Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

DERMATITIS EKSFOLIATIF GENERALISATA (DEG)

Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior di Bagian Kulit & Kelamin RSU Royal Prima Medan

FAKULTA
S
KEDOKTE
RAN

Disusun Oleh:
CAROLINA
123307019

Pembimbing:
dr. Juliyanti, Sp. DV
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RSU ROYAL PRIMA MEDAN
2016

Lapkas Kulit & Kelamin Page ii


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Laporan Kasus

I. Identitas Pasien
Nama : Julius Pakpahan
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Sudah Menikah
Bangsa/Suku :-
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Hobby :-
Alamat :Deleng Megakhe

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Kulit bersisik berwarna kemerahan,
dan rasa gatal yang mengganggu pada
seluruh tubuh sudah dialami sejak 6
bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan : Kulit terasa kering dan kasar, os.


mengeluh kedinginan.

Riwayat Penyakit Sekarang : Hal ini dialami sejak 6 bulan yang


lalu, awalnya os. didiagnosa dengan
TB Paru lalu os. minum OAT, saat
hendak dilanjutkan terapi OAT lini 2
muncul rasa gatal dan panas di
seluruh tubuh sehingga os.
menggaruk-garuk bagian yang gatal
hingga menyebabkan terkelupasnya
kulit sehingga kulit bersisik, dan kulit
kering.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 1


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Riwayat Penyakit Dahulu : Os. pernah mengalami penyakit
seperti ini dan sembuh.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang


mengalami hal seperti ini
sebelumnya.

Riwayat Penggunaan Obat : Os. sempat dirawat di RSUP. H.


Adam Malik Medan menggunakan
obat neurodex 1x1 dan penggunaan
minyak zaitun.

III. Pemeriksaan Klinis


Status Generalisata
Keadaan Umum
- Kesadaran : CM
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Pernafasan : 22x/i
- Nadi : 80x/i
- Suhu : 36,5oC
- Gizi : Baik

Status Dermatologi
- Lokasi : Generalisata
- Keadaan Spesifik
 Kepala : regio nasalis didapatkan krusta,
semua regio kepala (regio frontalis, orbitalis, nasalis, infra
orbital, oralis, mentalis, buccalis, zigomatical, temporalis,
parietal, occipitalis) didapatkan makula eritema dengan
skuama dengan ketebalan bervariasi

Lapkas Kulit & Kelamin Page 2


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
 Leher : semua regio leher (regio
sternocleidomastoideus, trigonum submentale, trigonum
musculare, trigonum submandibulare, trigonum caroticum,
dan cervicalis lateralis) didapatkan makula eritema dengan
skuama dengan ketebalan bervariasi
 Thorax Anterior : semua regio thorax anterior (regio
pectoralis, prasternalis, clavipectorale, axillaris) didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
 Thorax Posterior : semua regio thorax posterior
didapatkan makula eritema dengan skuama dengan
ketebalan bervariasi
 Abdomen : semua regio abdomen (regio
epigastrica, hipocondriaca, umbilica, lumbal, hipogastric,
inguinal) didapatkan makula eritema dengan skuama
dengan ketebalan bervariasi
 Ekstremitas Superior : regio ante brachialis sinistra
didapatkan erosi multiple.
 Ekstremitas Inferior : regio cruralis anterior sinistra
didapatkan ekskoriasi tunggal.
 Genitalia :

- Ruam Kulit
 Kepala : Makula eritema dan skuama, krusta
 Leher : Makula eritema dan skuama
 Thorax Anterior : Makula eritema dan skuama
 Thorax Posterior : Makula eritema dan skuama
 Adomen : Makula eritema dan skuama
 Ekstremitas Superior : Makula eritema dan skuama, erosi
multiple
 Ekstremitas Inferior : Makula eritema dan skuama,
eskoriasi tunggal
 Genitalia : Makula eritema dan skuama

Lapkas Kulit & Kelamin Page 3


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Uji Kulit :-
Laboratorium : Darah Lengkap

V. Ringkasan : Bapak Julius Pakpahan 52 tahun


datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Royal Prima tanggal 23
September 2016 dengan keluhan kulit bersisik berwarna kemerahan,
dan rasa gatal yang mengganggu pada seluruh tubuh sudah dialami
sejak 6 bulan yang lalu. Kulit terasa kering dan kasar, os. mengeluh
kedinginan. Awalnya os. didiagnosa dengan TB Paru lalu os. minum
OAT, saat hendak dilanjutkan terapi OAT lini 2 muncul rasa gatal dan
panas di seluruh tubuh sehingga os. menggaruk-garuk bagian yang
gatal hingga menyebabkan terkelupasnya kulit sehingga kulit bersisik,
dan kulit kering. Os. pernah mengalami penyakit seperti ini dan
sembuh. Os. sempat dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan
menggunakan obat neurodex 1x1 dan penggunaan minyak zaitun. Pada
pemeriksaan status present, kesadaran CM dan keadaan gizi baik.
Pemeriksaan status dermatologi ditemukan makula eritema dan
skuama pada seluruh tubuh, krusta pada regio nasalis, erosi multiple
pada regio ante brachialis sinistra, dan ekskoriasi tunggal pada regio
cruralis anterior sinistra.

VI. Diagnosa Banding : Eritroderma, Brittle Psoriasis,


Psoriasis Pustular, Reaksi Hipersensitivitas Obat (Misalnya : Steven
Johnson Syndrome, Drug Eruption), Dermatitis Spongiotik.

VII. Diagnosa Sementara : Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


VIII. Penatalaksanaan
Umum (Edukasi)

Lapkas Kulit & Kelamin Page 4


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
- Menjelaskan kepada os. untuk menghentikan sementara
penggunaan OAT-nya,
- Menyarankan kepada os. untuk selalu menjaga kebersihan
tubuh,
- Menyarankan kepada os. untuk menggunakan selimut hangat
untuk mengendalikan suhu tubuh,
- Menyarankan kepada os. untuk rajin mengoleskan obat agar
sisik-sisik yang sudah menebal dapat terkelupas.

Khusus
- Topikal :
o Emolien ,
Salep lanolin 10% 3x1 atau
Krim urea 10% 3x1
o Kortikosteroid Topikal Kerja Sedang
Betametason Dipropionat dioleskan tipis 1-2 x/hari
Desoksimetason dioleskan tipis 1-2 x/hari
- Sistemik :
o Pergantian nutrisi dan cairan (NaCl/RL fl 3),
o Kortikosteroid oral
Prednison 3x10 mg atau Deksametason 6x5 mg,
tappering off),
o Pengobatan simptomatis
Anti Histamin, Cetirizine 10 mg 1x1 atau Loratadine 10
mg 1x1

IX. Prognosis
- Quoa ad vitam : Bonam
- Quoa ad fungsionam : Dubia ad Bonam
- Quoa ad sanationam : Dubia ad Bonam

Lapkas Kulit & Kelamin Page 5


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Pasien Datang, 23 September 2016

Lapkas Kulit & Kelamin Page 6


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Pasien dirawat Hari-3, 25 September 2016

Lapkas Kulit & Kelamin Page 7


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Keluhan Utama : Kulit bersisik berwarna kemerahan, kering, dan kasar
disertai rasa gatal yang mengganggu di seluruh tubuh, os. tidak bisa tidur
nyenyak. Os. juga mengeluh kedinginan.

Pemeriksaan Klinis
Status Generalisata
Keadaan Umum
- Kesadaran : CM
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Pernafasan : 22x/i
- Nadi : 80x/i
- Suhu : 36,5oC
- Gizi : Baik

Status Dermatologi
- Lokasi : Generalisata
- Keadaan Spesifik
o Kepala : regio nasalis didapatkan krusta, semua regio kepala (regio
frontalis, orbitalis, nasalis, infra orbital, oralis, mentalis, buccalis,
zigomatical, temporalis, parietal, occipitalis) didapatkan makula
eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Leher : semua regio leher (regio sternocleidomastoideus,
trigonum submentale, trigonum musculare, trigonum
submandibulare, trigonum caroticum, dan cervicalis lateralis)
didapatkan makula eritema dengan skuama dengan ketebalan
bervariasi
o Thorax Anterior : semua regio thorax anterior (regio
pectoralis, prasternalis, clavipectorale, axillaris) didapatkan makula
eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Thorax Posterior : semua regio thorax posterior didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi

Lapkas Kulit & Kelamin Page 8


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
o Abdomen : semua regio abdomen (regio epigastrica,
hipocondriaca, umbilica, lumbal, hipogastric, inguinal) didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Ekstremitas Superior : regio ante brachialis sinistra didapatkan
erosi multiple.
o Ekstremitas Inferior : regio cruralis anterior sinistra didapatkan
ekskoriasi tunggal.
o Genitalia :

- Ruam Kulit
o Kepala : Makula eritema dan skuama, krusta
o Leher : Makula eritema dan skuama
o Thorax Anterior : Makula eritema dan skuama
o Thorax Posterior : Makula eritema dan skuama
o Adomen : Makula eritema dan skuama
o Ekstremitas Superior : Makula eritema dan skuama, erosi multiple
o Ekstremitas Inferior : Makula eritema dan skuama, eskoriasi
tunggal
o Genitalia : Makula eritema dan skuama

Ringkasan : Bapak Julius Pakpahan 52 tahun dirawat di RSU Royal Prima


dengan keluhan kulit bersisik berwarna kemerahan, kering, dan kasar disertai rasa
gatal yang mengganggu di seluruh tubuh, os. tidak bisa tidur nyenyak. Os. juga
mengeluh kedinginan. Pada pemeriksaan status present sensorium CM dan gizi
baik. Pemeriksaan status dermatologi ditemukan makula eritema dan skuama pada
seluruh tubuh, krusta pada regio nasalis, erosi multiple pada regio ante brachialis
sinistra, dan ekskoriasi tunggal pada regio cruralis anterior sinistra.

Diagnosis Banding : Eritroderma, Brittle Psoriasis, Psoriasis Pustular, Reaksi


Hipersensitivitas Obat (Misalnya : Steven Johnson Syndrome, Drug Eruption),
Dermatitis Spongiotik.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 9


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Diagnosis Sementara : Dermatitis Eksfoliatif Generalisata

Penatalaksanaan
Umum (Edukasi)
1. Menjelaskan kepada os. untuk menghentikan sementara penggunaan OAT-
nya,
2. Menyarankan kepada os. untuk selalu menjaga kebersihan tubuh,
3. Menyarankan kepada os. untuk menggunakan selimut hangat untuk
mengendalikan suhu tubuh,
4. Menyarankan kepada os. untuk rajin mengoleskan obat agar sisik-sisik
yang sudah menebal dapat terkelupas.

Khusus
1. Topikal :
Emolien ,
- Salep lanolin 10% 3x1 atau
- Krim urea 10% 3x1
Kortikosteroid Topikal Kerja Sedang
- Betametason Dipropionat dioleskan tipis 1-2 x/hari
- Desoksimetason dioleskan tipis 1-2 x/hari
2. Sistemik :
Pergantian nutrisi dan cairan (NaCl/RL fl 3),
Kortikosteroid oral
- Prednison 3x10 mg atau Deksametason 6x5 mg, tappering off),
Pengobatan simptomatis
- Anti Histamin, Cetirizine 10 mg 1x1 atau Loratadine 10 mg 1x1

Prognosis
 Quoa ad vitam : Bonam
 Quoa ad fungsionam : Dubia ad Bonam
 Quoa ad sanationam : Dubia ad Bonam

Lapkas Kulit & Kelamin Page 10


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Pasien dirawat hari ke-6, 28 September 2016

Lapkas Kulit & Kelamin Page 11


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Keluhan Utama : Kulit bersisik berwarna kemerahan, kering, dan kasar
sudah mulai berkurang. Rasa gatal sesekali.

Pemeriksaan Klinis
Status Generalisata
Keadaan Umum
- Kesadaran : CM
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Pernafasan : 22x/i
- Nadi : 80x/i
- Suhu : 36,5oC
- Gizi : Baik

Status Dermatologi
- Lokasi : Generalisata
- Keadaan Spesifik
o Kepala : regio nasalis didapatkan krusta, semua regio kepala (regio
frontalis, orbitalis, nasalis, infra orbital, oralis, mentalis, buccalis,
zigomatical, temporalis, parietal, occipitalis) didapatkan makula
eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Leher : semua regio leher (regio sternocleidomastoideus,
trigonum submentale, trigonum musculare, trigonum
submandibulare, trigonum caroticum, dan cervicalis lateralis)
didapatkan makula eritema dengan skuama dengan ketebalan
bervariasi
o Thorax Anterior : semua regio thorax anterior (regio
pectoralis, prasternalis, clavipectorale, axillaris) didapatkan makula
eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Thorax Posterior : semua regio thorax posterior didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi

Lapkas Kulit & Kelamin Page 12


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
o Abdomen : semua regio abdomen (regio epigastrica,
hipocondriaca, umbilica, lumbal, hipogastric, inguinal) didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Ekstremitas Superior : regio ante brachialis sinistra didapatkan
erosi multiple.
o Ekstremitas Inferior : regio cruralis anterior sinistra didapatkan
ekskoriasi tunggal.
o Genitalia :

- Ruam Kulit
o Kepala : Makula eritema dan skuama, krusta
o Leher : Makula eritema dan skuama
o Thorax Anterior : Makula eritema dan skuama
o Thorax Posterior : Makula eritema dan skuama
o Adomen : Makula eritema dan skuama
o Ekstremitas Superior : Makula eritema dan skuama, erosi multiple
o Ekstremitas Inferior : Makula eritema dan skuama, eskoriasi
tunggal
o Genitalia : Makula eritema dan skuama

Ringkasan : Bapak Julius Pakpahan 52 tahun dirawat di RSU Royal Prima


dengan keluhan terkelupasnya kulit sehingga kulit bersisik, dan rasa gatal pada
seluruh tubuh sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan status
present sensorium CM dan gizi baik. Pemeriksaan status dermatologi ditemukan
makula eritema dan skuama pada seluruh tubuh, krusta pada regio nasalis, erosi
multiple pada regio ante brachialis sinistra, dan ekskoriasi tunggal pada regio
cruralis anterior sinistra. Terlihat skuama sudah mulai berkurang akan tetapi pada
regio kepala masih kelihatan banyak dikarenakan os. tidak mengoleskan salep.

Diagnosis Banding : Eritroderma, Brittle Psoriasis, Psoriasis Pustular, Reaksi


Hipersensitivitas Obat (Misalnya : Steven Johnson Syndrome, Drug Eruption),
Dermatitis Spongiotik.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 13


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Diagnosis Sementara : Dermatitis Eksfoliatif Generalisata

Penatalaksanaan
Umum (Edukasi)
1. Menjelaskan kepada os. untuk menghentikan sementara penggunaan OAT-
nya,
2. Menyarankan kepada os. untuk selalu menjaga kebersihan tubuh,
3. Menyarankan kepada os. untuk menggunakan selimut hangat untuk
mengendalikan suhu tubuh,
4. Menyarankan kepada os. untuk rajin mengoleskan obat agar sisik-sisik
yang sudah menebal dapat terkelupas.

Khusus
1. Topikal :
Emolien ,
- Salep lanolin 10% 3x1 atau
- Krim urea 10% 3x1
Kortikosteroid Topikal Kerja Sedang
- Betametason Dipropionat dioleskan tipis 1-2 x/hari
- Desoksimetason dioleskan tipis 1-2 x/hari
2. Sistemik :
Pergantian nutrisi dan cairan (NaCl/RL fl 3),
Kortikosteroid oral
- Prednison 3x10 mg atau Deksametason 6x5 mg, tappering off),
Pengobatan simptomatis
- Anti Histamin, Cetirizine 10 mg 1x1 atau Loratadine 10 mg 1x1

Prognosis
 Quoa ad vitam : Bonam
 Quoa ad fungsionam : Dubia ad Bonam
 Quoa ad sanationam : Dubia ad Bonam

Lapkas Kulit & Kelamin Page 14


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Pasien dirawat hari-8, 30 September 2016

Lapkas Kulit & Kelamin Page 15


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Keluhan Utama : Kulit bersisik berwarna kemerahan, kering, dan kasar
sudah mulai berkurang. Rasa gatal sesekali.

Pemeriksaan Klinis
Status Generalisata
Keadaan Umum
- Kesadaran : CM
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Pernafasan : 22x/i
- Nadi : 80x/i
- Suhu : 36,5oC
- Gizi : Baik

Status Dermatologi
- Lokasi : Generalisata
- Keadaan Spesifik
o Kepala : regio nasalis didapatkan krusta, semua regio kepala (regio
frontalis, orbitalis, nasalis, infra orbital, oralis, mentalis, buccalis,
zigomatical, temporalis, parietal, occipitalis) didapatkan makula
eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Leher : semua regio leher (regio sternocleidomastoideus,
trigonum submentale, trigonum musculare, trigonum
submandibulare, trigonum caroticum, dan cervicalis lateralis)
didapatkan makula eritema dengan skuama dengan ketebalan
bervariasi
o Thorax Anterior : semua regio thorax anterior (regio
pectoralis, prasternalis, clavipectorale, axillaris) didapatkan makula
eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Thorax Posterior : semua regio thorax posterior didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi

Lapkas Kulit & Kelamin Page 16


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
o Abdomen : semua regio abdomen (regio epigastrica,
hipocondriaca, umbilica, lumbal, hipogastric, inguinal) didapatkan
makula eritema dengan skuama dengan ketebalan bervariasi
o Ekstremitas Superior : regio ante brachialis sinistra didapatkan
erosi multiple.
o Ekstremitas Inferior : regio cruralis anterior sinistra didapatkan
ekskoriasi tunggal.
o Genitalia :

- Ruam Kulit
o Kepala : Makula eritema dan skuama, krusta
o Leher : Makula eritema dan skuama
o Thorax Anterior : Makula eritema dan skuama
o Thorax Posterior : Makula eritema dan skuama
o Adomen : Makula eritema dan skuama
o Ekstremitas Superior : Makula eritema dan skuama, erosi multiple
o Ekstremitas Inferior : Makula eritema dan skuama, eskoriasi
tunggal
o Genitalia : Makula eritema dan skuama

Ringkasan : Bapak Julius Pakpahan 52 tahun dirawat di RSU Royal Prima


dengan keluhan terkelupasnya kulit sehingga kulit bersisik, dan rasa gatal pada
seluruh tubuh sudah dialami sejak 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan status
present sensorium CM dan gizi baik. Pemeriksaan status dermatologi ditemukan
makula eritema dan skuama pada seluruh tubuh, krusta pada regio nasalis, erosi
multiple pada regio ante brachialis sinistra, dan ekskoriasi tunggal pada regio
cruralis anterior sinistra. Terlihat skuama sudah mulai berkurang akan tetapi pada
regio kepala masih kelihatan banyak dikarenakan os. tidak mengoleskan salep.

Diagnosis Banding : Eritroderma, Brittle Psoriasis, Psoriasis Pustular, Reaksi


Hipersensitivitas Obat (Misalnya : Steven Johnson Syndrome, Drug Eruption),
Dermatitis Spongiotik.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 17


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Diagnosis Sementara : Dermatitis Eksfoliatif Generalisata

Penatalaksanaan
Umum (Edukasi)
5. Menjelaskan kepada os. untuk menghentikan sementara penggunaan OAT-
nya,
6. Menyarankan kepada os. untuk selalu menjaga kebersihan tubuh,
7. Menyarankan kepada os. untuk menggunakan selimut hangat untuk
mengendalikan suhu tubuh,
8. Menyarankan kepada os. untuk rajin mengoleskan obat agar sisik-sisik
yang sudah menebal dapat terkelupas.

Khusus
3. Topikal :
Emolien ,
- Salep lanolin 10% 3x1 atau
- Krim urea 10% 3x1
Kortikosteroid Topikal Kerja Sedang
- Betametason Dipropionat dioleskan tipis 1-2 x/hari
- Desoksimetason dioleskan tipis 1-2 x/hari
4. Sistemik :
Pergantian nutrisi dan cairan (NaCl/RL fl 3),
Kortikosteroid oral
- Prednison 3x10 mg atau Deksametason 6x5 mg, tappering off),
Pengobatan simptomatis
- Anti Histamin, Cetirizine 10 mg 1x1 atau Loratadine 10 mg 1x1

Prognosis
 Quoa ad vitam : Bonam
 Quoa ad fungsionam : Dubia ad Bonam
 Quoa ad sanationam : Dubia ad Bonam

Lapkas Kulit & Kelamin Page 18


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah Dermatitis Eksfoliatif
Generalisata.
Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG) adalah suatu kelainan kulit
dengan gejala berupa eritema dan skuama generalisata yang melibatkan lebih dari
90% permukaan kulit penderita. Nama lain penyakit ini adalah ptiriasis rubra
(Hebra), eritroderma (Wilson-Brocq), dan eritema skarlatiniform. Istilah
eritroderma digunakan apabila eritema kulit hanya disertai sedikit atau tanpa
skuama, sedangkan istilah dermatitis eksfoliatif digunakan apabila dijumpai
skuama yang cukup dominan pada kulit eritema.
Penyakit ini adalah kasus yang jarang meskipun mudah dikenali dan
merupakan kondisi kulit yang serius. Pada sebagian besar kasus, laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dengan proporsi 2-4:1 dengan umur rata-rata 40-60
tahun. Penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu, DEG primer idiopatik
(20%) dengan penyebab tidak diketahui dan DEG sekunder (80%) dengan
penyebab diketahui, antara lain kerena perluasan penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya, obat-obatan, gangguan dasar atau penyakit sistemik lainnya.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 19


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata adalah peradangan hebat yang
melibatkan lebih dari 90% permukaan kulit dan menyebabkan kemerahan dan
pembentukan sisik yang berat. Nama lain penyakit ini adalah pitiriasis rubra
(Hebra), eritroderma (Wilson-Brocq), dan eritema skarlatiniform. Istilah
eritroderma digunakan apabila eritema kulit hanya disertai sedikit atau tanpa
skuama, sedangkan istilah dermatitis eksfoliativa digunakan apabila dijumpai
skuama yang cukup dominan pada kulit eritema. Penyakit ini adalah kasus yang
jarang meskipun mudah dikenali dan merupakan kondisi kulit yang serius
Dermatitis Eksfoliatif ini bisa dimulai secara tiba-tiba atau mendadak.
Seluruh permukaan kulitnya menjadi merah, bersisik, menebal, dan kadang
berbentuk keropeng. Beberapa penderita merasakan gatal-gatal dan kelenjar getah
beningnya membesar. Penederita kebanyakan mengalami demam namun mereka
merasakan kedinginan karena begitu banyak panas yang hilang melalui kulit yang
rusak. Sejumlah besar cairan dan protein bisa meresap melalui kulit, selain itu
fungsi kulit terhadap penghalang infeksi menjadi buruk.

2.2. Etiologi Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


Penyebab terjadinya Dermatitis Eksfoliatif yang jarang ditemukan
termasuk penyakit immunobulosa; penyakit jaringan ikat; infeksi, termasuk
skabies dan infeksi oleh dermatofit; pityriasis rubra piliaris (PRP) (4% dari
dermatosis); dan keganasan. Walaupun pada pasien telah didapatkan dermatosis
sebelumnya, perlu dipertimbangkan kemungkinan penyebab lainnya. Pada suatu
kasus, Dermatitis Eksfoliatif yang berkaitan dengan keganasan ditemukan pada
tujuh pasien yang lima diantaranya telah ditemukan dermatosis sebelumnya. Pada
5%-10% dari kasus DE idiopatik, ditegakkan diagnosis CTCL eritrodermis.
Keganasan organ solid dan juga keganasan hematologik dan retikulo endotelial
juga dapat menyebabkan DE.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 20


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Dari penggabungan 18 penelitian yang telah dipublikasikan dari berbagai
negara menunjukkan bahwa dermatosis yang sudah ada sebelumnya merupakan
penyebab paling banyak pada orang dewasa (52% dari kasus Dermatitis
Eksfoliatif; dengan rentang 27%-68%) disusul dengan raksi hipersensitivitas obat
(15%), dan limfoma sel T kutaneus atau Sindrom Sezary (5%). Tidak ditemukan
etiologi yang mendasari pada 20% kasus Dermatitis Eksfoliatif (dengan rentang
7%-33%) dan kasus ini dikategorikan sebagai kasus idiopatik.
Psoriasis merupakan penyakit kulit yang paling sering menyebabkan
Dermatitis Eksfoliatif (23% dari keseluruhan kasus), diikuti dengan dermatitis
spongiosis (20%). Faktor pencetus terjadinya Dermatitis Eksfoliatif psoriatik
termasuk:
1. Medikasi, seperti litium, terbinafin, dan anti malaria,
2. Iritan topikal seperti tar,
3. Penyakit sistemik,
4. Diskontinuitas kortikosteroid poten oral maupun topikal, metotreksat,
ataupun biologics (efalizumab),
5. Infeksi, termasuk infeksi human immunodeficiency virus (HIV),
6. Kehamilan
7. Stres emosional, dan
8. Luka bakar akibat fototerapi.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 21


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Tabel 2.1. Berbagai Etiologi Derrmatitis Eksfoliatif Generalisata

2.3. Epidemiologi Dermatitis Eksfoliatif Generalisata

Beberapa studi melaporkan insidensi DE yang beragam, berkisar antara


0.9 hingga 71.0 per 100.000 pasien. Terjadinya DE pada laki-laki lebih banyak
telah dilaporkan, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan kira-kira
2:1 hingga 4:1.DE dapat terjadi pada segala usia. Banyak penelitian menemukan
onset yang beragam antara 41 hingga 61 tahun, dengan pengecualian kasus pada

Lapkas Kulit & Kelamin Page 22


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
anak. DE merupakan penyakit yang langka pada anak-anak, dan hanya sedikit
data epidemiologis yang tersedia untuk populasi anak. Suatu penelitian
menemukan 17 pasien, yang telah diobservasi selama 6 tahun, mendapatkan umur
mean dari onset 3.3 tahun dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
sebesar 0.89:1. DE dapat terjadi pada seluruh jenis ras.
Dermatosis yang telah ada sebelumnya berperan pada lebih dari setengah
kasus DE. Psoriasis merupakan etiologi yang paling banyak ditemukan (hampir
pada seperempat kasus). Pada penelitian psoriasis baru-baru ini, DE dilaporkan
pada 87 dari 160 kasus.

2.4. Patofisiologi Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


Saat ini, mekanisme patogenik dari DE masih belum dapat dijelaskan.
Masih belum diketahui bagaimana dermatosis yang sudah ada sebelumnya dapat
berkembang menjadi DE, bagaimana sebuah penyakit yang sudah ada sebelumnya
berkembang menjadi DE, atau bagaimana DE terjadi kembali. Meskipun temuan
klinis pada pasien DE memiliki kemiripan dengan etiologi yang berbeda,
dipercayai terdapat mekanisme yang berbeda dalam terjadinya rekrutmen sel-sel
peradangan pada kulit.
Sitokin, kemokin, dan teseptor-reseptornta dipercayai memiliki peran
penting dalam patogenesis DE. Sebuah penelitian profil sitokin pada infiltrat kulit
menunjukkan kemungkinan-kemungkinan mekanisme patofisiologik yang
berbeda antara DE dan Sindroma Sezary—sitokin T helper 1 ditemukan pada DE
jinak sementara sitokin T helper 2 ditemukan pada Sindroma Sezary. Pada
penemuan belakangan ini, overekspresi reseptor kemokin baik dari T helper 1 dan
T helper 2 (CCR4, CCR5, dan CXCR3) ditemukan pada DE yang didasari dari
proses peradangan, sementara overekspresi selektif CCR ditemukan pada
Sindroma Sezary, yang menunjukkan bahwa Sindroma Sezary terjadi akibat
gangguan T helper 2 dan mekanisme lainnya berkontribusi dalam reaktivasi
limfosit pada beberapa penyebab DE yang berbeda. Penelitian lain menunjukkan
bahwa Sindroma Sezary dan DE yang disertai inflamasi memiliki ciri khas berupa
himpunan reaksi sel T memori yang berbeda yang kemudian dapat menunjukkan
mekanisme patofisiologis lain.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 23


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Interaksi antara molekul adhesi dengan molekul di sekitarnya sangat
penting pada peradangan dan respon imunologis. Peningkatan kadar molekul
adhesi pada sirkulasi (molekul adhesi interselular 1, molekul adhesi sel vaskuler
1, dan E-selektin) dilaporkan pada DE sekunder reaktif jinak yang didasari oleh
psoriasis dan dermatitis atopik. Sebaliknya, tidak ditemukan perbedaan tingkat
ekspresi molekul-molekul ini pada sel-sel endotel yang didapatkan pada DE jenis
lainnya, yang menimbulkan hipotesis adanya kesamaan pada jalur imunologis
tingkat akhir tipe-tipe lain dari DE.
Interaksi kompleks antara molekul adhesi dan sitokin juga berperan dalam
meningkatnya mitosis dan pergantian lapisan kulit pada DE. Timbulnya kerak
pada kulit yang mengalami DE emncerminkan berkurangnya waktu tansit antar
lapisan epidermis yang mengakibatkan hilangnya protein, asam amino, dan asam
nukleat. Kehilangan protein dapat meningkat pada 25%-30% melalui kerak pada
DE psoriatik, dan 10%-15% pada DE nonpsoriatik. Sebagai tambahan, hilangnya
protein juga dapat menimbulkan hipoalbuminemia.
Beberapa pasien dengan DE idiopatik kronik telah dilaporkan membentuk
CTCL yang menuntun kita bahwa pasien dengan DE idiopatik kronik terdapat
peningkatan resiko berkembangnya penyakit menjadi mikosis atau Sindroma
Sezary. Stimulasi sel T kronik pada pasien-pasien ini menunjukkan kemungkinan
terbentuknya CTCL. Belakangan, kondisi pra keganasan atau kondisi yang
menyerupai pra Sezary telah dijelaskan pada pasien lanjut usia dengan DE kronik
atau relaps tanpa perkembangan menjadi keganasan hematologik yang ditandai
dengan ekspansi monoklonal limfosit CD4+CD7-CD26-. Istilah diskrasia
monoklonal sel T pada signifikansi yang belum ditentukan, adanya ekuivalensi sel
T terhadap gammopati monoklonal telah diusulkan pada kondisi seperti ini, yang
dipercayai sebagai kasus jinak. Walaupun begitu, pada DE idiopatik kronik juga
dapat ditemukan CTCL kronik primer yang belum terdiagnosis. Tentunya, pada
hampir 10% kasus DE idiopatik, diagnosis CTCL eritrodermik dapat ditegakkan.
Peran immunoglobulin (Ig) E pada DE telah dikatakan menjadi dasar penelitian
peningkatan IgE pada banyak tipe DE. Sebagai contoh, telah terdapat teori yang
mengatakan peningkatan IgE pada DE psoriatik dapat mengakibatkan berubahnya
sitokin T helper 1 pada psoriasis menjadi sitokin T helper 2 DE psoriatik.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 24


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Mekanisme sekunder ini berbeda dengan overproduksi IgE pada dermatitis atopi.
Sindroma Hyper-IgE adalah perubahan sistem imunitas yang berhubungan dengan
DE dan memiliki tingkat IgE yang tinggi akibat dari tidak cukupnya sekresi
interferon-γ. Mekanisme yang berhubungan dengan meningkatnya IgE mungkin
berkaitan dengan perjalanan penyakit yang mendasarinya atau manifestasi DE itu
sendiri. Sekali lagi, mekanisme peningkatan IgE berbeda pada tipe-tipe DE yang
berbeda pula.
Belakangan telah terdapat teori bahwa kolonisasi Staphylococcus aureus
atau antigen lainnya, seperti toxic shock syndrome toxin-1, dapat berperan dalam
patogenesis DE. Penelitian imunopatogenesis pada infeksi yang dimediasi oleh
toksin menunjukkan adanya sekumpulan superantigen patogenitas staphylokokal.
Kumpulan ini membawa gen pada toksin toxic shock syndrome dan
staphylococcal scaled-skin syndrome. 83% dari pasien DE dicatat memiliki
kolonisasi S.aureus pada lubang hidung sementara 17% memiliki kolonisasi pada
kulit, walupun begitu, hanya terdapat satu dari enam pasien dengan enterotoksin
positif S. aureus.

2.5. Manifestasi Klinis Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


1. Lesi kutaneus
Ciri khas DE adalah bercak eritema yang bertambah besar dan kemudian
bergabung menjadi eritema generalisata dengan penampakan yang berkilau.
Menurut definisinya, DE melibatkan lebih dari 90% permukaan kulit pasien.
Beberapa hari setelah timbulnya eritema, pembentukan sisik putih atau
kekuningan dimulai, terutama pada daerah lipatan. Sisik yang menyerupai plat
dapat terjadi secara akut pada telapak tangan dan kaki. Proses pembentukan sisik
lebih lanjut mengakibatkan kulit tampak merah dan kusam. Kronisitas edema dan
likenifikasi dapat menyebabkan pengerasan permukaan kulit. Ektropion dan
epifora dapat terjadi pada keterlibatan daerah periorbital yang kronis.
Keratoderma palmoplantar juga dijumpai pada hampir 80% pasien dengan DE
kronik.
Beberapa pasien juga mengalami DE pada rambut dan kuku. Pembentukan
sisik pada kulit kepala, alopesia, dan pada beberapa kasus, effluvium dapat

Lapkas Kulit & Kelamin Page 25


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
dijumpai. Peerubahan kuku yang dimaksud dapat berupa onikolisis, hiperkeratosis
subungual, perdarahan splinter, paronikia, garis Beau, dan terkadang
onikomadesis. Garis tepi pada kuku disertai diskontinuitas bentuk kuku
merupakan gambaran klinis dari DE yang disebabkan oleh obat-obatan.
Keterlibatan hidung dan daerah perinasal (nose sign) juga telah dijelaskan
pada beberapa penelitian. Keterlibatan areola juga telah ditemukan pada beberapa
kasus CTCL, reaksi obat-obatan, dermatitis, psoriasis, fotosensitivitas, dan PRP.
Secara khusus, tidak ditemukan adanya keterlibatan mukosa. Keratosis seboroik
eruptif dapat timbul pada pasien dengan DE. Keratosis biasanya sembuh dengan
sendirinya seiring dengan meredanya DE.
Lesi kutaneus dapat menunjukkan penyebab yang mendasari terjadinya
DE. Sebagai contoh, pada awal DE psoriatik, plak psoriasis klasik dapat
ditemukan. Gottron’s papules, ruam heliotropik (menyerupai bunga), dan
kelemahan otot dapat dijumpai pada DE yang disebabkan oleh dermatomiositis.
Papuloeritroderma Ofuji dapat dijumpai khususnya pada daerah lipatan kulit perut
(deck hair sign).

2. Temuan Klinis Lainnya


Penemuan klinis lain yang ditemukan pada DE termasuk:
a. Takikardi akibat meningkatnya aliran darah ke kulit dan kehilangan cairan
akibat gangguan fungsi barier epidermal.
b. Gagal jantung juga pernah dilaporkan sebagai akibar sekunder pada DE
berat.
c. Gangguan termoregulasi dapat menyebabkan hipertermia dan beberapa
kasus hipotermia; walaupun begitu sebagian besar dari pasien
mengeluhkan rasa kedinginan.
d. Limfadenopati generalisata dapat ditemukan pada lebih dari sepertiga
pasien.Klinisi harus dapat membedakan antara limfadenopati dermatopatik
dan limfoma. Jika limfadenopati baynya ditemukan, biopsi kelenjar
mungkin diperlukan.
e. Hepatomegali dapat muncul pada sepertiga kasus dan lebih banyak
ditemui pada DE yang disebabkan oleh obat-obatan.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 26


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
f. Splenomegali jarang dilaporkan dan sebagian besar berhubungan dengan
limfoma.
g. Edema pretibial dapat terjadi pada 54% pasien. Edema fasial juga pernah
dilaporkan pada DE yang disebabkan oleh obat-obatan.

2.6. Diagnosis Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


2.6.1. Anamnesis Dermatitis Eksfoliatif Generalisata
Riwayat pasien yang datang dengan DE sangat penting dalam diagnosis
penyakit yang mendasarinya. Pasien munkin memiliki riwayat dermatosis
(psoriasis, dermatitis atopik) atau kondisi medis sistemik. Riwayat pengobatan
harus diperoleh, termasuk pengobatan yang didapatkan tanpa resep dokter. Pasien
dengan riwayat psoriasis dan dermatitis atopi harus ditanyakan khsusnya riwayat
penggunaan kortikosteroid topikal dan sistemik, metotrexat, dan pengobatan
sistemik lainnya; iritan topikal; penyakit sistemik; infeksi; luka bakar fototerapi;
kehamilan; dan stres emosional. Pasien DE biasanya ditemukan dengan gangguan
thermoregulator, malaise, kelelahan, dan gatal-gatal; gejala ini tidak spesifik pada
etiologi apapun.
Onset dari gejala penting dalam menentukan penyebab lain yang
mendasari ED. Penyakit kulit primer menunjukkan perjalanan yang lebih lambat
sedangkan reaksi akibat obat biasanya menunjukkan onlet yang lebih cepat diikuti
dengan resolusinya. Terkecuali DE yang diakibatkan oleh antikonvulsan,
antibiotik, dan allopurinol. Reaksi terbentuk dalam 2-5 minggu setelah pemberian
obat dan mungkin akan tetap terbentuk setelah pemberhentian obat. Tanda yang
berhubungan dengan etiologi akibat reaksi obat termasuk di dalamnya demam,
limfadenopati, organomegali, edema, leukositosis dengan eosinofilia, setra
gangguan hati dan ginjal.
Riwayat dan temuan klinis belum cukup dalam mendiagnosis DE akibat
keganasan. Hal-hal penting yang perlu diingat adalah tidak adanya riwayat
penyakit kulit primer, onset yang perlahan, dan kurangnya respon terhadap terapi.
Riwayat transplantasi juga meningkatkan kecurigaan terhadap CTCL, dimana
ditemukan lebih banyak DE yang diakibatkan oleh CTCL pada pasien yang telah
menjalani transplantasi.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 27


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
2.6.2. Pemeriksaan Fisik Dermatitis Eksfoliatif Generalisata
Inspeksi : Ruam kulit yang bervariasi berupa makula eritema dengan skuama
pada seluruh tubuh, biasanya Generalisata melibatkan ≥ 90% LPT. Tidak jarang
ditemukan erosi, maupun ekskoriasi karena tidak jarang os. merasa gatal dan
digaruk.
Palpasi : Kulit terasa kasar, kering dan dingin pada perabaan.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan lab biasanya tidak spesifik dan tidak dapat menegakkan
diagnosis. Kelainan lab yang biasa ditemukan pada pasien DE termasuk
anemia, leukositosis, limfositosis, eosinofilia, peningkatan IgE, penurunan
serum albumin, dan peningkatan laju endap darah. Kehilangan cairan
mungkin menyababkan timbulnya gangguan elektrolit dan gangguan
fungsi ginjal (peningkatan kadar kreatinin) Peningkatan IgE ditemukan
pada beberapa pasien DE yang tidak berkaitan dengan dermatitis atopik,
termasuk 81.3% pasien DE psoriatik. Eosinofilia tidak dapat menegakkan
diagnosis dan hanya ditemukan pada 20% pasien DE. Meskipun begitu,
ketika eosinofil meningkat secara drastis, kemungkinan terjadinya
penyakit yang berhubungan dengan Hodgkin harus diinvestigasi.
Sangat penting untuk membedakan peradangan eritroderma jinak dengan
sindroma Sezary. Pada kasus eritroderma yang dicurigai disertai CTCL,
evaluasi darah dan kelenjar limfa diperlukan dalam penegakan diagnosis.
Penelitian menunjukkan jika terdapat 20% atau lebih sel Sezary dalam
sirkulasi merupakan kriteria yang penting dalam diagnosis sindroma
Sezary, dimana bila terdapat kurang dari 10% tidak dapat menunjukkan
apa-apa. Pengecualian dapat terjadi pada reaksi obat yang berat yang dapat
menyerupai sindroma Sezary (seperti hipersensitivitas hidantoin).
Beberapa dermatosis jinak termasuk psoriasis, dermatitis atopik, lupus
diskoid, liken planus, dan parapsoriasis menunjukkan adanya sel Sezary
sebanyak kurang dari 10%. Demonstrasi susunan reseptor sel T klonal

Lapkas Kulit & Kelamin Page 28


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
direkomendasikan pada pembedaan sensitifitas dan spesisifitas sindroma
Sezary dengan etiologi lain DE.
Pada beberapa studi belakangan, reaksi rantai polimerase kuantitatif pada
lima gen (STAT4, GATA-3, PLS3, CDID, dan TRAIL) terbukti berguna
pada diagnosis molekuler sindroma Sezary. Beberapa pertanda molekular
sel Sezary belakangan diteliti (Twist, EphA4, T-plastin). Pada satu kasus,
CD158K/KIR3DL2, reseptor yang menyerupai imunoglobulin pembunuh
biasanya dikeluarkan oleh subset CD8 limfosit T dan sel natural killer
ditemukan berguna sebagai pertanda molekular pada sindroma Sezary
pada sampel kulit pasien DE. Penelitian lain menunjukkan banwa
sindroma Sezary dapat dibedakan dari DE dengan peradangan yang
didasari oleh ekspresi subset sel T memori yang lain dan ekspresi CD27
mungkin berguna dalam penegakan diagnosis.
Fenotipisasi imunitas pada limfosit kulit mungkin berguna dalam
pembedaan sindroma Sezary dari retikuloid aktinik. Pasien Sezary
menunjukkan predominasi CD4+ klonal sementara pada pasien dengan
retikuloid aktinik, didapatkan predominasi limfosit CD8+. Lebih spesifik
lagi, sel T CD28+/CD5+/Nka-/CD4+ dengan reduksi CD3, CD4, CD7, CD2,
dan/atau resptor sel T α/β mendukung diagnosis sindroma Sezary pada
pasien DE. Indeks kontur nuklear juga mungkin membantu investigasi
dengan diferensiasi yang sama.
2. Histopatologi
Penemuan histopatologis berbeda-beda berdasarkan etiologi yang
mendasari. Multiple punch biopsy diperlukan sebagai tambahan dalam
evaluasi klinis dalam menegakkan diagnosis. Spesimen biopsi biasanya
menemukan gambaran nonspesifik termasuk hiperkeratosis, parakeratosis,
akantosis, dan infiltrat radang kronik, yang dapat mengaburkan etiologi
yang mendasari. Penemuan histopatologis juga bervariasi tergantung pada
keparahan penyakit, dan beratnya peradangan. Sepertiga dari spesimen
biopsi eritroderma ditemukan tidak berhasil dalam menentukan penyakit
yang mendasari terjadinya DE. Penemuan histologis pada penyakit yang
mendasari mungkin lebih halus pada penyakit yang tidak berhubungan

Lapkas Kulit & Kelamin Page 29


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
dengan DE. Penelitian immunoflorosensi langsung, menggunakan
pewarnaan yang berbeda, penelitian imunoperoksidase, fenotipisasi imun,
dan susunan gen juga mungkin diperlukan dalam menentukan penyakit
yang mendasarinya.
3. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan lab didasarkan pada klinis dan riwayat penyakit pasien
sebelumnya. Sebagai tambahan biopsi kulit multipel, biopsi kelenjar limfe
mungkin diperlukan untuk membedakan limfadenopati dermatopatik dari
adanya keterlibatan limfomatosa. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
pada kondisi adanya paraneoplastik. Apabila sebuah penyakit
limfeproliferatif dicurigai sebagai penyebab DE, maka evaluasi
perbandignan CD4:CD8, penghitungan sel Sezary, dan fenotipisasi imun
pada kulit dan darah, serta analisis sel T klonal melalui sitogenetik atau
analisa gen reseptor sel T.

2.7. Penatalaksanaan Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


Pasien yang datang dengan DE akut mungkin memerlukan rawat inap
akibat imbalansi elektrolit dan kehilangan cairan yang signifikan, serta gangguan
respirasi dan hemodinamis. Meskipun begitu, sebagian besar pasien dapat
ditangani cukup dengan rawat jalan. Terlepas dari etiologinya, penanganan awal
meliputi penggantian cairan dan ekektrolit, serta nutrisi. Pasien dengan
eritroderma dan demam harus dirawat inap dan ditangani secara aktif mengingat
keasaan ini dapat menimbulkan deteoriasi hemodinamis.
Perawatan pasien harus dilakukan pada lingkungan yang hangat
(dianjurkan 30-320) dan lembab untuk menjaga kelembaban kulit dan mencegah
hipotermi. Perawatan kulit lokal, termasuk mandi gandum dan waslap diperlukan
untuk mengangkat lesi yang mengering, pemberian emolien, dan steroid topikal
potensi rendah dapat dimulai. Steroid topikal potensi tinggi dan imunomodulator
topikal, seperti tacrolimus harus dihindari karena kemungkinan adanya
penyerapan sistemik akibat peningkatan permeabilitas kulit dan luasnya area yang
terlibat. Iritan topikal lainnya, seperti anthralin, tar, pelembab asam hidroksil, dan
analog vitamin D juga perlu dihindari.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 30


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Antihistamin dapat diberikan sebagai sedasi pada efek pruritus. Antibiotik
sistemik diperlukan pada pasien dengan infeksi sekunder lokal maupun sistemik.
Septikemia sekunder akibat infeksi Staphylococcus merupakan komplikasi dari
DE dan memerlukan pengobatan antibiotik dan pengobatan suportif. Bahkan
terapi antibiotik sistemik pada pasien tanpa infeksi sekunder juga dapat mengatasi
kemungkinan adanya eksaserbasi DE oleh kolonisasi bakteri. Edema pedal dan
periorbital harus ditangani dengan pemberian diuretik dan pemberian cairan yang
adekuat harus dipertahankan. Seluruh pengobatan yang tidak diperlukan dan
mungkin memperberat penyakit harus dihentikan, termasuk obat-obatan seperti
lithium dan antimalaria yang mungkin memperberat kondisi pasien dengan
psoriasis. Suplementasi folat dan diet protein 130% dari kebutuhan harian
dianjurkan untuk menggantikan kehilangan nutrien.
Penentuan etiologi yang mendasari sangat penting dalam penanganan DE,
dimana DE mungkin tidak mengalami perubahan dengan terapi sampai penyebab
yang mendasarinya ditangani. Rekomendasi terapi konsensus pada eritroderma
psoriasis telah diajukan oleh National Psoriasis Foundation. Terapi yang
diberikan harus sesuai dengan keparahan penyakit dan faktor komorbiditas yang
ada. Pengobatan sistemik seperti methotrexate, cyclosporine, acitretin,
mycophenolate mofetil, dan azathioprine berguna sebagai pengobatan tunggal
maupun campuran. Beberapa penelitian kecil menganjurkan infliximab sebagai
terapi tunggal maupun campuran dengan methotrexate dapat mempercapat
penyembuhan dan pengontrolan DE psoriatik dan angka remisinya yang tinggi.
Terdapat beberapa data yang menunjukkan keefektifan penggunaan etanercept,
begitu juga dengan adalimumab dan alefacept yang sukses digunakan pada pasien
DE psoriatik. Saat ini, belum ada data mengenai keberhasilan terapi dengan
ustekimumab pada eritroderma psoriatik, walaupun begitu kegunaannya telah
terbukti pada psoriasis tipe plak. Pemberian steroid sistemik harus dihindari untuk
mencegah terjadinya rebound erythrodermic flare dan eksaserbasi penyakit.
Beberapa penelitian kasus terakhir mendukung penggunaaninfliximab pada pasien
eritroderma dan psoriasis kronik tipe plak yang gagal setelah pemberian beberapa
terapi termasuk terapi biologis.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 31


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Etanercept juga telah digunakan sebagai pembantu steroid dalam
meringankan gatal sindrom Sezary pada dua pasien. Walaupun begitu,
penggunaan etanercept harus diwaspadai pada pasien karena kemungkinan
timbulnya imunosupresi lebih lanjut. Pilihan terapi CTCL termasuk di dalamnya
kortikosteroid topikal, psoralen plus ultraviolet A (UVA), iradiasi elektron kulit
total, kemoterapi sistemik seperti regimen yang menyerupai CHOP
(cyclophosphamide, hydroxydaunomycin, vincristine, dan prednisone), interferon-
α, fotokemoterapi ekstrakorporeal, dan terapi biologis seperti antibodi monoklonal
(alemtuzumab), bexarotene (retinoid reseptor X selektif), serta denileukin difitox.
Kortikosteroid sistemik berguna pada reaksi hipersensitivitas obat. Pada
beberapa kasus persisten, Ig intravena dapat digunakan. Cyclosporine,
methotrexate, azathioprime, mycophenolate mofetil, dan kortikosteroid sistemik
mungkin berguna untuk dermatitis spongiotik. PRP biasanya merespon terhadap
terapi retinoid sistemik atau methotrexate. Beberapa laporan dan rangkaian kasus
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa antagonis tumor necrosis factor (TNF)-α
(infliximab, etanercept, adalimumab) dengan atau tanpa kombinasi terapi lain
sangat berguna dalam mengobati PRP pada orang dewasa dan remaja.
Papuloeritroderma Ofuji telah diobati dengan kortikosteroid sistemik maupun
oral, cyclosporine, interferon, etretinate, serta kombinasi retinoid kaya psoralen
dengan cahaya UVA. Rituximab telah terbukti berguna dalam mengobati foliaseus
pemfigus eritrodermik pada beberapa laporan kasus.
Ketika penyebab yang mendasari DE tidak diketahui, terapi empirik
dengan agen-agen sistemik seperti methotrexate, cyclosporine, acitretin,
mycophenolate mofetil, dan kortikosteroid sistemik telah digunakan. Pertimbagan
penggunaan kortikosteroid sistemik perlu ditekankan pada DE psoriatik karena
resiko terjadinya rebound flare. Obat-obatan imunosupresif tidak dapat digunakan
sampai CTCL telah disingkirkan dengan beberapa pemeriksaan laboratorium.

2.8. Pencegahan Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


Pencegahan DE tergantung pada pengendalian penyebab yang
mendasarinya. Pengobatan dan iritan yang sebelumnya telah menyebabkan DE
harus dihindari. Penting bagi pasien untuk mencatat riwayat alergi termasuk

Lapkas Kulit & Kelamin Page 32


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
kemungkinan terjadinya reaksi silang pengobatan, seperti agen topikal (seperti DE
akibat penggunaan gentamicin sistemik pada pasien yang alergi terhadap
neomycin dan DE akibat penggunaan pseudoephedrine pada pasien yang alergi
terhadap phenylephrine). Penggunaan steroid sistemik perlu dihindari pada pasien
dengan psoriasis untuk menghindari rebound flares. Pemberian edukasi pada
pasien dengan penyakit pendahulu (seperti psoriasis, dermatitis atopi) tentang
pemicu DE (iritan, penghentian penggunaan obat secara tiba-tiba) juga berguna
pada pencegahan DE.

2.9. Komplikasi Dermatitis Eksfoliatif Generalisata


Berbagai perubahan metabolik dan fisiologik dapat terjadi pada DE,
termasuk imbalans cairan dan elektrolit, gangguan thermoregulasi, gagal jantung,
syok kardiogenik, acute respiratory distress syndrome, dekompensasi penyakit
hati kronis, dan ginekomasti. Hipoalbuminemia umum terjadi akibat kehilangan
protein melalui pembentukan sisik (10%-15% pada ED nonpsoriatik dan
mencapai 25%-30% pada DE psoriatik) dan peningkatan metabolisme disertai
berkurangnya sintesis protein. Proses ini mengakibatkan balans nitrogen negatif,
muscle wasting, dan edema.
Komplikasi umum lain pada DE adalah gangguan regulasi temperatur
tubuh. Peningkatan perfusi kulit disertai meningkatnya kehilangan air transepitel
dan kehilangan panas akibat peningkatan metabolisme dapat mengakibatkan
hipotermia. Lebih lanjut lagi, kapiler tidak dapat merespon dengan baik terhadap
perubahan suhu melalui vasokonstriksi dan vasodilatasi. Kehilangan cairan dan
elektrolit melalui kebocoran kapiler mengakibatkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Pirau darah pada kulit dapat mengakibatkan kegagalan jantung,
terutama pada pasien dengan gangguan jantung dan pasien lanjut usia.
Terdapat peningkatan kerentanan terjadinya kolonisasi bakteri pada DE
akibat adanya inflamasi, fisura, dan ekskoriasi kulit. Sepsis mungkin terjadi.
Sepsis staphylokokal dapat menjadi resiko pada pasien DE dengan CTCL dan
HIV.

2.10. Prognosis Dermatitis Eksfoliatif Generalisata

Lapkas Kulit & Kelamin Page 33


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit dan
prognosis dari DE, seperti penyakit yang mendasarinya, komorbiditas pasien,
umur, laju onset, dan pengobatan sebelumnya. DE yang ditimbulkan oleh obat-
obatan, perjalanannya biasanya berlangsung cepat dan dengan penghentian obat
yang menyebabkannya dapat menghilangkan DE dan pasien dapat sembuh dengan
tuntas. Pengecualian yang penting pada kasus ini adalah reaksi hipersensitivitas
berat sistemik yang biasanya terbentuk dalam 2-5 minggu setelah pemberian obat
dimulai dan mungkin dapat bertahan hingga beberapa minggu setelah
pemberhentian obat. Apabila penyakit yang mendasarinya merupakan penyakit
kulit primer seperti pada DE atopik dan psoriatik, perbaikan membutuhkan waktu
beberapa minggu hingga bulan; meskipun begitu, beberapa kasus kronik dan
persisten dapat terjadi. Rekurensi dari DE psoriatik dapat terjadi pada 15% pasien
setelah resolusi pertama.
DE dapat menjadi fatal terutama pada pasien yang masih sangat muda dan
pada pasien lanjut usia. Rata-rata variabel mortalitas (dari 3,73% hingga 64%)
telah dilaporkan pada penelitian selama lebih dari 51 tahun. Pada beberapa
rangkaian DE, tingkat mortalitas yang tinggi ditemukan pada pasien dengan reaksi
obat berat, keganasan limfaproliferatif, foliaseus pemfigus, dan DE idiopatik.
Penyebab terjadinya kematian adalah komplikasi seperti sepsis, pneumoni, dan
gagal jantung. Angka mortalitas yang lebih rendah dilaporkan pada penelitian
baru-baru ini dengan penyebab terbanyak adalah DE yang berhubungan dengan
keganasan, biasanya akibat dari progresi penyakit yang mendasari, komplikasi
pengobatan, atau sepsis. Pada penelitian terakhir, dengan follow up 80 pasien DE
selama kurang lebih 30 bulan menunjukkan angka kematian sebesar 3,75% (3 dari
80 pasien) dengan penyebab kematian seperti pneumonia pada pasien foliaseus
pemfigus dan sindroma Sezary.
DE akibat keganasan termasuk CTCL adalah penyebab tersering
perjalanan penyakit yang kronis dan sulit diatasi. Pada DE yang berkaitan dengan
mikosis fungoides dan sindroma Sezary, faktor yang memberikan prognosis baik
termasuk umur dibawah 65 tahun, lamanya gejala dirasakan selama lebih dari 10
tahun sebelum diagnosis, tidak adanya keterlibatan kelenjar getah bening seperti
limfoma, dan ketidakadaan sel Sezary pada mikosis fungoides. Angka bertahan

Lapkas Kulit & Kelamin Page 34


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
hidup rata-rata berkisar antara 1,5 hingga 10,2 tahun berdasarkan indikator
prognosis ini.
DE idiopatik biasanya memiliki gejala kronik dan rekurensi yang
membutuhkan terapi steroid jangka panjang. Remisi sempurna terjadi pada
sepertiga dari pasien DE idiopatik dan terjadi remisi parsial pada setengah dari
pasien DE idiopatik. Pasien dengan DE idiopatik kronik memiliki resiko lebih
tinggi untuk berkembang menjadi CTCL. Proporsi pasien dengan DE kronik
menunjukkan adanya diskrasi sel T monoklonal, yang mengindikasikan adanya
premalignansi atau kondisi yang menyerupai Sezary (diskrasia sel T monoklonal
pada signifikansi yang belum ditentukan).
Pada pasien pediatrik dengan DE dan demam, beberapa kondisi (umur
yang lebih tua, muntah, adanya infeksi fokal, dan penemuan lab spesifik) dapat
digunakan untuk memprediksi pasien yang mungkin akan mengalami deteorisasi
hemodinamis. Prediksi terbentuknya toxic shock syndrome pada populasi ini
termasuk umur ≥ 3 tahun, penampakan sakit pasien, peningkatan kreatinin, dan
hipotensi.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 35


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
BAB 3
KESIMPULAN AKHIR

Dermatitis Eksfoliatif Generalisata adalah peradangan hebat yang


melibatkan lebih dari 90% permukaan kulit dan menyebabkan kemerahan dan
pembentukan sisik yang berat. Etiologinya beragam dapat karena alergi obat
secara sitemik, perluasan penyakit kulit (Psoriasis, Leiner), dan akibat penyakit
sistemik atau keganasan.
Patofisiologi Dermatitis Eksfoliatif Generalisata belum jelas, yang dapat
diketahui adalah akibat suatu agen dalam tubuh. Manifestasi klinis dari DEG
mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam
waktu 12-48 jam.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan peradangan kulit yang luas hingga
mencapai 90% atau lebih. Untuk pemeriksaan penunjang sebenarnya pada DEG
tidak terlalu spesifik, akan tetapi pada DEG kronis didapatkan anemia,
leukositosis, limfositosis, eosinofilia, peningkatan IgE serta penurunan serum
albumin.
Tatalaksana pada fase akut pasien harus rawat inap untuk memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian pengobatan simptomatis misalnya
pemberian anti-histamin cetirizine 10 mg 1x1 atau loratadine 10 mg 1x1 untuk
mengatasi dan mengurangi rasa gatal, dan vitamin seperti vitamin C 50 mg 3x1,
asam folat 1x1 untuk membantu mengganti kehilangan nutrisi dan pengobatan
khsusus emolien seperti lanolin 10% atau krim urea 10% topikal meningkatakan
kelembapan kulit dengan cara membantu menyingkirkan sel-sel kulit mati yang
kering dan kasar, pengobatan lesi dengan pemberian kortikosteroid topikal kerja
sedang misalnya pemberian betametason dipropionat dioleskan tipis 1-2 x/hari
atau desoksimetason dioleskan tipis 1-2 x/hari untuk mengurangi manifestasi
inflamasi dan pruritus.
Prognosis tergantung etiologinya. Jika penyebab dapat disingkirkan dan
diperbaiki maka secara umum prognosisnya baik.

Lapkas Kulit & Kelamin Page 36


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)
DAFTAR PUSTAKA

Grant-Kels MJ, Bernstein LM, Rothe JM. Exfoliative Dermatitis. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th Ed, Vol. 1, 2008; p.225-32.
Erythroderma. Dermanet NZ, 2009. In:
http://dermentnz.org/reactions/erythroderma.html
Isnain H, Hutomo M, Soehardjo S. Aspek Klinis dan Histopatologis pada
Eritroderma. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr.
Soetomo, 2000Vol.12, No.2, p.132
McKoy K. Exfoliative Dermatitis (Erythroderma), 2009. Merck In:
http://www.merck.com/mmpe/sec10/ch114/ch114d.html
Thomson AM, Berth-Jones J. Erythroderma and Exfoliative Dermatitis. In: Life-
Threatening Dermatoses and Emergencies in Dermatology, Springer-Verlag
Berlin Heidelberg, 2009; p. 79-87
Umar SH, Kelly AP. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis), 2009.
In: http://emedicine.medscape.com/article/1106906
Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Erythroderma/Exfoliative Dermatitis. In:
Clinical Dermatology, 4th Ed, Blackwell Publishing, 2008;p. 78-9

Lapkas Kulit & Kelamin Page 37


Dermatitis Eksfoliatif Generalisata (DEG)

Anda mungkin juga menyukai