Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif (American Diabetes Association 2015). Diabetes melitus
berhubungan dengan risiko aterosklerosis dan merupakan predisposisi untuk terjadinya
kelainan mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan neuropati (Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu 2009).
Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proporsi diabetes di Indonesia pada
tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007. Proporsi diabetes
melitus di Indonesia sebesar 6,9 %, toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 29,9% dan
glukosa darah puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%. Proporsi penduduk di pedesaan
yang menderita diabetes melitus hampir sama dengan penduduk di perkotaan. Prevalensi
diabetes melitus meningkat dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013) (Riset
Kesehatan Dasar. 2013, Komplikasi Kronik Diabetes 2009).

Prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat


sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun
terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi DM pada perempuan
cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Prevalensi DM di perkotaan cenderung lebih
tinggi dari pada perdesaan. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
tingkat pendidikan tinggi. (Riskesdas, 2013).
Menurut Sustainable Development Goals (SDGs) sasaran dalam menangani penyakit
tidak menular termasuk diabetes melitus pada tahun 2030 adalah mengurangi hingga
sepertiga angka kematian dini (akibat penyakit tidak menular) melalui pencegahan dan
pengobatan serta meningkatkan kesejahteraan (Lampiran Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan).
Hasil kunjungan rumah terhadap keluarga Ny. S teridentifikasi diabetes melitus
dengan laporan selengkapnya adalah sebagai berikut.

1
B. Rumusan Masalah
Bagaimana memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
berkesinambungan dan menyeluruh kepada Ny. S, sebagai penderita, anggota keluarga dan
anggota masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya keluarga maupun masyarakat sekitar.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan
menyeluruh kepada Ny. S, sebagai penderita, anggota keluarga dan anggota masyarakat
dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya keluarga
maupun masyarakat sekitar.

2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi penyakit pasien.
b. Mengidentifikasi metode penanganan/manajemen pasien.
c. Mengidentifikasi fungsi faktor keluarga dan fungsi faktor lingkungannya.
d. Menganalisis dan membahas (memecahkan masalah/faktor risiko) yang dihadapi
pasien (diilustrasikan dengan diagram Blum).
e. Menyimpulkan masalah pasien, keluarga dan lingkungannya serta memberi saran
terhadap pasien, keluarga dan lingkungannya.

D. Manfaat

1. Bagi institusi pendidikan dan dokter muda


a. Meningkatkan pemahaman Mahasiswa dokter muda tentang penyakit serta
kehidupan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
b. Meningkatkan ketrampilan dalam berkomunikasi antar mahasiswa dengan pasien;
c. Mahasiswa dapat melatih diri dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan
pasien;
d. Mahasiswa memahami apa yang dibutuhkan untuk kepuasan pasien.

2
2. Bagi pasien dan keluarganya
Memberikan wawasan dan pemahaman kepada pasien dan keluarganya mengenai
penyakitnya dan penanganannya agar tidak menyebabkan komplikasi yang
berat/apabila penyakit menular, agar tidak menular minimal kepada anggota keluarga.

3. Bagi institusi kesehatan/Puskesmas


Manfaat home visit ini bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai sumber evaluasi dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien penyakit Diabetes Melitus sehingga bisa dicari
solusi yang tepat dan efisien.

3
BAB II

HASIL PEMERIKSAAN KLINIK

A. Identitas Penderita
Nama :Ny. S
Umur :60 Tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan :SD
Agama :Islam
Alamat : desa kejagan dusun kejagan RT 10 rw 2
Suku :Jawa
Tanggal periksa : 6 juni 2020

B. Anamnesis
1. Keluhan utama : badan lemas

2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke puskesmas


dengan keluhan badan lemas dan tidak dapat beraktivitas seperti biasa sejak 2 hari yang
lalu. Setahun lalu, pasien mengaku banyak makan dan minum namun tidak disertai
dengan peningkatan berat badan yang sesuai. Buang air kecil sering terutama pada
malam hari ± 5 kali. Buang air besar tidak ada keluhan. Terkadang pasien juga
merasakan kesemutan pada kedua kakinya yang dirasakan hilang timbul. Pasien
mengaku jarang berolahraga. Enam bulan lalu pasien berobat ke Puskesmas dan
dinyatakan kencing manis dengan gula darah 200g/dl. Oleh karena itu, sebulan sekali
pasien sering kontrol untuk pemriksaan gula darah.

3. Riwayat penyakit dahulu:


a. Riwayat Hipertensi : (-)
b. Riwayat Asma : (-)
c. Riwayat Alergi Obat : (-)
d. Riwayat Sakit Jantung : (-)
4. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : (-)

4
b. Riwayat Hipertensi : (-)
c. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
5. Riwayat kebiasaan
Pasien lebih banyak menghabiskan waktu di rumah..
a. Merokok : (-)
b. Kebersihan badan : Mandi 2x sehari
c. Olah raga : Pasien jarang olahraga
6. Riwayat sosial ekonomi

Pasien memiliki tiga anak , semua anaknya telah menikah dan sekarang pasien tinggal
bersama anak kedua. pasien masih bekerja sebagai pedagang hingga sekarang . Suami
pasien telah meninggal.
7. Riwayat gizi

Pasien untuk makan sehari-harinya biasanya tidak teratur biasanya 3-4 kali dengan
porsi 1 piring . Pasien juga mengurangi konsumsi gula.
8. Anamnesis sistem
a. Kulit : warna kulit sawo matang
b. Kepala : sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada,
rambut kepala tidak rontok,luka pada kepala tidak ada, benjolan/borok di kepala
tidak ada
c. Mata : pandangan mata tidak berkunang-
kunang, penglihatan tidak kabur dan ketajaman baik
d. Hidung :tersumbat dimetris tidak ada mimisan
dan tidak di ada kelainan pada indera penciuman
e. Telinga : pendengaran normal tidak ada
gangguan pada system pendengaran
f. Mulut : mulut kering, lidah terasa pahit, nafsu
makan baik
g. Tenggorokan : nyeri telan tidak ada dan tidak ada
pembesaran tonsil
h. Pernafasan : Irama : teratur

Jenis : tidak ada dispone, kusmaul, ceyne stokes

Suara nafas : vesikuler tidak ada stridor, wheezing dan ronchi

5
Sesak nafas : tidak ditemukan

i. Kadiovaskuler :

Irama jantung : belum diperiksa

Nyeri dada : tidak ada

Bunyi jantung : belum di periksa

CRT : belum diperiksa

Akral : belum di periksa


j. Gastrointestinal :

Nafsu makan : baik

Porsi makan : Porsi yang di sediakan dihabiskan

Minum : jumlah : 1500 cc/hari

jenis minuman : Air

Mulut :

Mulut : belum di periksa

Mukosa : belum diperiksa


k. Genitourinaria :

Kebersihan : bekum diperiksa

Urine :

Jumlah : 1000 (3-4 kali) cc/hari

Warna : Kuning

Bau : khas Urine

Alat bantu (kateter) : tidak memakai alat bantu perkemihan

Kandung kemih : belum diperiksa

Nyeri tekan : belum diperiksa

Gangguan : tidak ada anuria, oliguria, retensi, inkontinensia dan nocturia

l. Neuropsikiatri :

6
Neurologik : tidak ada kejang
Psikiatrik : tidak ada cemas dan stress
m. Muskuloskeletal dan integument :

Kemampuan pergerakan sendi : bebas tidak terbatas

Kekuatan otot : 5 5
5 5
Kulit : lembab tidak kering dan tidak ada eksoriasis

Warna kulit : Normal tidak ada icterus, sianosis, kemerahan, pucat dan
tidak ada hiperpigmentasi

Turgor : baik

Oedema : tidak ada oedema

n. Ekstremitas : Atas : tidak ada kelainan dan


pembengkakan

Bawah : baik

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
Kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan cukup

2. Tanda vital dan status gizi


 Tanda Vital
Nadi : 86x/menit, regular, sis cukup, simetris
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,60C
Tensi : 110/70 mmHg
 Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 65 kg
TB : 150 cm
BB/(TB)2 = 70/(1.50)2 = 28,8
BMI < 18,5 = Kurang

7
BMI 18,5 – 23,9 = Normal
BMI 25 – 26,9 = Gemuk (gizi lebih)
BMI ≥27 = Obesitas
Status Gizi Gizi Lebih (Obesitas)
3. Kulit
Warna : Sawo matang tidak ikterik dan sianosis
Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, tidak
ditemukan atrofi m. temporalis, makula, papula, nodula, kelainan mimik wajah/bells
palsy
3. Mata
(-)
5. Hidung
(-)
6. Mulut
Bibir tidak pucat, bibir tampak kering, lidah bersih, papil lidah tidak mengalami natrofi,
tepi tidak lidah hiperemis dan tidak tremor
7. Telinga
(-)
8. Tenggorokan
(-)
9. Leher
(-)
10. Thoraks
(-)
11. Abdomen
(-)
12. Sistem collumna vertebralis
(-)
13. Ektremitas: palmar eritema Normal

akral dingin oedem

14. Sistem genetalia

8
(-)

15. Pemeriksaan neurologi

(-)

16. Pemeriksaan psikis


Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriat
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk :realistik
isi : tidak ada waham, halusinasi, ilusi
arus : koheren
Insight : baik
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

E. Resume
Dari hasil anamnesis didapatkan :
(-)
F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan penderita adalah:
1. Non medika mentosa
a. Jika terdapat keluhan, segera periksa kembali ke
puskesmas/RS agar segera mendapatkan penanganan.
b. Edukasi kepada pasien tentang kepatuhan minum obat.
c. Edukasi kepada pasien tentang terapi nutrisi/diet pada
diabetes.
d. Olahraga secara teratur yang disesuaikan dengan
kondisi tubuh.
e. Edukasi tentang penyulit/komplikasi diabetes melitus
2. Medikamentosa
Pendekatan terapeutik
- Glibenclamide 5mg 1x sehari pagi hari sebelum makan.

9
BAB III

PENGELOLAAN PASIEN
(PATIENT MANAGEMENT)

A. Patient Centered Management

Medikamentosa
Pendekatan terapeutik
Pemberian Glibenclamide 5mg 1x sehari pagi hari sebelum makan.

Non medikamentosa
1. Rencana promosi dan pendidikan kesehatan kepada pasien dan kepada keluarga
a. Memberikan motivasi kepada keluarga untuk memperbaiki pola makan dan kurangi
minuman yang mengandung banyak gula
b. Memberikan motivasi kepada pasien untuk keteraturan meminum obat
c. Memberikan motivasi kepada pasien untuk rajin berolahraga
d. Baik dokter maupun keluarga harus memberikan motivasi sehingga mental pasien
menjadi lebih kuat dalam menghadapi penyakit dan masalah ekonominya.
2. Rencana edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga
a. Menjelaskan dan memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit diabetes
mellitus dan komplikasinya.

10
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk mencegah penyakit ini
dengan pola hidup sehat seperti rutin minum obat, rajin berolahraga, kurangi makan
dan minum yang mengandung banyak gula
c. Harus minum obat dengan benar.
B. Prevensi Bebas Penyakit untuk Keluarga Lainnya (Orangtua dan Anggota Keluarga
Lainnya )

Pada prinsipnya secara pencegahan diabetes melitus adalah mengenai pola hidup
sehat baik terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar agar terhindar dari berbagai
penyakit khususnya diabetes melitus.
1. Secara umum untuk menghindari penyakit diabetes melitius adalah dengan
membiasakan menerapkan pola hidup keluarga sehat dan bersih dengan mengonsumsi
makanan bergizi secara seimbang, menghindari makanan kaya karbohidrat dan
minuman manis secara berlebihan, dan beraktivitas fisik minimal 30 menit per hari.
2. Bagi keluarga dengan riwayat memiliki faktor keturunan diabetes melitus, pemahaman
tentang penyakit diabetes melitus merupakan pengetahuan yang wajib dimiliki sehingga
edukasi tentang penyakit ini khususnya untuk pencegahan dan monitoring perlu
ditanamkan. Edukasi dan anjuran untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
secara teratur merupakan kewajiban petugas pelayanan kesehatan.

11
BAB IV

HASIL IDENTIFIKASI FAKTOR KELUARGA DAN LINGKUNGAN

A. Faktor Keluarga

1. Struktur keluarga
Keluarga Ny. S termasuk keluarga patriakal dimana yang dominan dan memegang
kekuasaan dalam keluarga adalah Ny. S.

2. Bentuk keluarga
Bentuk Keluarga : Nuclear family
Alamat lengkap : desa kejagan dusun kejagan RT 10 rw 2

Genogram Keluarga Ny. S (Lihat Gambar III.1)


Ny. S (6) adalah anak sulung dari 4 bersaudara. Kedua orang tuanya sudah meninggal
dunia. Hidup dengan anak kedua dan dikaruniai dua orang anak perempuan dan satu
laki-laki. Dalam satu rumah tinggal 3 orang anggota keluarga anak dan menantu.

3. Pola interaksi keluarga


Pola interaksi antar anggota keluarga berjalan dengan baik (Lihat Gambar III.1).
Interaksi sntara ayah dengan anak, anak satu dengan anak lainnya serta anak dengan ibu

12
dan sebaliknya berjalan dengan baik dalam suatu harmoni hubungan keluarga yang baik
pula.

Keterangan :

: Hubungan baik

: Hubungan tidak baik

Gambar IV.1: Diagram Pola Hubungan Interaksi antara Ny. S dan Anggota
Keluarganya yang Lain (Sumber: Informasi dari Ny. S, 2018).

4. Tingkah laku pasien dan anggota keluarga (metode


pertanyaan sirkuler);

Metode menggunakan pertanyaan sirkuler ini berfungsi untuk mengetahui siapa


secara individual anggota keluarga yang mendukung atau menentang pasien (Ny. S)

13
apabila yang bersangkutan berbuat sesuatu baik yang merugikan atau menguntungkan
kesembuhan penyakitnya.

(1) Ketika pasien jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh keluarganya ?
Jawab :
keluarga pasien langsung mengantarkan pasien berobat ke puskesmas dan rutin
melakukan kontrol terhadap kesehatan pasien
Ketika pasien seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain? Jawab:
Ikut mendukung dan membantu apa yang telah diputuskan. Bila perlu ikut ke
Puskesmas menemani dan menjaga pasien.
(2) Jika butuh dirawat inap, izin siapa yang dibutuhkan?
Jawab:
Dibutuhkan izin dari anak ke 2 pasien sebagai kepala keluarga.
Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan pasien?
Jawab:
Anggota keluarga yang terdekat dengan pasien adalah anak kedua pasien.
(3) Selanjutnya siapa?
Jawab:
Selanjutnya adalah anak pertama dan ketiga pasien.
(4) Siapa yang secara emosional jauh dari pasien?
Jawab: tidak ada.
(5) Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Suami dan anak pasien selalu tidak setuju dengan pasien apabila hal tersebut dapat
mengganggu kesehatan pasien.
(6) Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :
Tidak ada.

Kesimpulan:

(7) Keluarga pasien selalu mendukung hal-hal yang positif dan tidak setuju apabila ada
hal-hal negatif dan mengganggu kesehatan keluarganya. Hubungan antara Ny. S dan
keluarganya baik dan dekat
B. Penyakit karena Faktor Genetik

14
Dari informasi Ny. S diperoleh keterangan bahwa tidak ada anggota keluarga atau
famili terdekat (kakek, nenek, paman, bibi) yang menderita Diabetes Melitus (Lihat
Gambar IV.2) .

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien (Penderita D.M.)

15
: Meninggal dunia

Gambar IV.2: Genogram Keluarga Ny. S (60) (Sumber: Keterangan Ny. S., 2020)
C. Fungsi Keluarga

1. Fisiologi keluarga (identifikasi dengan metode APGAR)


APGAR score (disesuaikan dengan Supriana, 2010)
Metode penilaian fisiologis keluarga adalah metode untuk mengetahui fungsi
keluarga secara kualitatif dalam menanggapi, menerima atau menilai
kehadiran penderita (Ny. S) sebagai anggota keluarga tentang:
(1) Adaptation (adaptasi) yaitu kualitas penerimaan anggota keluarga dalam menerima
kenyataan bahwa yang bersangkutan (Ny. S) sedang mengalami penyakit (Diabetes
Melitus). Kualitas tersebut menyangkut : tingkat penerimaan keluhan dan tingkat
dukungan/motivasi anggota keluarga dalam kesembuhan/ mengatasi penyakitnya.

Contoh:
Tabel IV.1: APGAR tentang Adaptation (Pernyataan Anggota Keluarga thd
Keadaan dan Perilaku Ny. S.)

No. Pernyataan anggota keluarga thd keadaan dan perilaku Ya Ka- Tdk
Ny. S. dang
2
1. Ikhlas menerima atas beban akibat Ny S sakit DM √
2 Memotivasi Ny S dalam hal mengurangi konsumsi √
karbohidrat.
3 Memotivasi Ny. S dalam hal mengatur frekuensi makan. √
4 Memotivasi Ny. S dalam beraktivitas fisik. √
5 Mengingatkan Ny. S. untuk rutin minum obat √
6 Memotivasi Ny. S bila waktunya kontrol ke yankes. √
7 Bersedia mengantar Ny. S untuk kontrol ke yankes √
8 Menerima bila Ny. S mengeluh karena makanan dibatasi
9 Tidak menerima keluhan bila Ny.S bosan minum obat. √
10 Tidak menerima keluhan saat Ny. S malas beraktivitas √
fisik
Skor total 10 4
Jawaban Ya diberi skor = 2, kadang-2 skor = 1 dan tidak skor = 0.
Berilah nilai :
- Nilai 2 (menerima) bila nilai pernyataan keluarga > 15 (>75%)
- Nilai 1 (kurang menerima) bila nilai pernyataan keluarga 12 -15 (60-75%)
- Nilai 0 (tidak menerima) bila nilai pernyataan keluarga < 12 (<60%)
Skor total =14 diberi nilai 2 artinya anggota keluarga kurang menerima keluhan
Ny. S. (Nilai Adaptation = 1) (masukkan ke Tabel IV.6)

16
(2) Partnership (kerjasama) yaitu kualitas kerjasama (harmonisasi) antara anggota
keluarga dalam mengatasi setiap masalah penyakit Ny. S.
Contoh:
Tabel IV.2: APGAR tentang Partnership (Pernyataan Kesepakatan Bersama
antar Anggota Keluarga terhadap Perilaku Ny. S).

No. Pernyataan harmonisasi (kesepakatan bersama) antar Ya Ka- Tdk


anggota keluarga terhadap perilaku Ny. S. dang
2
1. Keluarga sepakat atas beban akibat Ny S sakit DM √
2 Kesepakatan bia Ny S tidak mampu mengurangi √
konsumsi karbohidrat.
3 Kesepakatan bila Ny. S tidak bisa mengatur frekuensi √
makan.
4 Kesepakatan bila Ny. S tidak rajin beraktivitas fisik. √
5 Kesepakatan bila Ny. S. tidak rutin minum obat √
6 Kesepakatan bila Ny. S malas kontrol ke yankes. √
7 Kesepakatan bila Ny. S tdak kontrol ke yankes √
8 Kesepakatan bila Ny. S mengeluh karena makanan √
dibatasi
9 Kesepakatan bila Ny.S bosan minum obat. √
10 Kesepakatan bila Ny. S malas beraktivitas fisik √
Skor total 20
Jawaban Ya diberi skor = 2, kadang-2 diberi skor = 1 dan tidak diberi skor = 0.
Kemudian berilah nilai :
- Nilai 2 bila skor pernyataan keluarga > 15 (harmonis) (>75%)
- Nilai 1 bila skor pernyataan keluarga 10 -15 (kurang harmonis) (60-75%)
- Nilai 0 bila skor pernyataan keluarga < 10 (tidak harmonis) (<60%)
Skor total = 20 diberi nilai = 2 artinya keluarga tetap harmonis menghadapi
perilaku Ny. S. (berilah nilai partnership = 2 pada Tabel IV.6)

(3) Growth (tingkat kedewasaan/kesabaran) menunjukkan tingkat kesabaran anggota


keluarga Ny.S dalam menghadapi penyakitnya walaupun kadang menganggu
terutama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari guna mengurus kehidupan
keluarganya.

Contoh:
Tabel IV.3: APGAR tentang Growth (Pernyataan Kedewasaan/ kesabaran
Anggota Keluarga terhadap Perilaku Ny. S).
No. Pernyataan kedewasaan/kesabaran anggota keluarga Ya Ka- Tdk
terhadap perilaku Ny. S. dang
2
1. Tidak terganggu atas beban akibat Ny S sakit DM √
2 Memahami saat Ny S tidak mampu mengurangi √
konsumsi karbohidrat.
3 Memahami saat Ny. S tidak bisa mengatur frekuensi √
makan.
4 Memahami saat Ny. S tidak rajin beraktivitas fisik. √
5 Memahami saat Ny. S. tidak rutin minum obat √
6 Memahami saat Ny. S malas kontrol ke yankes. √
7 Memahami saat Ny. S tidak kontrol ke yankes √
8 Memahami saat Ny. S mengeluh karena makanan dibatasi √

17
9 Memahami saat Ny.S bosan minum obat. √
10 Memahami saat Ny. S menolak anjuran beraktivitas fisik √
Skor total 6 4 0
(4) Affection (hubungan kasih sayang) yaitu tingkat hubungan kasih sayang dalam berinteraksi
antara anggota keluarga dalam menghadapi perilaku Ny. S.

Contoh:
Tabel IV.4: APGAR tentang Affection (Pernyataan Kasih Sayang Anggota
Keluarga terhadap Perilaku Ny. S).

No. Pernyataan kasih sayang anggota keluarga terhadap perilaku Ny. Ya Ka- Tdk
S. dang2
1. Sering menghibur atas keluhan akibat Ny S sakit DM √
2 Sering menasihati bila Ny S tidak mampu mengurangi konsumsi √
karbohidrat.
3 Sering menasihati bila Ny. S tidak bisa mengatur frekuensi √
makan.
4 Sering mengingatkan dan mendorong bila Ny. S tidak rajin √
beraktivitas fisik.
5 Sering mengingatkan bila Ny. S. tidak rutin minum obat √
6 Sering mengingatkan bila Ny. S malas kontrol ke yankes. √
7 Sering mengingatkan Ny. S bila sudah waktunya kontrol ke √
yankes
8 Sering menasihati bila Ny. S mengeluh karena makanan dibatasi √
9 Sering mengingatkan bila Ny.S bosan minum obat. √
10 Sering memotivasi dan mendorong saat Ny. S malas beraktivitas √
fisik
Skor total 20 0 0
Jawaban Ya diberi skor = 2, kadang-2 diberi skor = 1 dan tidak diberi skor = 0.
Kemudian berilah nilai :
- Nilai 2 bila skor pernyataan keluarga > 15 (kasih sayang) (>75%)
- Nilai 1 bila skor pernyataan keluarga 10 -15 (kurang kasih sayang) (60-75%)
- Nilai 0 bila skor pernyataan keluarga < 10 (tidak sayang) (<60%)
Skor total = 20 diberi nilai = 2 artinya keluarga tetap kasih dan sayang
menghadapi perilaku Ny. S. (berilah nilai affection = 2 pada Tabel IV.6)

(5) Resolve (kebersamaan) yaitu tingkat keterlibatan/kebersamaan anggota keluarga


Ny.S dalam mengambil bagian pada setiap kesempatan untuk menghadapi setiap
masalah keluarga.
Contoh:
Tabel IV.5: APGAR tentang Resolve (Pernyataan Anggota Keluarga tentang
Kebersamaan dalam Membantu Mengatasi Penyakit Ny. S).

No. Pernyataan anggota keluarga tentang kebersamaan dalam Ya Ka- Tdk


membantu mengatasi penyakit Ny. S. dang
2
1. Saling membantu dalam mengatasi beban akibat Ny S √
sakit DM
2 Saling mengingatkan bila Ny S tidak mengurangi √
konsumsi karbohidrat.
3 Saling mengingatkan bila Ny. S tidak bisa mengatur √
frekuensi makan.
4 Saling mengingatkan dan mendorong bila Ny. S tidak rajin √

18
beraktivitas fisik.
5 Saling mengingatkan bila Ny. S. tidak rutin minum obat √
6 Saling mengingatkan bila Ny. S malas kontrol ke yankes. √
7 Saling mengingatkan bila Ny. S sudah waktunya kontrol √
ke yankes
8 Saling menasihati bila Ny. S mengeluh karena makanan √
dibatasi
9 Saling mengingatkan bila Ny.S bosan minum obat. √
10 Saling mendorong bila Ny. S malas beraktivitas fisik √
Skor total 20 0 0
Jawaban Ya diberi skor = 2, kadang-2 diberi skor = 1 dan tidak diberi skor = 0.
Kemudian berilah nilai :
- Nilai 2 bila skor pernyataan keluarga > 15 (harmonis) (>75%)
- Nilai 1 bila skor pernyataan keluarga 10 -15 (kurang harmonis) (60-75%)
- Nilai 0 bila skor pernyataan keluarga < 10 (tidak harmonis) (<60%)
Skor total = 20 diberi nilai = 2 artinya keluarga tetap harmonis menghadapi
perilaku Ny. S. (berilah nilai partnership = 2 pada Tabel IV.6)

Mengevaluasi nilai APGAR (Fisiologi keluarga dalam menghadapi Ny. S sebagai


pasien diabetes melitus)

Untuk mengevaluasi fungsi keluarga dalam menghadapi Ny. S sebagai pasien


diabetes melitus dapat digunakan Tabel IV.6 untuk membantunya. Kriterian nilai
APGAR mempunya maksud sebagaimana kriteria sebagai berikut:

Kriteria nilai APGAR:

Nilai < 5 : Ada permasalahan peranan keluarga dalam menghadapi pasien Ny. S
yang memerlukan intervensi (dipandang keluarga perlu bantuan dari pihak luar dalam
mengatasi masalah Ny. S).

Nilai 6 – 7 : Permasalahan keluarga lebih ringan dan memerlukan intervensi

Nilai 8 – 10 : fungsi keluarga dalam keadaan baik dan tidak memerlukan intervensi

Tabel IV.6: Temuan dan Nilai Fungsi Keluarga Ny. S menurut Metode APGAR.

Skor
FAKTOR TEORI TEMUAN
2 1 0
Adaptation Bagaimana dukungan dari √
keluarga apabila ada salah
seorang anggota keluarga
mengalami masalah,
terutama untuk masalah Anggota keluarga kurang
kesehatan. Adakah saling menerima keluhan Ny. S.
keterbukaan di dalam
keluarga tersebut
(Notoatmodjo, 2003).

19
Komunikasi yang terjalin
antara anggota keluarga. Dalam menghadapi
Apakah pada saat salah satu persoalan yang menyangkut
anggota keluarga memiliki Penyakit Ny. S komunikasi
Partnershi masalah, terutama untuk antar anggota keluarga

p masalah kesehatan, tingkat kebersamaannya
didiskusikan bersama harmonis
bagaimana pemecahannya
(Notoatmodjo, 2003).

Apakah keluarga tersebut Anggota keluarga kurang


dapat memenuhi sabar terhadap sikap Ny. S.
kebutuhan-kebutuhannya yang tidak mau mengerti
Growth √
(Notoatmodjo,2003). cara mencegah penyakitnya
agar tidak mengalami
komplikasi.
Hubungan kasih sayang dan Saya puas dengan cara
interaksi antar anggota keluarga saya
keluarga (Notoatmodjo, mengekspresikan kasih
Affection
2003). sayangnya dan merespon
emosi yang disebabkan √
penyakit saya.
Kepuasan di dalam keluarga Saya puas dengan cara
akan waktu dan keluarga saya membagi
kebersamaan yang waktu dengan
diluangkan oleh masing- mementingkan
Resolve √
masing anggota keluarga kebersamaan.
bagi keluarganya
(Notoatmodjo, 2003). Kebersamaan keluarga
baik/ memuaskan Ny. S.
Total Skor 8
Hasil Analisis dan temuan:

Total dari nilai APGAR keluarga Ny. S adalah 8. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis keluarga Ny. S dalam keadaan baik dan tidak perlu
intervensi. Namun ada beberapa catatan yang terkait dengan perilaku Pasien
Ny. S sebagai berikut:

(1) APGAR yang menyangkut adaptation, anggota keluarga kurang menerima


keluhan Ny. S. yaitu terkait dengan kebiasaan atau pola makan dan pola
hidup yang tidak sesuai dengan anjuran kesehatan dan

(2) APGAR tentang growth anggota keluarga kurang sabar terhadap sikap Ny. S.
yang tidak mau mengerti cara mencegah penyakitnya agar tidak mengalami
komplikasi yang secara rinci adalah:
(a)Pola makan yang tidak baik
(b)Aktivitas fisik yang sangat kurang;
(c)Tidak teratur minum obat dan
(d)Sering terlambat dalam pemeriksaan kesehatan (kontrol kesehatan).

20
2. Patologi lingkungan keluarga (Identifikasi patologi lingkungan dengan
metode SCREEM)

Metode SCREEM digunakan untuk mengidentifikasi adanya kendala yang


dihadapi keluarga pasien (Ny. S) yang menyangkut persoalan interaksi
Social, penerimaan Cultural, agama (Religious), tingkat Economi, tingkat
pendidikan (Education) serta tingkat pelayanan Medis (Medical) tentu saja
yang terkait dengan penyakit Ny. S.
(1) Social (kendala sosial) yaitu kualitas keterlibatan Ny. S beserta keluarga
pada kegiatan-kegiatan masyarakat sekitar yang ditunjukkan dengan
intensitas partisipasi terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.
(2) Cultural (budaya) yaitu kualitas kebanggaan Ny. S dan keluarga terhadap
budaya yang ditunjukkan dengan sikap dan perilaku sesuai tata krama, adat
dan budaya yang berlaku di masyarakat sekitar.
Religius (Agama) yaitu kualitas ibadah pada suatu agama dari Ny. S dan
keluarga yang ditunjukkan dengan intensitas peribadatan utama (wajib)
(3) yang dilakukan baik dalam keluarga maupun bersama masyarakat
(jemaah).
(4) Economic (Ekonomi) yaitu penggolongan masyarakat menurut derajat
ekonomi (tingkat penghasilan keluarga) yang secra kualitatif
dikelompokkan menjadi ekonomi tingkat atas, menengah dan bawah.
(5) Education (pendidikan) yaitu penggolongan masyarakat secara kualitatif
menurut tingkat pendidikan terakhir yang umumnya diraih oleh kepala
keluarga, yang distratakan menjadi tingkat pendidikan tinggi, menengah dan
rendah.
(6) Medical (medis) yaitu derajat pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada seseorang (Ny. S).
Tabel IV.7: Temuan dan Tekanan Patologi Sosial Keluarga Ny. S menurut Faktor
SCREEM di Desa Pekarungan, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo.

21
FAKTOR TEMUAN PATHOLOGi SOSIAL TPS*)
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan _
saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun
Sosial banyak keterbatasan. Empati tetangga cukup baik apabila ada
tetangga yang sakit seperti berkunjung untuk menengok sewaktu
di Rmah Sakit.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat _
dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
Cultural lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering
mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, dll.
Menggunakan bahasa Jawa dan menjaga tata krama dan
kesopanan
Pemahaman agama cukup baik. Sholat 5 waktu di jalani dengan –
baik. Dan setiap sholat sebisa mungkin mereka sholat bersama. Di
Religius dalam rumah pasien juga memiliki tempat beribadah khusus yang
tidak tercampur dengan ruangan lain. Umumnya masyarakat di
sekitar beragama Islam. Tidak pernah terjadi konflik dengan
pemeluk agama lain.
Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawahsehingga -
Ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan masih diprioritaskan pada
pemenuhan kebutuhan primer.
Pendidikan anggota keluarga yang masih rendah karena -
Edukasi pendidikan tertinggi dalam keluarga adalah lulusan SMP
Pasien menggunakan pelayanan kesehatan di Puskesmas dengan _
Medical kartu BPJS Kesehatan yang memadai. Dalam mencari pelayanan
kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas hal ini
mudah dijangkau karena letaknya dekat. Adakah kesulitan biaya,
khususnya akomodsi dan transportassi...

Keterangan:
*) Tekanan Patologi Sosial
(-)
Hasil Analisis
Pasien dan keluarga yang tinggal di Desa kejagan dusun kejagan RT 10 RW 2
mojokerto tidak mengalami kendala tekanan patologis di social.

D. Faktor Lingkungan
(belum ada informasi )

22
BAB V

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis mengenai karakteristik perilaku pasien dan keluarga yang terdapat
dalam “bentuk keluarga”, pola interaksi, pertanyaan sirkuler, identifikasi informasi penyakit
genetik, fisiologi keluarga (metode APGAR), patologi lingkungan keluarga (metode
SCREEM) maupun faktor-faktor risiko tentang faktor perilaku, faktor lingkungan (fisik,
sosial dan ekonomi) dan faktor pelayanan kesehatan, maka dapat dirumuskan sebagai
temuan masalah yang terkait dengan Ny. S dan keluarga serta masyarakat sekitar yang
kemudian divisualisasikan dalam bentuk diagram Blum (Lihat Gambar IV.1).

A. Temuan Masalah

1. Masalah Aktif (individu pasien):

a. Ny, S. Menderita Diabetes Melitus.

23
b. Ny. S. Tidak memahami tentang penyakit Diabetes Melitus
c. Pola hidup tidak teratur
d. Pola hidup Ny. S berpotensi mempercepat terjadinya komplikasi penyakitnya
2. Faktor perilaku
a. Pola makan yang tidak sesuai anjuran
b. Kurangnya berolahraga atau kegiatan fisik lainnya.
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
(-)
b. Lingkungan sosial/budaya
1) Kondisi sosial ekonomi menengah kebawah
2) Tingkat pendidikan yang rendah
3) Pola hidup sehat belum membudaya ditengah masyarakat
4. Faktor pelayanan kesehatan
a. Kurang optimalnya komunikasi nakes dan pasien
b. Kurangnya media informasi/promosi kesehatan
5. Faktor genetik (tidak dijumpai)
Untuk menentukan hubungan dari berbagai temuan permasalahan tersebut di atas
dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu menggunakan Konsep Blum (Gambar IV.1)
dan pendekatan melalui Konsep Fish bone. Kedua pendekaatan ini sama saja yaitu
memecahkan masalah dari penyakit DM dari Ny. S. Masalah yang dihadapi oleh Ny. S
adalah “Bagaimana mengendalikan dan mencegah terjadinya komplikasi penyakit
DM dari Ny. S?”

B. Analisis

Yang dimaksud analisis di sini adalah bagaimana penjelasan mengenai penyakit


pasien (Diabetes Melitus yang diderita Ny. S) terjadi dan kemungkinan berkembang
mengarah terjadi komplikasi. Untuk membantu mempermudah analisis permasalahan yang
dihadapi pasien Ny. S ini digunakan alat bantu diagram H.L. Blum. Blum (1987)
menyatakan bahwa derajat kesehatan atau kejadian suatu penyakit di masyarakat
dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan (Gambar V.1). Apabila kasus Ny. S, beserta keluarga dan masyarakat
di skitar dipandang sebagai kesatuan sosial maka dapat dinyatakan bahwa kejadian DM

24
Ny. S dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perlaku, pelayanan kesehatan dan keturunan
dari keluarga Ny. S.

Faktor Genetik
Tidak ditemukan

Faktor Perilaku
Faktor Pelayanan kesehatan
 Kurangnya pengetahuan
ibu tentang Diabetes STATUS PASIEN  Kurangnya komunikasi
Mellitus dan Ny. S (60) nakes dan pasien
komplikasinya (Diabetes Melitus)  Kurangnya media
 Pola makan yang tidak informasi/promosi
sesuai anjuran kesehatan
 Kurangnya berolah-raga

Faktor Lingkungan
 Kondisi sosial ekonomi
menengah kebawah
 Tingkat pendidikan
25 masyarakat yang rendah
 Dukungan dari masyarakat
yang masih belum optimal
untuk menjaga pola hidup
Gambar V.1: Diagram Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus dari Ny. S. (Modifikasi
Diagram Blum).

1. Faktor lingkungan

a. Kondisi sosial ekonomi Keluarga Ny. S termasuk kelompok menengah kebawah. Kondisi
masyarakat demikian akan berpengaruh terhadap perilaku yang dinilai kurang produktif,
seperti kebiasaan tidak berolah raga, kepatuhan membayar BPJS dan sebagainya yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan yang tidak baik terhadap DM.

b. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang
umumnya masih rendah membawa pengaruh yang tidak menguntungkan pada pasien DM
karena tingkat pendidikan umum yang rendah dapat dikatakan analog dengan tingkat
pengetahuan yang rendah pula tentang suatu penyakit termasuk DM.
c. Dukungan dari lingkungan masyarakat yang masih belum optimal untuk menjaga pola hidup
sehat. Pola hidup dan perilaku dalam keseharian dari masyarakat akan menjadi arus yang
membawa kebiasaan pasien dimana dia tinggal. Pola hidup masyarakat sekitar pasien yang
kurang sehat juga tidak mendukung terjadinya pasien terhindar dari komplikasi DM.
2. Faktor perilaku
a. Pengetahuan yang rendah tentang penyakit DM dan komplikasinya ditunjukan
dengan perilaku pasien yang tidak teratur minum obat dan gaya hidup yang tidak
sehat seperti tidak rajin berolah raga. Hal demikian akan membawa pasien kepada
risiko terjadinya komplikasi terhadap penyakitnya.
b. Dengan tingkat sosial ekonomi rendah, penghasilan per bulan kurang lebih
2.000.000 rupiah, cenderung memanfaatkan penghasilannya pada keperluan-
keperluan primer yang dianggap sangat menentukan dalam kehidupan keluarganya,
sehingga abai terhadap kepentingan pembiayaan kesehatan seperti tidak membayar
BPJS.

26
c. Pola hidup yang tidak sehat seperti kurangnya berolah raga, tidak mengatur pola
makan dengan baik menyebabkan penyakitnya tidak terkendali dengan baik
sehingga lebih berisiko terjadinya komplikasi.

3. Faktor pelayanan kesehatan

a. Kurangnya komunikasi nakes dan pasien. Komunikasi tenaga kesehatan dan pasien
terbatas pada waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas. Apalagi ditunjang dengan
kebiasaan pasien yang tidak rutin memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan sehingga
akan memperburuk perkembangan penyakitnya.
b. Kurangnya media informasi/promosi kesehatan. Media informasi umumnya masih bersifat
umum. Media komunikasi secara spesifik khusus mengenai penyakit kronis bisa diperoleh
melalui program Prolanis. Namun program ini belum banyak dikenal masyarakat.
C. Pembahasan

Petunjuk: Teknik pembahasan dapat dilakukan dengan cara membuat rumusan


rangkaian kegiatan pemecahan masalah secara holistik dan komprehensif.
Dengan rangkaian kegiatan tersebut secara menyeluruh dapat memecahkan
permasalahan yang telah dirumuskan dalam diagram Blum. Sebagai contoh
rumusan rangkaian kegiatan pemecahan masalah secara holistik dan komprehensif
(dari faktor risiko Ny. S) misalnya melalui kegiatan:
1. Mengatur pola hidup untuk mencegah Diabetes Melitus;
2. Mengendalikan penyakit Diabetes Melitus;
3. Edukasi keluarga Ny. S tentang penyakit diabeles melitus.
4. Edukasi masyarakat tentang penyakit Diabete Melitus.
Dengan membahas 4 kegiatan tersebut maka masalah yang terkait dengan
penyakit Ny. S, keluarga dan masyarakat sekitar dapat teratasi secara holistik dan
Dalam mengatasi masalah Ny. S (60) dengan status sebagai pasien diabetes
melitus yang tinggal di tengah-tengah masyarakat Desa Pekarungan Kecamatan
Sukodono, Kabupaten Sidoarjo dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengatur pola hidup untuk mencegah DM

Pola hidup dapat dikatakan sebagai suatu model yang menjadi kebiasaan yang
dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-hari seperti pola makan, pola
mengalokasikan waktu dan pola melakukan kegiatan fisik.

a. Pola makan

Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang
dimakan. Makanan cepat saji (umumnya kaya akan karbohidrat dan lemak)
berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh (IMT) sehingga seseorang

27
dapat menjadi obesitas. (Jayanti, 2017). Kelompok obesitas mempunyai risiko 7,14
kali lebih besar untuk menderita DM dibandingkan dengan kelompok indeks massa
tubuh (IMT) normal (Trisnawati dan Setyorogo, 2013).

Untuk mencegah terjadinya obesitas atau peningkatan kadar gula darah


mengubah pola makan dengan proporsi yang seimbang antara karbohidrat protein
dan lemak serta kaya akan serat, sayur dan mineral merupakan salah satu cara dalam
menata pola makan yang sehat.

b. Aktivitas fisik/bekerja

Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot untuk
menghasilkan energi ekspenditur. Untuk menjaga kesehatan tubuh dibutuhkan
aktifitas fisik yang sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30
menit setiap harinya dalam seminggu. Penurunan berat badan atau pencegahan
peninglcatan berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik sekitar 60 menit
dalam sehari (Jayanti, 2017). Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang dapat
meningkatkan prevalensi terjadinya obesitas karena orang-orang yang kurang aktif
memerlukan kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan orang dengan aktivitas tinggi
(Humayrah, 2009).

Aktivitas fisik lebih dari 60 menit setiap hari seperti menyelesaikan pekerjaan
ibu rumah tangga (menyapu, mencuci, setrika, mengepel, memasak, merawat anak)
adalah aktivitas yang cukup memerlukan kalori sehingga penimbunan lemak atau
obesitas dapat dihindari.

c. Rutin berolah raga

Olah raga mengandung pengertian yang identik dengan aktivitas fisik yaitu
gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot untuk menghasilkan energi
ekspenditur. Rutinitas olah raga merupakan kegiatan yang konsisten dilakukan
dalam periode waktu tertentu misalnya 60 menit sehari setian 2 hari seminggu.
Diperlukannya rutinitas dengan tujuan agar kebugaran tubuh tetap terjaga, IMT
dapat dikendalikan sehingga kecenderunagan untuk mendapatkan Diabetes Melitus
dapat dicegah.

28
2. Mengendalikan penyakit DM

Pasien diabetes melitus seperti Ny. S harus mampu mengendalikan menyakitnya.


Pengendalian penyakit diabetes melitius pada prinsipnya adalah pengendalian kadar
gula darah. Tujuan utamanya adalah menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut
dari penyakit ini. Hal ini dapat dilakukan dengan:

a. Farmakologi

1) Obat antihiperglikemia oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5


golongan: (Askandar, 2015)

a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

b) Penghambat Alfa Glukosidase

c) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

d) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporte)

2) Terapi insulin

Terapi insulin ditunjukkan terutama pada penderita DM tipe 1, dan sebagian


penderita DM tipe 2 (Askandar, 2015).

b. Rutin minum obat

Minum obat yang telah disediakan dokter adalah kewajiban yang harus
dipatuhi dalam mengendalikan kadar gula darah. Apalagi kalau sudah harus terapi
insulin. Ketidakteraturan bahkan keterlambatan saja akan berakibat buruk bagi
pasien.

c. Rutin pemeriksaan kadar gula darah

Pemeriksaan kadar darah harus dilaksanakan scara rutin untuk menentukan


pengobatan yang tepat sehingga komplikasi dapat dikontrol.

3. Edukasi pasien (Ny. S) dan keluarga tentang penyakit DM

Adapun permasalahan yang ditemukan dalam diri pasien dan keluarganya sebagai
berikut menjadi pendorong tentang pentingnya pemberian edukasi yaitu yang
menyangkut (1) tingkat pendidikan yang rendah, (2) Tingkat pemahaman tentang
penyakit DM yang masih rendah, (3) pola makan yang tidak mendukung pengendalian

29
penyakitnya (DM), (4) Rendahnya motivasi berobat ke Puskesmas, (5) tidak peduli
pentingnya kartu BPJS Kesehatan dan (6) ketidak patuhan minum obat.

a. Mengubah tingkat pengetahuan/pemahaman

Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang.


Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik daripada orang dengan pendidikan yang rendah. Hal ini
berkaitan dengan kemudahan menerima informasi sehingga dengan adanya
pengetahuan tersebut dapat meningkatkan kesadaran dan motivasi dalam menjaga
kesehatannya. Sebaliknya pada seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah
akan tidak mudah untuk menerima dan mengerti pesan-pesan kesehatan yang
disampaikan sehingga pengetahuan yang dimiliki terbatas dan berdampak pada
misalnya pemilihan jenis makan yang tidak tepat dan pola makan yang tidak
terkontrol (Rohimah et al., 2016). Pemahaman tentang penyakit DM perlu dijelaskan
secara sederhana baik faktor risiko yang mendorong terjadinya penyakit tersebut
maupun pentingnya pengendalian kadar gula darah dengan kontrol secara teratur dan
minum obat secara rutin. Penyakit DM yang tidak dapat disembuhkan dengan
pengobatan harus ditanamkan betul-betul, sehingga dapat dicegah terjadinya
komplikasi. Ketidakpatuhan untuk pemeriksaan rutin dan minum obat secara teratur
akan berdampak buruk terhadap perkembangan penyakitnya.

b. mengubah sikap

Sikap untuk menerima informasi yang benar seperti rendahnya motivasi untuk
berobat ke Puskesmas dan pentingnya kartu BPJS sangat dipengarui oleh kesadaran
pasien beserta anggota keluarga yang lain. Perubahan sikap yang positif agar mampu
mengubah perilaku dalam menjaga kesehatan agar penyakitnya tidak berkembang
memburuk atau terjadi komplikasi perlu pendampingan yang terus menerus dari
anggota keluarga. Peran keluarga sangat penting untuk mengubah sikap dan perilaku
pasien agar mampu mengatasi masalah penyakitnya secara mandiri. Kebiasaan
aktivitas fisik seperti olah raga ringan, pengaturan pola makan dan kebiasaan-
kebiasaan buruk lain yang tidak sesuai dengan pencegahan komplikasi penyakitnya
perlu mendapatkan perhatian keluarga dengan sabar dan berkesinambungan.

c. Mengubah tingkah laku

30
Tingkah laku tentang pola makan yang tidak sehat, tidak rutin memeriksakan
diri ke fasilitas kesehatan dan ketidak patuhan minum obat merupakan gambaran
betapa masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman mengenai penyakit
DM yang diderita. Bahwa kebiasaan tersebut tidak pernah akan membawa
penyakitnya kearah lebih baik sama sekali belum disadari. Sekali lagi faktor
pendampingan keluarga untuk terus-menerus rutin memeriksakan diri ke Puskesmas,
minum obat teratur dan beraktivitas fisik secara cukup harus diupayakan menjadi
perilaku yang mutlak dilakukan secara berkesinambungan.

d. Mengubah perilaku keluarga

Terhadap anggota keluarga Ny. S yang tidak menderita diabetes melitus justru
harus memahami lebih dulu bagaimana cara mencegah agar tidak terkena diabetes
melitus, cara pengendalian dan pencegahan agar jangan sampai terjadi komplikasi.
Cara pencegahan telah disampaikan sebagaimana dijelaskan pada butir 1 di atas.
Pemahaman yang diperoleh keluarga dengan edukasi ini diharapkan akan mampu
dalam memberikan bantuan/ motivasi kepada Ny. S agar penyakitnya tidak berakhir
dengan komplikasi.

4. Edukasi masyarakat sekitar pasien tentang penyait DM

Deskripsi mengenai kasus DM pada Ny. S dan keluarganya kemung-kinan juga


merupakan ilustrasi apa yang terjadi pada masyarakat di sekitar kediamaan keluarga
pasien tersebut. Perilaku negatif Ny. S dalam menghadapi penyakitnya sepert tersebut
dia atas kemugkinan juga terbiasa seperti dilakukan masyarakat sekitarnya. Kebiasaan
olah raga di masyarakat yang belum menjadi kebutuhan hdup, pola makan yang tidak
sehat serta belum terbiasanya menjaga kesehatan sebelum sakit adalah kebiasaan tidak
baik yang masih banyak dijumpai di masyarakat-masyarakat dengan sosial budaya
seperti di sekitar kediaman Ny. S. Kegiatan kunjungan rumah (home visit) seperti
kunjungan rumah ke pasien Ny. S tersebut perlu dikembangkan dengan penyuluhan
kesehatan di sekitar kediaman pasien. Programnya dapat disusun secara sederhana
seperti:

a. Sasaran cukup pada kelompok ibu-ibu di satu wilayah RT misalnya.

b. Waktu disesuaikan dengan kegiatan sasaran, misalnya saat pertemuan di RT yang


bersangkutan.
31
c. Materi disampaikan secara sederhana, jelas dan lugas.

d. Sesekali dokter Puskesmas turun langsung. Biasanya apabila dokter turun langsung
masyarakat sangat antusias dan mengharapkan pertemuan berulang pada kesempatan
berikutnya.

BAB VI

KESIMPULAN SAN SARAN

A. KESIMPULAN

Secara prinsip kesimpulan adalah menjawab tujuan khusus, agar terjadi suatu laporan
yang unity/utuh, coherence/adanya keterpautan, dan emphasis/ penekanan pada
kasus.

1. Hasil anamnesis penyakit pasien

Hasil resume anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sampai pada
kerimpulan bahwa Ny. S (60) menderita Diabetes Melitus.

2. Hasil identifikasi metode manajemen pasien

Penanganan pasien dilakukan secara patient centered oriented.

3. Hasil identifikasi fungsi faktor keluarga dan lingkungannya:

32
a. Faktor keluarga: Keluarga Ny. S termasuk keluarga patriarkal, berbentuk nuclear
family, dengan interaksi antar anggota keluarga cukup baik dan dalam menghadapi
permasalahan penyakit Ny. S setiap anggota keluarga menunjukkan dukungan
terhadap pasien agar tidak berpengaruh buruk terhadap perkembangan penyakitnya.

b. Tidak ada faktor keturunan dari penyakit Diabetes Melitus yang diderita oleh Ny. S.

c. Hasil analisis metode APGAR menunjukkan bahwa fungsi anggota keluarga


khususnya penerimaan anggota keluarga Ny. S sebagai penderita DM baik-baik saja.
Sedangkan analisis patologi lingkungan metode SCREEM menunjukkan bahwa
keluarga Ny. S merasa ada tekanan secara finansial (ekonomi) dan edukasi sehingga
membatasi interaksinya dengan lingkungan.

d. Secara umum kondisi fisik tempat tinggal keluarga pasien belum memenuhi syarat
sanitasi sepenuhnya. Lingkungan sosial ekonomi keluarga Ny. S termasuk
lingkungan klas menengah ke bawah.

4. Hasil analisis faktor risiko


Faktor risiko dari pasien (Ny. S) sebagai penderita DM adalah sebagai berikut:
a. Pasien (Ny. S) menderita Diabetes Mellitus.
b. Perilaku pasien: pola hidup cenderung mempercepat terjadinya komplikasi.
c. Faktor lingkungan: secara fisik sanitasi tempat tinggal belum sepenuhnya baik,
lingkungan sosial belum mendukung pola hidup sehat karena masih tergolong pada
tingkat ekonomu menengah ke bawah.
d. Pelayanan kesehatan dari puskesmas belum merambah secara merata, seperti
pemahaman tentang DM belum banyak dikenal pasien, demikian juga program
Prolanis.

B. Saran-saran
Ada beberapa langkah dalam membantu memecahkan masalah keluarga Ny. S
diantaranya:
1. Mengatur pola hidup untuk mencegah DM dan komplikasi DM, yang menyangkut pola
makan, aktivitas fisik dan rutin berolah raga.
2. Mengendalikan penyakit DM untuk pasien dengan meminum obat atau terapi lain
secara teratur dan rutin untuk memeriksakan penyakitnya di Puskesmas.
3. Edukasi pasien dan keluarganya

33
Perubahan sikap dan perilaku pasien sangat membutuhkan pendampingan agar pasien
mampu mandiri dalam mengatasi masalah penyakitnya serta mampu menghindari
terjadinya komplikasi.
4. Edukasi masyarakat sekitar tempat tinggal pasien
Pentingnya mencegah DM sebelum menimpa pada diri mereka dengan mengubah
perilaku dan gaya hidup sehat dengan pola makan dan berkegiatan fisik atau olah raga
secara cukup yang menjadi kebutuhan hidup mereka.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2015. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes


Care; Vol 38(Suppl. 1): S8-16.

Boedisantoso, R.A., Soegondo, S., Suyono, S., Waspadji, S., Yulia, Tambunan dan Gultom.
2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Universitas Wijaya Kusuma Surabay – Fakultas Kedokteran, 2018. Modul Praktek


Kunjungan pasien di rumah (Home Visit).

Waspadji, S. 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan


Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed V, Jilid III. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

34
35

Anda mungkin juga menyukai