Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan
adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya
terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
(Lyrawati & Leonita, 2012. GINA, 2015)
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan
metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi
Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut
Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi
tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi,
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan
(allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen
makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut atau saat serangan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana Konsep Teori dari Penyakit Asma?
1.2.2 Bagaimana proses perjalanan penyakit Asma?
1.2.3 Begaimana penatalaksanaan pada pasien Asma?
1.2.4 Bagaimana Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Pasien
Asma?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mahasiswa dapat memahami teori tentang Asma dan melaksanakan
asuhan kegawat daruratan pada pasien dengan Asma
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
Setelah diberikan materi konsep teori tentang Asma dan asuhan
keperawatan kegawat daruratan pada asma
1. Mengetahui tentang Konsep Teori dari Penyakit Asma
2. Mampu memahami penatalaksanaan pada pasien Asma
3. Mampu memahami asuhan keperawatan kegawat daruratan
pasien Asma
1.4 MANFAAT PENULISAN
1.4.1 Bagi Penulis
1. Sebagai pemenuhan tugas dari Kegawat Daruratan Sistem
2. Sebagai bahan pembelajaran dalam meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan dalam pemberian Asuhan Kegawatdaruratan pada
Pasien Asma
1.4.2 Pembaca
1. Sebagai bahan kajian dalam pengembangan ilmu yang berkaitan
dengan Asuhan Kegawatdaruratan pada Pasien Asma
2. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
tentang Asuhan Kegawatdaruratan Asma

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

Asma adalah kelainan peradangan kronis pada saluran nafas dimana


beberapa sel yang berbeda (sel mast, eosinofil. Limfosit T, neutrofil dan sel
epitel) memegang peranan. Peradangan ini menyebabkan episode berulang
dari obstruksi aliran nafas yang luas namun bervariasi, dimana akan
menyebabkan peningkatan respon dari trakhea dan bronkus terhadap berbagai
stimulus (iritan fisik, kimia, imunologis, dan farmakologis). (Lyrawati &
Leonita, 2012)

Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya ditandai dengan


peradangan saluran nafas kronis. Di tandai dengan adanya gejala pernapasan
seperti mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu. (GINA, 2015)

Kesimpulan dari kelompok, asma adalah suatu keadaan dimana


saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktifitas rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan pada bronkus
sehingga menimbulkan suara wheezing, dan sesak nafas.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita Asma dan tahun 2015
diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja
lebih besar merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab
meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai negara menunjukan bahwa
prevalensi penykit asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).

3
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan
metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi
Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut
Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi
tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).

2.3 FAKTOR RESIKO


Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan
faktor lingkungan.
1. Faktor Predisposisi
a. Alergi
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF (platelet activating
factor) yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi
mukus dan vasodilatasi. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada
inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel
mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Hiperaktivitas di sebabkan oleh peradangan bronkial yang persisten,
yang mengakibatkan hipersekresi mukus dan hipertrofi otot polos
bronkus.
c. Jenis kelamin
d. Ras/etnik

4
e. Obesitas
Obesitas menyebabkan penurunan sistem komplians paru, volume
paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi
peningkatan hiperreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah
pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi.
2. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, bulu
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor pencetus
a. Alergen makanan
b. Alergen obat-obatan tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
Stresor mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan SNS (sympatic
nervus system). Stimulasi SNS menghasilkan pelepasan sistemik
epinefrin dan norepinefrin. Reseptor adrenergik berada pada sel T dan
B, reseptor tersebut dapat mengatur bentuk respons humoral yang
terlibat dalam asma meliputi pelepasan interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL-
13 mengikuti paparan alergen, pelepasan histamin oleh aktivasi sel
mast, perekrutan eosinofil dan aktivasi eosinofil di jalan napas.
Aktivasi PNS (pharasimpatic nervus system) akan menyebabkan
pelepasan neurotransmiter asetilkolin yang menyebabkan
bronkokonstriksi dan sekresi mukus
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas
/olahraga tertentu.

5
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. ( Rengganis, 2008 )

2.4 KLASIFIKASI
Asma dibedakan jadi 2 jenis yakni :
1. Asma bronkial : hipersensitif terhadap rangsangan dari luar seperti
debu, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi
2. Asma kardial : asma yang timbul akibat kelainan jantung dimana asma
ini terjadi karena adanya gangguan pada jantung yang menyebabkan
penurunan suplai darah ke paru-paru, dengan gejala sesak nafas hebat
pada malam hari atau di sebut nocturnal paroxymul dyspnea.
Klasifikasi Menurut Derajat Asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan
obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar
asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang
dan persisten berat.
Menurut GINA :
1. Intermiten : gejala kurang dari 1x/minggu dan serangan singkat
2. Persisten ringan : gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari
3. Persisten sedang : gejala terjadi setiap hari
4. Persisten berat : gejala terjadi setiap hari dan sering terjadi serangan

2.5 TANDA GEJALA


Tanda dan gejala umum Asma ( Lyrawati & Leonita, 2012)
1. Tanda
a. Rekuren dan episodic
b. Nafas cuping hidung

6
c. Wheezing / Mengi
d. Penggunaan otot-otot tambahan untuk bernafas
e. Meningkatnya laju pernafasan
f. Peningkatan VEP1 >20% (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik n :
80%)
2. Gejala
a. Dipsnea
b. Takipnea
c. Batuk
d. Dada seperti tertekan

2.6 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Wong (2009) Inflamasi berperan dalam
peningkatan reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi
jalan napas cukup beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi
dan satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit. Faktor-faktor
penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan
jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam
saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan
imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding
sel mast yang disebut sel mast akan mengalami degranulasi, sel mast yang
mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti
histamin dan bradikinin.
Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos
bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan
dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan
CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2
ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan

7
tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang
akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.
Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga
menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah
gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana
oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan
hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis

8
2.7 PATHWAY

Pencetus serangan (allergen, emosi/stress, Reaksi antigen dan antibodi


obat-obatan, infeksi)

Peningkatan permeabilitas Release vasoactive substance (histamine,


kapiler bradikinin, anafilatoxin)

Edema mukosa, sekresi produktif, kontriksi otot polos meningkat

Konsentrasi O2 dalam darah


Spasme otot polos sekresi dan kelenjar
menurun
bronkus

Obstruksi bronkus Hipoksemia dan hiperkapnea

Sekresi mucus berlebih, Tekanan parsial Gangguan


wheezing, batuk, sesak nafas oksigen di alveoli pertukaran gas
menurun

Ketidak efektifan bersihan


jalan nafas Penyempitan
jalan nafas Suplai darah dan O2 ke otak,
jaringan & jantung

Peningkatan kerja
- Koma
otot pernafasan Kebutuhan O2 - Perfusi jaringan
meningkat - Penurunan cardiac out put
Ketidak efektifan
pola nafas Penurunan curah
hiperventilasi
jantung

Retensi o2
Intoleransi aktivitas

Asidosis respiratorik

9
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Spirometri. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter (PEF meter)
b. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong
anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma.
c. Petanda inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran nafas
dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam
sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan nafas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah
eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan
derajat berat asma.
d. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan
FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi.
Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen
spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang
sensitif.
e. Faal Paru. Pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk
menyamakan dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal
paru digunakan untuk menilai:
1. Obstruksi jalan napas
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-
ponsif jalan napas

10
f. Tes darah : tes Blood Gas Analisis untuk mengetahui normal atau terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

2.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi :
1) Edukasi : Edukasi di berikan kepada penderita dan juga keluarga agar
dapat memahami tentang asma dan melakukan pencegahan
2) Menilai dan monitor berat asma secara berkala : Penilaian klinis berkala 1-
6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus : Mengidentifikasi faktor
yang menyebabkan asma dan melakukan pencegahan
4) Pengobatan jangka panjang
a. Medikasi : untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas,
terdiri dari obat pengontrol dan pelega
1. Obat Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah obat asma yang digunakan jangka panjang
untuk mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk
mengatasi proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar
penyakit asma. Obat ini diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten,
dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang
mempunyai sifat sebagai pengontrol, antara lain:
a) Corticosteroid inhalasi
b) Corticosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate
d) Methylxanthine
e) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi

11
2. Obat Pelega (Reliever)
Merupakan bronkodilator yang melebarkan saluran pernapasan
melalui relaksasi otot polos, untuk memperbaiki dan atau
menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut
asma, seperi mengi, rasa berat dada dan batuk. Obat pelega tidak
memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsif pada
saluran pernapasan. Oleh karena itu, penatalaksanaan asma yang
hanya menggunakan obat pelega, tidak akan menyelesaikan
masalah asma secara tuntas. Obat-obat yang termasuk obat pelega
adalah:
1. Agonis β2 kerja singkat dan kerja lama
2. Anticholinergic (atrophine sulphate, ipratropium, tiotropium,
dan lain-lain)
3. Xanthine (Aminophylline)
4. Simpatomimetik lainnya seperti adrenaline, ephedrine, dan
lain-lain.
b. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Hijau
- kondisi baik, asma terkontrol
- tidak ada/gejala minimal
- APE 80-100% nilai terbaik
Prinsip pengobatan di lanjutkan bila tetap berada pada warna hijau minimal 3
bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi
Kuning
- Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut atau eksaserbasi
- Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa
berat baik saat aktivitas maupun istirahat) APE 60-80% nilai terbaik
Membutuhkan peningkatan medikasi atau perubahan medikasi
Merah
- Berbahaya
- Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas

12
- APE <60% nilai terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera, hubungi dokter atau rumah sakit
Tabel pelangi asma
5) Pola hidup sehat : yaitu olah raga, mengurangi rokok dan mengenali
lingkungan kerja.
Kriteria asma terkontrol pada anak dan dewasa,yaitu :
1) Tidak ada gejala atau minimal
2) Tidak ada serangan asma pada malam hari
3) Tidak ada keterbatasan aktifitas
4) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal
5) Variasi harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20%
6) Nilai APE normal atau mendekati normal
7) Efek samping obat minimal
8) Tidak ada kunjungan ke unit gadar
Penyakit asma tidak dapat di sembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini
hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun dengan mengontrol penyakit
asma penderita bisa bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggu.
Karena adanya faktor resiko yang mempengaruhi prioritas pengobatan di
tujukan untuk mengontrol gejala, kontrol yang baik di harapkan dapat
mencegah terjadinya kekambuhan.

Algoritma tata laksana asma di fasilitas kesehatan tingkat pertama

13
nilai derajat serangan

tata laksana awal: β-2 agonis kerja singkat,


3x, interval 20 menit, selama 1 jam.

Serangan ringan: Serangan berat: ( nebulasi 3x,


Serangan sedang :
(nebulisasi 1x, respon baik, respon buruk)
(nebulisasi 2-3x, respon
gejala hilang)
parsial)  Sejak awal berikan oksigen
 Observasi 1-2 jam saat/di luar nebulisasi
 Berikan oksigen
 Jika efek bertahan, boleh  Pasang infuse
 Nilai kembali derajat
pulang  Nilai ulang klinisnya, jika
serangan, jika sesuai
 Sebagai serangan sedang sesuai dengan serangan
dengan serangan sedang,
berat, rawat inap
observasi di ruangan
 Foto toraks
rawat sehari
 Pasang infus
Boleh pulang:
Ruang rawat inap:
 Bekali obat β-agonis
(hirupan/oral) Ruangan rawat sehari/control  Oksigen teruskan
 Jika sudah ada obat fasilitas kesehatan:  Atasi dehidrasi/asidosis
pengontrol, teruskan jika ada
 Jika inveksi virus  Oksigen teruskan
 Steroid IV awal, lanjutkan
sebagai pencetus,  Berikan steroid oral
rumatan
dapat diberi steroid  Nebulisasi tiap 2 jam
 Jika membaik dalam 4-6x
oral  Bila dalam 8-12 jam
nebulisasi, interval jadi 4-6
 Dalam 24-48 jam perbaikan klinis stabil, pasien
jam
control ke poliklinik boleh pulan
 Jika dalam 24 jam
untuk evaluasi  Jika dalam 12 jam klinis
perbaikan klinis stabil,
belum membaik, alih rawat
boleh pulang
ke ruang rawat inap
 Jika dengan steroid dan
aminofilin parenteral tidak
membaik, bahkan timbul
ancaman henti nafas,
alihkan ke ICU

2.10 PENCEGAHAN
1. Kenali penyebab munculnya asma

14
2. Lakukan penanganan pertama pada asma dengan pemberian obat asma
(inhalasi)
3. Hindari faktor pemicu terjadinya asma
4. Lakukan istirahat yang cukup dan latihan (senam asma atau latihan
pernafasan)
5. Hubungi dokter jika serangan asma masih berlanjut setelah pengobatan
6. Bersihkan rumah untuk mengurangi faktor pemicu asma sekurang-
kurangnya sekali seminggu
7. Gunakan obat asma secara teratur
8. Hindari asap rokok dan berhenti merokok

BAB III

ASKEP TEORI

15
3.1 PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN UMUM
a. Identitas pasien
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamis :
4) Status perkawinan:
5) Agama :
6) Suku :
b. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak napas.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Sesak nafas, biasanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal.
Batuk dan dada terasa berat sampai mengganggu aktivitas.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Memiliki riwayat alergi debu, alergi terhadap asap, makanan, bulu
binatang, serbuk sari, obat-obatan, dan alergi cuaca dingin
3) Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga tidak pernah menderita penyakit tertentu. Tidak
ada anggota keluarga yang kecanduan obat/alcohol.
2. Pengkajian Primer
a. Airway : jalan nafas
Pada pasien asma biasanya di temukan adanya obstruksi jalan
nafas yang di sebabkan oleh adanya peradangan pada bronkus
sehingga bronkus menyempit dan sekresi lendir berlebihan.
Keadaan ini di tandai dengan adanya suara wheezing, dipsnea, dan
batuk yang di sertai dahak atau tidak.
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1) Kaji dan pertahankan jalan napas

16
2) Kaji adanya sumbatan (secret atau darah)
3) Kaji adanya kesulitan dalam bernafas
b. Breathing : pernafasan
Pada pasien asma biasanya akan di temukan dipsnea yang di
karenakan adanya hiperventilasi akibat obstruksi, pada asma juga
terlihat adanya penggunaan otot bantu pernafasan, dan suara nafas
wheezing dan pernafasan cepat.
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1) Kaji suara nafas adanya wheezing
2) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,
dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
3) Mengkaji PaO2 dan PaCO2
4) Kaji respiratory rate
5) Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow
6) Kesimetrisan  pergerakan dada
7) Retraksi dinding dada
c. Circulation : sirkulasi
Karena adanya penurunan suplai O2 dalam darah akibat adanya
obstruksi sehingga terjadi hipoksemia, darah tidak mampu
menyuplai O2 salah satunya ke jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung di tandai dengan penurunan tekanan
darah.
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1. Kaji TTV pasien
2. Kaji denyut jantung adanya suara tambahan
3. Pemeriksaan cappilary refille time untuk memastikan adanya
sianosis
4. Kaji keadaan akral dingin atau tidak
d. Disability : kesadaran

17
Pada pasien asma dengan penurunan kesadaran, di sebabkan oleh
transport oksigen ke otak menurun. Suplai darah akan sulit
mencapai jaringan otak sehingga otak tidak memperoleh nutrisi
dan oksigen sehingga terjadi penurunan kesadaran.
Pengkajian yang di lakukan :
Pemeriksaan GCS dengan menilai :
1. Eye
2. Verbal
3. Motoric
3. Pengkajian sekunder
a. Exposure/ Environman control
Mengontrol lingkungan dengan mengkaji adanya faktor yang dapat
memperparah kondisi dengan menghindari pasien dari faktor pencetus
asma seperti debu.
b. Full set of vital sign
1) Tekanan Darah : Hipotensi
2) Suhu : Hipertermi jika terjadi inflamasi
3) Nadi : Takikardi
4) Respirasi : Meningkat
c. Give Comfort
Pasien merasa tidak nyaman karena sesak nafas.
d. Head to toe
1) Kepala : simetris, tidak ada pembengkakan, tidak bermasa
2) Rambut : tebal/tipis, bersih, hitam/beruban, tidak rontok.
3) Muka : simetris
4) Mata :
a) Conjungtiva : tidak anemis
b) Pupil : isokhor
c) Sklera : tidak ada ikterik
d) Penglihatan : tidak ada visus

18
e) Bola mata : menonjol
5) Hidung : simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada polip, bersih, tidak
ada deformitas, dan terdapat pernapasan cuping hidung.
6) Telinga : bersih, tidak ada serumen, tidak mengalami penurunan
pendengaran, tidak ada polip.
7) Mulut : terdapat secret dalam rongga mulut, dan membran mukosa
kering.
8) Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9) Thorax dan paru-paru : takipnea, dipsnea, pernapasan dangkal,
suara nafas tambahan (wheezing).
10) Perut : bersih, lembek, bising usus normal, tidak ada masa, nyeri
tekan (-)
11) Genetalia : bersih, tidak ada iritasi, tidak terpasang kateter.
12) Ekstremitas :
1. Atas : tidak terdapat edema, tidak ada luka, tangan bisa
digerakkan. Ada atau tidak tanda sianosis
2. Bawah : tidak terdapat edema, tidak ada luka, dan kaki bisa
digerakkan. Ada atau tidak tanda sianosis
13) Integument : bersih, turgor kulit baik, warna sawo matang.
e. Inspect the posterior surface
Tidak terdapat luka atau jejas pada daerah posterior
3.2 ANALISA DATA

No Symptom Etiologi Problem


1. Ds : pasien mengeluh Aktifasi mediator Ketidakefektifan
sulit bernafas, dada imflamasi bersihan jalan
terasa tertekan, dan nafas
batuk. Kontriksi otot polos
Do : pasien tampak
sulit bernafas, adanya Bronkospasme
penggunaan otot bantu

19
pernafasan dan dari Peningkatan sekresi
hasil pemeriksaan di mucus
dapatkan adanya
wheezing, dan dipsnea Obstruksi bronkus

Sekresi mucus berlebih,


wheezing, batuk, sesak
nafas

2. Ds : pasien mengeluh Aktifasi mediator Ketidakefektifan


sulit bernafas, dada imfalamasi pola nafas
terasa tertekan, dan
batuk. Kontraksi otot polos
Do : pasien tampak dan sekresi mucus
sulit bernafas, adanya meningkat
penggunaan otot bantu
pernafasan, dari hasil Obstruksi saluran nafas
pemeriksaan terdapat
suara nafas wheezing, Peningkatan kebutuhan
dan frekuensi oksigen
pernafasan cepat,
pasien tampak lemah. Hiperventilasi

3. Ds : pasien mengeluh Aktifasi mediator Gangguan


sulit bernafas, dada imflamasi Pertukaran gas
terasa tertekan, dan
batuk Kontraksi otot polos
Do : pasien tampak dan sekresi mucus
sulit bernafas, adanya meningkat
hipoksemia, dari hasil

20
pemeriksaan terdapat Obstruksi saluran nafas
suara nafas wheezing,
dan frekuensi Hiperventilasi
pernafasan cepat dan
penurunan tekanan Hypoxemia
darah.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas : spasma jalan nafas, mucus dalam jumlah berlebihan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan : Hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi difusi pada
alveoli

3.4 INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan Airway suction:
jalan nafas berhubungan keperawatan selama 3x30 menit, di a. Pastikan kebutuhan oral /
dengan obstruksi jalan harapkan mampu mempertahankan tracheal suctioning.
nafas : spasma jalan bersihan jalan nafas pasien dengan b. Auskultasi suara nafas
nafas, mucus dalam indikator : sebelum dan sesudah
jumlah berlebihan a. Respiratory status : Ventilation suctioning.
b. Respiratory status : Airway c. Berikan O2
patency d. Anjurkan pasien untuk
Kriteria hasil : istirahat dan napas dalam
Suara nafas bersih, mampu e. Monitor status oksigen
mengeluarkan sputum, tidak ada pasien
sianosis atau dipsnea Airway Management
f. Buka jalan nafas
g. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
h. Lakukan fisioterapi dada

21
jika perlu
i. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
j. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
k. Berikan bronkodilator 
l. Monitor status
hemodinamik
m. Monitor respirasi dan
status o2
Kolaborasi
n. terapi antibiotik 
o. intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Airway Management
nafas berhubungan keperawatan 2x30 menit a. Posisikan pasien untuk
dengan : Hiperventilasi diharapkan pasien menunjukkan memaksimalkan ventilasi
keefektifan pola nafas, dengan b. Auskultasi suara nafas,
indikator: catat adanya suara
a. Respiratory Status : Gas tambahan
exchange c. Monitor respirasi dan
b. Respiratory Status : status O2
ventilation Oxygen Therapi
c. Vital Sign Status d. Pertahankan jalan nafas
Kriteria hasil : yang paten
a. Menunjukkan jalan nafas e. Pertahankan posisi pasien
yang paten (klien tidak merasa f. Observasi adanya tanda
tercekik, irama nafas, tanda hipoventilasi
frekuensi pernafasan dalam g. Monitor adanya
rentang normal, tidak ada kecemasan pasien
suara nafas abnormal) terhadap oksigenasi
b. Tanda Tanda vital dalam Vital Sign Monitoring
rentang normal (tekanan darah, h. Monitor  vital sign
nadi, pernafasan) i. Monitor frekuensi dan

22
irama pernafasan
j. Monitor suara paru
k. Monitor pola pernafasan
abnormal
l. Monitor suhu, warna dan
kelembapan kulit
m. Monitor sianosis perifer
n. Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
3 Gangguan Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Airway Management
berhubungan dengan keperawatan 2X30 menit a. Posisikan pasien untuk
ventilasi difusi pada diharapkan gangguan pertukaran memaksimalkan ventilasi
alveoli gas pasien teratasi dengan b. Auskultasi suara nafas,
indikator : catat adanya suara
a. respiratory status : gas tambahan
exchange c. Atur intake untuk cairan
b. respiratory status : ventilation mengoptimalkan
c. vital sign status keseimbangan.
d. Monitor respirasi dan
kriteria hasil: status O2
a. Mendemonstrasikan Respiratori Monitoring
peningkatan ventilasi dan e. Catat pergerakan dada,
oksigenasi yang adekuat amati kesimetrisan,
b. Memelihara kebersihan paru penggunaan otot
paru dan bebas dari tanda tambahan, retraksi otot
tanda distress pernafasan supraclavicular dan
c. Suara nafas yang bersih, tidak intercostal
ada sianosis dan dyspneu f. Monitor suara nafas,
d. Tanda tanda vital dalam seperti wheezing
rentang normal g. Auskultasi suara nafas,
e. AGD dalam batas normal catat area penurunan /
f. Status neurologis dalam batas tidak adanya ventilasi dan
normal suara tambahan
h. Monitor TTV, AGD,

23
elektrolit dan status
mental
i. Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
j. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan
adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya
terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi,
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan

24
(allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen
makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut atau saat serangan.
4.2 Saran – saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah dan askep ini belum begitu
sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi
kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan
membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan
apabila ada kesalahan dan keganjalan kami mohon maaf karena kami
hanyalah memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas. Semoga askep ini
dapat memberikan wawasanbagi mahasiswa lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal, Rengganis Iris, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Jakarta.
2. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia, PDF
3. Lirawati, Leonita, 2012. Sistem Pernafasan: Assessment, Patofisiologi, Dan Terapi
Gangguan Pernafasan, FKUB, Malang.
4. Infondation (Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI), 2015. You Can
Control Your Asthma, Jakarta.
5. Jurnal, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, PDF

25
6. Nurarif AH dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid I.Jogjakarta:Medication

26

Anda mungkin juga menyukai