Anda di halaman 1dari 5

STUDI KASUS GUNUNG API STRATO BERDANAU KAWAH DI

KECAMATAN LICIN DAN KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN


BANYUWANGI DAN BONDOWOSO, JAWA TIMUR.

OLEH :

NURSYAFIRA
1704107010004

A. PENDAHULUAN
Bayuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur, yang mana
luasannya mencapai 5.782,50 km². Dari luasan tersebut terdapat banyak potensi
alam yang terhampar dari ujung utara hingga selatan. Di ujung timur pulau jawa
terdapat gubung ijen yang merupakan gunung berapi aktif yang terletak di
perbatasan antara Kabupaten Bayuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa
Timur, Indonesia.
Secara geografis, gunung ini memiliki ketinggian 2.443 mdpl (8015 ft)
dengan koordinat 8.058°S dan 114.242°E, gunung ini merupakan salah satu
gunung api yang mempunyai danau kawah di puncaknya dengan ukuran kawah
600 x 900 m, serta kedalamannya mencapai 180 m. Letusan yang
menghancurkan puncak gunung api di pegunungan ijen adalah gunung raung
dan gunung ijen.
Gunung Ijen dikelilingi oleh beberapa gunung lainnya, yaitu Gunung
Rante (2.664 mdpl), Gunung Raung (3.332 mdpl), Gunung Suket (3.332 mdpl)
dan Gunung Pendil (2.950 mdpl).

B. KAJIAN TEORI
Karakter dari letusan yang pernah terjadi dari pegunungan ijen adalah
freatik dan magmatik. Letusan freatik lebih sering terjadi karena gunung api ijen
berdanau kawah sehingga adanya kontak langsung atau tidak langsung antara air
dengan magma membentuk uap yang bertekanaan tinggi yang menyebabkan
terjadinya letusan.
Kawah Ijen dan gunung merapi merupakan dua gunung api kembar
(Taverne, 1926, hal. 89), sedangkan Neuman Van Padang (1951, hal. 139)
menulis bahwa kawah Ijen dibentuk oleh gunung api kembar dengan gunung
merapi yang telah padam, yang terdapat di tepi timur dari pinggir kaldera besar
Ijen. Kawah Ijen berbentuk elips karena perpindahan pipa kepundan. Dinding
kawah yang terendah terletak di sebelah barat dan merupakan hulu kali
Banyupait. Sekarang kawah berukuran 1160 m x 1160 m pada ketinggian antara
2386 dan 2148 m diatas muka laut. Danau kawah Ijen berukuran 910 x 600 m
pada ketinggian 2148 dan kedalaman 200m. Volume air danau sekitar 30 juta m³
(Takkano, dkk, 2000).
Dalam sejarahnya, letusan Gunung Ijen pernah menimbulkan kehancuran
besar dan menurut catatan Taverne (1926) dalam Kusumadinata (1979), Ijen
mengirim banjir lumpur air asam yang sebagian besar melalui Sungai
Banyupahit saat meletus pada tahun 1817, padahal sungai tersebut merupakan
hulu dari sungai Banyuputih yang lembahnya dihuni sebanyak 12.000 jiwa.
Bahkan, menurut Palmer, letusan tahun 1817 itu telah menumpahkan isi
danau dan menyebabkan banjir lumpur asam yang mencapai Kota Banyuwangi,
lebih dari 25 km dari Ijen.

C. PEMBAHASAN
Gunung Ijen merupakan gunung api aktif yang terdapat kawah
dipuncaknya, statsus Gunung Ijen rentang berubah, Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung mencatat sejak 18 Desember
2011 pikul 04.00 WIB status Gunung Ijen dinaikkan dari waspada (level II)
menjadi siaga (level III). Kepala Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Ijen,
Bambang Heri Purwanto mengatakan bahwa aktivitas kegempaan Gunung Ijen
masih fluktuatif seperti gempa vulkanik dangkal, gempa tremor, dan tektonik
jauh, sehingga statusnya masih siaga.
Hasil pemantauan visual dan instrumental aktivitas Gunung Ijen terekam
di PPGA Ijen yang berada di Desan Taman Sari, Kecamatan Licin, Kabupaten
Bantuwangi selalu dikoordinasikan dengan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) di tiga Kabupaten yakni, Kabupaten Bnyuwangi, Bondowoso,
dan Situbondo.
Erupsi Gunung Ijen yang tercatat dalam sejarah adalah berupa letutan-
letusan freatik yang bersumber dari danau kawah dan erupsi freatik yang mana
terakhir terjadi pada tahun 1993 yang menghasilkan tinggi kolom asap berwarna
hitam yang mencapai ketinggian 1.000 meter.
Adapun ancaman terbesar letusan Gunung Ijen yakni jebolnya danau
kawah yang menyimpan 30 juta m³ air asam dengan Ph 0-0,8. Apabila
masyarakat terkena air tersebut maka akan menyebabkan kulit gatal-gatal,
bahkan melepuh jika tersentuh air danau kawah tersebut.
Ijen menjadi salah satu objek wisata yang menarik di Jawa Timur. Selain
pemadangan yang indah, kawah Ijen menjanjikan belerang yang berlimpah.
Sehingga kawah Ijen selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan dan para
penambang belerang. Seperti halnya gunung api lainnya Ijen juga sewaktu-
waktu dapat menimbulkan bahaya bagi para pengunjung dan masyarakat yang
tinggal disekitar Gunung Ijen. Oleh karena itu, untuk mencegah dan mengurangi
resiko yang mungkin terjadi, maka diperlukannya peran seorang geofisikawan
dalam mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu untuk mencengah dan
mengurangi resiko ini maka diperlukannya mitigasi bencana melalui perkiraan
bahaya gunung api yang berupa kajian ilmiah untuk mengetahui karakteristik
vulkanisme gunung api. Dimana kajian ini didasarkan pada sifat alamiah gunung
api melalui data geologi, geofisika, dan geokimia serta data terkait lainnya
secara komprehensif dan terintegrasi.
Data tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran karakteristik erupsi
Gunung Ijen sebagai acuan dalam menentukan jenis potensi ancaman
bahayanya. Berdasarkan hasil analisis produk erupsi Gunung Ijen pada masa
lampau dan interpretasi sejarah geologi, Gunung Ijen sering meletus hebat. Oleh
karena itu, perlunya antisipasi bila gunung api tersebut meletus kembali.
Disamping itu, terdapat volume air danau kawah yang cukup besar dan
sangat asam, dan juga kemungkinan dapat terjadinya awan panas yang
bercampur dengan air danau yang tumpah sehingga memasuki sungai-sungai
yang berhulu di danau kawah. Bila ini terjadi, maka akan sangat berbahaya
karena selain panas juga bersifat asam, kuatnya alterasi di daerah lereng bagian
atas dan dinding sekitar kawah dapat menyebabkan kegagalan lereng (sector
failure) maka bila ini terjadi maka erupsi besar akan memicu terjadinya
longsoran puing vulkanik (vulcanic debris avalanche).

D. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, letusan
yang pertama kali tercatat dalam sejarah sejarah letusan Gunung Ijen terjadi
pada tahun 1796 yang diperkirakan berupa letusan freatik. Selanjutnya, juga
tercatat letusan atau peningkatan aktivitas pada tahun-tahun 1817, 1917, 1936,
1952, 1962, 1976, 1993, 1999, 2000, 2001, dan 2004. Dari sejarah kegiatannya,
sejak tahun 1991 letusan freatik terjadi setiap satu sampai 3 tahun sekali.
Sedangkan tahun 1917 sampai 1991 periode letusan tercatat 6 sampai 16 tahun
sekali. Dan juga letusan besar yang menelan korban manusia adalah pada tahun
1817. Untuk mengurangi dan mencegah resiko akan yang mungkin terjadi
kembali maka sangat ditegaskan bahwa perlunya sosok geofisikawan dalam
mengkaji lebih dalam mengenai erupsi dan karak teristik gunung api salah
satunya pada Gunung Ijen agar masyarakat sekitar kawasan Gunung Ijen dapat
mengantisipasi sewaktu-waktu kembali terjadinya letusan Gunung Ijen.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana A.R., dkk. 2005. Inventarisasi/Pemetaan Kawasan Rawab Bencana


Gunung api Ijen. Jawa Timur, PVMBG.

Neuman Van Padang, M. 1951. Catalogue of the active volkanoes of the world
including Solfatara Fields, v.1 Indonesia p. 138-139.

Purwanto, H. B dkk. 1999-2001. Catatan Pengamatan aktivitas Gunung Kawah


Ijen. Jawa Timur.
Takkano, B, dkk. 2000. Bathimetric and Geochemical Study on Kawah Ijen
Crater Lake, in Java, Indonesia. Abstract and address, General Assembly
2000, IAVCEI, Bli, Volcanological Survey of Indonesia.

Taverne, N.J.M. 1926. Vulkaanstudien of Java, vulkano. Mede., No.7, p. 84-89.

Anda mungkin juga menyukai