PENDAHULUAN
1
berdasarkan modalitas monitoringnya. Angka insidensinya berfluktuasi dari 16,3
% hingga 61,7 % dengan monitoring EKG intermiten dan 89 % dengan
monitoring holter kontinu. Pada pasien yang menjalani pembedahan jantung,
angka insiden aritmia mencapai lebih dari 90 %.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut
orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh
suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup
bikuspid (katup mitral), sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup
trikuspid.5,6
4
Gb 2. Sistem Induksi jantung7
5
2. Akhir diastole ventrikular, nodus S-A melepas impuls, atrium berkontraksi
dan peningkatan tekanan dalam atrium mendorong tambahan darah
sebanyak 30% ke dalam ventrikel.
3. Sistole ventrikular. Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai
berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan
mendorong katup A-V untuk segera menutup.
4. Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri
Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume
sistolik akhir darah yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml
Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120 ml)
dan volume sistole akhir (50 ml)
5. Diastole ventricular
Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam
ventrikel menurun tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus
pulmonari, sehingga katup semilunar menutup (bunyi jantung kedua).
Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup
semilunar aorta.
Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi
isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup. Jika
tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg sampai
mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka dan
siklus jantung dimulai kembali
2.3. EKG
2.3.1 Pengertian
Elektrokardiograf (ECG) adalah peralatan kedokteran yang digunakan
untuk mengukur aktivitas elektris dari jantung dengan mengukur perbedaan
biopotensial pada jantung yang diukur dari bagian luar tubuh. Sinyal
elektrokardiogram merupakan sinyal ac dengan bandwith antara 0.05 Hz
sampai 100Hz7. Sinyal ECG normal terdiri atas sebuah gelombang P,
gelombang QRS komplek, gelombang T dan kadang-kadang muncul
gelombang U5.
6
2.3.2 Lead EKG
1. Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode
Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri (LA) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan
kiri bermuatan (+)
Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
kaki kiri (LF) yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri
bermuatan (+)
Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki
kiri (LF) yang mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan
(+)
2. Lead unipolar : merekam beda potensial lebih dari 2 elektrode. Dibagi 2
yaitu lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial
Lead unipolar ekstremitas
Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri dan kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan
tangan kanan dan kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+)
Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan
kanan dan tangan kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+)
Lead unipolar prekordial : merekam beda potensial lead di dada dengan
ketiga lead ekstremitas. Yaitu V1 s/d V6
7
Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung, Lead II, III, aVF
menunjukkan bagian inferior jantung. Lead V1 s/d V4 menunjukkan bagian
anterior jantung. Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG
sudah benar. Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari
bidang frontal dan horisontal. Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I
dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan melihat lead-lead prekordial
terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d +110
derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara
+110 s/d -180 derajat.
Gelombang P memiliki nilai normal : Lebar ≤ 0,12 detik, tinggi ≤ 0,3 mV,
selalu (+) di lead II dan selalu (-) di lead aVR. Interval PR diukur dari
8
permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS dan nilai normal
berkisar 0,12-0,20 detik. Gelombang QRS (kompleks QRS) memiliki nilai
normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead. Gelombang Q : yang
merupakan defleksi negatif pertama gelombang QRS memiliki nilai normal :
lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R, jika dalamnya > 1/3 tinggi
gelombang R berarti Q patologis. Gelombang R adalah defleksi positif
pertama pada gelombang QRS. Umumnya di Lead aVR, V1 dan V2,
gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6 makin menghilang
atau berkurang dalamnya9.
Gelombang T merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya
gelombang T positif, di hampir semua lead kecuali di aVR. Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui,
namun diduga timbul akibat repolarisasi lambat sistem konduksi
Interventrikuler. Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai
permulaan gelombang QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi Atrium dan jalannya
implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi ventrikuler.
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang
T. segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat
berpariasi dari – 0,5 sampai +2mm. segmen ST yang naik diatas garis
isoelektris disebut ST elevasi dan yang turun dibawah garis isoelektris disebut
ST depresi
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan
vertikal berbentuk bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal
(kotak besar) terdapat pada setiap 5 mm. Garis horizontal menggambarkan
waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1 kotak
besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1 mm
(1 kotak kecil) = 0,1 mV.
9
2.3.4 Penentuan frekuensi dan irama jantung
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu :
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam
6 detik tersebut kemudian dikalikan 10
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah
sebagai berikut :
- Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
- Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)
- Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
- Tentukan interval PR normal atau tidak
- Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
Irama EKG yang normal impuls (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka
iramanya disebut dengan irama sinus (sinus rhytm). Kriteria irama sinus
adalah :
- Irama yang teratur
- Frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
- Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
- Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
- PR interval normal (0,12-0,20 detik)
10
Gambaran EKG hipertrofi jantung
a. Hipertrofi atriun kanan (RAH)
• Gelombang P lancip dan tinggi (P pulmonal)
• Gambarannya dapat dilihat pada lead II dan V1
11
Gb.c (gambaran EKG RVH)
12
Ketika terjadi RBBB, maka aktivitas depolarisasi ventrikel berlangsung melalui 3
fase yaitu:
Fase pertama: aktivitas depolarisasi masih normal, yaitu dimulai dari sisi
kiri septum melalui left bundle. Itulah sebabnya pada EKG masih tetap
terlihat gelombang r kecil di V1 dan gelombang q kecil di V6 (sering
disebut q-septal) (Gambar 5)
Fase kedua: terjadi depolarisasi simultan pada left bundle dan right bundle.
Pada RBBB fase ini tidak mengalami gangguan yang nyata oleh karena
sistem konduksi jantung dominan pada ventrikel kiri, yang ditunjukkan
pada EKG berupa gelombang S yang dalam di lead prekordial kanan dan
gelombang R yang tinggi di lead prekordial kiri. Perubahan QRS
kompleks yang dihasilkan oleh RBBB merupakan hasil dari perpanjangan
waktu yang dibutuhkan untuk aktivasi ventrikel kanan. Hal berarti bahwa
setelah ventrikel kiri terdepolarisasi penuh, barulah selanjutnya ventrikel
kanan mengalami depolarisasi (Gambar 5)
13
Gambar 6. Bentuk Klasik Rabbit Ears pada RBBB pada EKG dengan gambaran
kompleks RSR’
14
Gambar 7.Gambaran LBB pada EKG dengan gambaran kompleks RSR’
R di ventrikel kiri akan terekam tinggi. Namun karena ada blok di left bundle
branch depolarisasinya akan mencapai puncak lebih lama (melebar dan
"melandai") sehingga QRS nya melandai. Meskipun mungkin, tetapi akan jarang
telihat "kuping kelinci" karena pada LBBB biasanya depolarisasi ventrikel kanan
akan tertutup dengan depolarisasi ventrikel kiri (letaknya ventrikel kanan relatif
jauh dari sadapan dan massa otot ventrikel kanan lebih kecil sehingga aktivitas
listriknya "relatif rendah")
Apabila menemukan "kuping kelinci" di V1 dan V2, serta S yang dalam dan lebar
di V5 dan V6 maka curiga itu RBBB. Sementara itu, jika menemukan R yang
landai di V5 dan V6, serta S yang dalam dan lebar di V1 dan V2 maka curiga itu
LBBB.
2.4. Aritmia
Aritmia merupakan suatu keadaan abnormalitas dari kecepatan denyut
jantung (rate), irama (rhythm) atau konduksi (conduction) yang dapat
berakibat lethal (sudden cardiac death) atau simptomatik2,10.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah :
Peradangan jantung seperti demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner) misalnya iskemia miokard, infark miokard.
15
Intoksikasi obat antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti
aritmia lainnya.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
Gagal jantung.
Kardiomiopati atau tumor jantung.
Penyakit degeneratif (fibrosis system konduksi jantung).
Pembagian aritmia11 :
ventricular
16
· Irama: reguler
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal,
kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan
perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop
(pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan
untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung
diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat
buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan
untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Obat pilihan untuk menangani
bradikardia adalah atropine.
17
hipoksemia.
Atropin juga digunakan untuk penanganan bradikardia karena
refleks vagal selama intubasi bila oksigenasi baik. Walaupun
digunakan untuk bradikardia dengan tanda syok secara klinis
(perfusi yang jelek atau hipotensi), pada keadaan ini pemberian
epinefrin lebih efektif. Bradikardia yang simptomatik dengan AV
blok dapat diatasi dengan atropin.
Dosis vagolitik atropin yang dipakai adalah adalah 0,02
mg/kgBB, dosis minimal 0,1 mg dan dosis tunggal maksimal pada
anak 0,5 mg . Atropin dapat diulang setelah 5 menit dengan pada
anak 1,0 mg . Dosis intravena ini bisa juga diberikan melalui
endotrakeal tube, walaupun penyerapan ke dalam sirkulasi melalui
jalan ini tidak dapat dipercaya. Dosisnya 2 sampai 3 kali lebih
tinggi dari dosis intravena.Takikardia setelah pemberian atropin
biasanya berupa sinus takikardia dan dapat ditoleransi dengan baik.
Jika gambaran EKG adalah block derajat II tipe 2 atau AV total /
derajat 3 lakukan langkah sebagai berikut:
Segera pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan
pacu jantung tranvesa( Konsultasi ke dokter ahli jantung)
Cari dan tangani penyebab yang dapat menyokong seperti hipoglikemia,
hipokalemia, hipovolumia, asidosis, tamponade jantung, trauma.
18
2.5.2 Blok AV Derajat Satu
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung
organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya
terlihat pada pasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Karakteristik :
· Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
· Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi
lebih besar dari 0, 20 detik.
· Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
· Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara
jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR
yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
19
· Irama : Biasanya regular.
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang
lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat
untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
20
Gb 10. Gambaran EKG Blok AV derajat II tipe Wenckebach11
21
QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari
ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan
baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai
konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.
· Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat.
Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang
lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke
ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan
konfigurasi yang menyimpang.
Irama : Biasanya lambat tetapi regular.
22
dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi
jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun,
mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala
sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung
tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel,
pasien dapat mengalami edema paru akut.
23
2.5.6 Kontraksi prematur atrium
Karakteristik :
· Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
·Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan
gelombang P yang berasal dari nodus SA.
· Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
· Hantaran : Biasanya normal.
· Irama : Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan biasanya
tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
24
Gb 14. Gambaran EKG Kontraksi prematur atrium11
25
Gb 15. Gambaran EKG Takikardia Atrium Paroksimal
26
2.5.8 Fluter atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan
membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting
pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV,
yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls
melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak
terpengaruh. Tanda penting dari disritmia tipe ini adalah adanya hantaran
1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit yang akan
mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
Karakteristik :
· Frekuensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
· Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1,
3:1 atau kombinasinya).
· Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang
dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat.
Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
· Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga
normal.
· Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atrium adalah sediaan
digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga
memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan
tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin
biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain
yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap
kardioversi listrik.
27
Gb 17. Gambaran EKG Flutter atrium12
Karakteristik :
· Frekuensi : frekuensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;
respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
· Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi
yang ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR
tidak dapat diukur.
· Kompleks QRS : Biasanya normal .
· Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons
ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel
berespon ireguler.
· Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
28
hipomagnesemia), hipertensi, gagal jantung, tiroktosikosis, alcohol,
pericarditis, dan operasi thoraks.
29
- Digoksin untuk mengontrol laju jantung. Loading dengan 0,5
mg/12 jam selama 24 jam, diikuti dengan maintenance
0,125-0,25 mg/hari.
- Beta bloker
- Amiodarone
- Verapamil 5-10 mg IV berguna untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan beta bloker, contoh karena riwayat asma.
- Antikoagulan
30
· Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.
31
ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari
adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau
diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati
dengan fenitoin (dilantin).
32
normal, menghasilkan denyut gabungan.
· Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran
retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel
ireguler.
Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien
bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard
harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan.
Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah
jantung.
33
yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi
ventrikel.
· Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
34
Gb 24. Gambaran EKG Torsades de Pointes13
Disamping tipe – tipe aritmia diatas, aritmia juga meliputi tipe henti jantung
lain seperti :
2.5.15 Asistole Ventrikel
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut
jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera,
asistole ventrikel sangat fatal. Karakteristik :
· Frekuensi : tidak ada.
· Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV
dan ventrikel.
· Kompleks QRS : Tidak ada.
· Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.
· Irama : Tidak ada.
Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup.
Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena.
Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval
setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena.
35
2.6 Penanganan Aritmia Perioperatif
Aritmia pada pasien selama proses perioperatif dapat disebabkan oleh tiga hal
yaitu11,13 :
1. Faktor yang berkaitan dengan pasien
a. Pasien dengan gangguan jantung yang telah diketahui memiliki angka
insiden aritmia selama anestesia yang yang lebih tinggi dibandingkan
pasien tanpa gangguan jantung sebelumnya. Aritmia umumnya lebih
fatal pada pasien dengan gangguan jantung.
36
b. Penyakit sistem saraf pusat. Pasien dengan penyakit intrakranial
terutama pendarahan subarakhnoid akan menunjukkan EKG abnormal
seperti perubahan di interval QT, gelombang Q, perubahan segmen ST
dan kemunculan gelombang U
c. Umur tua. Atrial fibrilasi post operatif merupakan komplikasi yang
seringkali muncul pada pasien lanjut usia yang menjalani pembedahan
thorak. Penuaan menyebabkan perubahan degeneratif pada anatomi
atrial dan juga diikuti perubahan relatif pada fisiologis jantung.
37
jantung selama operasi dengan jantung berdetak, kanulasi vena atau
penjahitan pada atrium bisa menimbulkan aritmia
b. Operasi tanpa pembedahan jantung. Stimulasi vagal pada peritoneum
atau penekanan langsung pada nervus vagus selama pembedahan arteri
karotis dapat menyebabkan bradikardia atau blok AV
38
- Fibrilasi atrium paroksismal
Pasien tidak memiliki keluhan dan tidak menyadari episode
serangan dari fibrilasi atrium. Gejalanya meliputi palpitasi,
nyeri dada, dispnue, fatique, sinkop.
- Fibrilasi atrium persisten
Fibrilasi atrium persisten merupakan kelanjutan dari
kelistrikan cardioversi menjadi sinus ritme.
- Fibrilasi atrium permanen
Fibrilasi atrium permanen merupakan kelanjutan dari fibrilasi
atrium dimana cardioversi tidak berhasil mengembalikan laju
jantung menjadi ritme sinus.
Pemeriksaan:
Pemeriksaan EKG harus dilakukan untuk memastikan adanya fibrilasi
atrium. Selain itu pemeriksaan analisa gas darah pre operatif perlu
dilakukan untuk mengidentifikasi gangguan elektrolit karena pada
fibrilasi atrium lebih sering terjadi hipokalemia atau hipomagnesemia.
Medikasi pre operatif:
1. Kontrol irama sinus. Kontrol irama sinus bertujuan untuk
mempertahankan irama sinus dan mencegah terjadinya gejala-gejala
yang membahayakan pasien contohnya emboli, kadriomiopati.
Obat-obatan yang direkomendasikan untuk mengontrol irama sinus
adalah amiodaron, sotalol, verapamil, flecainide.
2. Tingkat pengendalian. Tujuanya untuk mengendalikan tingkat
ventrikel selama istirahat dan olahraga. Obat-obatan yang digunakan
adalah beta bloker, calcium channel blocker, digoksin. Obat-obatan ini
menekan konduksi di AV node dan dapat menyebabkan bradikardi.
3. Antikoagulan. Bukti saat ini menunjukkan bahwa pasien dengan
paroksismal, persisten dan permanen fibrilasi atrium memiliki risiko
yang sama untuk mengalami stroke. Pasien dengan risiko terbesar
adalah orang tua dan orang-orang dengan riwayat tromboemboli,
diabetes mellitus, penyakit arteri koroner, hipertensi, gagal jantung
39
dan thyrotoxicosis. Antikoagulan oral efektif untuk pencegahan
sekunder stroke pada AF dengan pengurangan lebih dari 60%.
40
Penanganan intraoperatif pasien dengan bradikardia :
41
Penanganan intraoperatif pasien dengan takikardia :
42
2.6.4 Penanganan Postoperatif
Pasien diharapkan sadar segera sesudah operasi dan dilakukan pemantauan
tanda – tanda vital di ruang pemulihan. Obat – obatan antiaritma dan
defribilator hendaknya dipersiapkan juga.
43
BAB III
KESIMPULAN
44
Daftar Pustaka
Bertrand CA, Steiner NJ, Jameson AG, et al. Disturbances of cardiac rhythm
during anesthesia and surgery. JAMA 1971; 216:1615-17.
Sokolow M and Mcllroy B (1986) Clinical radiology, 4th eds. NewYork. Lange.
116-7.
Hampton JR (1986). The ECG made easy, 3rd eds. Edinburgh: Churchill
Livingstone. 31-34, 59,61,65-68, 79,85.
Oxorn D, Knox JW, Hill J. Bolus doses of esmolol for the prevention of
perioperative hypertension and tachycardia. Can J Anaesth 1990; 37:206-209.
45
Arrhythmia. 2007. Available from :
www.mat.or.th/Vol92_No.3_342_5751.pdf [accesed 16 Oktober 2015]
N. Dua , V.P. Kumra. Management of PerioperativeArrhythmias. IJA. 2007.
Available from : www.medind.nic.in/iad/t07/i4/iadt07i4p310.pdf [accesed
16 Oktober 2015]
46