PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh
pekerjaan. Ada sektar 300.000 kematian dari 250 juta kecelakaan dan
terjadi 160 juta penyakit hubungan akibat hubungan pekerjaan baru untuk
setiap tahunya. Data yang diperoleh dari ILO tahun 1999, penyakit kematian
(Buchari, 2007).
maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel
debu diameter 2,5μ dan Partikel debu diameter 10μ dapat menyebabkan
(Kemenkes, 2011).
1
2
tertimbun debu semakin besar akibat dari penghirupan debu sehari-hari saat
pernapasan karena terlalu frekuensi yang sering untuk terpajan debu setiap
harinya. Pada pekerja batu bata yang ada di Desa kebanyakan dari mereka
memiliki masa kerja yang sudah lebih dari 10 tahun dan masih banyak
yang belum menggunakan alat perlindungan diri seperti masker, hal ini
berisiko untuk menghirup debu dan asap dari hasil pembakaran batu bata
debu dan asap pembakaran bata. Debu atau asap yang dihirup masuk ke
paru- paru akan tertimbun di dalam paru, hal ini akan mengganggu kerja
menyebabkan ISPA. ISPA yang dialami pembuat bata adalah mereka yang
dalam satu tahun mengalami infeksi saluran pernapasan lebih dari 2 kali, hal
ini karena mereka sering terpapar dengan udara kurang bersih dan asap dari
gas tidak berbau dan tidak berwarna yang menimbulkan efek asfiksi karena
3
juga belum banyak yang menggunakan alat perlindungan diri, yang mana
B. Rumusan Masalah
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
B. Manfaat penelitian
1. Bagi pukesmas
prevalensi ISPA khususnya pada pekerja pembuat batu bata di wilayah kerja di
3. Bagi masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi ISPA
tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan.
oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia kemanusia. Timbulnya gelaja
biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza
pernapasan akut yang meliputi saluran pernapasan bagian atas seperti rhinitis,
faringitis, dan otitis serta saluran pernapasan bagian bawah seperti laryngitis,
hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit
biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan atau
5
6
tanpa demam yang disertai dengan salah satu atau beberapa gejala berikut ini,
diantaranya sakit tenggorokan atau nyeri telan, pilek, dan batuk baik kering
ataupun berdahak. Infeksi ini bersifat akut, yang artinya proses infeksi ini dapat
berlangsung hingga 14 hari. Infeksi ini menyerang salah satu bagian/lebih dari
saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga
2. Epidemiologi
Sumber : https://mojokerto.epuskesmas.id/grafi
ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit
3. Patofisiologi
maupun bawah. Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan
mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan
4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala ISPA sangat bervariasi antara lain demam, pusing,
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas),
9
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak
a. ISPA ringan : ISPA ringan yaitu jika ditemukan satu atau lebih gejala-
gejala berikut:
1) Batuk
b. ISPA sedang :ISPA sedang yaitu dijumpai berupa gejala ringan disertai
1) Pernapasan cepat:
c. ISPA berat : ISPA berat ditandai dengan gejala-gejala ringan atau ISPA
3) Kesadaran menurun
10
5. Diagnosis
dkk, 2017).
6. Anamnesis
krakles, (Hartono, 2015). Penyakit ISPA apabila tidak diobati dan jika disertai
dengan malnutrisi, maka penyakit tersebut akan menjadi berat dan akan
7. Penatalaksanaan ISPA
penting untuk dipastikan apakah infeksi yang disebabkan oleh bakteri benar-
benar ada. Penggunaan antibiotik tanpa adanya landasan atau bukti adanya
dapat dilihat dari kondisi klinis pasien yaitu demam, leukositsis maupun hasil
a. Penisilin
b. Kotrimoksasol
8. Faktor risiko
Salah satu faktor resiko terjadinya ISPA adalah utama adalah karena
adanya kondisi lingkungan yang buruk seperti polutan udara (World Health
Organization, 2007).
a. Konsentrasi debu
Ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian atas.
tengah.
b. Jenis debu
Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya (Lihat Tabel II.2).
14
Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula.
Suma‟mur (2009) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik
dan anorganik.
Faktor lama paparan dalam sehari merupakan salah satu faktor risiko
dan lain – lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama
kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil
saat bekerja dan menimalkan terjadinya paparan zat berbahaya saat berada
ditempat kerja. Perusahaan harus menyediakan APD untuk pekerja dan harus
alat pelindung pernapasan, alat pelindung tangan, alat pelindung mata, dan
bata memerlukan APD berupa: tutup kepala (caping, topi) dan baju kerja
tutup kepala (topi, caping), masker, baju panjang, sepatu boot dan sarung
tangan.
salah satunya adalah hasil industri yang dapat mencemari udara seperti debu
batu bara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, debu pada
terhadap timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu.
Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi partikel, bentuk,
konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi serta lama paparan. Faktor
B. Debu
1. Definisi Debu
yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik organik maupun anorganik
18
partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi, pada dasarnya
pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses
2. Sifat-sifat debu
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu (2002),
a. Sifat pengendapan
karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran debu, kadang-
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air
yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat
kerja.
c. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu
Oleh karena itu partikel debu bias merupakan inti dari pada air yang
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain
e. Sifat optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar
(Suma‟mur, 2009).
1) Solubility
Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka
bahan- bahan itu akan larut dan langsung masuk ke pembuluh darah
a) Inert dust
reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada
b) Poliferal dust
21
sebagainya.
3. Sumber debu
Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate
matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini
segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter
adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus,
1997). Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin
LINGKUNGAN KERJA
PEMBUATAN BATU BATA
FAKTOR
PERILAKU Gangguan Pada FAKTOR
Saluran Napas Akut KETURUNAN
Pemakaian APD atau Bawah
Keterangan :
: Variabel yang tidak diteliti
: Variabel yang diteliti
22
23
ISPA terjadi akibat paparan debu di area kerja yang mempunyai faktor-
debu di tempat kerja serta pengenceran paparan debu. Selain itu ada
beberapa faktor pula yang dapat menyebabkan kejadian ISPA seperti faktor
dan faktor keturunan yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran napas
lingkungan kerja dan yang tidak diteliti adalah faktor yankes, faktor perilaku
B. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Ada hubungan antara paparan debu dengan prevalensi ISPA pada pasien
A. Jenis Penelitian
2020.
1. Populasi penelitian
2020.
2. Besar sampel
N
n=
1+ Nα 2
Keterangan :
n : besar sampel
N: besar populasi
24
25
N
n= 2
1+ N (α )
375
¿
1+375 (0,1)2
375
¿
4,75
¿ 78,9
sebanyak 79 orang.
Kriteria inklusi :
jenis pekerjaannya.
Kriteria ekslusi :
Tawangsari Mojokerto yang berasal dari Desa Tawangsari tahun 2020 dan
1. Lokasi penelitian
2. Waktu penelitian
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah paparan debu.
2. Variabel terikat
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah prevalensi ISPA.
27
E. Definisi Operasional
Teknik Skala
No Variabel Definsi Operasional Kategori/Kriteria
pengukuran Data
Semua pasien 1 = Ya : bila Data rekam
dengan paparan bekerja sebagai medis
debu batu bata pembuat batu bata Puskesmas
karena 2 = Tidak: bila 2018-2020
Paparan
1 pekerjaannya di tidak bekerja Nominal
debu
Desa Tawangsari sebagai pembuat
dengan kategori : batu bata
1. Ya (Terpapar)
2. Tidak
Radang akut pada saluran Data rekam
pernapasan dengan 1 = Ya: bila medis
2 ISPA kategori: didiagnosis ISPA Puskesmas Nominal
1. Ya (ISPA) 2 = Tidak : tidak 2018-2020
2. Tidak (tidak ISPA) didiagnosis ISPA
G. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder
adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti
dari subyek penelitian (Sugiyono, 2012). Dimana data sekunder didapat dari
hasil rekam medik Puskesmas Tawangsari dengan pasien yang berasal dari
Desa Tawangsari.
28
I. Analisis Data
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Pasien
1. Usia pasien
Karakteristik Persentase
Frekuensi (f)
%
Usia
≤ 44 Tahun 64 81.0
45 – 49 Tahun 12 15.2
≥ 50 Tahun 3 3.8
Total 79 100
Sumber : Data sekunder 2020
Jenis Kelamin
Laki-Laki 59 74.7
Perempuan 20 25.3
Total 79 100
29
30
dengan jenis kelamin paling banyak adalah laki – laki dengan jumlah
74,7 %.
Tawangsari dari tahun 2020 paling banyak adalah pekerja pembuat batu bata
4. Prevalensi ISPA
72.2%.
B. Analisis
Ho. : Tidak ada hubungan antara paparan debu batu bata dengan ISPA
H1. : Ada hubungan antara paparan debu batu bata dengan ISPA
ISPA P
Paparan Ya Tidak Jumlah
Debu N % N % N %
Ya 5 9 2 3 5 1 0.000
7 6, , 9 0
6 6 0
Tidak 5 3 1 6 2 1
3, 5 6 0 0
3 , 0
7
Total 6 7 1 2 7 1
2 8. 7 1 9 0
5 . 0
5
Sumber :oleh data SPSS 2020
32
Tabel V.5 menunjukkan bahwa pada tahun 2018-2020 pasien dari Desa
ISPA, sedangkan yang tidak terpapar 33,3% menderita ISPA. Perbedaan ini
ditunjang oleh hasil uji statistik metode Chi Square dengan p = 0,000 lebih
kecil dari 0,05, sehingga Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna
tentang hubungan antara paparan debu batu bata dengan kejadian ISPA pada pasien
Mojokerto tahun 2020. Pembahasan ini mencakupi hasil penelitian dengan konsep
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular,
yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan. ISPA didefenisikan
sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang
ditularkan dari manusia kemanusia. Timbulnya gelaja biasanya cepat, yaitu dalam
waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan
sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan
Partikel debu yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut salah satunya
adalah hasil industri yang dapat mencemari udara seperti debu batu bara, semen,
kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, debu pada penggilingan padi (debu organik)
dan lain-lain (Depkes, 2015). Debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik
33
34
(2003) debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi,
pada dasarnya pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil
A. Hubungan Paparan Debu Batu Bata Dengan Kejadian ISPA Pada Pasien Dari
Mojokerto, 2020.
Menurut WHO, ISPA adalah penyakit menular dari saluran pernapasan atas
atau bawah yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit berkisar dari
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
prevalensi kejadian ISPA pada kelompok orang dewasa belum tersedia. 3,9
lingkungan yang buruk dengan diikuti aktivitas yang buruk pula akan
2018-2020 pasien dari Desa Tawangsari 78,5 diantaranya menderita ISPA. Dari
kelompok pasien yang terpapar debu batu bata di desa Tawangsari 96,6%
diantaranya menderita ISPA, sedangkan yang tidak terpapar 33,3% menderita ISPA.
Dan dalam penelitian ini diperoleh nilai signifikan = 0,000 (P < 0,005), artinya Ho
di tolak atau ada huungan yang bermakna antara paparan debu batu bata dengan
terjadinya ISPA.
35
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purnamasari ,Y. 2015 Hasil penelitian
Kota Manado.
Hikmawati (2013), paparan debu adalah partikel debu yang dihirup masyarakat
di luar ruangan maupun di dalam ruangan, paparan debu dapat menggangu saluran
saluran pernapasan adalah paparan debu di lingkungan kerja. Bangunan yang sempit
dan tidak sesuai dengan jumlah pekerja akan berdampak berkurangnya O2 dalam
Dalam hal ini penggunaan APD dapat melindungi seseorang saat bekerja dan
menimalkan terjadinya paparan zat berbahaya saat berada ditempat kerja. APD Jenis
APD sesuai standar menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
kaki, alat pelindung pernapasan, alat pelindung tangan, alat pelindung mata, dan
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan antara paparan debu batu bata dengan kejadian ISPA di
2. Ada hubungan antara pekerja batu bata dengan kejadian ISPA di Puskesmas
(P=0,000).
3. Ada hubungan antara paparan debu batu bata dengan prevalensi terjadinya
B. Saran
36
37
LAMPIRAN
A. No. Sampel :
No.Rekam Medis :
B. Data Rekam Medis
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Riwayat Kebiasaan :
- Merokok : YA/TIDAK
- Penggunaan APD : YA/TDAK
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E. (1999). Nelson Ilmu kesehatan Anak Volume 1 Edisi 15. Jakarta: EGC
Buchari (2007), Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program, Repository USU
Departement Kesehatan RI. Pharmacheutical Care untuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
Jakarta : Ditjen Bina Kefarmasian dan alat kesehatan RI ; 2005
Frick Heinz, Ardiyanto A dan Darmawan AMS. 2006. Ilmu Fisika Bangunan: Pengantar
pemahaman cahaya, kalor, kelembapan, iklim, gempa bumi, bunyi, dan kebakaran.
Semarang.
Gagarani, Y. (2015). Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pengelolaan awal
infeksi saluran pernapasan akut pada anak, skripsi. Denpasar. Universitas Udayana.
Masriadi. (2017). Hubungan Merokok dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bangko Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Short S dkk. 2017. Health Care Guideline: Diagnosis and Treatment of Respiratory Illness in
Children and Adults. Institute for Clinical Systems Improvement.
Suma’mur. 2000. Hiegiene Perusahaan dan Keselaamatan Kerja. Jakarta : CV Sagung Seto
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2010). [Internet].
Diakses pada 9 Maret 2010.
Wahyuni Ida dan Ekawati. 2016. Analisis Bahaya dan Penilaian Kebutuhan APD pada
Pekerja Pembuat Batu Bata di Demak, Jawa Tengah. Semarang. Vol.10, No.1.
World Health Organization. Pencegahan dan Pengendalian infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan
kesehatan ; 2007 (di unduh 6 september 2015)
38
39
Penguji I
Prof. H.Didik Sarudji, M.Sc : .......................................................
NIDK : 889030016
Penguji II
Dr. Sugiharto, dr.Mkes (MARS) : .......................................................
NIDN : 070310711004
Pembimbing
Ayu C. Noviana, dr.,M.KKK : .......................................................
40
NIDN : 0707116903
41
Penguji I
Prof. H.Didik Sarudji, M.Sc : .......................................................
NIDK : 889030016
Penguji II
Dr. Sugiharto, dr.Mkes (MARS) : .......................................................
NIDN : 070310711004
Pembimbing
Ayu C. Noviana, dr.,M.KKK : .......................................................
NIDN : 0707116903
42
43
Penguji I
Prof. H.Didik Sarudji, M.Sc : .......................................................
NIDK : 889030016
Penguji II
Dr. Sugiharto, dr.Mkes (MARS) : .......................................................
NIDN : 070310711004
Pembimbing
Ayu C. Noviana, dr.,M.KKK : .......................................................
NIDN : 0707116903