Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Obat dapat digolongkan berdasarkan efek yang ditimbulkannya (aktivitasnya), seperti efek
analgetik, antipiretik, antiinflamasi dsb. Ternyata terdapat hubungan secara kuantitatif
antara aktivitas obat terhadap struktur obat tersebut sehingga suatu turunan senyawa obat
tertentu akan memiliki aktivitas yang sama walaupun potensinya berbeda. Dan
dikarenakan kemiripan dari aktivitas serta strukturnya mewajibkan adanya suatu
pengawasan kualitas dari senyawa obat yang digunakan agar dapat menjamin kualitas
produk, keamannanya serta mampu meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pengawasan kualitas obat harus dimulai dari sediaan bahan awal hingga produk jadi agar
obat tersebut benar-benar terjamin kualitasnya serta terjaga keamanannya. Salah satu hal
yang dapat membantu untuk mengawasi kualitas obat adalah dengan melakukan
pemeriksaan obat dan suatu pengujian dapat memberikan hasil yang baik bila dilakukan
berdasarkan metode analisis yang terpercaya dan sudah tervalidasi sebelumnya.

Metode analisis obat umumya berasal dari kompendia resmi seperti FI (Farmakope
Indonesia), USP (United States of America Pharmacopoeia), BP (British Pharmacopoeia),
JP (Japanese Pharmacopoeia) dan sebagainya. Berisikan spesifikasi yang harus dipenuhi
oleh bahan awal obat (raw materials) dan produk jadi (finish goods) dalam rangka
menjamin kualitas obat serta prosedur analisis komponen-komponen suatu bahan obat baik
berupa zat aktif, zat tambahan, bahan pengemas dan produk jadi secara fisika, kimia dan
mikrobiologi.

B.     TUJUAN
1.      Memahami definisi golongan obat analgetik-antipiretik
2.      Mengetahui jenis-jenis obat golongan analgetik-antipiretik
3.      Mengetahui Metode Analisis bahan baku obat analgetik-antipiretik
4.      Mengetahui Metode Analisis produk jadi obat analgetik-antipiretik

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.    DEFINISI OBAT ANALGETIK-ANTIPIRETIK

Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Antipiretik adalah
senyawa yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan panas badan yang tinggi.
Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Rasa nyeri
dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi
dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh,seperti
peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab
rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang
disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit,
selaput lendir, atau jaringan- jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan
dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang
belakang ke thalamus dan kemudian ke pusatnyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan
dirasakan sebagai nyeri.
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan
tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri. Dengan kata lain, nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya
kerusakan jaringan yang nyata (Gan, sulistia. 1981).
Terdapat tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau
neuron sensori, serabut konektor atau interneuron, dan sel saraf eferen atau neuron
motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls
nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat
khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.Reseptor-
reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.Mediator nyeri antara
lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat

2
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan
disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang
amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah.
Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan
sebagai nyeri. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat
kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan
enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan
impuls ke otak (Goodman & Gilman, 2008).

B.     GOLONGAN OBAT ANALGETIKA

Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi dua
golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.

1.      Analgetika Narkotik

Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara
selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa
sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan
kolik usus atau ginjal. Aktivitas analgetika narkotik lebih besar dibanding golongan
analgetik non narkotik, sehingga disebut pula golongan analgetika kuat. Golongan ini pada
umumnya menimbulkan euphoria sehingga banyak disalahgunakan.

Pemberian obat secara terus menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau
kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian pemberian obat secara tiba-tiba
menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat
menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernapasan.

a.       Turunan Morfin

Morfin diperoleh dari opium, yaitu getah kering tanaman papaver somniverum. Tidak
kurang mengandung 25 alkaloida, diantaranya adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin,
tebain dionin (etilmorfin), Heroin (diasetilmorfin) dan narsein. Struktur umum Morfin dan
Turunan Morfin

b.      Turunan Meperidin

3
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukan
kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuarterner, rantai etilen, gugus N-tersier dan
cincin aromatic sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesic. Diantaranya adalah
meperidin, Difenoksilat, Loperamid, fentanyl dan sufentanil.

Struktur umum Meperidine dan turunannya

c.       Turunan Metadon (metadon dan profoksifen)

d.      Turunan Lainnya (Tramadol dan Butorfanol)

2.   Analgetika non Narkotik

Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai
moderat, sehinga disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu tubuh pada
keadaan panas badan yang tinggi (antipiretik) dan sebagai antiradang untuk pengobatan
rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral system saraf pusat. Obat
golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat-obatan penekan system saraf pusat.

Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu
analgetik antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (NSAID atau AINS).

a.       Analgetik-Antipiretika

Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan
gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit.
Berdasarkan struktur kimianya golongan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan
anilin dan para-Aminofenol serta turunan 5-pirazolon.

·         Turunan anilin dan para-Aminofenol

Golongan ini mempunyai aktivitas analgesic-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi


tidak memiliki efek antiradang dan antirematik. Diantaranya adalah Anilin, Asetanilid,
benzanilid, salisilanilid, p-Aminofenol, Anisidin, Fenetidin, asetaminofen (parasetamol),
fenasetin dan fenetsal.

·         Turunan 5-pirazolon

Turunan 5-pirazolon seperti antipirin, amidopirin dan metampiron, mempunyai aktivitas


analgesic-antipiretik serupa dengan aspirin serta memiliki efek anti rematik.

4
b.      Obat Antiinflamasi non steroid (AINS)

Berdasarkan struktur kimianya obat AINS dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan
asam salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan asam
arilasetat, turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lainnya.

·         Turunan asam salisilat

·         Turunan 5-pirazolidindion

·         Turunan asam N-arilantranilat

·         Turunan asam arilasetat

Contoh turunan asam fenilasetat : Namoksirat, diklofenak, ibufenak, ibuprofen, fenbufen,


ketoprofen dan fenoprofen.

·         Turunan heteroarilasetat

Contoh turunan heteroasetat yang lain : fentiazak, asam tiaprofenat, asam metiazinat,
ketorolac trometamol (Toradol).

·         Turunan oksikam

·         Turunan lainnya.

(Soekardjo.,Siswandono. 2008)

5
C.    METODE ANALISIS OBAT ANALGETIK-ANTIPIRETIK

ASETAMINOFEN (PARASETAMOL)

Rumus Molekul : C8H9NO2


Berat Molekul    : 151,16
1.               Pemerian
Serbuk hablur, putih, tidak berbau; rasa sedikit pahit
2.               Kelarutan
          Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam
etanol
3.               Baku Pembanding
Paracetamol BPFI; lakukan pengeringan diatas silika gel P selama 18 jam sebelum
digunakan.
4.               Identifikasi
Metode Spektrofotometri
Spektrum UV pada larutan uji bersesuaian dengan larutan baku.
( sesuai dengan prosedur penetapan kadar Paracetamol ).
5.               Jarak Lebur
Dilakukan pemeriksaan titik lebur dengan menggunakan melting tester, pengamatan hasil
uji dimulai pada suhu 50°C dari titik leburnya hingga seluruh sampel dalam pipa kapiler
telah melebur sempurna. Jarak lebur paracetamol antara 168° dan 172°C.
6.               Klorida
Tidak lebih dari 0.014% ; Lakukan penetapan dengan cara sebagai berikut: kocok 1.0 gram
zat dengan 25 ml air, saring, tambahkan 1 ml asam nitrat 2 N dan 1 ml perak nitrat LP:
larutan menunjukan kandungan klorida tidak lebih dari larutan 0.20 ml asam klorida 0.020
N.
7.               Sulfat
Tidak lebih dari 0.02%; lakukan penetapan sebagai berikut: Kocok 1.0 gram zat dengan 25
ml air, saring, tambahkan 2 ml asam asetat 1 N dan 2 ml barium klorida LP: kekeruhan
yang terjadi tidak lebih dari 0.20 ml asam sulfat 0.020 N
8.               Sisa Pemijaran

6
Ditimbang saksama 1,0 gram zat dalam cawan porselen, yang sebelumnya telah dipijarkan,
didinginkan dan ditimbang. Mula - mula panaskan perlahan - lahan sampai zat mengarang
sempurna, dinginkan, tambahkan 1 ml asam sulfat P, panaskan hati - hati sampai tidak
terbentuk asap putih, dan pijarkan pada suhu 600 C    50 C  sampai arang habis
terbakar. Dinginkan dalam desikator, timbang dan hitung persentase sisa. Jika jumlah sisa
yang diperoleh lebih dari batas yang ditetapkan pada masing - masing monografi,
basahkan lagi sisa dengan 1 ml asam sulfat P, panaskan dan pijarkan seperti di atas,
lanjutkan pemijaran hingga  bobot tetap kemudian hitung persentase sisa pemijaran. sisa
Pemijaran tidak lebih dari 0,1 %.
9.                  Logam Berat
Larutan Persediaan Timbal (II) nitrat
Larutkan 159,8 mg timbal (II) nitrat P dalam 100 ml air yang telah ditambah 1 ml asam
nitrat P, kemudian encerkan dengan air hingga 1000 ml. buat dan simpan larutan ini dalam
wadah kaca yang bebas dari garam - garam timbal yang larut.
Larutan Baku Timbal
Buat larutan segar dengan mengencerkan 5,0 ml larutan persediaan timbal (II) nitrat
dengan air hingga 50,0 ml.
Larutan Uji
Masukkan 1 g sampel yang telah ditimbang ke dalam krus yang sesuai, tambahkan Asam
sulfat P secukupnya untuk membasahi, dan pijarkan hati - hati pada suhu rendah hingga
mengarang. Selama pemijaran kurs tidak boleh ditutup rapat. Pada bagian yang telah
mengarang, tambahkan 2 ml Asam nitrat P dan 5 tetes Asam sulfat P, panaskan hati - hati
hingga asam putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500° -
600°C, sampai arang habis terbakar, dinginkan, tambahkan 4 ml Asam klorida 6 N, tutup,
digesti di atas tangas uap selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan - lahan di atas tangas
uap hingga kering. Basahkan sisa dengan 1 tetes Asam klorida P, tambahkan 10 ml air
panas, dan digesti selama 2 menit. Tambahkan Ammonium hidroksida 6 N tetes demi
tetes, hingga larutan bereaksi basa terhadap kertas lakmus, encerkan dengan air hingga 25
ml, dan atur pH antara 3,0 - 4,0 dengan Asam asetat 1 N, menggunakan kertas indikator
pH rentang pendek sebagai indicator eksternal. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring
dengan 10 ml air. Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung reaksi, encerkan dengan
air hingga 10 ml, campur.

7
Prosedur
Ke dalam tiap tabung yang masing - masing berisi larutan baku dan larutan uji, tambahkan
1 ml Ammonium sulfida, campur, diamkan selama 5 menit, dan amati permukaan dari atas
pada dasar putih, warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku.
Tidak lebih dari 10 ppm.
10.           p-Aminofenol bebas
Tidak lebih dari 0.005%; lakukan penetapan sebagai berikut: masukan 5.0 gram zat ke
dalam labu ukur 100 ml, larutkan dalam 75 ml campuran methanol : air (1:1). Tambahkan
5.0 ml larutan nitroprusida basa yang dibuat dengan melarutkan 1 gram natrium
nitroprusida dan 1 gram natrium karbonat anhidrat dalam 100 ml air. Encerkan dengan
campuran methanol:air (1:1) sampai tanda batas, campur dan biarkan selama 30 menit.
Ukur serapan larutan ini dan larutan segar p-Aminofenol 2.5µg/ml yang dibuat dengan
cara yang sama, pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 710 nm,
menggunakan 5.0 ml larutan nitroprusida basa yang diencerkan dengan campuran
methanol:air (1:1) hingga 100 ml sebagai blanko: serapan larutan uji tidak lebih besar dari
serapan larutan baku.
11.           Penetapan Kadar
11.1.         Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 60,0 mg Baku pembanding Paracetamol, masukkan ke dalam
labu tentukur 100 ml, larutan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan air sampai tanda.
Dipipet 2,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan air sampai tanda
dan campur.
11.2.   Larutan Uji
Ditimbang dengan seksama 60,0 mg Baku pembanding Paracetamol, masukkan ke dalam
labu tentukur 100 ml, larutan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan air sampai tanda.
Dipipet 2,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan air sampai tanda
dan campur.
11.3.   Prosedur

8
Ukur serapan larutan baku dan larutan uji pada panjang gelombang 224 nm. Kadar
Parasetamol antara 98,0% - 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.

11.4.   Perhitungan
Keterangan :
Au  : serapan larutan uji
As  : serapan larutan baku
Cu  : konsentrasi larutan uji
Cs  : konsentrasi larutan baku
12.           Dokumen Rujukan
Farmakope Indonesia Edisi V, tahun 2014, halaman 998 – 999.
METHAMPIRON (ANTALGIN)

Rumus Molekul : C13H16N3NaO4S.H2O


Berat Molekul    : 351,37
1.          Pemerian
Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.
2.               Identifikasi
A.    Pada 3 ml larutan 10% tambahkan 1 ml sampai 2 ml asam klorida encer P dan 1 ml besi 
(III) klorida P 5 % terjadi warna biru yang jika dibiarkan berubah menjadi merah,
kemudian tidak berwarna
B.     Panaskan 2 ml larutan 10 % yang telah diasamkan dengan asam klorida P 25%; terjadi gas
belerang dioksida.
3.               Logam berat
Metode I Tidak lebih dari 20 bpj.
4.               Susut Pengeringan
Tidak lebih dari 5,5 %; lakukan pengerinagan pada suhu 105° hingga bobot tetap,
menggunakan 250 mg
5.               Penetapan Kadar
Timbang saksama lebih kurang 200 mg, larutkan dalam 5 ml. Tambahkan 5 ml asam
klorida 0,02 N dan segera titrasi dengan iodium 0,1 N LV, menggunakan indicator kanji
LP, dengan sekali-sekali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit

9
1 ml iodium 0,1 N setara dengan 16,67 C13H16N3NaO4S Wadah dan penyimpanan Dalam
Wadah tertutup baik
6.               Dokumen Rujukan
Farmakope Indonesia IV, tahun 1995 halaman 537 - 538
IBUPROFEN

1.          Pemerian
    Serbuk hablur, putih hingga hampir putih; berbau khas lemah.
2.               Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam methanol, dalam
aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
3.               Baku Pembanding
Ibuprofen BPFI; tidak boleh di keringkan.
4.               Identifikasi
Metode HPLC
Kromatogram pada larutan uji bersesuaian dengan kromatogram larutan baku,
( sesuai dengan prosedur penetapan kadar Ibuprofen ).
5.               Jarak Lebur
75 °C - 78 °C
6.               Sisa Pemijaran
Ditimbang saksama 1,0 gram zat dalam krus yang sesuai, yang sebelumnya telah
dipijarkan, didinginkan dan ditimbang. Mula - mula panaskan perlahan - lahan sampai zat
mengarang sempurna, dinginkan, tambahkan 2 ml asam nitrat P dan 1 ml asam sulfat P,
panaskan hati - hati sampai tidak terbentuk asap putih, dan pijarkan pada suhu 800 C   
25 C  sampai arang habis terbakar. Dinginkan dalam desikator, timbang dan hitung
persentase sisa. Jika jumlah sisa yang diperoleh lebih dari batas yang ditetapkan pada
masing - masing monografi, basahkan lagi sisa dengan 1 ml asam sulfat P, panaskan dan
pijarkan seperti di atas, lanjutkan pemijaran hingga  bobot tetap kemudian hitung
persentase sisa pemijaran. sisa Pemijaran tidak lebih dari 0,5 %.
7.                 Logam Berat
Larutan Persediaan Timbal (II) nitrat

10
Larutkan 159,8 mg timbal (II) nitrat P dalam 100 ml air yang telah ditambah 1 ml asam
nitrat P, kemudian encerkan dengan air hingga 1000 ml. buat dan simpan larutan ini dalam
wadah kaca yang bebas dari garam - garam timbal yang larut.
Larutan Baku Timbal
Buat larutan segar dengan mengencerkan 5,0 ml larutan persediaan timbal (II) nitrat
dengan air hingga 25,0 ml.
8.               Penetapan Kadar
Metode Titrasi Alkalimetri
Ditimbang dengan seksama 450,0 mg Bahan Baku Ibuprofen ke dalam Erlenmeyer 100 ml
kemudian Larutkan dengan 50 ml Methanol serta tambahkan 4 tetes indikator
Phenolphtalein LP dan Titrasi menggunakan NaOH 0.1 M LV hingga terbentuk warna
merah sangat muda sekali, Lakukan Titrasi Blanko.
1 ml NaOH 0.1 M setara dengan 20.63 mg C13H18O2
9.               Dokumen Rujukan
a.       Farmakope Indonesia IV, tahun 1995, hal. 449 - 450
b.      European Pharmacopoeia, Fifth edition, tahun 2005, hal. 1786.

ASAM MEFENAMAT KAPLET 500 mg

Tiap kaplet salut selaput mengandung 500 mg Asam Mefenamat.


1.          Pemerian
Kaplet cembung berwarna kuning, tidak berbau dan berasa pahit, pada salah satu sisi
terdapat breakline dan di sisi lain bertuliskan HF.
2.      Identifikasi
Metode HPLC
Waktu Retensi pada kromatogram larutan uji bersesuaian dengan larutan baku.
( Sesuai dengan Prosedur Penetapan Kadar Asam mefenamat ).
3.               Bobot kaplet
Ditimbang masing - masing 20 kaplet Asam Mefenamat 500 mg sebelum dan sesudah
disalut kemudian tentukan bobot rata - ratanya.
4.               Ketebalan dan diameter
Dilakukan pengukuran ketebalan dan diameter kaplet dengan jangka sorong terhadap 20
sampel kemudian ditentukan nilai rata-rata nya.

11
5.               Kerapuhan
Dilakukan pengujian secara duplo terhadap masing-masing 10 kaplet dengan
menggunakan friability tester (50 rpm selama 2 menit). Ditentukan % kerapuhan kaplet
dengan membandingkan bobot kaplet sebelum dengan setelah dilakukan pengujian. Dan
ditentukan nilai rata-ratanya, % Kerapuhan kaplet tidak boleh lebih dari 1.0%.

6.               Kekerasan
Dilakukan pengujian terhadap 20 kaplet dengan menggunakan hardness tester kemudian
ditentukan nilai rata-ratanya. Hasil pengujian harus sesuai spesifikasi kekerasan kaplet ( 5 -
10 KgF ).
7.               Waktu hancur
Dilakukan pengujian waktu hancur secara duplo terhadap masing-masing 6 kaplet dengan
menggunkan disintegration tester (Suhu operasional 37°C ± 0.5°C) kemudian ditentukan
nilai rata-ratanya. Waktu hancur kaplet tidak lebih dari 15 menit.
8.               Penetapan Kadar ( Metode HPLC )
8.1.   Sistem Kromatografi
a.    Detektor                    : UV 254 ‫ ג‬nm
b.    Kolom                       : C18 (4,6 mm x 250 mm ) ; L1
c.    Laju alir                     : 1,0 ml/menit
d.   Tailing Factor           : ≤ 1,6
8.2.   Dapar Fosfat
Buat larutan Amonium Fosfat monobasa 50 mM, atur pH hingga 5,0 ± 0,1 dengan NH4OH
3 M.
8.3.   Fase Gerak
Buatlah campuran Acetonitrile : Dapar Fosfat : Tetrahidrofuran P ( 23 : 20 : 7 ) Kemudian
saring dengan membran filter 0,45 µm dan awaudarakan.
8.4.   Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 100 mg Asam Mefenamat  BPFI dan Larutkan ke dalam labu
ukur 50 ml dengan menambahkan 10 ml Tetrahidrofuran, sonikasi selama 10 menit dengan
sekali – sekali diaduk. Encerkan dengan fase gerak kemudian, dipipet 5 ml ke dalam labu
ukur 50 ml dan encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas kemudian saring dengan
membran filter 0,45 µm

12
8.5.   Larutan Uji
Ditimbang 20 kaplet dan hitung berat rata ratanya, gerus hingga halus dan ditimbang
dengan seksama setara 100 mg ( 114,0 mg ) sampel Asam Mefenamat ke dalam labu ukur
50 ml dan tambahkan 10 ml Tetrahidrofuran, sonikasi selama 10 menit dengan sekali –
sekali diaduk. Encerkan dengan fase gerak kemudian saring dengan kertas saring dan
buanglah 5 ml fitrat pertama, dipipet 5 ml ke dalam labu ukur 50 ml dan encerkan dengan
fase gerak hingga tanda batas kemudian saring dengan membran filter 0,45 µm
8.6.   Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µl) Larutan baku
sebanyak 6 kali dan Larutan uji secara duplo ke dalam kromatograf, rekam kromatogram
dan ukur respons puncak utama dengan SBR Luas Area Larutan baku dan Larutan uji ≤
2,0 %
8.7.   Perhitungan
Keterangan :
Ru  : Luas area larutan uji
Rs  : Luas area larutan baku
Cu  : konsentrasi larutan uji
Cs  : konsentrasi larutan baku
9.               Disolusi
Media disolusi : 900 ml Buffer Tris 0,05 M
a)      Alat tipe 1   : 100 rpm
b)      Waktu         : 45 menit
c)      Suhu           : 37°  0,5°C
d)     Q + 5 %      : ≥ 80 %
e)      Prosedur     :
·      Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 55,6 mg baku Asam Mefenamat ke dalam labu 100 ml,
tambahkan 10 ml Tetrahidrofuran dan lakukan sonikasi selama 15 menit. Kemudian tanda
bataskan dengan fase gerak dan dipipet 10,0 ml ke dalam labu ukur 25 ml selanjutnya
encerkan dengan media disolusi dan saring dengan membran filter 0,45 µm.
·      Larutan Uji

13
Saring hasil disolusi dengan kertas saring, buang 5 ml filtrat pertama, pipet 10,0 ml ke
dalam labu ukur 25 ml kemudian encerkan dengan fase gerak dan saring dengan membran
filter 0,45 µm. Lakukan penentuan kadar Asam Mefenamat sesuai prosedur penetapan
kadar ).
10.           Dokumen rujukan
a.       Farmakope Indonesia V, tahun 2014 halaman 156 - 157.
b.      USP 34, tahun 2011, halaman 3397 - 3398.
PARASETAMOL TABLET 500 mg

Tiap tablet mengandung 500 mg Parasetamol.


1.          Pemerian
Kaplet cembung berwarna kuning, tidak berbau dan berasa pahit, pada salah satu sisi
terdapat breakline dan di sisi lain bertuliskan HF.
2.      Identifikasi
Metode HPLC
Waktu Retensi pada kromatogram larutan uji bersesuaian dengan larutan baku.
( Sesuai dengan Prosedur Penetapan Kadar Asam mefenamat ).
3.               Bobot kaplet
Ditimbang masing - masing 20 tablet Parasetamol 500 mg kemudian tentukan bobot rata -
ratanya.
4.               Ketebalan dan diameter
Dilakukan pengukuran ketebalan dan diameter tablet dengan jangka sorong terhadap 20
sampel kemudian ditentukan nilai rata-rata nya.
5.               Kerapuhan
Dilakukan pengujian secara duplo terhadap masing-masing 10 tablet dengan menggunakan
friability tester (50 rpm selama 2 menit). Ditentukan % kerapuhan tablet dengan
membandingkan bobot tablet sebelum dengan setelah dilakukan pengujian. Dan ditentukan
nilai rata-ratanya, % Kerapuhan tablet tidak boleh lebih dari 1.0%.
6.               Kekerasan
Dilakukan pengujian terhadap 20 tablet dengan menggunakan hardness tester kemudian
ditentukan nilai rata-ratanya. Hasil pengujian harus sesuai spesifikasi kekerasan kaplet ( 5 -
10 KgF ).
7.               Waktu hancur

14
Dilakukan pengujian waktu hancur secara duplo terhadap masing-masing 6 tablet dengan
menggunkan disintegration tester (Suhu operasional 37°C ± 0.5°C) kemudian ditentukan
nilai rata-ratanya. Waktu hancur kaplet tidak lebih dari 15 menit.
8.               Penetapan Kadar ( Metode HPLC )
8.1.   Sistem Kromatografi
a.       Detektor                            : UV 243 ‫ ג‬nm
b.      Kolom                               : C18 (4,6 mm x 250 mm ) ; L1
c.       Laju alir                             : 1,5 ml/menit
d.      RSD                                  : ≤ 2.0%
8.3.   Fase Gerak
Buatlah campuran Air : Metanol ( 3:1 ) Kemudian saring dengan membran filter 0,45 µm
dan awaudarakan.
8.4.   Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 100 mg Paracetamol BPFI dan Larutkan ke dalam labu ukur
100 ml dengan fase gerak, sonikasi selama 10 menit dengan sekali – sekali diaduk.
Encerkan dan tanda bataskan dengan fase gerak kemudian, dipipet 1.0 ml ke dalam labu
ukur 100 ml dan encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas kemudian saring dengan
membran filter 0,45 µm
8.5.   Larutan Uji
Ditimbang 20 tablet dan hitung berat rata ratanya, gerus hingga halus dan ditimbang
dengan seksama setara 100 mg ( 130,0 mg ) Parasetamol ke dalam labu ukur 100 ml dan
tambahkan 50 ml fase gerak, sonikasi selama 10 menit dengan sekali – sekali diaduk.
Encerkan dengan fase gerak kemudian saring dengan kertas saring dan buanglah 5 ml fitrat
pertama, dipipet 1.0 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan fase gerak hingga
tanda batas kemudian saring dengan membran filter 0,45 µm
8.6.   Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µl) Larutan baku
sebanyak 6 kali dan Larutan uji secara duplo ke dalam kromatograf, rekam kromatogram
dan ukur respons puncak utama dengan SBR Luas Area Larutan baku dan Larutan uji ≤
2,0 %
8.7.   Perhitungan
        ( Mengandung parasetamol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% )

15
Keterangan :
Ru  : Luas area larutan uji
Rs  : Luas area larutan baku
Cu  : konsentrasi larutan uji
Cs  : konsentrasi larutan baku
9.               Disolusi
Media disolusi : 900 ml Larutan dapar fosfat pH 5.8
a.       Alat tipe 2             : 50 rpm
b.      Waktu       : 30 menit
c.       Suhu          : 37°  0,5°C
d.      Q + 5 %     : ≥ 85 %
10.  Prosedur    :
·      Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 55,6 mg baku Parasetamol ke dalam labu 100 ml, tambahkan
50 ml media disolusi dan lakukan sonikasi selama 15 menit. Kemudian tanda bataskan
dengan media disolusi dan dipipet 1.0 ml ke dalam labu ukur 50 ml selanjutnya encerkan
dengan media disolusi dan saring dengan membran filter 0,45 µm.
·      Larutan Uji
Saring hasil disolusi dengan kertas saring, buang 5 ml filtrat pertama, pipet 1.0 ml ke
dalam labu ukur 50 ml kemudian encerkan dengan media disolusi dan saring dengan
membran filter 0,45 µm. (Lakukan penentuan kadar Parasetamol sesuai prosedur
penetapan kadar ).
11.           Dokumen rujukan
Farmakope Indonesia V, tahun 2014 halaman 1001.

16
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika
bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Antipiretik adalah senyawa
yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan panas badan yang tinggi dengan cara
menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi
pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja
obat pada system saraf pusat yang melibatkan pusat control suhu di hipotalamus.

Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi dua
golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik. Berdasarkan struktur
kimianya analgetika narkotik terbagi menjadi kelompok turunan morfin, turunan
meperidine, turunan metadon dan turunan lainnya sedangkan analgetika non narkotik
dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretik dan obat antiinflamasi non steroid
(AINS).

Analgetik-Antipiretik adalah golongan obat yang digunakan untuk pengobatan


simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau
menghilangkan penyebab penyakit. Berdasarkan struktur kimianya golongan ini dibagi
menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin dan para-Aminofenol ( Anilin, Asetanilid,
benzanilid, salisilanilid, p-Aminofenol, Anisidin, Fenetidin, asetaminofen, fenasetin dan
fenetsal ) serta turunan 5-pirazolon (antipirin, amidopirin dan metampiron ).

17
Metode Analisis bahan baku obat dan produk jadi suatu sediaan obat Analgetik-Antipiretik
dilaksanakan berdasarkan prosedur pengujian dari kompendia resmi (Farmakope
Indonesia) dan dipersyaratkan agar memenuhi spesifikasi yang tercantum dalam setiap
monografi meliputi pengujian secara fisika, kimia dan mikrobiologi meliputi Pemerian,
Kelarutan, Identifikasi, Logam berat, Jarak lebur, Susut Pengeringan, Sisa Pemijaran,
Dimensi sediaan, Kerapuhan, Kekerasan, Waktu hancur, Kadar dan Disolusi.

DAFTAR PUSTAKA

Council of Europe. 2005. European Pharmacopeia Fifth edition. Cedex: EDQM


Gan, Sulistia. 1981. Farmakologi Dan Terapi Edisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Goodman and Gilman’s. 2008. The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th edition. United
States of America: The McGraw-Hill Companies.
Kementrian Kesehatan RI. 2014 . Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI
Soekardjo Bambang, Siswando .2008. Kimia Medisinal.Surabaya : Airlangga University Press
USP Convention.2011. United States Pharmacopeia 34th. Baltimore: United Book Press

18

Anda mungkin juga menyukai