2007. Jakarta: 2008. p.158

2. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States.


The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2006. p.938-941.
Diakses dari http://www.jacionline.org /article/S0091-6749(06)01582-X/fulltext pada
bulan April 2013
3. Maldonado, Yvonne. Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak; 2000.
p.1075-1077
4. Anggraeni, Melisa, Dwi Lingga Utama, I Md Gd. Gondongan (Mumps atau Parotitis).
Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar. Diakses dari
http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis pada bulan April 2013
5. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak Sekolah
Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2004. p. 134-137
6. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape Reference:
2012. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada bulan April 2013.
7. Robert M, Richard E, Hal B, Bonita F. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. USA:
Elsevier; 2007. hlm. 1331-2.
8. Shih bin, S. Current Status of Mumps Virus Infection: Epidemyology, Pathogenesis and
Vaccine. International Journal of Environmental Research and Public Health.2020:17
9. California Department of Public Health – December 2012. Mumps: Case and Outbreak
Investigation: 2012
10. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of
Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
11. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90
12. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. Hal. 125
13. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 – 2298
14. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam:
Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113
15. Fitriany,J. Sindrom Rubella Kongenital. Jurnal Averrous.2018:vol;4(1)
16. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis.
Edisi Ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2010.
17. udjiadi, Antonius H dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta: badanPenerbit
IDAI
18.

Anda mungkin juga menyukai