Anda di halaman 1dari 14

Pengertian Dalam Etika Profesi

1.1    Pengertian Etika dan Etika Profesi


Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos
(bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-
tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index
or reference for our control system”.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial(profesi) itu sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal
ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto,
1999).
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit
profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
1.2    Etika dan Estetika
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana
manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, norma agama  dan norma sopan
santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang- undangan, norma agama berasal dari agama
sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun  berasal dari  kehidupan sehari-
hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
1.3 Etika dan Etiket
Etika (ethics) berarti moral sedangkan etiket (etiquette) berarti sopan santun. Persamaan antara etika
dengan etiket yaitu:
•   Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak
mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
•   Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku
manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
Perbedaan antara etika dengan etiket
1. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya
cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu.Etika tidak terbatas pada cara
melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut
masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2.  Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang
dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain.Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan
mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
4.   Etiket hanya memadang manusia dari segi lahiriah saja sedangkan etika memandang manusia dari
segi dalam. Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat
memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin
munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah
orang yang sungguh-sungguh baik.
1.4 Etika dan Ajaran Moral
Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang
terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana orang harus hidup. Ajaran
moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban
manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan
ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik
dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan
moral yang sebenarnya).
Pluralisme moral diperlukan karena:
1. pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,daerah budaya dan agama
yang hidup berdampingan;
2. modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang
akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
3.    berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya
sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Etika sosial dibagi menjadi:
•    Sikap terhadap sesama;
•    Etika keluarga;
•    Etika profesi,  misalnya etika untuk dokumentalis, pialang informasi;
•    Etika politik;
•    Etika lingkungan hidup; serta
•    Kritik ideologi.
Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok
manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia.
Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.
Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan
kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia
dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan
dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber  tradisi atau adat, agama atau
sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Pluralisme moral
Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral.
Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk
dipersoalkan tanpa perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-
akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas langkah demi langkah.
Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya.
Etika dan Agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi
moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu
memerlukan ketrampilan etika agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi.  Hal ini
disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1.  Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan
memerintahkan sesuatu, tetapi ia juga ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat
membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda dan
bahkan bertentangan.
3.     Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi
masalah moral yang secara langsung tidak disinggung- singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung,
reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4.      Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi
rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya
terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama
dan pandangan dunia.
1.5 Istilah berkaitan
Kata etika sering dirancukan dengan istilah etiket, etis, ethos, iktikad dan kode etik atau kode etika. Etika
adalah ilmu yang mempelajari apa yang baik dan buruk. Etiket adalah ajaran sopan santun yang berlaku
bila manusia bergaul atau berkelompok dengan manusia lain. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia
hidup sendiri misalnya hidup di sebuah pulau terpencil atau di tengah hutan.
Etis artinya sesuai dengan ajaran moral, misalnya tidak etis menanyakan usia pada seorang wanita.
Ethos artinya sikap dasar seseorang dalam bidang tertentu. Maka ada ungkapan ethos kerja artinya sikap
dasar seseorang dalam pekerjaannya, misalnya ethos kerja yang tinggi artinya dia menaruh sikap dasar
yang tinggi terhadap pekerjaannya. Kode atika atau kode etik artinya daftar kewajiban dalam
menjalankan tugas sebuah profesi yang disusun oleh anggota profesi dan mengikat anggota dalam
menjalankan tugasnya.

PROFESI, KODE ETIK DAN PROFESIONALISME


Definisi Profesi:
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan
ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya
pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan
dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,
kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan
diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Tiga (3) Ciri Utama Profesi
1.      Sebuah profesi mensyaratkan  pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi;
2.      Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan;
3.     Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.

Tiga (3) Ciri Tambahan Profesi


1.  Adanya proses lisensi atau sertifikat;
2.  Adanya organisasi;
3.  Otonomi dalam pekerjaannya.
Tiga Fungsi dari Kode Etik Profesi
1.    Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi  tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan;
2.  Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat  atas profesi yang bersangkutan;
3.  Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi  profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi
Etika terbagi atas 2 bidang besar
1.  Etika umum
1.1 Prinsip;
1.2 Moral.
2.  Etika khusus
2.1 Etika Individu;
2.2 Etika Sosial.
Etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu disebut kode etika atau kode etik.
Kode Etik
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan
perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Sifat Kode Etik Profesional
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya:
1.  Singkat;
2.  Sederhana;
3.  Jelas dan Konsisten;
4.  Masuk Akal;
5.  Dapat Diterima;
6.  Praktis dan Dapat Dilaksanakan;
7.  Komprehensif dan Lengkap, dan
8.  Positif dalam Formulasinya.

Orientasi Kode Etik hendaknya ditujukan kepada:


1.  Rekan,
2.  Profesi,
3.  Badan,
4.  Nasabah/Pemakai,
5.  Negara, dan
6.  Masyarakat.
Kode Etik Ilmuwan Informasi
Pada tahun 1895 muncullah istilah dokumentasi sedangkan orang yang bergerak dalam bidang
dokumentasi menyebut diri mereka sebagai dokumentalis, digunakan di Eropa Barat.
Di AS, istilah dokumentasi diganti menjadi ilmu informasi; American Documentation Institute (ADI)
kemudian diganti menjadi American Society for Information (ASIS). ASIS Professionalism Committee
yang membuat rancangan ASIS Code of Ethics for Information Professionals.
Kode etik yang dihasilkan terdiri dari preambul dan 4 kategori pertanggungan jawab etika, masing-masing
pada pribadi, masyarakat, sponsor, nasabah atau atasan dan pada profesi.
Kesulitan menyusun kode etik menyangkut (a) apakah yang dimaksudkan dengan kode etik dan
bagaimana seharunya; (b) bagaimana kode tersebut akan digunakan; (c) tingkat rincian kode etik dan (d)
siapa yang menjadi sasaran kode etik dan kode etik diperuntukkan bagi kepentingan siapa.
Profesionalisme
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu
dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan –serta ikrar
untuk menerima panggilan tersebut– dengan semangat    pengabdian selalu siap memberikan
pertolongan
kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan
(Wignjosoebroto, 1999).

Tiga Watak Kerja Profesionalisme


1.   kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan
profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah
materiil;
2.     kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang
dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
3.      kerja seorang profesional –diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral– harus menundukkan
diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di
dalam sebuah organisasi profesi.
Menurut Harris [1995] ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika profesi yang
distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran terhadap kode etik profesi bisa dalam
berbagai bentuk, meskipun dalam praktek yang umum dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:
a.     Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-nilai yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau membeda-bedakan pelayanan
jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan
merupakan perbuatan yang sering dianggap melanggar kode etik profesi;
b.    Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang mencerminkan kualitas
keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-jawabkan menurut standar maupun kriteria
profesional.
ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
Dampak pemanfaatan teknologi informasi yang kurang tepat sebagai berikut (I Made Wiryana):
?    Rasa takut;
?    Keterasingan;
?    Golongan miskin informasi dan minoritas;
?    Pentingnya individu;
?    Tingkat kompleksitas serta kecepatan yang sudah tidak dapat ditangani;
?    Makin rentannya organisasi;
?    Dilanggarnya privasi;
?    Pengangguran dan pemindahan kerja;
?    Kurangnya tanggung jawab profesi;
?    Kaburnya citra manusia.
Beberapa langkah untuk menghadapi dampak pemanfaatan TI (I Made Wiryana):
a.   Desain yang berpusat pada manusia;
b.   Dukungan organisasi;
c.   Perencanaan pekerjaan;
d.   Pendidikan;
e.   Umpan balik dan imbalan;
f.    Meningkatkan kesadaran publik;
g.   Perangkat hukum;
h.   Riset yang maju.
Etika Penggunaan TI
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu,
yang keberadaannya bisa dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat atas prilaku yang diperbuat.
Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral. Moral adalah tradisi kepercayaan
mengenai prilaku benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaannya bahwa
etika akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Dua aktivitas utama Etika Komputer
(James H. Moore)
1. waspada,
2. sadar.
Tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer
1.     kelenturan logika (logical malleability), kemampuan memrograman komputer untuk melakukan apa
pun yang kita inginkan.
2.      faktor transformasi (transformation factors),
Contoh fasilitas e-mail yang bisa sampai tujuan dan dapat dibuka atau dibaca dimanapun kita berada,
3.   faktor tak kasat mata (invisibility factors).
Semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan, yang membuka peluang pada nilai-nilai
pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan yang rumit terlihat dan penyalahgunaan yang tidak tampak
Hak Sosial dan Komputer
(Deborah Johnson)
1.    Hak atas akses komputer, yaitu setiap orang berhak untuk mengoperasikan komputer dengan tidak
harus memilikinya. Sebagai contoh belajar tentang komputer dengan memanfaatkan software yang ada;
2.    Hak atas keahlian komputer, pada awal komputer dibuat, terdapat kekawatiran yang luas terhadap
masyarakat akan terjadinya pengangguran karena beberapa peran digantikan oleh komputer. Tetapi
pada kenyataannya dengan keahlian di bidang komputer dapat membuka peluang pekerjaan yang lebih
banyak;
3.    Hak atas spesialis komputer, pemakai komputer tidak semua menguasai akan ilmu yang terdapat
pada komputer yang begitu banyak dan luas. Untuk bidang tertentu diperlukan spesialis bidang komputer,
seperti kita membutuhkan dokter atau pengacara;
4.    Hak atas pengambilan keputusan komputer, meskipun masyarakat tidak berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan mengenai bagaimana komputer diterapkan, namun masyarakat memiliki hak
tersebut.

Hak atas Informasi


(Richard O. Masson)
1.    Hak atas privasi, sebuah informasi yang sifatnya pribadi baik secara individu maupu dalam suatu
organisasi mendapatkan perlindungan atas hukum tentang kerahasiannya;
2.  Hak atas Akurasi. Komputer dipercaya dapat mencapai tingkat akurasi yang tidak bisa dicapai oleh
sistem nonkomputer, potensi ini selalu ada meskipun tidak selalu tercapai;
3.    Hak atas kepemilikan. Ini berhubungan dengan hak milik intelektual, umumnya dalam bentuk
program-program komputer yang dengan mudahnya dilakukan penggandaan atau disalin secara ilegal.
Ini bisa dituntut di pengadilan;
4.    Hak atas akses. Informasi memiliki nilai, dimana setiap kali kita akan mengaksesnya harus
melakukan account atau izin pada pihak yang memiliki informasi tersebut. Sebagai contoh kita dapat
membaca data-data penelitian atau buku-buku online di Internet yang harus bayar untuk dapat
mengaksesnya.
Kontrak Sosial Jasa Informasi
?    Komputer tidak akan digunakan dengan sengaja untuk menggangu privasi orang;
?    Setiap ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemroses data;
?    Hak milik intelektual akan dilindungi.

Perilaku-perilaku profesional SIM:


?    Memanfaatkan kesempatan untuk berperilaku tidak etis;
?    Etika yang membuahkan hasil;
?    Perusahaan dan manajer memiliki tanggung jawab sosial;
?    Manajer mendukung keyakinan etika mereka dengan tindakan.
Sepuluh langkah dalam mengelompokkan perilaku dan menekankan standar etika berupa:
Formulasikan suatu kode perilaku;
?    Tetapkan aturan prosedur yang berkaitan dengan masalah-masalah seperti penggunaan jasa
komputer untuk pribadi dan hak milik atas program dan data komputer;
?    Jelaskan sanksi yang akan diambil terhadap pelanggar, seperti tenguran, penghentian, dan tuntutan;
?    Kenali perilaku etis;
?    Fokuskan perhatian pada etika secara terprogram seperti pelatihan dan bacaan yang disyaratkan;
?    Promosikan undang-undang kejahatan komputer pada karyawan. Simpan suatu catatan formal yang
menetapkan pertanggungjawaban tiap spesialis informasi untuk semua tindakan, dan kurangi godaan
untuk melanggar dengan program-program seperti audit etika.
?    Mendorong penggunaan program rehabilitasi yang memperlakukan pelanggar etika dengan cara
yang sama seperti perusahaan mempedulikan pemulihan bagi alkoholik atau penyalahgunaan obat bius;
?    Dorong partisipasi dalam perkumpulan profesional;
?    Berikan contoh.
KOMPETENSI PEKERJAAN DI BIDANG TI
Kategori lowongan pekerjaan yang ditawarkan di lingkungan Penyedia Jasa Internet (PJI) atau Internet
Service Provider (ISP):
1. Web Developer / Programmer;
2. Web Designer;
3. Database Administrator;
4. System Administrator;
5. Network Administrator;
6. Help Desk, dan
7. Technical Support.
Kompetensi dasar standar (standard core competency) yang harus dimiliki oleh ke semua kategori
lapangan pekerjaan yaitu:
1.  Kemampuan mengoperasikan perangkat  keras, dan
2.  Mengakses Internet.
1. Web Developer / Programmer
Kompetensi yang harus dimiliki :
1.  Membuat halaman web dengan multimedia, dan
2.  CGI programming.
2. Web Designer
2. Web Designer;
Kompetensi yang harus dimiliki:
1.  Kemampuan menangkap digital image,
2.  Membuat halaman web dengan multimedia.
3. Database Administrator
3. Database Administrator;
Kompetensi yang harus dimiliki:
•  Monitor dan administer sebuah database
4. Help Desk
Kompetensi yang harus dimiliki:
•  Penggunaan perangkat lunak Internet berbasis Windows seperti Internet Explorer, telnet, ftp,    IRC.
5. System Administrator
Kompetensi yang harus dimiliki:
•  Menghubungkan perangkat keras;
•  Melakukan instalasi Microsoft Windows;
•  Melakukan instalasi Linux;
•  Pasang dan konfigurasi mail server, ftp server, web server, dan
•  Memahami Routing
6. Network Administrator
Kompetensi yang harus dimiliki:
•   Menghubungkan perangkat keras;
•   Administer dan melakukan konfigurasi sistem operasi yang mendukung network;
•   Administer perangkat network;
•   Memahami Routing;
•   Mencari sumber kesalahan di jaringan dan memperbaikinya;
•   Mengelola network security;
•   Monitor dan administer network security.
7. Technical Support
Kompetensi yang harus dimiliki:
•   Menghubungkan perangkat keras;
•   Melakukan instalasi Microsoft Windows;
•   Melakukan instalasi Linux;
•   Mencari sumber kesalahan di jaringan dan memperbaikinya;
•   Penggunaan perangkat lunak Internet berbasis Windows seperti Internet Explorer, telnet, ftp, IRC;
•   Pasang dan konfigurasi mail server, ftp server, web server.
Diposting oleh IT Narotama di 22.09 0 komentar 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Kamis, 20 Oktober 2011


ETIKA PROFESIONAL DALAM PENDIDIKAN
ETIKA PROFESIONAL DALAM PENDIDIKAN
1. Pendahuluan
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak
mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan
negaraIndonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang
bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi
ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin
dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dengan
kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan
mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut
sebagai conditio sine qua non(syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif
saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah jantungnya.
Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam
makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika
guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan
menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.

2. Pembahasan
2.1 Pengertian Etika dan Profesional
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik
yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama
Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan
dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar
di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.
Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut hubungan manusia
dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya
profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut.
Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat
mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.
Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan
khusus untuk pekerjaannya tersebut.
Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang
menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki
beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar
dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang
dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
2.2 Kode Etik Guru Profesional
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan
apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan
dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi
kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru
sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika
profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik
profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa,
bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan
setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan
pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran
serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara
rinci akan diuraikan satu-persatu.
2.2.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur
bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah
dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru
mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan
melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan
kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum
berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan
kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku
dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru
tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan nasional.
2.2.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik
untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki
Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta
didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab
ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh
guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru
hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan
realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru
berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang
bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam
memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif,
terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan
pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru
bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa
menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan
mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru,
keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya.
Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan
perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran
mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik,
tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan
yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan
tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan
pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat
pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek
semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
2.2.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani
masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang
memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan
keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh
sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu
ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan
ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru,
belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang
sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam
bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan
cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran,
lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio,
koran, dan sebagainya.
2.2.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas.
Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin
pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas
sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru
yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia
seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai
bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata,
keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap
profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk
lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi
pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan
harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua
peserta didik.
3. Penutup
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan

Anda mungkin juga menyukai