Anda di halaman 1dari 81

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era

globalisasi sekarang ini dapat kita rasakan memiliki dampak luas secara

ekonomi, sosial, budaya dan politik serta mempengaruhi pula berbagai aspek

kehidupan individu maupun organisasi, termasuk didalamnya adalah sekolah.

Dari sisi organisasi dan kelembagaan, bahwa iklim keterbukaan di era

globalisasi ini mereduksi otonomi dan kendali pemerintah seperti halnya

terjadi pada fenomena desentralisasi pendidikan.

Menurut Asmani (2012: 20) dengan adanya desentralisasi kebijakan

itu, daerah dapat mengembangkan potensi wilayahnya sesuai dengan situasi

dan kondisi setempat, salah satu kebijakan yang dapat dikembangkan adalah

membuat kurikulum sekolah yang berbasis keunggulan lokal dan global.

Globalisasi telah mempengaruhi peradaban yang begitu cepat terhadap

maksud dan tujuan pendidikan, kurikulum, manajemen, administrasi,

penilaian, evaluasi dan sertifikasi. Disisi lain, akibat globalisasi

menumbuhkan sikap kebangsaan dan bagaimana memosisikan suatu bangsa

dalam interaksi dan daya saing internasional. Hal inilah, yang menyebabkan

timbul pandangan bagaimana membangun visi pendidikan nasional yang pada

gilirannya dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk

tujuan bagaimana bertahan dan memimpin di era perubahan yang begitu cepat

ini.
2

Hal ini sesuai dengan pendapat Toto Ruhimat dalam Asmani (2012:
58) bahwa pendidikan yang memamfaatkan keunggulan lokal dan
kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa,
teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang
semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
Kemudian untuk mencapai itu, seyogianya tiga kompetensi yang
meliputi keunggulan lokal, global, life skill diberikan semua, supaya
kader-kader masa depan indonesia dinamis, kompetitif, produktif dan
progresif, sehingga siap menghadapi persaingan yang semakin ketat
pada masa-masa yang akan datang.

Kemudian reformasi di bidang pendidikan yang sedang terjadi di

berbagai belahan dunia dan tidak dapat terelakkan juga di negara Republik

Indonesia. Reformasi dimaksud yaitu dari model basis sentralisasi menjadi

desentralisasi, penekanan pada kinerja, efesiensi dan akuntabilitas. Perubahan

tentunya mempengaruhi pula kepada kepemimpinan kepala sekolah. Untuk

memenuhi pandangan tersebut, ekspektasi dan kinerja inteksif dari kepala

sekolah untuk mengahadapi perubahan eksternal, konsolidasi internal,

perubahan sumber daya manusia dan akuntabilitas publik. Tentu, dalam hal

ini tidak mungkin diragukan lagi bahwa ekonomi glabal dan reformasi

pendidikan serta kepala sekolah yang memiliki pengetahuan, keterampilan

yang dibutuhkan oleh masyarakat lingkungan.

Dalam rangka mencapai itu semua, sekolah merupakan maniatur

masyarakat masa depan. Untuk itu, memulainya tentu saja mulai di sekolah

dasar dimana perkembangan peserta didik masih sangat rentan, maka disini

diperlukan para pendidik dan kepemimpinan menjadi penting, karena kepala

sekolah memiliki peran sentra dalam membangun flat form perubahan

sistemik disekolah. Untuk itu, kepala sekolah merupakan seorang tenaga

fungsional guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah dimana

diselenggaranya proses belajar menganjar, atau tempat dimana terjadi


3

interaksi antara guru yang memberikan pelajaran dan murid yang menerima

pelajaran.

Keberhasilan proses belajar siswa membutuhkan peran berbagai

pihak, salah satunya kepala sekolah. Bahka kepala sekolah sangat berperan

penting sebagai pemimpin dalam manajemen sekolah, termasuk mengatur

guru dan siswa. Kenapa demikian, kerenan sekolah merupakan masyarakat

mini yang merupakan penggeraknya adalah kepala sekolah sebagai pemimpin

yang dapat mengikuti dan membuat peubahan, dalam bahasa lain apapun

yang dilakukan di sekolah fokusnya perubahan kepada siswa.

Untuk mencapai itu semua, maka perlu dilakukan analisis kompetensi

terhadap calon kepala sekolah, kompetensi ini sesuai dengan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru

sebagai kepala sekolah/madrasah dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :

Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan


untuk memimpin taman kanak- kanak/raudhotul athfal (TK/RA),
taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah
menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah
menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah
atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah
menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf
internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah
bertaraf internasional (SBI).

Tugas tambahan dimaksud adalah salah satu guru diangkat atau

diberikan tugas tambahan menjadi kepala sekolah. Atau dengan kata lain

kepala sekolah merupakan tugas tambahan bagi seorang guru. Seorang kepala

sekolah pada mulanya berasal dari guru atau pendidik yang diberikan tugas

tambahan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13


4

Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/ madrasah dengan persyaratan

sebagai berikut:1) Memiliki kualifikasi akademik Sarjana (S-1) atau Diploma

Empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi

yang telah diakreditasi, 2) Berusia setinggi-tingginya 56 tahun sejak diangkat

menjadi kepala sekolah, 3) Pernah mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun

menurut jenjang sekolah masing- masing, kecuali di Taman Kanak-

Kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) pernah mengajar sekurang-kurangnya 3

tahun, 4) Pangkat/Golongan serendah-rendahnya Penata III/c bagi pegawai

negeri sipil, bagi nonpegawai negeri sipil pangkat disetarakan oleh yayasan

atau lembaga berwenang.

Selain itu, guru yang telah diangkat menjadi kepala sekolah memikul

7 (tujuh) tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah harus dipahami

antara lain: 1)Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik), 2) Kepala sekolah

sebagai Manager, 3) Kepala sekolah sebagai Administrator (Tenaga

Administrasi), 4) Kepala sekolah sebagai Supervisor (Penyelia), 5) Kepala

sekolah sebagai Leader (Pemimpin), 6) Kepala sekolah sebagai Inovator

(Pembaharu), 7) Kepala sekolah sebagai Motivator (Pendorong).

Kemudian Menurut Ramayulis (2013:410) Kepala sokolah juga

bertanggung jawab terhadap :

a. Terhadap suatu kegiatan yang bersifat insidentil yang belum ada


aturannya secara luas, kepala sekolah dapat mengambil prakarsa
sementara bagi pelaksanaan kegiatan itu, kegaiatan itu segera
dilaporkan kepada kepala Dianas Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Kepala sekolah juga bertanggung jawab dasar dan pengembangan
kepada kepala kantor Kementerian Pendidikan atau Kementerian agama
mengenai pelaksanaan kegiatan sekolah tertentu yang mempunyai
pengaruh akibat yang luas, tetapi belum diatur oleh pihak yang
berwenang.
5

Berdasarkan dari uraian-uraian diatas betapa pentingnya kompetensi

kepala sekolah dalam memajukan pendidikan yang unggul dan dapat

membentuk karakter serta moral anak-anak bangsa mulai dari sekolah dasar.

Untuk itu, sangat perlu melakukan analisis kompetensi bagi emua calon

kepala sekolah, tanpa kecuali untuk sekolah desa juga. Analisis kompetensi

tersebut dilakukan oleh lembaga pengembangan dan pemberdayaan kepala

sekolah (LPPKS) di bawah koordinir direktur jenderal guru dan tenaga

kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemerintah sangat memperhatikan kegiatan dan keunggulan sekolah,

ini dibuktikan dengan diterbitkan Permendikbud No.6 tahun 2018 sampai

waktu yang ditetapkan atau tahun setelah regulasi itu terbit, dimana ada

sejumlah seleksi yang akan ditetapkan, bila pengangkatan kepala sekolah

tidak mengacu kepada analisis kompetensi, anatara lain, jabatan tidak sah,

tidak boleh mengelola dana BOS, serta tidak boleh melakukan tanda tangan

dalam rapor dan ijazahpun tidak sah.

Namun, fakta dilapangan sangat berbeda ketika penulis melakukan

pengamatan awal dan wawancara serta melihat dokumen pengangkatan

kepala sekolah menurut keinginan pemimpin daerah dan tervirus karena tim

ses ketika membantu untuk pemenangan Pilkada, selain unsur politik faktor

kedekatanpun tidak terhindarkan. Hal ini terjadi akibat otonomi khusus,

daerah lebih leluasa mengambil kebijakan sendidri, pada hal dengan diberika

otonomi dalam segala hal untuk memudahkan daerah/kota memajukan

pendidikan di daerahnya.
6

Dengan demikian berdasarkan latar belakang masalah dalam uraian

diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul "Analisis

Kompetensi Kepala Sekolah Jenjang Sekolah Dasar Di Lingkungan

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya".

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi

Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang teridentifikasi

adalah sebagai berikur :

a. Pengangkatan kepala sekolah tidak didasarkan kepada standar

kompetensi

b. Pengangkatan kepala sekolah ada hubungan dengan politik

Pilkada/TIM SES

c. Pengangkatan kepala sekolah karena kedekatan, bukan didasarkan

kepada kompetensi

d. Pengangkatan kepala sekolah tidak memperhatikan kepada kelulusan

terbaik cakep

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis dapat

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan analisis kompetensi kepala sekolah yang

dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya

2. Bagaimana kendala dalam penetapan standar kompetensi kepala

sekolah oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya


7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan analisis kompetensi

kepala sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten

Pidie Jaya

2. Untuk megetahui dan menganalisis tata cata penetapan standar

kompetensi kepala sekolah oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie

Jaya

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah :

a. Kegunaan teoritis

a. Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya,

hasil ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi

bahan masukan tentang pengaruh kompetensi kepala sekolah

terhadap peningkatan kualitas dan pengelolaan sekolah di

Kabupaten Pidie Jaya.

b. Bagi kepala sekolah dan guru, hasil penelitian ini dapat menjadi

informasi yang berharga dalam menambah pengetahuan dan

menjadi bahan masukan tentang ada tidaknya pengaruh kompetensi

akademik kepala sekolah terhadap kualitas dan kinerja guru di

sekolah.
8

b. Kegunaan praktis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan

masukan bagi kepala sekolah dalam mengelola dan meningkatkan

kualitas sekolah

b. Dapat dijadikan pedoman dan contoh empiris bagi peneliti lain

yang ingin melaksanakan penelitian tentang dampak kompetensi

kepala sekolah terhadap kinerja guru dan mutu akademik di

sekolah.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tijauan Teori

1. Teori Analisis

a. Pengertian Analisis

Secara linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa

tersebut secara mendalam. Menurut Kamus Besar Bahasan Indonesia,

analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk

memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Dwi Prastowo Darminto & Rifka Juliyanti, analisis merupakan

penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan

bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh

pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan

(https://www.academia.edu/8798195/diakses pada 13 Desember

2019).

Analisis merupakan sebuah kegiatan untuk meneliti suatu

objek tertentu secara sistematis, guna mendapatkan informasi

mengenai objek tersebut, sebagai contoh dalam dunia bisnis, pihak

manajemen dalam sebuah perusahaan melakukan analisis untuk


10

mendapatkan informasi mengenai target pasar, produk yang akan

dibuat, strategi pemasaran dan lain sebagainya.

Menurut Ensiklopedi Wikipedia (http://en.wikipedia.org

/wiki/Analysis) analisis merupakan proses pemecahan masalah yang

kompleks menjadi sub-sub permasalahan agar lebih mudah

dimengerti.

Sedangkan menurut (http://plato.stanford.edu) mengatakan

bahwa Analisis merupakan sebuah proses isolation (pembatasan

permasalahan) dan bekerja pada sesuatu yang bersifat dasar

(fundamental) untuk menemukan informasi mengenai objek yang

dianalisis.

Analisis secara umum sering juga disebut dengan pembagian.

Dalam logika, analisis atau pembagian berarti pemecah belahan atau

penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari suatu

keseluruhan. Untuk lebih seksama dapat juga mengadakan subbagian,

yakni menguraikan atau memecah belah dari suatu bagian sampai ke

unsur dasarnya. Dengan dasar batasan arti tersebut maka yang dapat

dianalisis atau diuraikan adalah sesuatu keseluruhan, jika betul-betul

tunggal tidak dapat diuraikan ke bagian- bagiannya.

Bagian dan keseluruhan selalu berhubungan. Suatu

keseluruhan adalah terdiri atas bagian-bagian, oleh karena itu dapat

dipecah-belahkan dan diuraikan. Bagian yang merupakan hal-hal

yang menyusun suatu keseluruhan maka keseluruhan dapat dibagi-


11

bagi. Sebelum membahas tentang analisis perlu juga dijelaskan

terlebih dahulu tentang keseluruhan.

Menurut Spradley dalam Sugiyono )2015: 335) mengatakan

bahwa analisis adalah sebuah kegiatan untuk mencari suatu pola selain

itu analisis merupakan cara berpikir yang berkaitan dengan pengujian

secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian,

hubungan antar bagian dan hubungannya dengan keseluruhan.

Analisis adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus

kajian menjadi bagian-bagian (decomposition) sehingga

susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas

dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih

jernih dimengerti duduk perkaranya (Satori dan Komariyah,

2014:200).

Nasution dalam Sugiyono (2015:334) melakukan analisis

adalah pekerjaan sulit, memerlukan kerja keras. Tidak ada cara

tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap

peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan

sifat penelitiannya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan berbeda.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis merupakan

penguraian suatu pokok secara sistematis dalam menentukan bagian,

hubungan antar bagian serta hubungannya secara menyeluruh untuk

memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat. Data yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil tes kecerdasan emosional

berdasarkan teori Goleman yang dapat mengidentifikasi


12

tingkat kecerdasan emosional seseorang dengan tingkat kecerdasan

emosional tinggi, seseorang dengan tingkat kecerdasan emosional

sedang, dan dengan tingkat kecerdasan emosional rendah, tes

kemampuan pemecahan masalah matematika berupa soal uraian/essay

untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika

berdasarkan tahapan Wallas, serta wawancara terhadap subjek untuk

mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif siswa dalam

memecahkan masalah matematika.

Berdasarkan pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa

analisis merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mencari

informasi yang bersifat dasar (fundamental) mengenai satu atau lebih

objek secara sistematis dengan menggunakan metodologi tertentu.

b. Macam-Macam Analisis

Jika keseluruhan dapat dibedakan antara keseluruhan logik dan

keseluruhan realis, maka analisis atau pembagian dibedakan juga atas

dua kelompok: analisis logik yaitu penguraian atas dasar konsepnya,

dan analisis realis yaitu penguraian atas dasar bendanya.

1. Analisis logik

Analisis logik adalah pemecahbelahan sesuatu ke bagian-

bagian yang membentuk keseluruhan atas dasar prinsip tertentu.

Pemecah belahan ini menjelaskan keseluruhan atau himpunan

yang membentuk term sehingga mudah dibeda- bedakan. Analisis


13

logik dibedakan atas dua macam, analisis universal dan analisis

dikotomi.

Analisis universal merupakan pemerincian atau

penguraian suatu genus dibagi ke dalam semua spesiesnya, atau

juga dirumuskan pemecah-belahan term umum ke term-term

khusus yang menyusunnya. Analisis universal untuk hal- hal yang

kompleks susunannya, analisis universal mungkin tidak tepat,

bahkan untuk hal-hal yang tidak dapat semua diketahui, analisis

universal tidak dapat diterapkan karena mungkin ada sesuatu

bagiannya yang belum dapat diketahui.

Analisis dikotomi merupakan pemecah-belahan sesuatu

dibedakan menjadi dua kelompok yang saling terpisah, yang satu

merupakan term positif dan yang lain term negatif. Analisis

dikotomi ini didasarkan atas hukum logika “prinsip eksklusi

tertii”, yakni prinsip penyisihan jalan tengah. Analisis dikotomi

harus menentukan suatu diferensia yang dipilih berbentuk term

positif dan kebalikannya membentuk term negatif. Contoh

analisis sebagaimana berlaku di Indonesia tentang pembagian

ilmu yang pada umumnya dibedakan atas dua macam, yaitu ilmu

dibedakan atas eksakta dan non eksakta. Term eksakta adalah

term positif dan term non eksakta adalah term negatif. Contoh

analisis dikotomi sebagaimana dikemukakan oleh Phorphyry

dalam karyanya Isagoge tentang klasifikasi alam semesta yakni

dari summum genus berupa substansi ke infirma spesies yaitu


14

manusia, atau juga dari term yang paling umum ke term yang

paling khusus yang menyusunnya. Metode analisis dikotomi ini

sederhana dan lengkap di samping itu juga tegas, adapun

kekurangannya ialah bahwa bagian yang negatif dari dikotomi itu

mungkin tidak beranggota (kosong) dan seandainya mempunyai

anggota juga tidak dapat diperoleh keterangan mengenai anggota-

anggota tersebut, karena anggota-anggota itu tidak dapat dibagi-

bagi lebih lanjut.

2. Analisis realis

Analisis realis yaitu pemecah-belahan berdasarkan atas

susunan benda yang merupakan kesatuan atau atas dasar sifat

perwujudan bendanya. Analisis realis dibedakan menjadi dua

macam, analisis esensial dan analisis aksidental.

1) Analisis esensial merupakan pemecah-belahan sesuatu hal

ke unsur dasar yang menyusunnya.

2) Analisis aksidential merupakan pemecah-belahan sesuatu

hal berdasarkan sifat- sifat yang menyertai perwujudannya.

(https://majalahpendidikan.com/analisis-definisi-jenis-jenis-dan-

contohnya/ diakses pada tanggal 19 Desember 2019)

c. Hukum-Hukum Analisis

Dalam analisis ada aturan-aturan tertentu yang menjadi

petunjuk untuk mengadakan analisis secara ideal supaya hasilnya

tidak menimbulkan kesalahan- kesalahan dan kekurangan-kekurangan.


15

Analisis atau pembagian harus berjalan menurut sebuah asas

tunggal, yakni harus mengikuti prinsip atau sudut pandangan sama.

Sesuatu asas dapat dipilih sehubungan dengan maksud tujuan analisis,

tetapi apabila sekali telah dipilih maka hendaknya jangan diubah

selama proses analisis berlangsung.

Analisis atau pembagian harus lengkap dan tuntas, yakni

spesies-spesies yang merupakan bagian-bagian penyusunnya bila

dijumlahkan harus sama dengan genusnya

Analisis atau pembagian harus jelas terpisah antar bagiannya,

yakni spesies-spesies penyusun genus terpisah yang satu dengan yang

lain. Prinsip ini jelas jika dilanggar akibatnya ialah bahwa spesies-

spesies itu.

(https://www.academia.edu/8798195/Definisi_dan_Pengertian_Analis

is_Menurut_Para_Ahli/diakses tanggal 24 Desember 2019)

2. Teori Kompetensi

a. Pengertian Kompetensi

Menurut Purwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia,

“kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau

memutuskan sesuatu hal”. Kompetensi yang ada dalam Bahasa Inggris 

adalah  competency  atau  competence  merupakan  kata benda, menurut

William D. Powell dalam aplikasi Linguist Version 1.0 (1997) diartikan:

“1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2)wewenang.  Kata sifat dari 

competence  adalah  competent  yang berarti cakap, mampu, dan


16

tangkas”. (sumber: http://dahlanforum.wordpress.com di unduh tgl

16/12/2019)

Sagala (2012: 126) menyatakan bahwa kompetensi adalah

“seperangkat pengetetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus

dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksankan tugas dan

tanggungjawabnya. Dan sejalan dengan itu Syah (2012: 229)

mengumukakan “pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau

kecakapan”. Usman (2014: 1) mengemukakan kompetensi berarti suatu

hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik

yang kualitatif maupun kuantitatif. Mc Ahsan (1981: 45) dalam Mulyasa

(2013:38), mengemukakan bahwa kompetensi :  “is a knowledge, skill,

and abilities or capabilities that a person achieves,which become part of

his or her being to the extent he or she can satisfactory perform

particular coqnitive. Affective and psychomotor behaviours.”

(“Kompetensi diartikan kemampuan ketrampilan dan kemampuan yang

dikuasai oleh seseorang sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku

kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.”)

Gordon dalam Mulyana (2013: 109) menjelaskan beberapa aspek

atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :

1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.

2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif.

3. Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu

untuk  melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan

kepadanya.
17

4. Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang diyakini dan

secara  psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.

5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak

suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang dating dari luar.

6. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan

sesuatu perbuatan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan

bahwa kompetensi merupakan semua pengetahuan, keterampilan, nilai

dan sikap dasar yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yang

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat

dinamis, berkembang, dan dapat diraih dan dilaksanakan setiap waktu.

Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus

memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan

sesuatu. Kebiasaan berpikir dan bertindak itu didasari oleh budi pekerti

yang luhur baik dalam kehidupan pribadi, sosial,kemasyarakatan, keber-

agama-an, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah

Menurut Permen Diknas nomor 13 tahun 2007 tentang Standar

kepala sekolah / madrasah bahwa standar kompetensi yang harus dimiliki

kepala sekolah/madrasah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi

kompetensi yaitu: (a) kepribadian, (b) manajerial,(c) kewirausahaan, (d)

supervisi, dan  (e) sosial. Dengan standar tersebut diharapkan seluruh


18

kepala sekolah/madrasah di Indonesia memiliki kompetensi yang layak

sebagai kepala sekolah/madrasah. Uraian mengenai kelima kompetensi

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kompetensi Kepribadian

a) Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin

b) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai

kepala sekolah:

c) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi:

d) Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam

pekerjaan sebagai  kepala sekolah:

e) Memiiki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan:

2. Kompetensi Manajerial

a) Mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai

tingkatan perencanaan:

b) Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan

kebutuhan:

c) Mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan

sumber daya manusia  secara optimal:

d) Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan

sumber daya manusia secara optimal:

e) Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka

pendayagunaan secara optimal:


19

f) Mampu mengelola hubungan sekolah – masyarakat dalam

rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan

sekolah:

g) Mampu mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka

penerimaan siswa baru, penempatan siswa, dan pengembangan

kapasitas siswa:

h) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar

mengajar sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional:

i) Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip

pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien:

j) Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung

kegiatan-kegiatan sekolah:

k) Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung

kegiatan pembelajaran dan kegiatan kesiswaan di sekolah:

l) Mampu menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan dalam

menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah:

m) Mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi

pembelajaran siswa:

n) Mampu mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung

penyusunan program dan pengambilan keputusan:

o) Terampil dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi

bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah:

p) Terampil mengelola kegiatan produksi/jasa dalam mendukung

sumber pembiayaan  sekolah dan sebagai sumber belajar sisiwa:


20

q) Mampu melaksana-kan pengawasan terhadap pelaksana-an

kegiatan sekolah sesuai   standar pengawasan yang berlaku.

3. Kompetensi Kewirausahaan

Secara rinci kemampuan atau kinerja kepala sekolah yang

mendukung   terhadap per-wujudan kompetensi kewirausahaan ini,

di antara mencakup:

a) Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan

sekolah/madrasah;

b) Bekerja keras untuk mencapai keberhsilsan sekolah/madrasah

sebagai organisasi pem- belajar yang efektif;

c) Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam me-

laksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin

sekolah/madrasah;

d) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam

menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah;

e) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan

produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta

didik.

4. Kompetensi Supervisi

a) Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik

yang tepat:

b) Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan

program   pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat


21

5. Kompetensi Sosial

a) Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip

yang saling   menguntungkan  dan memberi manfaat bagi

sekolah

b) Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan

c) Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain

3. Teori Kepala Sekolah

a. Pengertian Kepala Sekolah

Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada

kepemimpinan kepala sekolah. Karena kepala sekolah sebagai pemimpin

dilembaganya, maka dia harus mampu membawa lembaganya kearah

tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya

perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan globalisasi

yang lebih baik. Kepala sekolah harus bertanggung jawab atas kelancaran dan

keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolahan secara formal

kepada atasannya atau informal kepada masyarakat yang telah menitipkan

anak didiknya. Menurut Wahjosumidjo (2012 : 83) Kepala sekolah adalah

tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah

dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi

interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima

pelajaran.
22

Dilembaga persekolahan, kepala sekolah atau yang lebih popular

sekarang disebut sebagai “guru yang mendapat tugas tambahan sebagai

kepala sekolah.” Bukanlah mereka yang kebetulan mempunyai nasib baik

senioritas, apalagi secara kebetulan. Direkrut untuk menduduki posisi itu,

dengan kinerja yang serba kaku dan mandul mereka diharapkan dapat

menjadi sosok pribadi yang tangguh handal dalam rangka pencapaian tujuan

sekolah Dalam penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya

posisi kepala sekolah menentukan arah suatu lembaga. Kepala sekolah

merupakan pengatur dari program yang ada disekolah. Karena nantinya

diharapkan kepala sekolah akan membawa spirit kerja guru dan membangun

kultur sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya Ujian

Nasional.

b. Fungsi Dan Tugas Kepala Sekolah

Aswarni sujud, moh. Saleh dan tatang M amirin dalam Daryanto

(2012: 81) “administrasi Pendidikan” menyebutkan bahwa fungsi kepala

sekolah adalah sebagai berikut:

1. Perumusan tujuan kerja dan pembuat kebijakan sekolah.

2. Pengatur tata kerja sekolah, yang mengatur pembagian tugas dan

mengatur pembagian tugas dan mengatur petugas pelaksana,

menyelenggaran kegiatan.

3. Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi: mengatur kegiatan,

mengarahkan pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi pelaksanaan

kegiatan, membimbing dan meningkatkan kemampuan pelaksana


23

Menurut Hari Sudrajad (2014: 112) perecanaan sekolah dalam arti

menetapkan arah sekolah sebagai lembaga pendidikan dengan cara

merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi pencapaian.

1. Mengorganisasikan sekolah dalam arti membuat struktur organisasi,

menetapkan staf dan menetapkan tugas dan fungsi masing-masing staf.

2. Menggerakkan staf dalam artian memotivasi staf melalui internal

marketing dan memberi contoh eksternal marketing.

3. Mengawasi dalam arti melakukan supervisi, mengendalikan dan

membimbing semua staf dan warga sekolah.

4. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar

pendidikan dan pertumbuhan kualitas, serta melakukan problem solving

baik secara analitis sistematis maupun pemecahan masalah secara

kreatif dan menghindarkan serta menanggulangi konflik

Sebagai pemimpin pendidikan disekolahnya, seorang kepala

sekolah mengorganisasikan sekolah dan personilnya yang bekerja didalamnya

dalam situasi yang efektif, efisien, demokratis, dan kerjasama tim (team

work) dibawah kepemimpinanya, program pendidikan untuk para siswa harus

direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan dan dievaluasi. Dalam

pelaksanaan program kepala sekolah harus dapat memimpin secara

professional, para staf pengajar, bekerja secara ilmiah, penuh perhatian dan

demokratis dengan menekankan pada perbaikan proses belajar mengajar

secara terus-menerus.

Kepala Sekolah juga mempunyai tugas pokok mengelola

penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Secara


24

lebih operasional tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali

dan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam

kerangka pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien.

Menurut E. Mulyana (2012 : 98) Secara garis besar tugas dan fungsi

kepala sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pendidik (Educator)

Sebagai pendidik, kepala sekolah melaksanakan kegiatan

perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan

perencanaan menuntut kapabilitas dalam menyusun perangkat-

perangkat pembelajaran; kegiatan pengelolaan mengharuskan

kemampuan memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang

efektif dan efisien, dan kegiatan mengevaluasi mencerminkan

kapabilitas dalam memilih metode evaluasi yang tepat dan dalam

memberikan tindak lanjut yang diperlukan terutama bagi perbaikan

pembelajaran. Sebagai pendidik, kepala sekolah juga berfungsi

membimbing siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya.

2. Pemimpin (leader)

Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi menggerakkan

semua potensi sekolah, khususnya tenaga guru dan tenaga kependidikan

bagi pencapaian tujuan sekolah. Dalam upaya menggerakkan potensi

tersebut, kepala sekolah dituntut menerapkan prinsip-prinsip dan

metode-metode kepemimpinan yang sesuai dengan mengedepankan

keteladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan staf.


25

3. Pengelola (manajer).

Sebagai pengelola, kepala sekolah secara operasional

melaksanakan pengelolaan kurikulum, peserta didik, ketenagaan,

keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah-masyarakat, dan

ketatausahaan sekolah. Semua kegiatan-kegiatan operasional tersebut

dilakukan melalui oleh seperangkat prosedur kerja berikut:

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.

Berdasarkan tantangan yang dihadapi sekolah, maka sebagai pemimpin,

kepala sekolah melaksanakan pendekatan-pendekatan baru dalam

rangka meningkatkan kapasitas sekolah.

4. Administrator.

Dalam pengertian yang luas, kepala sekolah merupakan

pengambil kebijakan tertinggi di sekolahnya. Sebagai pengambil

kebijakan, kepala sekolah melakukan analisis lingkungan (politik,

ekonomi, dan sosial-budaya) secara cermat dan menyusun strategi

dalam melakukan perubahan dan perbaikan sekolahnya. Dalam

pengertian yang sempit, kepala sekolah merupakan

penanggungjawab kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah dalam

mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

5. Wirausahawan.

Sebagai wirausahawan, kepala sekolah berfungsi sebagai

inspirator bagi munculnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam mengelola

sekolah. Ide-ide kreatif diperlukan terutama karena sekolah memiliki

keterbatasan sumber daya keuangan dan pada saat yang sama memiliki
26

kelebihan dari sisi potensi baik internal maupun lingkungan, terutama

yang bersumber dari masyarakat maupun dari pemerintah setempat.

6. Pencipta Iklim Kerja.

Sebagai pencipta iklim kerja, kepala sekolah berfungsi sebagai

katalisator bagi meningkatnya semangat kerja guru. Kepala sekolah

perlu mendorong guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam bekerja

di bawah atmosfir kerja yang sehat. Atmosfir kerja yang sehat

memberikan dorongan bagi semua staf untuk bekerjasama dalam

mencapai tujuan sekolah

7. Penyelia (Supervisor).

Supervisi juga dapat diartikan sebagai pembinaan yang

diberikan kepada seluruh staf madrasah agar mereka dapat

meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar

mengajar dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Kepala

sekolah sebagai supervisior mempunyai peran dan tanggung jawab

untuk membina, memantau dan memperbaiki proses pembelajaran

aktif, kreatif dan menyenangkan. Supervise kepala sekolah dapat

dilakukan secara individu maupun kelompok. http://aktual-

asiddau.blogspot.com/2019/12/tugas-pokok-dan-fungsi-kepala-

sekolah.html

Secara singkat fungsi dan atau tugas supervisi ialah sebagai

berikut:

1. Menjalankan aktivitas untuk mengetahui situasi administrasi

pendidikan, sebgai kegiatan pendidikan disekolah dalam segala


27

bidang.

2. Menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan

situasi pendidikan disekolah.

3. Menjalankan aktivitas untuk mempertinggi hasil dan untuk

menghilangkan hambatan-hambatan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah

harus bertanggung jawab atas terlaksanakannya seluruh program

pendidikan disekolah. Untuk dapat merealisasikan semua tugas dan

fungsi kepemimpinannya maka kepala sekolah hendaknya mengetahui

jumlah pembantunya, mengetahui nama- nama pembantunya,

mengetahui tugas masing-masing pembantunya, memelihara suasana

kekeluargaan dan memperhatikan kesejahteraan para pembantunya.

c. Kualitas kepala sekolah yang efektif

Kualitas dan kompetensi kepala sekolah secara umum

setidaknya mengacu pada empat hal pokok, yaitu sifat dan ketrampilan

kepemimpinan, kemampuan memecahkan masalah, keterampilan

social dan pengetahuan dan kompetensi professional. Menurut E.

Mulyana (2012 : 86) Kepala sekolah yang professional mampu

meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan kualitas sekolah, untuk

dapat merealisasikannya maka kepala sekolah harus mempeerhatikan

hal-hal berikut ini:

1. Mempunyai visi atau daya pandang yang mendalam tentang

mutu terpadu
28

2. bagi lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan siswa

yang ada disekolah.

3. Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan

kualitas.

4. Mengkomunikasikan pesan yang berkaitan dengan kualitas.

5. Menjamin kebutuhan siswa sebagai perhatian kegiatan dan

kebijakan sekolah.

6. Menyakinkan terhadap para pelanggan pendidikan bahwa

terhadap channel cocok untuk menyampaikan harapan dan

keinginan.

7. Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan.

Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang

muncul tanpa dilandasi bukti yang kuat.

8. Pemimpin melakukan inovasi. Menjamin struktur organisasi

yang menggambarkan tanggung jawab yang jelas.

9. Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan

setiap penghalang, baik bersifat organisasional maupun budaya.

10. Membangun tim kerja yang efektif. Mengembangkan

mekanisme yang cocok untuk melakukan monitoring dan

evaluasi.
29

d. Strategi Kepala Sekolah

Menurut Nanang Fatah (2014 : 31) Strategi adalah langkah-

langkah yang sistematis dan sistematik dalam melaksanakan rencana

secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam pencapaian

tujuan.

Sedangkan menurut Wahyosumidjo (2011: 119)

Kepemimpinan kepala sekolah yaitu salah satu pelaksanaan

kepemimpinan nasioanl yang bertujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa, harus mencerminkan diwujudkannya kepemimpinan pancasila

yang memiliki watak dan berbudi luhur.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa strategi itu

merupakan alat manajemen yang sangat kuat dan tidak dapat

dihindarkan dalam sekolah. Sedangkan kepemimpinan kepala sekolah

yaitu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mengarahkan,

membimbing dan mengatur orang lain (guru). Dalam hal seperti ini,

maka strategi kepemimpinan kepala sekolah merupakan sebuah

rencana yang dimiliki seseorang dengan kemampuan semaksimal

mungkin dalam menjalankan tugasnya. Unsur yang terlibat dalam

situasi kepemimpinan antara lain yaitu orang yang dapat

mempengaruhi orang lain di satu pihak, orang yang dapat pengaruh di

lain pihak, adanya maksud-maksud atau tujuan-tujuan tertentu yang

hendak dicapai, adanya serangkaian tindakan tertentu untuk

mempengaruhi dan untuk mencapai maksud atau tujuan tertentu itu.


30

Dalam mempersiapkan para siswa menghadapi Ujian Nasional

banyak cara yang dapat dilakukan kepala sekolah, diantaranya yaitu

meningkatkan motivasi siswa, membuat bank soal sesuai dengan

indikator-indikator SKL, mengubah sistem pembahasan, clinical

services, meminta dukungan orangtua murid, dan juga istighosah

yakni meminta tolong kepada Allah SWT. (Strategi Sekolah Dalam

Mempersiapkan UN (http://tabloid_info.sumenep.go.id, akses 15

Desember 2019)

4. Teori Produktifitas Sekolah

Produktifitas sekolah baik secara kuantitas dan kualitasnya dapat

ditingkatkan melalui peningkatan profesionalitas kepemimpinan kepala

sekolah dan kinerja guru serta budaya organisasi sekolah yang mendukung

baik secara langsung maupun tidak langsung. kemudian produktifitas sekolah

dapat meningkat jika penerapan demokrasi antar unsur sumber daya manusia

terwujud, dan juga diperlukan peningkatan buday inovatif, budaya kreatif,

budaya profesionalisme dan budaya belajar. Jika, berbagai unsur dimaksud

menyatu untuk menciptakan kondisi sekolah yang sejuk, nyaman dan suasana

akademik yang kondusif, tentu pasti pada akhrinya berpengaruh terhadap

tercapainya produktifitas sekolah dan kinerja gur yang o[ptimal dibawah

kendalian kepala sekolah yang bekinerja baik.

Menurut Wahyudi (2015: 77) kualitas pendidikan dapat dicapai

apabila pada kerjasama secara sinerji antar sekolah, masyarakat, dan dunia

kerja sebagai pengguna output pendidikan, maka sekolah sebagai institusi


31

pencetak sumber daya manusia yang berkualitas harus bekerja secara efektif

dan efesien sebagai kriteria produktifitas suatu organisasi.

a. Hakikat produktifitas

Pada hakikatnya produktifitas itu merupakan pandangan hidup

serta sikap mental yang selalu berusasha untuk meningkatkan mutu

kehidupan yang berarti bahwa keadaan hari ini harus lebih baik dari hari

kemarin dengan moto kehidupan hari esok, harus lebih baik dari hari

kemarin. Menurut Wahyudi (2015: 77) produktifitas dapat dipandang

sebagai aspek penting dalam menkaji masalah pengelolaan sistem

pendidikan, karena rendahnya kualitas produk/keluaran pendidikan

merupakan salah satu masalah kependidikan. Kemudian menurut

Seotermaister dikutip oleh Haris dalam Wahyudi (2015: 77) mengartikan

produktifitas sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kerja dengan

mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya.

Selanjutnya Menurut Fatah dalam Wahyudi (2015: 77)

mengatakan bahwa produktifitas dalam arti teknis mengacu kepada

derajat keefektifan, efesiensi dalam penggunaan sumber daya, sedangkan

dalam pengertian perilaku, produktifitas merupakan sikap mental yang

selalu berusaha berkembang. Lebih lanjut Allan Thomas dalam Wahyudi

(2015: 81) secara lebih khusus dalam bidang pendidikan formal

mengartikan produktifitas sekolah adalah sebagi berikut :

1. The Administrator's Produksion Funscition (fungsi administrator),

administrator sekolah bertanggungjawab terhadap pengembangan

sistim pendidikan disekolah yang menjadi wilayah kerjanya.


32

2. The Psychologist"s Produksion Funscition ( Fungsi psikologi),

fungsi psikologi dilembaga persekolahan adalah perubahan perilaku

siswa, termasuk peningkatan pengetahuan, pemahaman nilai atau

pengembangan pengetahuan. Dan terdapat hungan antara fungsi

administrator dengan fungsi psikologi disebabkan kedua aspek

dimaksud memberikan pelayanan di sekolah yang bertujuan

menghasilkan perubahan perilaku.

3. The Economist"s Produksion Funscition (Fungsi Ekonomi),

pendidikan sebagai kontribusi individu yang memperolah

kompetensi terhadap kegaiatan ekonomi, dan sebaliknya

perekonomian memberikan kontribusi sumber daya pada kegiatan

sekolah.

b. Produktifitas Sekolah

Secara pengertian umum produktifitas sekolah merupan suatu

tingkat perbandingan antara besarnya keluaran dengan besarnya

masukan. Menurut Robbins dalam Wahyudi (2015: 83) produktifitas

sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kerja dengan mempertimbangkan

kemanfaatna sumber daya (bahan, teknologi, informasi, dan kinerja

manusia). Kemudian menurut Wibowo dalam Wahyudi (2015: 84)

bahwa indikator efektifitas ddalam pendidikan dapat dilihat dari

kualitas program, ketepatan penyusunan, kepuasan, kemampuan

adaptasi, semangat kerja, motivasi, ketercapaian tujuan, serta ketepatan

pendayadunaan sarana dan prasarana, dan sumber belajar dalam


33

meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sedangkat menurut

Wahydi (2015: 86) produktifitas sekolah dapat dicapai apabila berbagai

komponen yang terlibat dalam proses pendidikan dapat berperan secara

optimal guna pencapian tujuan yan ditetapkan.

Menurut Kussrianto dalam Wahyudi (2015: 86) adanya faktor-

faktor besar yang berpengaruh terhadap produktifitas organisasi dari

segi tenaga kerja adalah tingkat oendidikan, keterampilan, disiplin,

sikap dan etika kerja, motivasi, tingkat kesehatan, tingkat penghasilan,

kesempatan berprestasi, sedangkan aspek lainnya yang berpengaruh

terhadap produktifitas organisasi adalah teknologi, manajemn,

kebijakan pemerintah, lingkungan dan iklim kerja. Lebih lanjut menurut

Sator dalam Wahyudi (2015: 86) pandangannya lebih khusus dalam

pendidikan, bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

produktifitas pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan atau pengawasan instruksional oleh kepala sekolah

maupun pengawas

2. Peran serta masyaralkat dalam penyediaan sumber daya pendidikan

dan penyediaan lingkungan belajar yang kondusif

3. Penugas guru sesuai dengan latar belakang keahlian (ijazah) yang

dimiliki

4. Menggiatkan organisasi (wadah) pembinaan profesional guru

melalui musyawarah guru bidang studi (MGBS), kelompok kerja

guru (KKG).
34

Kemudian menurut Wahyudi (2015: 87) mengemukakan juga

bahwa keberhasilan dalam pendidikan setidaknya dapat dikaji dari

dimensi efektifitas dan efesiensi dalam pengelolaan sumber daya yang

tersedia untuk mencapai produktifitas maksimal atau mutu lulusan

pendidikan yang lebih baik. Hal senada dikemukakan juga oleh Paul

Mali dalam wahyudi (2015: 87) bahwa ukuran produktifitas merupakan

kombinasi antara efektifitas dan efesiensi. Untu lebih pemahaman

tentang bagaimana efektifitas dan efesiensi, maka penjelasannya sebagi

beriku :

a. Efektifitas

Agar tujuana organisasi dapat dicapai, maka metode dan

pendekatan yang digunakan harus tepat. Menurut Handoko dalam

Wahyudi (2015: 88) Efektifitas adalah kemampuan untuk memiliki

tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan

yang ditetapkan. Menurut Mulyasa dalam Wahyudi (2015: 88)

bahwa efektifitas berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat

pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya,

atau perbandingan hasil nyatadengan hasil yang direncanakan.

Lebih lanjut Mulyasa dalam Wahyudi (2015: 91) bahwa efektifitas

berkaitan dengan pencapaian untuk kerja secara maksimal, dalam

arti pencapaian target yang berkaiatan dengan kualitas, kuantitas,

dan waktu.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa efektifitas

pendidikan tentunya tidak hanya dilihat secara kuantitatif yaitu,


35

kesesuain jumlah keluaran dengan jumlah yang ditargetkan, akan

tetapi juga memperhatikan kualitas lulusan dan ketepatan waktu

dalam menghasilkan keluaran. Kecuali itu juga, dalam efektifitas

pendidikan dapat dilihat pada sisi prestasi, yaitu mampu

menghasilkan tamatan yang berkualias dalam arti mampu bersaing

dan adanya relefansi antara ilmu yang didapat dengan kebutuhan

masyarakat yang sedang membangun, serta mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi.

b. Efesiensi

Efesiensi dalam pendidikan adalah yang mampu

menciptakan keseimbangan anatar sumber-sumber yang

dibutuhkan dan yang ada atau tersedia guna mengurangi hambatan-

hambatan dalam mencapai tujuan pendidikan. Kemudian juga,

efesiensi merupakan aspek penting dalam manajemen sekolah,

karena umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber

dana, dan secara langsung dapat berpengaruh terhadap kegiatan

manajemen. Menurut Dharma dikutip oleh Mulyasa dalam

Wahyudi (2015: 92) merupakan bahwa efesiensi mengacu pada

ukuran penggunaan sumber daya yang langka oleh organisasi,

sebagai misal perbandingan pengeluaran dan masukan. Masukan

atau imput pendidikan adalah sumber daya yang digunakan untuk

melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam rangka

mencapai tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya menurut Gibson

ivancevich dan Donnelly dalam Wahyudi (2015: 92) ukuran


36

efesiensi termasuk tingkat pendapatan dari kapital dan aset, atau

unit biaya, biaya per pasien, per siswa, atau per klien. Ukuran

efesien harus dalam bentuk rasio, rasio manfaat versus biaya. Lebih

lanjut Suryadi dikutip anwar dalam Wahyudi (2015: 93)

mengemukakan bahwa efesiensi berkaitan dengan optimalisasi

pendayagunaan sumber pendidikan yang terbatas untuk mencapai

output yang optimal.

5. Teori Sumber Daya Manusia

a. Pengertian Sumber Daya Manusia

Berikut beberapa pengertian dari kualitas yaitu menurut E.

Mulyana (2012 : 96) kualitas adalah: “Sebagai kesesuaian dengan

standar diukur berbasis kadar ketidaksesuaian, serta dicapai melalui

pemeriksaan”.

Selanjutnya dikatan menurut Malayu S.P Hasibuan (2012 : 244)

dikatakan pengertian sumber daya manusia adalah: “Kemampuan

terpadu dari daya piker dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku

dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya.”.

Di bawah ini beberapa pengertian tentang sumber daya manusia

adalah Menurut Wirawan (2015:18) menjelaskan bahwa: “Sumber daya

Manusia adalah orang yang disebut sebagai manajer, pegawai, karyawan,

buruh atau tenaga kerja yang bekerja untuk organisasi”.

Hal senada disampaikan oleh Eddy Soeryanto Soegoto (2014 :

306) memberi pengertian yaitu: ”Sumber Daya Manusia adalah individu-


37

individu dalam organisasi yang memberikan sumbangan berharga pada

pencapaian tujuan organisasi”.

Kemudian dipaparkan oleh M. Dawam Rahardjo (2012:18)

menjelaskan pengertian Kualitas Sumber Daya Manusia yaitu: “Kualitas

sumber daya manusia itu hanya ditentukan oleh aspek keterampilan atau

kekuatan tenaga fisiknya saja, akan tetapi juga ditentukan oleh

pendidikan atau kadar pengetahuannya pengalaman atau kematangannya

dan sikapnya serta nilai-nilai yang dimilikinya”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Sumber

Daya Manusia adalah individu-individu atau yang disebut sebagai tenaga

kerja, karyawan, potensi manusiawi yang bekerja untuk organisasi.

Berbicara tentang masalah kualitas sumber daya manusia

tentunya ada tolak ukur yang dapat kita jadikan patokan atau

perbandingan agar kita bisa mengetahui dan menentukan manusia yang

berkualitas. Dengan adanya batasan dan tolak ukur ini, dapat dijadikan

landasan dalam menentukan kualitas pribadi seseorang.

Pengertian yang dikemukakan oleh Selo Sumarjan (2009 : 43)

yang dikutip oleh Sudarwan Danim (2012) bahwa kualitas sumber daya

manusia Indonesia yang kita inginkan dibedah atas dasar kualitas fisik

(kesehatan, kekuatan jasmani, keterampilan dan ketahanan) dan kualitas

non fisik (kemandirian, ketekunan, kejujuran dan akhlak).

Dari pengertian-pengertian diatas dapat dikatakan bahwa kualitas

sumber daya manusia adalah individu dalam organisasi yang

memberikan sumbangan berharga pada pencapaian tujuan organisasi


38

dengan aspek keterampilan yang ditentukan oleh tingkat pendidikan,

kejujuran dan pengalaman

b. Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia

Menurut M. Dawan Rahardjo (2012:18) mengatakan bahwa

indikator dari kualitas sumber daya manusia adalah sebagai berikut :

a. Kualitas Intelektual (Pengetahuan dan Keterampilan) Meliputi:

 Memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan tuntunan

industrialisasi.

 Memiliki pengetahuan bahasa, meliputi bahasa nasional,

bahasa daerah dan sekurang-kurangnya satu bahasa asing.

b. Pendidikan

 Memiliki kemampuan pendidikan pada jenjang yang lebih

tinggi.

 Memiliki tingkat ragam dan kualitas pendidikan serta

keterampilan yang relevan dengan memperhatikan dinamika

lapangan kerja baik yang di tingkat lokal, nasional maupun

internasional.

Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia menurut Soekidjo

Notoatmodjo dalam M. Dawan Rahardjo (2012:16) yaitu : 1.

Pendidikan , 2. Pelatihan

Adapun Indikator Kualitas Sumber Daya Manusia menurut

Hutapea dan Nurianna dalam M. Dawan Rahardjo (2012:62) yaitu :


39

a. Memahami bidangnya masing-masing

b. Pengetahuan

c. Kemampuan

d. Semangat kerja

e. Kemampuan perencanaan/pengorganisasian.

Berdasarkan indikator-indikator diatas, yang diambil dalam

penelitian ini menggunakan indikator yang di jelaskan menurut M.

Dawan Rahardjo (2012:18) yang mengatakan bahwa indikator dari

kualitas sumber daya manusia adalah: 1. Kualitas Intelektual

(Pengetahuan dan Keterampilan) dan 2. Pendidikan

5. Teori Organisasi

a. Pengertian Organisasi

Organisasi dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan,

oleh karna itu organisasi dapat dikatakan wadah kegiatan dari pada

orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya untuk mencapai tujuan.

Di kegiatan itu orang-orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung

jawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian

disebut organisasi yang “statis”, karena sekedar hanya melihat dari

strukturnya. Di samping itu terdapat pengertian organisasi yang bersifat

“Dinamis". Pengertian ini organisasi dilihat dari pada sudut

dinamikanya, aktivitas atau tindakan dari pada tata hubungan yang


40

terjadi di dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun

informal.

Waldo yang dikutip oleh Silalahi dalam bukunya “Studi tentang

Ilmu Administrasi Konsep, Teori, dan Dimensi” (2013:124)

menyatakan definisi organisasi adalah : “Organisasi adalah struktur

hubungan-hubungan di antara orang-orang berdasarkan wewenang dan

bersifat tetap dalam suatu sistem administrasi”.

Sedangkan pengertian organisasi menurut Thoha yang dikutip

oleh Silalahi dalam bukunya “Studi tentang Ilmu Administrasi Konsep,

Teori, dan Dimensi” (2013:124) mengemukakan bahwa: “Organisasi

merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur yang

menunjukkan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk

menjalankan suatu fungsi tertentu. Hubungan yang berstruktur ini

disebut hirarki dan konsekuensi dari hirarki ialah adanya kategori

kelompok superior dengan kelompok subordinasi.”

Adapun pengertian Organisasi menurut Weber yang dikutip oleh

Thoha dalam bukunya “Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan

Aplikasinya” (2012:113) bahwa : “Organisasi merupakan suatu

batasan-batasan tertentu (boundaries), dengan demikian seseorang yang

melakukan hubungan interaksi dengan lainnya tidak atas kemauan

sendiri. Mereka dibatasi oleh aturan-aturan tertentu.”

Sejalan dengan definisi-definisi di atas menurut

Handayaningrat (1981:43), menyatakan ciri-ciri organisasi sebagai

berikut :
41

a. Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal.

b. Adanya kegiatan yang berbeda-beda tapi satu sama lain saling

berkaitan.

c. Tiap-tiap anggota memberikan sumbangan usahanya ataupun

tenaganya.

d. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan.

e. Adanya suatu tujuan.

(sumber : http://thepublicadministration.blogspot.com/2012/04/

indikator-kinerja-organisasi-publik.html diakses 02 Januari

2020)

Dari definisi diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

Organisasi adalah kesatuan dari seluruh kegiatan yang erat saling

berkaitan antara setiap anggota yang ada di dalamnya secara

terkoordinir dan memiliki tujuan tertentu.

b. Prinsip Organisasi

Prinsip-prinsip organisasi sering disebut dengan azas-azas

organisasi. Prinsip atau azas merupakan dasar, pondasi, atau suatu

kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir. Prinsip-prinsip

organisasi adalah pondasi yang menjadi pokok dasar atau yang menjadi

pangkal-tolak di dalam menggerakkan organisasi. Oleh karena itu,

organisasi dibangun dan digerakkan diatas pondasi yang berupa prinsip

organisasi, dan setiap prinsip mengandung suatu kebenaran, sehingga

tercapai atau tidaknya tujuan organisasi tergantung pada kemampuan


42

pimpinan organisasi dalam melaksanakan prinsip organisasi. Adapun

prinsip organisasi yang dikemukakan Wursanto (2013:219), yaitu:

1) Mempunyai tujuan yang jelas

Tujuan merupakan sesuatu atau sasaran yang hendak

dicapai. Karena tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan

organisasi maka tujuan tersebut harus dicapai melalui kerjasama

sekelompok orang dimana tujuan tersebut harus dirumuskan dan

ditetapkan dengan jelas.

2) Mempunyai kesatuan perintah

Maksud dari prinsip ini adalah bahwa setiap pegawai dalam

organisasi hendaknya mempunyai atasan langsung. Hal ini berarti

setiap bawahan hanya dapat diperintah secara langsung oleh satu

orang atasan sehingga seorang bawahan bertanggung jawab

langsung kepada seorang atasannya langsung.

3) Ada keseimbangan

Organisasi selalu membutuhkan keseimbangan. Prinsip

keseimbangan di dalam organisasi dapat dibedakan beberapa

macam, misalnya keseimbangan antara sentralisasi dan

desentralisasi kewenangan, keseimbangan antara wewenang dan

tanggung jawab, keseimbangan antara pengeluaran dan

penerimaan, dan kerugian yang di derita oleh suatu unit harus

diimbangi dengan keuntungan yang diperoleh dari unit-unit lain.


43

4) Ada pendistribusian pekerjaan

Prinsip pendistribusian pekerjaan disebut juga prinsip

pembagian tugas. Prinsip sebagian pekerjaan secara homogen

(distribution of work) adalah mengelompokkan tugas atau

pekerjaan yang sejenis atau yang erat hubungannya menjadi satu

unit tersendiri. Jadi dalam pembagian tugas, macam-macam tugas

dalam organisasi dibagi-bagi menjadi sedemikian rupa agar dapat

dilaksanakan oleh satuan unit tertentu atau pejabat tertentu.

5) Ada rentangan pengawasan

Rentangan pengawasan adalah seberapa jauh kemampuan

seorang pemimpin mampu mengawasi para bawahannya secara

cepat dan tepat.

6) Ada pelimpahan wewenang

Pelimpahan wewenang berarti penyerahan sebagian

kekuasaan dari seorang atasan kepada pejabat bawahan atau kepada

pejabat lain untuk melakukan suatu pertanggungjawaban. Jadi,

pelimpahan belum tentu mengalir dari seorang atasan kepada

bawahan, tetapi dapat juga terjadi dari seorang atasan kepada

pejabat yang setingkat

7) Ada departementalisasi

Prinsip departementalisasi disebut juga dengan istilah

departementasi. Departementasi adalah proses penggabungan

pekerjaan ke dalam kelompok pekerjaan yang sejenis. Setiap fungsi


44

merupakan tugas dan tanggung jawab dari suatu unit tertentu dalam

organisasi.

8) Ada penempatan pegawai yang tepat

Salah satu prinsip bidang kepegawaian adalah the right man

in the right place, yang berarti orang yang baik ditempatkan pada

tempat yang tepat atau penempatan seorang pegawai harus sesuai

dengan keahliannya.

9) Ada koordinasi

Koordinasi adalah suatu usaha untuk mendapatkan

keselarasan gerak, keselarasan aktivitas, dan keselarasan tugas

antar satuan organisasi yang ada di dalam organisasi. Tujuan

organisasi akan tercapai secara efektif apabila semua orang, semua

pejabat, dan semua unit/satuan organisasi serta semua sumber daya

diselaraskan dengan tujuan organisasi.

10) Ada balas jasa yang memuaskan

Balas jasa adalah imbalan yang diberikan kepada seorang

atas jerih payah yang telah disumbangkannya. Untuk memberikan

balas jasa yang memuaskan dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Misalnya dengan gaji yang menarik dan dengan pemberian jaminan

sosial.

Dari pendapat diatas, prinsip-prinsip organisasi yang digunakan

sebagai dasar organisasi untuk membangun dan menggerakkan

organisasi yang kompleks diharapkan dapat berjalan dengan baik

dimana tercapai atau tidaknya tujuan organisasi tergantung pada


45

kemampuan pimpinan organisasi dalam melaksanakan prinsip

organisasi.

c. Indikator Perilaku Organisasi

Pengertian Perilaku menurut Cummings yang dikutip oleh

Thoha (2012:8) yaitu: “Perilaku Organisasi adalah suatu cara berfikir,

suatu cara untuk memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan

secara nyata hasil-hasil penemuan berikut tindakan-tindakan

pemecahan.”

Adapun pengertian lain dari perilaku organisasi menurut

Duncan dikutip oleh Thoha (2012:5):

“Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-


aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok
tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi
terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh
manusia terhadap organisasi. Tujuannya praktis dari penelaahan studi ini
adalah untuk mendeterminasikan bagaimanakah perilaku manusia itu
mempengaruhi usaha pencapaian tujuan-tujuan organisasi.”

Menurut Kelly yang dikutip oleh Thoha dalam (2012:9) yaitu:

“Perilaku organisasi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem studi dari

sifat organisasi seperti misalnya:bagaimana organisasi dimulai, tumbuh,

dan berkembang, dan bagaimana pengaruhnya terhadap anggora-

anggota sebagai individu, kelompok-kelompok pemilih, organisasi-

organisasi lainnya, dan instansi-instansi yang lebih besar.”

Dari pendapat para ahli diatas maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa Perilaku Organisasi adalah suatu ilmu yang

mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok


46

dalam suatu organiasasi serta dampaknya terhadap kinerja, baik kinerja

individual, kelompok maupun organisasi.

Perilaku Organisasi sangatlah penting dalam suatu kegiatan

organisasi karena setiap orang memiliki perilaku yang tidak sama, maka

dari itu dalam mempelajari perilaku organisasi menurut Davis yang

dikutip oleh Dharma (1993:5) dikutip di

https://prezi.com/tg96vfq2rcgk/indikator-kinerja-organisasi/ diakses 22

Januari 2020) yaitu:

1) Orang-orang

Membentuk sistem sosial intern organisasi, mereka terdiri

dari orang- orang dan kelompok, baik kelompok besar maupun

kelompok kecil, Selain itu ada kelompok yang lebih resmi dan

formal.

2) Struktur

Menentukan hubungan resmi orang-orang dalam organisasi.

Berbagai pekerjaan yang berbeda diperlukan untuk melakukan

semua aktivitas organisasi, ada manajer dan pegawai.

3) Teknologi

Menyediakan sumber daya yang digunakan orang-orang

untuk bekerja dan sumber daya itu memoengaruhi tugas yang

mereka dapat menghasilkan banyak hal dengan tangan kosong.

Jadi, mereka mendirikan bangunan, merancang, mesin

mencipatakan proses kerja dan merakit sumber daya.


47

4) Lingkungan

Semua organisasi beroperasi didalam lingkungan luar,

organisasi tidak berdiri sendiri. Ia merupakan bagian dari sistem

yang lebih besar yang banyak memuat unsur lain, seperti

pemerintah, keluarga dan organisasi lainnya. Semua unsur ini

saling mempengaruhi dalam suatu sistem yang rumit yang menjadi

corak hidup sekelompok orang.

Adapun indikator yang saya pakai dalam penelitian kali ini

adalah indikator-indikator dari perilaku organisasi menurut Thoha

(2012:36) yaitu:

a. Manusia berbeda perilakunya, karena kemampuannya tidak sama

Prinsip dasar kemampuan ini amat penting diketahui untuk

memahami mengapa seseorang berbuat dan berperilaku berbeda

dengan yang lain. Karena sejak lahir manusia ditakdirkan tidak

sama kemampuannya. Adapula yang beranggapan bukan

disebabkan sejak lahir, melainkan karena perbedaan menyerap

informasi dari suatu gejala, dan ada pula yang beranggapan

kemampuan disebabkan oleh kombinasi keduanya. Oleh

karenanya kecerdasan merupakan salah satu perwujudan dari

kemampuan seseorang.

b. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda. Ahli-ahli ilmu

perilaku umumnya membicarakan bahwa manusia ini berperilaku

karena didorong oleh serangkaian kebutuhan. Dengan kebutuhan

ini dimaksudkan adalah beberapa pernyataan didalam seseorang


48

yang menyebabkan seseorang itu berbuat untuk mencapai suatu

obyek atau hasil.Kebutuhan seseorang berbeda dengan kebutuhan

orang lain. Seseorang karyawan yang didorong untuk

mendapatkan tambahan gaji, tingkah perilakunya jelas akan

berbeda dengan karyawan yang didorong oleh keinginan

memperoleh kedudukan agar mendapatkan harga diri di dalam

masyarakat.

c. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang

bagaimana bertindak. Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat

dipenuhi lewat perilaku masing-masing didalam banyak hal,

seseorang dihadapkan dengan sejumlah kenbutuhan yang

potensial harus dipenuhi lewat perilaku yang dipilihnya.

Misalnya: seseorang diberikan pilihan pada dua hal dan harus

dapat memutuskan salah satu dari kedua keputusan tersebut dan

harus dapat menerima resiko yang diambil. Cara untuk

menjelaskan bagaimana seseorang mengambil dalam keputusan

adalah dengan mempergunakan teori expectancy, teori ini

didasarkan atas proposisi yang sederhana yakni bagaimana

seseorang memilih perilaku sedemikian karena ia yakin dapat

mengarahkan untuk mendapatkan suatu hasil tertentu. Perilaku

dicatat bahwa teori ini tidak bisa digunakan untuk meramal suatu

tujuan yang diinginkan. Model ini hanya membuat asumsi-asumsi

bahwa seseorang membuat suatu keputusan yang rasional itu

berdasarkan pada persepsi terhadap lingkungannya.


49

d. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan

pengalaman masa lalu dan kebutuhannya Memahami lingkungan

adalah suatu proses aktif, dimana seseorang berusaha membuat

lingkungan menjadi berarti baginya proses aktif ini melibatkan

seseorang individu untuk mengakui secara selektif aspek- aspek

yang berada dari lingkungan, menilai apa yang dilihat dari

lingkunganya menilai dari apa yang dilihat dari hubungannya

dengan pengalaman masa lalu dan mengevaluasi dengan apa yang

dialaminya dan kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan dan nilai-nilai. Jadi pengalaman dari seseorang

sangatlah penting didalam suatu organisasi. Jadi lingkungan

sangat memberikan objek dan peristiwa ketimbang dengan

kemampuan manusia yang dimlikinya untuk memahami obyek

dan peristiwa tersebut, aspek-aspek yang sudah diketahui atau

yang sudah berjalan dapat dijadikan pengalaman oleh seseorang

untuk bertindak.

e. Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang

Orang-orang jarang-jarang bertindak netral mengenai tentang

sesuatu hal yang mereka ketahui atau alami. Dan mereka

cenderung mengevaluasi terhadap seseuatu yang dialami dengan

cara senang atau tidak senang. Selanjutnya evaluasi ini

merupakan faktor yang teramat sulit didalam mempengaruhinya

perilaku dimana yang akan datang. Perasaan senang atau tidak

senang ini akan membuat seseorang berbuat berbeda-beda dengan


50

orang lain: seseorang merasa puas dengan gaji di kantor tertentu,

tetapi ada sebagian orang yang tidak puas dengan gajinya.

Kepuas atau ketidakpuasan timbul karena adanya perbedaan

antara sesuatu yang diterima dengan sesuatu y6ang

diharapkan seharusnya diterima. Oleh karena itu salah

persepsi ini merupakan bidang yang amat penting untuk

diketahui, maka amatlah sulit bagi pimpinan organisasi untuk

mendistribusikan beberapa penghargaan seperti misalnya naik

haji dan promosi suatu acara untuk memberikan kepuasan kepada

semua pihak.

f. Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang

telah disinggung diatas beberapa yang mempengaruhi bagaimana

seseorang itu terangsang utnuk berperilaku, dan telah ditekankan

pula bahwa kemampuan seseorang adalah suatu pengaruh yang

amat penting didalam pelaksanaan pekerjaan. Organisasi biasanya

bisa mempengaruhi perilaku seseorang dengan mengubah satu

atau lebih faktor-faktor penentu dari perilaku individu, hanya

mudah diubah. Tetapi semuanya terbuat untuk dipengaruhi.

g. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak faktor. Adakalanya

perilaku seseorang dipengaruhi oleh kemampuannya, adapula

karena kebutuhannya dan adapula karena dipengaruhi oleh

pengharapan dan lingkungannya. Oleh karena banyaknya faktor

yang mempengaruhi perilaku manusia, maka seringkali suatu

keadaan yang memimpin kearah tercapainya efektivitas


51

pelaksanaan kerja.

Sejalan dengan pendapat diatas maka peneliti dapat memberi

kesimpulan bahwa perilaku organisasi adalah suatu cara berfikir, cara

untuk memahami persoalan-persoalan dalam suatu organisasi atau suatu

kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh

organisasi terhadap manusia.

6. Otonomi Daerah

a. Pengertian Otonomi

Pengerian dari pada otonomi daerah adalah hak wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan demi kepentingan masyarakat dalam suatu wilayah/daerah,

tetapi tetap disesuaikan atas dasar perundan-undangan. Menurut pasal 1

undang-undang nomor 22 tahun 1999, otonomi daerah adalah

kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan aturan perundang-undangan. Lebih lanjut

menurun undang-undang nomor 32 tahun 2004 dalam pasal 1, otonomi

daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan masyarakat

setempat.

Sebagaimana kita pahami, bahwa negara Repubilk Indonesia

merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki lebih 1700

pulau yang tersebar dalam wilayah 33 provinsi. Akan sangat tidak efektif
52

bila hanya pusat pemerintahan terpusat (sentralistik) di ibu kota Jakarta.

Karena itulah, pemerintah pusat memberlakukan sistem otonomi daerah

supaya lebih kepada kelancaran pemerintahan di setiap daerah dalam

wilayah negara republik Indonesia yang lebih terarah efektif dan efesien.

Dengan otonomi daerah, juga memilki kesempatan yang luas untuk

menyusun kebijaksanaan pembangunan di daerah akan lebih berhasil

dengan baik, dan potensi daerah dapat dikembangkan secara maksimal.

Selain itu, otonomi daerah juga dapat dilihat sebagian dari proses

demokratisasi, sebag dengan otonomi tersebut berarti derah mendapat

kewenagan yang lebih leluasa dalam mengambil keputusan terhadap

penyelenggaraan pemerintah dan tidak harus semua kebijkan dalam

membangun meminta petunjuk dan arahan dari pusat.

1. Dasar hukum otonomi daerah

a. Undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945

pasal 18 ayat 1 - 7, pasal 18A ayat 1 dan 2, pasal 18B ayat 1 dan

2.

b. Ketetapan MPR RI nomor XV/MPR/1998, Tentang

penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan

pemenfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta

pertimbangan keungan pusat dan daerah dalam kerangka NKRI.

c. Ketetapan MPR Ri Nomor IV/MPR/2000/ tentang rekomendasi

kebijakan dalam penyelenggaran otonomi daerah.

d. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

daerah.
53

e. Undang-undang nomor 33 tahun 20004 tentang perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

f. Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah

daerah (revisi UU nomor 32 tahun 2004)

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang

penting dalam rangka memperbaiki kesejakteraan rakyat, ini

merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah

dalam membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenang

yang menjadi hak daerah.

3. Tujuan Dari Pada Otonomi Daerah

a. Peningkatan pelayanan masyarak yang semakin baik

b. Pengembangan kehidupan demokrasi

c. Keadilan nasional

d. pemerataan wilayah daerah

e. Mendorong pemberdayaan masyarakat

4. Asas Otonomi Daerah

a. Desentralisasi

Pemberian wewenang oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri

berdasarkan asas otonom.

b. Desentralisasi

Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan menjadi

kewenangan pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil


54

pemerintah pusat, sebagai instansi vertikal di wilayah tertentu,

dan/atau kepada gubernur dan Bupati/Walikota sebgai

penanggunggjawab urusan pemeritahan umum.

b. Pemekaran dan pembentukan Kabupaten Pidie Jaya

Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah

strategis yang ditempuh oleh pemerintah pusat untuk tujuan peningkatan

kwalitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintah baik dalam rangka

pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu

tatanan kehidupan masyarat yang maju, mandir, sejahtera, adil dan

makmur.

Kabupaten Pidie Jaya sebelum pemekaran adalah masuk dalam

wilayah Kabupaten Pidie, kemudian atas dasar permintaan masyarakat

dalam tujuh kecamatan yaitu, Meuruendue, Ulim, Jangka Buya, Bandar

Dua, Bandar Baru, Pante Raja, dan Trieng Gadeng. Maka, berdasarkan

undang-undang nomor 7 tahun 2007 lahirlah Kabupaten Pidie Jaya yang

secara resmi disahkan tanggal 2 Januari 2007.

Sebagaiman yang sudah diuraikan diatas tujuan dari pada

pemekaran daerah adalah indentik maknanya dari pada maksud otonomi

daerah. Memang benar, tujuan dan asas dari pada otonomi daerah

merupakan sebuah sistem diciptahan untuk mempercepat pembangunan,

perberdayaan masyarakat, penghapusan kemiskinan, dan termasuk

didalan penyelenggaraan pendidikan yang berkualias, serta dalam


55

mengangkat pejabat-pejabat dan kepala sekolah berdasarkan kemampuan

dengan melakukan analis kompetensi.

Namun demikian, Sitim otonomi yang begitu baik dari arah dan

tujuannya, tapi di selewengkan maknanya oleh pucuk pimpinan daerah

demi kentungan atau kebutuhan politik bagi dirinya dan kelompok

hingga munculnya raja-raja kecil. Dalam pengankatan pejabat tidak

didasarkan kriteria-kriteia tertentu melainkan atas dasar :

1. Kemauan Pimpinan

Inilah yang dimaksudkan lahir raja-raja kecil didaerah pasca

otonomi daerah diberlakukan, artinya kepala daerah dalam mengelola

birokrasi menggunakan pendekatan kekuasaan yang membabi buta

dalam mengatur birokrasi, mengatur perangkat-perangkat, jabatan,

fungsi dan kewenangan berdasarkan kalkulasi dalam melanggengkan

kekuasaannya dari pada pola kerja yang beorientasi terhadap fungsi

pelayanan yang optimal, maka yang demikian birikrasi akan berjalan

ditempat, dan energinya hanya dihabiskan untuk memikirkan konplik-

komplik bukan meniadakan komplik. Seharusnya munrut Widodo

dalam pasalong (2016: 73) birokrasi yang baik mencirikan 1). adanya

pembagian kerja dan spesialisasi, 2). orientasi inpersonal, 3). Hiarki

kewenangan, 4). perturan dan pengaturan, 5). orientasi dan karir, 6).

efesiensi.

2. Kemauan Politik/tim Sukses

Persoalan birokrasi memang bukanlah fenomena baru di

Indonesia, bahkan jauh-jauh hari sebelum otonomi daerah di


56

implementasikan, diman adulunya pada masa orde baru telah

memanfaatkan struktur birokrasi dari pusat hingga daerah merupakan

pondasi muntuk mempertahankan rezim. Begitu kuatnya tarikan

politik sehingga menyeret birokrasi dalam penentuan pengangkatan

pejabat struktural hingga kepala sekolah. Seharusnya PNS/ASN yang

idealnya tidak boleh memiliki afiliasi politik dan bersikap netral,

namun, dikondisikan sebagai agen-agen partai ditengah-tengah

masyarakat. Itulah ironisnya rezim berganti rezim bukan lebih baik

melainkan lebih agresif dalam mepertahan kekuasaan. dalam hal

kekuasaan politik menurut Weber dalam pasalong (2016: 72)

seharusnya dipisahkan dalam hubungan birokrasi dan politik, yang

idelanya adalah sebagai berikut :

1. Spealisasi pekerjaan, yaitu semua pekerjaan dilakukan dalam


kesederhanaan, rutinitas dan mendefenisikan tugas dengan baik
2. Hirarki kewenangan yang jelas yaitu : sebuah struktur multi
tingkat yang formal dengan harki atau jabatan yang memastikan
bahwa setiap jabatan yang lebih rendah berada dibawah supervisi
dan kontrol dari yang lebih tinggi
3. Formalisasi yang tinggi, yaitu semua anggiota organisasi diseleksi
dalam basis kualifikasi yang didemontrasikan dengan pelatihan,
pendidikan atau latihan formal
4. Pengambilan keputusan mengenai penempatan pegawai yang
disarkan atas kemampuan yaitu kepusan tentang seleksi dan
promosi didasarkan atas kualifikasi teknis, kemampuan dan
prestasi para calon,
5. Bersifat tidak pribadi (inpersonalitas) yaitu sanksi-sanksi
diterapkan secara seragam dan tampa perasaan pribadi unruk
menghindari keterlibatan dengan kepribadin individula dan
preferensi pribadi para anggota
6. jejak karir bagi para pegawai, yiru para pegawai diharapkan
mengejar karir dalam organisasi
7. Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari
kehidupan pribadi, yaitu pejabat tidak bebas menggunakan
jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk
keuarganya.
57

Dengan demikian dapat dipahami bahwa mobiltas pilitik

terhadap individu dan isntitusi birokrasi digerakkan melalui jalur

primordialisme (kekerabatan dan asal usul kandidat ). Dalam arti lain

"Rezim pelaksana" pilkada dan tafsir regulasi sepihak yang terjadi

artinya " Tim Sukses" semasa prose pilkada turut bermain dalam

mengatur pertunjukan hingga pengangkatan pejabat. Pengangkatan

dan pemindahan pejabat sebagai imbalan jasa politik. Asas timbal

balik ini "Kue" yang menjanjikan bagi para pejabat publik di derah,

karena secara instan jabatan tertentu sebgai pengembangan karirnya di

pegawaian dapat diperoleh dengan mudah. akrirnya pengembangan

karir pegawai negeri sipil di daerah tiadak lagi didasari oleh amanat

pasal 133 undang-undang otonomi daerah, yang harus

mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan

pelatihan, pangkat, mutasi jabatan dan kompetensi.

3. Kurang Keterbukaan Dalam Rekrutmen Calon Kepala Sekolah

Kepala daerah memang jabatan politik, tetapi dalam

menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang mempunyai kapasitas

sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan di daerah. Sebaiknya kepala

daerah harus memerankan konsep manajerial yang utuh dalam menata

birokrasi agar terjadi harmonisasi dan senergitas dalam tubuh

birokrasi.

Bila selama ini, beranggapan bahwa pemilihan kepala daerah

secara langsung merupakan formula yang baik dalam proses penetaan

demokrasi, supaya dapat menghasilkan kepala daerah yang berkualitas


58

dan menghasilkan aparatur birokrasi yang berkulitas, ternyata dengan

fakta-fajta yang terjadi dan muncul setelah pilkada, sama sekali tidak

menunjukkan korelasi seperti itu. Dalam pencalonan kepala sekolah,

seenaknya bermain atas kewenangan yang di miliki oleh pemerintah

daerah, sehingga tidak menghiraukan perturan pemerintah nomor 32

tahun 2005 dimana pemerintah Kabupaten/kota mempunyai

kewenangna dalam pola rekrutmen kepala sekolah sehingga

pengadaan kepala sekolah yang seharusnya indentik dengan aktifitas

yang secara sekuensial berurutan, yaitu penetapan formasi, rekrutmen,

dan seleksi calon penempatan formasi, serta pendidikan dan pelatihan

kepada kepala sekolah. hal tersebut diabaikan saja oleh pemerintah

kabupaten tidak melaksanakan dengan konsisten sepreti antara

tersebut bibawah ini :

1. Proses pengadan kepala sekolah tidak dialkukan berdasrkan

konsekuensial yang berlaku, tetapi tergantung [pada selera dan

kemauan kepala daerah, seharusnya pengadaan kepala sekolah

merupakan proses dalam mendapatkan calon kepala sekolah yang

memenuhi kualifikasi. Prose pengadaan kepala sekolah di era

otonomi daerah tidak dilakukan. Untuk mendapatkannya hanya

mengandalkan kedektan atau keterlibatan dalam "Tim Sukses"

2. Prinsip-prinsip rekrutmen calon kepala sekolah secara terbuka

melalui media masa dan papan pengumuman tidak dilakukan,

tetapi rekrutmen secara tertutup atas dasar kedekatan dan atau

kelompok tim sukses, dan kemauan politik.


59

Padahal, implementasi otonomi daerah pada hakikatnya

memberi ruang kepada daerah dalam mengelola urusan rumah

tangganya sendiri. Sebagai tulang punggung utama terciptanya

otonomi daerah yang berkualitas, pengelolaan birokrasi derah yang

profesional adalah kunci bagi terciptanyabtujuan-tujuan implementasi

oyonomi daerah. Karena prose politik yang mengiringi implementasi

otonomiderah ternyata tidak melepaskan birokrasi dari tarikan-tarikan

politik sebagaimana tontonan sekarang ini. Pengangkatan kepala

sekolah mengabaikan analisi kompetensi, padahal jika kepala sekolah

tidak memiliki kompetensi yang akhirnya sekolah tersebut sulit untuk

maju.

B. Pembahasan Penelitian Yang Relevan

1. Khairul Rodiayah (2018) Tesis pada Program Magister Manajemen

Universitas STIE Widya Wiwaha Jokjakarta Dengan Judul : Analisis

Kompetensi Kepala Sekolah Dasar Negeri Di Unit Pelaksana Teknis Dinas

Pendidikan Dan Kebudayaan Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang

Tahun 2018.

Dari hasil penelitian disimpulkan kompetensi yang dimiliki kepala sekolah

tersebut, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007

tentang Standar Kepala sekolah/ madrasah menegaskan bahwa seorang

kepala sekolah/madrasah harus memiliki lima dimensi kompetensi

minimal yaitu: kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan,

supervisi, dan sosial, dan sudah dimiliki oleh kepala sekolah dengan baik.
60

Kemudian menurut narasumber upaya peningkatan kompetensi kepala

sekolah khususnya kepala sekolah dasar yang dilakukan UPT Disdikbud

Kecamatan Tegalrejo yang merupakan kepanjangan tangan Disdikbud

Kabupaten Magelang adalah melalui peningkatan kompetensi supervisi

yang harus dicapai dan ditingkatkan oleh kepala sekolah, forum Kelompok

Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD/MI, menyelenggarakan pelatihan atau

workshop terutama tentang peningkatan kompetensi Kepala Sekolah,

meningkatkan pembinaan berkelanjutan bagi kepala sekolah yang

dilakukan oleh pengawas sekolah dan meningkatkan kreativitas dalam hal

peningkatan media pembelajaran walaupun sarana dan prasarana masih

kurang memadai.

Kemudian persamaan dengan penelitian peneliti adalah sama-sama

masalah kompetensi kepala sekolah dasar, Sedangkan perbedaannya

adalah yang pertama penelitian dilakukan pada tahun 2018, tempat dan

lokasi, serta perbedaan terakhir peneliti melakukan penelitian untuk

analisis kompetensi ketika rekrutmen calon kepala sekolah sedangkan

peneliian terdahulu menganalisis kompetensi kepala sekolah yang sudah

berjalan.

2. Ika Widya Pranandari (2014) Tesis program Magister Manajemen

Universitas Negeri Malang dengan judul : Analisis Kompetensi Kepala

Sekolah Dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Terhadap

Pembelajaran Biologi Di SMA/MA Kota Blitar.

Dari hasil penelitian disimpulkan Implementasi kompetensi kepala sekolah

dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMA/MA


61

Kota Blitar secara umum dilaksanakan dengan baik. Seluruh kepala

sekolah memiliki cara tersendiri dalam mengimplementasikan

kompetensinya. Dari keseluruhan kompetensi, kompetensi supervisi dinilai

memiliki kendala yang paling banyak, antara lain karena faktor beberapa

guru enggan disupervisi, dan juga kepala sekolah merasa segan kepada

guru-guru yang merupakan teman sendiri. Hal ini diatasi dengan cara

saling mengerti dan tanggung jawab antara guru dengan kepala sekolah.

Dalam hubungannya dengan pembelajaran biologi, telah

diimplementasikan kompetensi manajerial kepala sekolah yang baik untuk

menyusun anggaran belanja dan optimalisasi fungsi laboratorium biologi

serta perpustakaan. Hal ini terlihat pada kelancaran pembelajaran biologi

telah didukung dengan adanya perencanaan program yang berhubungan

dengan pembelajaran, seperti adanya greenhouse, pembinaan olimpiade,

karya ilmiah remaja (KIR).

Kemudian persamaan dengan penelitian peneliti adalah sama-sama melihat

analisis kompetensi kepala sekolah, sedangkan perbedaannya adalah

peneliti terdahulu melakukan penelitian tentang analisis kompetensi kepala

sekolahdalam manajemen berbasis sekolah, tempat penelitian dan jenjang

pendidikan di SMA.
62

BAB III

METODE PENELITIAN

C. Pendekatan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan bagian dari rencana penelitian secara

menyeluruh dan tujuan tersebut harus diumumkan secara jelas dan spesifik,

karena seluruh aktifitas dan tahapan penelitian yang lain yaitu penentuan

sampel, penyusunan instrumen teknik pengumpulan dan pengolahan data.

Sedangkan makna dari pendekatan adalah suatu cara atau strategi

peneliti didalam mengamati dan mengumpulkan informasi kemudian

menyajikan hasil penelitian. Dengan demikian, peneliti dalam penelitian

menggunakan pendekatan metode kualitatif. Kenapa peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif, karena peneliti mencoba mengeksplorasi fenomena -

fenomena yang tidak dapat di kuantitatifkanyang bersifat deskriptif. Hal ini

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soewandji (2012 : 17) bahwa

peneliti yang menggunkan mendekatan kualitatif karena :

a. Peneliti mengkasi secara mendalam suatu fenomena yang telah

ditetapkan sebagai variabel yang di teliti, demikian juga termasuk

mengkaji fenomena - fenomena yang lain bila ada yang terkait dengan

variabel penelitian tersebut.

b. Sampel sebagai informasi baru dapat ditetapkan setelah dilakukan

penelitian di lapangan, demikian juga penentuan sampel tebih banyak

tergantung pada kemampuan peneliti dalam mengungkap seberapa jauh


63

kemungkinan adanya fenomena - fenomena lain yang terkait dengan

variabel penelitian.

c. Penelitian dapat menggunakan suatu pedoman wawancara yang berisi

pokok-pokok pertanyaan untuk mengumpulkan informasi data, dan

pedoman wawancara tersebut dapat dikembangkan pada saat peneliti

turun kelapangan untuk mengadakan wawancara. Sehingga peneliti

dapat menangkap semua jawaban secara lengkap dari pemberi

informasi.

Kemudian menurut Grisweel (2016 : 149) pendekatan metode

kualitatif bagaikan rancangan yang berlubang (emergint desaigh), bagi para

peneliti kualitatif proses penelitian selalu berkembang dinamis. Hal ini berarti

bahwa rancangan awal penelitian tidak bisa secara ketat di patuhi, semua

tahap dalam proses ini bisa saja berubah setelah peneliti masuk kelapangan

dan mulai mengumpul data, misalnya, pertanyaan -pertanyaan bisa saja

berubah, strategi pengumpulan data bisa saja berganti dan individu-indvidu

yang ditelit, serta lokasi-lokasi yang dikunjungi juga bisa berubah sewaktu-

waktu. Gagasan pertama dibalik penelitian kualitatif sebenarnya dalah

mengkaji masalah atau isu dai para partisipan dan melakukan penelitian untuk

memperoleh informasi mengenai masalah tersebut.

Dengan demikian penelitian kualitatif tidak melakukan generalisasi

melainkan penekanannya pada kedalaman informasi untuk mencapai pada

tingkat makna. Makna menurut Sugiyono (2014 : 7) adalah data dibalik yang

tampak walaupun penelitian kualitatif tidak membuat generalisasi bukan

berarti hasil penelitian kualitatif tidak dapat diterapkan di tempat lain. Lebih
64

lanjut Sugiono (2014:8) menambahkan bahwa generalisasi dalam penelitian

kualitatif disebut dengan transferability dalam bahasa indonesia dimaknakan

keteralihan. Maksudnya adalah bahwa hasil penelitian kualitatif dapat

ditranferkan atau diterapkan di tempat lain, manakala kondisi tempat lain

tersebut tidak jauh berbeda dengan tempat penelitian.

Dari penjelasan dari pakar tersebut, maka peneliti dalam penelitian ini

menggunakan kualitatif, bukan hanya untuk lebih mendalami di sisi lain juga

teori-teoripun lebih fleksbel artinya tidak terikat pada penentuan awal,

melainkan teori dapat berubah sesuai fenomena yang berkembang dilapangan.

Hal ini sejalan dengan apa yang sampaikan oleh Meleong (2014 : 11) bahwa

jika peneliti merencanakan untuk menyusun teori, arah teori itu akan menjadi

jelas sesudah data dikumpulkan. Demikian pula menurut Glaser dan Trous

dalam meleong (2014 : 26) dengan mengembangkan Graundidteori bahwa

untuk mengembangkan teori tentang minat terhadap fenomena. Artinya teori

lebih baik lahir dari bawah setelah melakukan pengamatan lapangan sampai

ada kejelasan tujuan dengan kata lain sudah pada titik kejenuhan.

B. Fokus Penelitian

Fokus merupakan suatu penentuan untuk konsentrasi sebagai

pedoman arah dalam pembahasan atau penganalisaan sehingga ketika

melakukan penelitian tidak jau melebar dari rencana awal ketika menetapkan

permasalahan, sehingga tidak sia-sia disebabkan ketidakjelasan dalam

pengembangan pembahasan. Menurut Sugiyono (2014 : 32) Batasan masalah

dalam penelitian kualitatif dengan fokus yang berisi pokok masalah yang
65

masih bersifat umum. kemudian menurut Supradley dikutip oleh Sanafiah

Faisal dalm Sugiyono (2014 : 34) mengemukakan ada empat alternatif untuk

menetapkan fokus yaitu :

a. Menetukan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan

b. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domai tertentu organizing domain

c. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan Iptek

d. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-

teori yang telah ada.

Selanjutnya menurut Meleong (2014:94) menyatakan bahwa da dua

maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam merumuskan masalah

penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu :

a. Penetapan fokus dapat membatasi studi

b. Penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-inklusi

atau kriteria masuk keluar (inelusian-inelusian eriteria) suatu informasi

yang baru diperoleh dilapangan.

Berdasarkan pemahaman tersebut tentang manfaat penetapan fokus,

dengan demikian yang menjadi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dimensi dan indikator pelaksanaan analisis kompetensi kepala sekolah

yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Pidie Jaya

Tabel : 1

No Dimensi Indikator
 1. Rekrutmen calon kepala 1. Pengalaman Mengajar

sekolah 2. Kepangkatan
66

3. Pendidikan

2. Analisis Kompetensi 1. Kepribadian

2. Manajerial

3. Kewirausahaan

2. Kendala dalam penetapan standar kompetensi kepala sekolah jenjang

sekolah dasar di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Pidie Jaya

Tabel 2

No Dimensi Indikator
 1. Kualitas Intelektual 1. Kemampuan Figur

2. Kemampuan Firbal

3. Kemampuan Numerik

2. Desentralisasi Otonomi 1. Kemauan Pimpinan

2. Kedekatan

3. Mobilitas

C. Lokasi Penelitian

Untuk menelusuri permasalah penelitian, peneliti memilih lokasi

penelitian di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya

Yang beralamat Jalan Iskandar Muda Desa Kota Meureudue Kecamatan

Meureudue Kabupaten Pidie Jaya. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut

adalah sebagai berikut :


67

a. Instruksi yang melakukan rekrutmen calon kepala sekolah Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya

b. Yang Mengajukan untuk usulan calon kepala sekolah Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya

c. Jangkauan dan Transportasi peneliti ke kantor Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya lebih dekat dan mudah

D. Jenis dan Sumber Data

Tahapan pengumpulan data tidak kalah pentingnya dengan tahap yang

lain. Kualitas data yang peneliti kumpulkan sangat tergantung pada proses

pengumpulan, jika data yang terkumpul berasal dari informasi ketidak

sahihan, maka akan berimplikasi di dalam pembahasan selanjutnya juga akar

dari latarbelakang permasalahan. Dengan demikian untuk mendapatkan data

yang akurat peneliti menelusuri melalui jenis dan sumber data sebagai berikut

1. Data Primer

Data yang akan peneliti peroleh secara langsung, sehingga

keakuratan data lebih terjamin. Data tersebut dapat peneliti peroleh

melalui wawancara, pengamatan (observasi) yaitu secara sekaligus dari

kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.

Menurut Lofland dalam meliong (2914 : 157) sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Kemudian menurut Sugiyono (2013 : 223) bahwa dalam penelitian


68

kualitatif instrumen utamanya dalah peneliti sendiri, namun selanjutnya

setelah penelitian menjadi jelas maka kemungkinan adan di

kembangkan instrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat

melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah

ditemukan melaluli wawancara dan observasi.

2. Data Sekunder

Data ini peneliti akan dapatkan tidak langsung, melainkan

melalui sumber data tambahan yang bersal dari sumber tertulis yaitu

dokumen resmi, laporan kinerja pegawai dan peraturan daerah (Perda)

dan lain-lain.

Menurut Suwndji (2012 : 147) data sekunder adalah data yang

diperoleh dari dokumen publikasi yang sudah dalam bentuk jadi.

Kemudian menurut Sukardi (2015:205) sumber informasi sekunder

yaitu informasi yang dari sumber lain yang mungkin tidak berhubungan

langsung dengan peristiwa tersebut. Lebih lanjut menurut Sugiyono

(2014 : 62) sumber sekunder merupakan suber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang lain

atau lewat dokumen.

E. Informan Penelitian
69

Informan merupakan orang yang memiliki informasi mengenai objek

penelitian tersebut dalam penelitian kualitatif. Namaun demikian peran

peneliti sendiri dalam kualitatif sangat terdepan untuk mencapai tujuan.

Sejalan dengan hal dimaksud Sugiyono (2014:59) menyatakan bahwa dalam

penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau penelitian adalah peneliti itu

sendiri. Kemudian lebih lanjut menurut Satoni dan Kamariah (2011: 90)

Instrumen penelitian kualitatif adalah "Human Instrument" atau manusia

sebagai instrumen maupun yanh mencari data dan instrumen utama penelitian

kualitatif adalah peneliti itu sendiri sebagai ujung tombak pengumpul data.

Kemudian untuk membantu peneliti sebagai informan utama, maka

peneliti menentukan informan lanjutan yang kemungkinan dapat memberi

informasi yang berhubungan dengan permasalahn dalam penelitian ini, yaitu :

1. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya

2. Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Pidie Jaya

3. Pengawas Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Pidie Jaya sebanyak 3 orang

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian mengenai teknik pengumpulan data sangat penting.

Hal ini sangat berkaitan erat dengan metode penelitian yang sedang

dijalankan. Menurut Sugiyono (2013:224) Teknik pengumpula data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan

utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik


70

pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar yang ditetapkan. Kemudian menurut Satori dan Kamriah

( 2011:90) teknik pengumpulan data yang tepat dan akurat adalah peneliti

terjun secara langsung kelapangan untuk mengumpulkan sejumlah informasi

yang dibutuhkan dengan terlebih dahulu sudah memiliki beberapa pedoman

yang akan dijadikan alat bantu mengumpulkan data. Pedoman tersebut dari

katagor/sub katagori yang akan dicari data lapangannya dengan menggunakan

teknik yang tepat.

Dengan demikian untuk mendapatkan data yang akurat peneliti

menggunakan tenik observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi adalah suatu proses yang peneliti lakukan terhadap

objek penelitian dengan cara pengamatan untuk tujuan dapat merasakan,

kemudian memahami fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan

yang sudah peneliti ketahui sebelumnya, dan untuk mendapatkan

informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan penelitian.

menurut Satori dan Kamariah (2011:105) bahwa mengetahui

kecenderungan prilaku seseorang terhadap suatu kegiatan dapat

dilakukan dengan cara disaksikan langsung. Dengan cara inilah kita

dapat mempercayai apa yang sesungguhnya terjadi karena kita melihat

dengan mata kepala sendiri. Setelah melihat kita baru percaya akan

kebenaran suatu hal. Dengan demikian, pengalaman langsung merupakan

alat yang ampuh untuk menguji suatu kebenaran. Tidak keliru kalau

timbul ungkapan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik.


71

Kemudian menurut Nasution dalam Satori dan Kamariah (2011:

106) Hal-hal yang pelik dalam observasi tidak lain karena observasi

berkaitan dengan permasalahn berikut :

a. Pertama, tidak ada pengamatan dua orang sama, betapapun

dilatih, pengamatan dua orang selalu ada saja perbedaannya, apa

yang kita amati adalah ekspresi pribadi kita, yang dipengaruhi

oleh latar belakang pendidikan, pengalaman, pengetahuan,

perasaan, nilai-nilai harapan dan tujuan kita.

b. Kedua, mengadakan pengamatan bukan proses pasif dimana kita

hanya mencatat apa yang terjadi seperti halnya dengan kamera

seakan-akan kita berada diluar dan terpisah dari dunia yang kita

amati. Mengadakan observasi adalah proses aktif kita berbuat

sesuatu, kita memilih apa yang kita amati.

\Lebih lanjut menurut Sugiyono (2013:227) Observasi dapat di

selangkang menjadi empat kegiatan :

a. Partisipasi pasif (Pasive Participation) artinya dalam hal ini

peneliti datang ketempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak

ikut terlibat dalam kegiatan tersebut

b. Partisipasi Modirat (Modirate Participation) Dalam observasi ini,

terdapat keseimbangan anatar peneliti menjadi orang dalam

dengan oarang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut

observasi partisipatif dalam kegiatan, tetapi tidak semuanya.


72

c. Partisipasi Aktif (Active Participation) Dalam observasi ini

peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh nara sumber,

tetapi belum sepenuhnya lengkap

d. Partisipasi Lengkap (Complete Participation) Dalam

mengumpulkan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap

apa yang dilakukan oleh sumber data, jadi suasananya sudah

natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian. Hal ini

merupakan keterlibatan peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas

yang di teliti.

Atas ungkapan oleh para pakar tersebut, maka peneliti mengamati

langsung dan mencata data-data yang diperlukan dilokasi penelitian yaitu

pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya.

2. Wawancara

Wawancara merupakan percakapan antara peneliti dengan nara

sumber baik secara langsung maupun jarak jauhuntuk membahas dan

menggali informasi tertentu guna mencapai tujuan sebagaimana

penetapan dalam fokus penelitian.

Menurut Lilik Aslichati dkk (2011:627) untuk menjalin hubungan

yang baik dengan responden, tahapan yang harus dilalui oleh

pewawancara adalah :

a. Mengawali wawancara dengan perkenalan. Tahap ini sering kali

dilupakan karena pewawancara beranggapan bahwa setelah

wawncara selesai ia tidak ada kepentingan lagidengan responden,


73

sehingga tidak perlu ada perkenalan, padahal dengan adanya

perkenalan maka suansana wawancara akan berlangsung lebih

menyenangkan, bukankah kita akan lebih sengan berbincang-

bincang dengan orang yang kita kenal dari pada dengan orang yang

tidak kita kenal.

b. Untuk meningkatkan rasa percaya responden akan keberadaan kita,

ada baiknya kita menunjukkan tanda identitas kita. Biasanya

pewawancara diberikan surat pengantar entah itu dari perusahaan

atau instansi yang berwenang.

c. Mengajukan pertanyaan dengan memberikan kesempatan bagi

responden untuk menjawab. Sering sekali pewawancara seperti

terburu-buru dalam mengajukan pertanyaan (Kejar Setoran).

Kondisi ini menjadikan suasana menjadi tidak menyenangkan.

d. Mencatat berbagai informasi yang penting, seperti reaksi respondes

saat menjawab, ada tidaknya ganggan dari pihak lain yang bisa

mempengaruhi jawaban yang diberikan responden dan sebagainya.

e. Memberikan probing (Penyelidikan, Pemeriksaan) jiak respondes

kesulitan untuk memahami maksud pertanyaan yang ada. Bentuk-

bentuk probing yang bisa dilakukan oleh pewawancara anatara

lain : menulangi pertanyaan, mengulangi jawaban responden, atau

memberikan pertanyaan netral seperti misalnya "ada alasan lain",

"bisakan lebih dijelaskan ?", atau "jadi maksud anda ?".

Kemudian menurut Meleong ( 2014:205) Segi lain yang perlu

diperhatikan sebagai perencaan taktik pewawancara ialah faktor


74

terwawancara itu sendiri. Apakah ia sebagai pemeimpin atau staf biasa

atau sebagai pemegang kunci dalam organisasi atau masyarakat.

Berkaitan dengan hal itu harus dipertimbangkan juga apak ia banyak

berbicara atau pendiam, biasa mengarahkan pembicaraan ataukah

bersikap menunggu. Lebih lanjut Meleon ( 20114: 2015) menjelaskan

juga bahwa "pewawancara diperlukan sejumlah pengetahuan dasar,

keterampilan, persiapan, sikap, pribadi, serta persiapan psikis dan mental.

Kemudian Sugiyono (2014:75) memberi pencerahan lagi bagi

peneliti kualitatif bahwa " wawancara baik yang dialkukan face to face

maupun yang menggunakan telpon, akan selalu terjadi kontak pribadi,

oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi

sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan dimana harus

melakukan wawancara. Pada saat respondes sibuk belanja, sedang

mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat atau sedang marah,

maka harus hati-hati dalam melakukan wawancara. kalau dipaksakan

wawancara dalam kondisi itu, maka akan menghasilkan data yang tidak

valid dan akurat.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap

dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Dengan dokumentasi

peneliti dapat mengumpulkan data - data yang diperlukan dalam

permasalahan penelitian lalu peneliti melakukan telaah secara instens

sehingga dapat mendukung dan menambah kepercaaan dari penelitian


75

suatu kejadian. Dengan demikian, hasil observasi dan wawancara akan

lebih kredibel/dapat dipercaya, apalagi dukungan dokumen erat terkait

dengan fokus penelitian. Namun perlu juga dicermati bahwa tidak semua

dokumen memiliki kredibilitas yang tinggi, sebagai contoh banyak foto

yang tidak mencerminkan keadaan aslinya, karena foto dibuat untuk

kepentingan tertentu, demikia juga biografi yang ditulis untuk dirinya

sendiri sering subjektif.

Menurut Soewandji (2012:160) Metode dokumentasi dalah cara

mencari data atau informasi dari buku-buku, catatan-catatan, transkrip,

surat kabar, majalah, prasesti, notulen rapat, lengger, agenda, dan yang

lainnya.

Kemudia menurut Satori dan Kamariah ( 2011:148) dengan

teknik dokumentasi peneliti dapat memperoleh informasi bukan dari

orang sebagai nara sumber, tetapi mereka memperoleh informasi dari

macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada

informan dalam bentuk peninggalan budaya, karya seni, cerita, biografi,

peraturan dan kebijkan.

Lebih lanjut Meleong ( 2014:219) dalam mengumpulkan data

melalui dokumen, lebih mengarah kepada dokumen resmi yang internal

dan eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi,

aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam

kalangan sendiri, termasuk didalamnya laporan rapat, keputusan

pemimpin kantor dan semacamnya. Dokumen demikian dapat

menyajikan informasi tentang keadaan, aturan disiplin dan dapat


76

memberikan petunjuk. Sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan

informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial misalnya, majalah,

buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan pada media masa.

G. Teknik Analisa Data

Pada tahap ini peneliti melakukan proses integrasi data yang sudah

terkumpul, lalu kemudian muncul kembali data-data yang masuk lain melalui

observasi, wawancara dan dokumentasi dan dianggap berkualitas.

Menurut Sugiyono (2014 : 89) analisa data adalah proses mencari dan

menyusun secara kualitatif data yang diperoleh dari hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasi data kedalam

katagori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sketsa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.

Selanjutnya menurut Miles dan Huberman dalam Soegiyono (2014 :

91) mengambarkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualiatatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisa data dimaksud yaitu

data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification

penjelasannya sebagai berikut :

1. Data Reduction (Reduksi data)

Reduksi data bagian dari analisis dan merupakan suatu bentuk

analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang


77

yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa

hingga mendapatkan kesimpulan finalnya dan dapat ditarik suatu

verifikasi. Menurut Soegiyono (2014 : 92) mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya. Kemudian lebih lanjut Soegiyono

(2014 : 93) mengatakan juga bahwa dalam meruduksi data, setiap peneliti

akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari

penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti

dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang

asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus

dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.

2. Data Display ( Penyajian Data)

Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan

laporan penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan di

analisisn sesuai dengan tujan yang diinginkan. Kemudian penyajian data

dalam bentuk tulisan merupakan gambaran umum yang sebenarnya

tentang kesimpulan dari hasil pengamatan. Menurut Soegiyono (2014 ;

95) kalau dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flawchart

dan sejenisnya. Lebih lanjut lanjut menurut Miles dan Huberman dalam

Soegiono (2014 : 95) dengan mendisplay data maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan keja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Conclusion drawing/verification ( Penarikan Kesimpulan )


78

Langkah berikutnya dalam penelitian kualitatif adalah tahap

penarikan kesimpulan yang berdasarkan kepada hasil temuan dan

kemudian melakukan verifikasi data. Pada tahap ini peneliti sudah harus

mengetahui mengenai data yang akurat dan baik data yang mungkin tidak

diproses karena keditak sahihan. Menurut Mile dan Huberman dalam

Soegiyono (2014 : 99) bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti

yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Kemudian Soegiyono (2014 : 99) juga mengemukan bahwa kesimpulan

dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada.

Untuk lebih jelas berikut ini peneliti tampilkan model interaktif

dalam analisa data yaitu :

Gambar : 1. Komponen dalam analisis data (Interactoin Modul)

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk keakuratan data yang sudah terkumpul, maka peneliti perlu

melakukan beberapa langkah untuk mengantisipasi terjadinya ketidak cacatan


79

data yang diproleh dengan tujuan dari fokus, langkah-langkah dimaksud yaitu

a. Mengorganisasikan data dengan cara memberi nomor pada semua

halaman catatan dari hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi

b. Membaca kembali semua data walau hanya secara sepintas

c. Membuat catatan yang sistematis

d. Membaca literatur-literatur mengenai penelitian-penelitian lain tentang

masalah yang relevan

e. Mengevaluasi dan atau menajamkan fokus penelitian.

Selanjutnya, untuk memeriksa keabsahan data diperlukan teknik

pemeriksaan keabsahan data, dalam penelitian ini, diantaranya yaitu :

1. Trianggulasi

Suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesatu

yang lain diluar data yang telah peneliti kumpulkan, misalnya data yang

sudah terkumpul melalui informan yang sudah peneliti tetapkan, namun

menanyakan juga pada pihak lain yang mungkin bisa dipercaya. Menurut

Soegiyono (2013 : 273) trianggulasi dalam pengujian kredibilitas ini

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai

cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian lanjut Soegiyono (2013 :

273) trianggulasi ada tiga teknik yaitu :

a. Trianggulasi Sumber

Trianggulasi sumber untuk menguji kredibialitas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa

sumber.
80

b. Trianggulasi Teknik

Trianggulasi teknik untuk kredibialitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda

c. Trianggulasi Waktu

Dalam kegiatan penelitian kualitatif merupakan salah satu teknik

validasi sebuah penelitian. Dimana waktu sangat mempengaruhi

kredibialitas data. Bila data yang dikumpulkan dengan teknik

wawancara pada waktu dipagi hari nara sumber masih segar bugar,

belum banyak hal yang dihadapi. Namun, bila wawancara dilakukan

pada siang hari atau sore hari bisa jadi data yng terkumpul belum

kredibel, sehingga peneliti perlu melakukan berulang-ulang. Menuru

Soegiyono (2013 : 274) bila hasil uji menghasilkan dat yang

berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai

ditemukan kepastian datanya. Lebih lanjut Soegiyono (2013 : 275)

mengatakan bahwa trianggulasi dapat juga dilakukan dengan cara

mengecek hasil penelitian dari tim peneliti lain yang diberi tugas

melakukan pengumpulan data.

2. Mengadakan Membercheck

Dalam pemeriksaan membercheck peneliti melakukan

pengecekan terhadap data yang sudah diperoleh dari pemberi data, apakh

pemberi data sudah memenui kebenaran. Menurut Soegiyono (2013: 276)

tujuan dari membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh


81

peneliti dari pemberi data, dan untuk mengetahui seberpa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Anda mungkin juga menyukai