net/publication/336373748
CITATIONS READS
0 866
2 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Daniel Benyamin de Poere on 10 October 2019.
ABSTRAK
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut dan dikenakan atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pajak ini dipungut melalui Faktur
Pajak. Selisih antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang dan harus disetor ke kas Negara. Perhitungan pajak
yang terutang yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan
peraturan perpajakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menghitung Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran untuk mengetahui jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang
kurang bayar atau lebih bayar serta bagaimana untuk melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai terhadap Pajak Masukan yang dapat dikreditkan maupun yang tidak dapat
dikreditkan.
Penelitian ini dilakukan pada PT Batara Indah yang beralamat di Kawasan
Industri Sentul Jl.Olympic Raya Kav. A 8, Sentul Bogor 16810. Sumber data dalam
penelitian ini diambil dari bagian perpajakan serta dokumen-dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi dan
studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini digunakan untuk mengetahui perhitungan, penyetoran, dan
pelaporan PPN apakah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan. Dalam
penyampaian pelaporan masa PPN pada PT Batara Indah sudah sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku. Rekomendasi yang dapat diberikan sebagai koreksi
adalah agar penerapan PPN yang dilakukan pada PT Batara Indah tetap dipertahankan
karena telah sesuai dengan peraturan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, serta
perusahaan harus mengikuti perkembangan peraturan perpajakan mengenai aplikasi
e-SPT PPN terbaru agar tidak terjadi kesalahan.
ii
Dalam perkembangannya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta
karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan
dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau
dalam memberikan jasa. Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan barang
kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah
dalam pelaksanaannya, tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.
Pembukuan yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan
sistem perpajakan di Indonesia yang berdasarkan self assessment system
yakni pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk
menghitung sendiri besarnya PPN terhutangnya, menyetorkannya ke Bank
persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke Kantor Pelayanan Pajak
dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT).
Dari uraian tersebut di atas, penulis menyadari betapa pentingnya
pemahaman atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga penulis tertarik
untuk mengambil judul “Tinjauan Atas Penerapan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) Pada PT. Batara Indah Office Product (BINO)”
Tujuan penelitian :
1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai
pada PT Batara Indah.
2. Untuk mengetahui perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang
dilakukan PT Batara Indah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
iii
Manfaat penelitian :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
identifikasi masalah perpajakan dalam hal pemenuhan kewajiban
perpajakan perusahaan.
2. Penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
meningkatkan penerimaan pajak terutama dalam pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai pada masa berikutnya.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk menerapkan teori
yang telah dipelajari di STIE Kesatuan dan diaplikasikan ke dalam
praktik yang sesungguhnya dalam suatu instansi atau perusahaan.
Selain itu, penelitian ini juga menjadi salah satu syarat untuk
kelulusan penulis dari pendidikan Diploma Tiga (D3) di STIE Kesatuan
Bogor jurusan Akuntansi.
ii
iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pajak ialah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.
ii
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, yaitu :
a. Iuran atau kontribusi wajib rakyat kepada negara.
b. Dipungut oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang sehingga
bersifat memaksa.
c. Tanpa jasa timbal atau kontra-prestasi secara langsung yang dapat
ditunjuk.
d. Digunakan untuk pengeluaran umum sehubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan.
e. Secara khusus, undang-undang menambahkan bahwa penggunaan
iuran pajak sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
iii
2. Fungsi Regurelent (Pengaturan)
Fungsi regulerent, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
mencapai tujuan tertentu dalam melaksanakan kebijakan pemerintah
di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Contoh nyata dari fungsi ini adalah pemberlakuan Pajak penghasilan
atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri rokok,
yang bertujuan untuk penekanan produksi karena dapat mengganggu
lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).
ii
2. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek
Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas
kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB
merupakan pajak pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan diserahkan kepada Pemerintah
Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
4. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
5. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris serta kwitansi pembayaran, surat berharga
dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal di atas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan.
iii
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : PPn dan PPnBM
3. Berdasarkan Lembaga Pemungutan
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM,dan PBB.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
yang digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
Daerah terdiri atas :
1) Pajak Propinsi, seperti Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Reklame, Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan.
ii
pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan
Nilai.
iii
3) Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu Negara. Perlakuan perpajakan antara Warga
Negara Indonesia dan Warga Negara Asing itu berbeda.
ii
2.2.2 Ciri Khas Pajak Pertambahan Nilai
Ciri khas PPN adalah sebagai berikut :
1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur.
2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP atau JKP, wajib dibuatkan Faktur
Pajak. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan PPN dimana Faktur
Pajak bagi Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan Faktur Pajak
bagi Pembeli merupakan bukti Pajak Masukan.
Menurut Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 :
1) Pajak Masukan (PM) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP
berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.
2) Pajak Keluaran (PK) adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang
wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, JKP,
atau ekspor BKP.
iii
5. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Atas impor BKP dikenakan PPN sedangkan atas BKP tidak dikenakan
PPN, prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan yaitu pajak
dikenakan ditempat barang atau jasa akan dikonsumsi.
6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral
Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu, PPN
dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa, dan Pemungutannya
menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut ditempat barang/jasa
dikonsumsi).
7. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda
Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai
tambah dan PPN yang dibayar diperhitungkan dengan PPN yang
dipungut.
Dalam perpajakan terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan pajak
pertambahan nilai. Menurut Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis dalam
bukunya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
istilah-istilah perpajakan terdiri dari :
1) Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat,perairan,dan ruang udara diatasnya, serta tempat-
tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan.
2) Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud.
3) Barang Kena Pajak (BKP, Taxable Goods) adalah barang
sebagaimana dimaksud dalam angka (2) yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini.
4) Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atas
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesanan.
5) Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam
angka (4) yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.
ii
6) Impor adalah setiap kegiatan memasukan barang dari luar Daerah
Pabean ke dalam Daerah Pabean.
7) Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam
Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
8) Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual,
termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk
atau sifatnya.
9) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya.
10) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana
dimaksudkan dalam angka (13) yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar Daerah Pabean.
11) Pengusaha Kena Pajak (PKP, Taxable Firm) adalah pengusaha
sebagaimana dimaksud dalam angka (14) yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil
yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
12) Dasar Pengenaan Pajak (DPP, Tax Base) adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
13) Faktur Pajak (FP) adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor
Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
iii
14) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan
Pemerintah, badan, atu instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan
pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan
Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah tersebut.
Dari istilah-istilah perpajakan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap
barang, jasa dan pengusaha pasti dikenakan pajak. Setiap barang berwujud
yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak, barang
tidak bergerak dan barang tidak berwujud pasti dikenakan pajak. Sedangkan
dilihat dari jasa, pengenaan pajak dilakukan pada setiap kegiatan pelayanan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang atas fasilitas atau hak tersedianya untuk dipakai dalam menghasilkan
permintaan dengan bahan dan atas dasar petunjuk dari pemesan. Jasa yang
dikenakan pajak adalah jasa yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang kepabeanan. Serta pengusaha adalah orang pribadi atau
badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar daerah Pabean melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah Pabean.
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar
0 % (nol persen).
Tarif PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak
yang diekspor atu dikonsumsi di luar Daerah Pabean dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).
ii
3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah menjadi
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15 %.
iii
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang
tidak berwujud.
c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean, dan
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
Pajak juga dipungut pada saat impor barang. Pemungutan dilakukan
melalui Direktorat Jenderal Pajak Bea dan Cukai. Pajak yang
berdasrkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari
pungutan bea masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP.
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah pabean.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama
dengan impor barang kena pajak, maka atas BKP tidak berwujud yang
berasal dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam daerah
pabean juga dikenakan pajak.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
6. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
7. Kegiatan menbangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.
Sesuai ketentuan UU, PPN dikenakan atas kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hailnya digunakan sendiri atau oleh
ii
pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar
pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
iii
2.6 Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP atau bukti pungutan pajak
karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap
penyerahan BKP/JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Pembuatan
faktur pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena faktur
pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme)
pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.Oleh
karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat faktur pajak.Larangan membuat
faktur pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk
melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya.Namun
demikian, apabila faktur pajak telah dibuat oleh orang pribadi atau badan
yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut, jumlah pajak
yang tercantum dalam faktur pajak harus disetorkan ke Kas Negara.
ii
c. Apabila dalam suatu masa, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah pajak keluaran yang
dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan
penyerahan terutang pajak.
d. Apabila dalam suatu pajak, PKP selain melakukan penyerahan terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak
tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
e. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha yang
dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat
dihitung denganmenggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan
yang ditetapkan Menteri Keuangan.
f. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan
pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatntya 3 bulan setelah
berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Pajak Keluaran merupakan kewajiban sedangkan Pajak Masukan
adalah hak. Pengusaha Kena Pajak tidak dapat mengelak untuk tidak
melunasi Pajak Keluaran, namun dapat memilih untuk mengkreditkan Pajak
Masukan atau tidak.
iii
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Pertamina
BUMN/BUMD
Bank Pemerintah
ii
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara
melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan
usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
iii
Ditandatangani akte pembubaran.
Diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan
hasil pemeriksaan.
Diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan
data atau dokumen yang ada.
Terutangnya pajak atas penyerahan BKP dalam rangka perubahan
bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan
seluruh aktiva yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas BKP.
Pajak tetutang pada saat disepakati atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham yang terutang dalam perjanjian perubahan bentuk usaha,
penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva
perusahaan tersebut.
ii
11. Restitusi Turis Asing
12. Tanggung Renteng
Hal yang sama mengenai pengertian Surat dalam buku yang disusun
oleh Primandita Fitriandi (2007:3) yang berjudul Kompilasi Undang-Undang
Perpajakan Terlengkap menyatakan bahwa :
iii
a. Bagi Wajib Pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang :
1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
atau melalui pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai yang sebenernya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
1) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh Pengusaha Kena Pajak atau melalui pihak lain dalam satu
Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
c. Bagi Pemungut Pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipungut serta disetorkannya.
Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
2. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa terdapat dua jenis Surat
Pemberitahuan (SPT) yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan, maka jangka waktu
penyampaian atau pelaporannya pun berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam tabel menurut Siti Resmi dalam bukunya yang berjudul
Perpajakan (buku dua) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa
ii
Pajak Pertambahan Nilai, dan berakhir.
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah atas Impor.
Pajak Penghasilan Pasal 22,
Pajak Pertambahan Nilai,dan
Pajak Penjualan Atas Barang 7 (tujuh) hari setelah batas waktu
Mewah atas impor yang penyetoran pajak berakhir.
pemungutannya dilakukan
oleh DirJen Bea dan Cukai.
Pajak Penghasilan Pasal 22
yang pemungutannya 14 (empat belas) hari setelah masa pajak
dilakukan oleh Bendaharawan berakhir.
Pemerintah.
Pajak Penghasilan Pasal 22
dari penyerahan oleh
pertamina atas hasil
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
produksinya dan dari
berakhir.
penyerahan bahan bakar
minyak dan gas oleh badan
usaha lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22
yang pemungutannya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
dilakukan oleh badan tertentu berakhir.
sebagai pemungut pajak.
Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
Mewah yang terutang dalam berakhir.
satu Masa Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang pemungutnya 14 (empat belas) hari setelah masa pajak
dilakukan oleh Bendaharawan berakhir.
Pemerintah atau Instansi
Pemerintah yang ditunjuk.
Pajak Pertambahan Nilai dan 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
Pajak Penjualan Atas Barang berakhir.
iii
Mewah yang pemungutnya
dilakukan oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai selain
Bendaharawan Pemerintah
atau Instansi Pemerintah yang
ditunjuk.
Sumber : Perpajakan (buku dua)
Tabel 2.2
Batas waktu penyampaian SPT Tahunan
ii
perpanjangan waktu diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyatan
mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak
dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Suatu pelaporan SPT dituntut untuk dilaporkan secara tepat oleh wajib
pajak, baik berupa SPT Masa maupun SPT Tahunan. pelaporan SPT dapat
dikatakan tepat apabila pengisiannya benar, dokumen-dokumen yang harus
dilampirkannya lengkap dan disampaikan sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Hal-hal Penting dalam Pengisian dan Pelaporan SPT Masa PPN adalah
sebagai berikut :
1. Pengadaan SPT Masa PPN beserta lampirannya disediakan secara
cuma-cuma oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor
Pelayanan Pajak setempat, atau dapat dicetak/difotokopi sendiri oleh
PKP, sepanjang bentuk, ukuran, dan isinya sesuai dengan bentuk
Formulir SPT Masa PPN yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penggunaan Lampiran Formulir 1107 yang melebihi satu halaman.
Dalam hal PKP menggunakan lebih dari satu halaman untul lampiran
SPT Masa PPN (lampiran A dan B), maka setiap halaman harus diberi
catatan pada kode Formulir.
3. Pengisian SPT Masa PPN harus SPT Masa PPN beserta lampiran-
lampirannya harus ditandatangani oleh PKP atau oleh kuasanya
dengan melampirkan Surat Kuasa Khusus. SPT Induk dan lampiran-
lampirannya yang tidak ditandatangani oleh PKP atau Kuasanya,
dikategorikan sebagai SPT yang tidak lengkap, dan dianggap SPT Masa
PPN tidak disampaikan.
Dari keseluruhan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
ketepatan pelaporan SPT Masa PPN adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
dalam hal ini pengusaha kena pajak melaporkan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai kepada pemerintah atau Direktorat Jenderal Pajak
secara tepat yaitu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
baik yang mengatur tata cara perhitungan, pengisian SPT dan tenggang
waktu penyampaian SPT Masa PPN tersebut.
iii
BAB III
METODE PENELITIAN
ii
spesialisasi dalam memproduksi dan mendistribusi peralatan kantor yang
bermutu tinggi.
PT. Batara Indah menjual peralatan kantor dengan merek internasional
dan setiap produknya merupakan pemimpin dalam pasarnya masing-masing.
Barang yang didistribusikan antara lain, Bantex, Elba, Linex, Papeo, APLI,
Lyra, Xyron dan beberapa merek unggulan lainnya untuk peralatan kantor.
Perusahaan ini telah mengadakan ekspansi dan investasi dalam usaha untuk
memberikan tingkat pelayanan yang terbaik kepada para pelanggan. Kantor
pusat dan pusat distribusi seluas 12.000 meter persegi terletak di Kawasan
Industri Sentul. Dengan dioperasikannya pusat distribusi ini akan
meningkatkan kemampuan pelayanan perusahaan dalam menjamin kepuasan
pelanggan.
Komitmen perusahaan terhadap standar mutu yang tinggi telah
mendapat pengakuan melalui Sertifikat ISO 9002 yang diberikan kepada
Bantex internasional pada tahun 1995.
iii
untuk menjalankan fungsinya dengan baik dibidangnya masing-masing
melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan
pengawasan yang dilakukan oleh setiap manajer. Untuk mencapai tujuan
perusahaan, maka setiap manajer yang telah dipilih dibantu oelh beberapa
staff. Staff perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan
fungsi yang telah diatur oleh manajer. Untuk lebih jelasnya, berikut struktur
organisasi PT Batara Indah. (Lihat Gambar 3.1)
ii
Managing Pengawasan
Director Lingkungan
Hidup
Director
Finance &
Plant GA & HRD
Accounting Export / NS
Manager Manager
Manager
Cost
Production
Accounting
Planning
Production Tax
Control
Q.A &
Production Invoicing
Engineering
Finance
Gambar 3.1
Struktur Organisasi PT Batara Indah
iii
3.3 Uraian Tugas Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat
1) Managing Director
Managing Director memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
a) Melakukan perencanaan strategis.
b) Melakukan koordinasi dengan semua Departemen dalam
perusahaan.
2) Director
Director memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a) Merumuskan dan menetapkan strategi serta kebijakan umum
perusahaan untuk memberikan arah dan pedoman bagi jalannya
perusahaan.
b) Melakukan evaluasi jalannya perusahaan secara keseluruhan.
c) Mengambil keputusan penting yang mempengaruhi perkembangan
dan kelangsungan hidup perusahaan.
3) Plant Manager
Plant Manager memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a) Merumuskan semua rencana kegiatan yang berhubungan dengan
proses produksi sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh
pihak manajemen.
b) Mengkoordinasikan semua fungsi yang ada dibawahnya sehingga
setiap fungsi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan lebih
terarah dalam kegiatan operasional. Dalam menjalankan fungsinya,
Plant Manager dibantu oleh beberapa manager yang membawahi
fungsi-fungsi sebagai berikut :
a) Logistic
Tanggung jawab manajer Logistic antara lain sebagai berikut :
1) Menggerakkan efisiensi biaya dan penyimpanan barang
serta Konfigurasi jaringan distribusi yang sesuai.
2) Mengkoordinasikan penawaran dan permintaan terkait
dengan pesanan barang.
Bagian Logistic dibantu oleh :
a. Warehouse Raw Material
b. Purchase
ii
b) Production
Tanggung jawab manajer Production antara lain sebagai
berikut:
1) Mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengawasi
rencana produksi dalam pabrik, termasuk didalamnya
strategi persiapan anggaran untuk perluasan operasi dan
penggunaan secara penuh semua fasilitas dan peralatan.
2) Mengevaluasi produksi dalam cakupan kerja dan tanggung
jawab penuh atas prestasi dari produksi yang dihasilkan.
c) Planning Production Control
Bagian Production Planning dan Inventory Control memiliki
tanggung jawab sebagai berikut :
1) Merencanakan pemesanan, dan pembelian Direct Material
(bahan baku) dengan jumlah dan waktu yang telah
disepakati.
2) Membuat Buffer Stock untuk persediaan bahan baku, bahan
pembantu, dan barang setengah jadi.
3) Bekerja sama dengan Cost Accounting dalam melakukan
Cost Control terhadap bahan baku yang akan dipesan,
sehingga dapat membantu PPIC dalam menentukan kapan
waktu pemesanan, serta dimana bahan baku tersebut dapat
diperoleh dengan biaya yang tidak terlalu besar.
4) Mengendalikan kegiatan di gudang bahan baku agar dapat
berjalan dengan baik.
d) Quality Assurance & Product Engineering
Quality Assurance & Product Engineering mempunyai tugas
sebagai berikut :
1) Mengatur semua fungsi dan aktivitas operasi dalam
Maintenance.
2) Menugaskan pekerjaan harian pada semua personal staff
maintenance, termasuk electrinical dan mechanical repair.
e) Workshop
Workshop mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Merencanakan pengadaan jadwal pemeriksaan mesin dan
electrical secara berkala.
iii
2) Mengkoordinasikan semua staff workshop agar
memudahkan pemeriksaan terhadap perlengkapan yang
berkaitan dengan proses kerja pabrik.
4) Finance & Accounting Manager
Finance & Accounting Manager memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut :
a) Merencanakan strategi, program kerja perusahaan secara tepat
sesuai startegi bisnis.
b) Mengatur dan mengarahkan pencatatan neraca perusahaan sesuai
aktivitas perusahaan serta menjaga keseimbangan neraca.
c) Mengevaluasi dan menganalisa system keuangan agar dapat
berjalan dengan tepat dan akurat.
d) Mengarahkan fungsi dan kinerja unit bagian agar dapat berjalan
optimal serta meningkatkan kinerja SDM.
e) Menjalankan tugas-tugas terkait dengan upaya pencapaian target
perusahaan.
Finance & Accounting Manager dibantu oleh beberapa staff,
diantaranya :
1) General Accounting
2) Cost Accounting
3) Tax
4) Invoicing
5) Finance
5) Geneal Affair & HRD Manager
General Affair memiliki beberapa bagian yang sama dengan tugas HRD
Staff. Tugas dari General Affair adalah :
a) Sebagai perwakilan perusahaan untuk menjalin hubungan baik
kepada pihak internal maupun eksternal.
b) Memenuhi semua kebutuhan operasional pada internal perusahaan,
seperti penyediaan ATK untuk karyawan, pengajuan kesehatan,
dsb.
c) Pengurusan dokumen-dokumen untuk kepentingan internal
perusahaan, seperti pengurusan izin, perpanjangan kerja, dsb.
ii
6) Eksport & Import
Eksport memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a) Melakukan fungsi eksport
b) Menjalin kerja sama dengan pelanggan luar negeri
c) Melakukan Claim Bea dan Cukai atas barang Import
iii
5) Ocean Plastics.co
6) Huen Chen Machine
Untuk bahan baku, PT Batara Indah masih mengimpor sebagian dari
bahan baku yang dibutuhkan, karena bahan baku tersebut tidak dapat
diperoleh dari dalam negeri. Sedangkan untuk supplier dalam negeri,
PT Batara Indah mengandalakan beberapa supplier untuk mengantisipasi hal-
hal yang tidak diinginkan.
Jenis bahan baku berupa plastic, karbon, dan mekanik diperoleh dari
supplier di luar negeri yakni, Singapura dan Korea Selatan melalui agen
Bantex yang berlokasi di Jakarta. Untuk bahan baku impor, PT Batara Indah
melakukan pemesanan antara satu sampai dua bulan sebelumnya, dan untuk
pembayaran dilakukan satu minggu setelah bahan baku impor diterima
dengan cara transfer melalui bank yang sudah ditetapkan. Vendor-vendor
yang menjadi supplier PT Batara Indah bisa dilihat pada tabel 3.1.
Semua produk yang ada dipasarkan hamper ke seluruh kota di
Indonesia, antara lain : Bali, Balikpapan, Cikarang, Makassar, Palembang,
Semarang, Serpong, Surabaya, Jogyakarta, Manado, dan Jakarta.
ii
Tabel 3.1
Daftar Supplier PT Batara Indah
Nama Vendor
ASIAPLAST INDUSTRIES PT HENKEL INDONESIA
PT. CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL
CAHAYA BOXINDO PRASETYA
Tbk
CITRA SASTRA GRAFIKA PT. GLOBAL PACKAGING SYSTEM
CLARIANT INDONESIA PT. INSAN PERDANA
COMPOTECH INTERNATIONAL PT. Pentamapan Cemerlang
CV. SUMBER ANUGRAH PLASTIK PT. RONADAMAR SEJAHTERA
EKADHARMA TAPE INDUSTRIE PT.DELIJAYA GLOBAL PERKASA
ELFRIDA PLASTIK PT.GME INDONESIA
INTI PERDANA GRAFINDO PT.POLYCOLOR PRIMA PERKASA
KHARISMA INTERPLAST PRATAMA SENTOSA TATA MULTI SARANA, PT
LEMINDO ABADI JAYA SETIAWAN SEDJATI
NOREE INDONESIA PAPER SINGA DJAWA PT
PARAMITRA GUNAKARYA CEMERLANG SUDONG METAL & BUTTON INDO
PREMIUM PANEL INDONESIA TATIMEL MAITOYA
PT HARAPAN PRIMA PRINTING TOKO MUDJUR
Sumber : PT Batara Indah (2014)
iii
Produk PT Batara Indah
Produk-produk perlengkapan pengarsipan yang dapat diproduksi oleh
PT Batara Indah dibuat dengan beraneka ragam bentuk, ukuran, motif, warna
yang berbeda dengan kualitas serupa seperti produk yang dihasilkan di luar
negeri. Produk yang dihasilkan harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan Bantex Internasional. Berikut adalah produk-produk utama yang
dihasilkan oleh PT Batara Indah, antara lain :
1) Ordner
Ordner adalah salah satu produk unggulan Bantex yang yang terbuat
dari lembar karton yang kokoh dilapisi kertas bermotif ataupun PVC
(Polyvinly Chloride – Plastik fleksibel yang tahan lama). Ukuran yang
tersedia, yaitu : folio, A4, dan kwitansi. Ordner ini dibuat dengan
berbagai variasi warna. Ordner Bantex berkualitas tinggi memiliki
kapasitas 5 cm dan 7 cm yang diberi lapisan khusus untuk menjaga
kekokohan ordner saat disimpan serta meminimalisir kerusakan pada
lemari. Untuk memberikan kepuasan maksimal, ordner dapat disablon
sesuai dengan keinginan dan spesifikasi konsumen.
2) Binder
Pada dasarnya binder hamper sama dengan ordner. Perbedaannya
terletak pada mekanik yang digunakan. Binder memiliki jenis mekanik
yang beraneka ragam. Ukuran dan bentuk yang tersedia pun berbeda,
mulai dari 2,3, dan 4 ring.
3) Computer File
Computer file terbuat dari bahan baku yang berasal dari karton dilapisi
dengan PVC dilengkapi dengan computer tab yang dapat digunakan
untuk penataan vertical maupu horizontal sehingga isi file dapat
dengan mudah teridentifikasi. Computer file berfungsi untuk
menyimpan print out yang bersambung karena memiliki mekanis cover
dengan jumlah yang banyak.
4) Clip File
Clip file terbuat dari karton dilapisi dengan PVC dilengkapi dengan Wire
Clip (penjepit kertas), sehingga nyaman digunakan. Clip file tersedia
dalam bentuk cover penutup (seperti buku) dan tanpa cover.
5) Divider
Divider adalah kertas pembatas yang terbuat dari karton manila
berwarna cerah dengan bahan PP (Polypropylene – Jenis plastic ramah
lingkungan) yang dilengkapi dengan index abjad atau nomor.
ii
6) Kulit 747
Kulit 747 merupakan produk agenda kantor yang terbuat dari bahan
kulit berkualitas dengan berbagai bentuk ukuran, didesain elegan serta
memberikan kesan eksklusif kepada pemakainnya.
iii
business card. Apli dapat digunakan di printer, laser, dan mesin
fotocopy. Apli menggunakan bahan baku ramah lingkungan.
6) XYRON
Pada tahun 1996 di USA, Xyron didirikan sebagai mesin laminasi yang
menjadi salah stu merk berkelas internasional. Xyron berhubungan
dengan produk kerajinan tangan. Mesin kreatif laminasi Xyron dapat
digunakan untuk membuat stiker, magnet, label, baik satu maupun
dua sisi. Xyron telah mendapat penghargaan di NY Stationery (2000)
sebagai “Best New Product Award” dan “Company of the year”.
ii
Tabel 3.2
Hari dan Jam Kerja PT Batara Indah
iii
penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan peraturan
perpajakan dan undang-undang yang berlaku.
Dalam memperoleh data, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data berupa penelitian lapangan secara langsung. Sumber data diambil dari
bagian perpajakan serta dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan
penelitian. Metode analisis data yang digunakan berupa studi kasus yang
dilakukan oleh PT Batara Indah serta studi pustaka yang diperoleh dari data-
data yang relevan dengan Pajak Pertambahan Nilai.
Selanjutnya, penulis melakukan wawancara dengan pihak perusahaan
yang berwenang, khususnya pada bagian yang berhubungan dengan objek
penelitian untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian ini,
mengenai Prosedur Perpajakan yang diberikan oleh perusahaan.
Untuk memberikan jaminan yang memadai atas informasi yang
efektif, PT Batara Indah menggunakan system Navision yang mencakup
hamper semua lini dari aktivitas operasional perusahaan. Selain itu, transaksi
yang dicatat telah dilengkapi dengan dokumen pendukung (arsip). Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya transaksi fiktif.
ii
3.5.1.1 Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur)
Pada tanggal 1 Juli 2014, impian bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan
otoritas pajak menjadi kenyataan, dengan diterbitkannya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Bagi PKP, e-Faktur ini
memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan karena biaya yang
dikeluarkan akan berkurang dan mereka akan semakin yakin bahwa faktur
pajak telah sesuai dengan transaksi sebenarnya. Kemudian, PKP merasa
terlindungi dengan adanya e-Faktur, mereka akan terhindar dari
penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab atau dari adanya
faktur pajak fiktif. Di lain pihak, otoritas pajak juga akan dimudahkan dengan
kelengkapan data yang sudah diverifikasi dalam faktur pajak dan proses
pelayanan akan lebih cepat, sehingga beban administrasi yang selama ini
dirasakan oleh otoritas pajak diharapkan akan berkurang.
Seiring meningkatnya frekuensi dan volume transaksi yang dilakukan
PKP, maka semakin bertambah pula kebutuhan pengusaha dalam
menjalankan kepatuhan perpajakannya khususnya Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Meningkatnya kebutuhan PKP ini juga dapat meningkatkan beban
administrasi PPN yang dirasakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Ditjen Pajak telah melakukan berbagai pembenahan dan upaya peningkatan
pelayanan dan administrasi PPN. Sebelumnya, Ditjen Pajak telah melakukan
registrasi ulang PKP, batasan pengukuhan PKP, penunjukkan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) sebagai pemungut PPN, dan berbagai pembenahan yang
berkelanjutan mengenai faktur pajak.
Pembenahan yang berkelanjutan mengenai faktur pajak yang
dilakukan oleh Ditjen Pajak merupakan dampak dari kerugian yang
ditimbulkan akibat penyalahgunaan faktur pajak, seperti non-PKP
menerbitkan faktur pajak, faktur pajak tidak atau terlambat terbit, dan
beredarnya faktur pajak fiktif serta faktur pajak ganda. Selin itu sejak tahun
2001, Ditjen Pajak menghadapi masalah besar dalam mengadministrasi faktur
pajak yang jumlahnya mencapai 200 juta setiap tahun dan itu semua
dilakukan secara manual. Oleh karena itu, beban administrasi faktur pajak
yang selama ini dirasakan oleh Ditjen Pajak menjadi latar belakang
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2014
(PER 16,2014).
iii
Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan e-Faktur
Secara garis besar, PER 16,2014 mengatur tentang tanta cara
pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik yang sebagian
telah diatur sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian Faktur Pajak.
E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui sistem aplikasi
elektronik yang disediakan oleh Ditjen Pajak. Sistem aplikasi elektronik
tersebut dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual) yang merupakan
satu kesatuan sehingga membantu PKP dalam pembutannya. Saat ini, yang
diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yang telah ditetapkan dalam
lampiran Keputusan Direktur Jenderal Nomor 136 Tahun 2014 (KEP
136/2014) dan wajib membuat e-Faktur hanya untuk setiap :
1. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a dan/atau pasal 16D UU PPN.
2. Penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf c UU PPN.
Namun, pembuatan e-Faktur dikecualikan atas setiap penyerahan BKP
dan/atau JKP yang dilakukan oleh :
1. Pedagang eceran yang membuat faktur pajak tanpa
mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama
dan tanda tangan penjual dengan cara :
a. Langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke
tempat konsumen akhir lainnya.
b. Langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan
penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
c. Pada umumnya pembayaran BKP atau penyerahan JKP
dilakukan secara tunai.
2. PKP Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN.
3. Bukti pungutan PPN berupa dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat (6) UU PPN.
Sebagai implementasi peraturan atas tata cara pembuatan dan
pelaporan e-Faktur, PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur ditentukan dalam
KEP 136/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan
Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik melalui tiga tahapan.
ii
Tahap pertama, dilakukan pada 1 Juli 2014 dengan menentukan
sejumlah 45 perusahaan yang sudah diwajibkan membuat e-Faktur untuk
diterapkan di Kantor Wilayah Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya di
wilayah DKI Jakarta. Beberapa diantaranya bisa dilihat pada tabel 3.3.
Tahap kedua, dilakukan pada 1 juli 2015 untuk diterapkan di Kantor
Pelayanan Pajak Jawa dan Bali, kemudian tahap ketiga pada 1 Juli 2016 untuk
diterapkan di seluruh Kantor Pelayanan Pajak di Indonesia.
Tabel 3.3
Daftar PKP yang Diwajibkan Membuat e-Faktur
Mulai 1 Juli 2014, setiap perusahaan yng berada dalam lampiran KEP
136/2014 tersebut sudah diwajibkan membuat e-Faktur dengan
menggunakan mata uang Rupiah. Jika penyerahan BKP dan/atau JKP yang
menggunakan mata uang selain Rupiah, maka harus terlebih dahulu
dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah sesuai dengan nilai kurs menurut
keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada saat e-Faktur dibuat. Faktur
pajak elektronik harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP
dan/atau JKP yang paling sedikit memuat :
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang
menyerahkan BKP dan/atau JKP.
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga.
4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut.
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut, kode,
nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
6. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak.
iii
Tanda tangan yang harus dicantumkan dalam pembuatan e-Faktur
adalah tanda tangan elektronik yang terdiri atas informasi elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi. Yang dimaksud dengan
informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya. Dokumen elektronik faktur pajak merupakan hasil keluaran
(output) dari sistem aplikasi elektronik yang disediakan oleh Ditjen Pajak.
Sedikit berbeda dengan faktur pajak kertas (hardcopy), faktur pajak
elektronik yang merupakan output tadi, wajib dilaporkan oleh PKP ke Ditjen
Pajak untuk memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak sebelum diungkapkan
lebih jauh dalam SPT elektronik (e-SPT) yang sistem aplikasinya sudah
in-line.
Dalam pelaporannya, e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalm
bentuk kertas (hardcopy), dan dapat dilakukan dengan cara mengunggah e-
Faktur ke Ditjen Pajak. Untuk membandingkan antara faktur pajak kertas
dengan e-Faktur secara sederhana dapat dilihat pada tabel 3.4.
Setelah e-Faktur dilaporkan dengan cara diunggah, Ditjen Pajak
memberikan persetujuan sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan
untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang
diberikan oleh Ditjen Pajak kepada PKP yang membuat e-Faktur sesuai dengn
ketentuan yang berlaku. Faktur pajak elektronik yang tidak memperoleh
persetujuan dari Ditjen Pajak bukan merupakan faktur pajak.
ii
Tabel 3.4
Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan e-Faktur
iii
E-Faktur Rusak atau Hilang dan Ketentuan Lainnya
E-Faktur yang salah dalam pengisian atau penulisan, sehingga tidak
memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP dapat membuat e-
Faktur pengganti. Lebih jauh lagi, atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau
hilang, PKP dapat melakukan cetak ulang melalui system aplikasi tersebut.
Untuk setiap informasi elektronik dalam e-Faktur yang rusak atau hilang, PKP
dapat mengajukan permintaan untuk mengakses atau meminta data e-Faktur
tersebut ke Ditjen Pajak melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dengan
menyampaikan surat yang menjadi lampiran PER 16/2014 ini dan sebelumnya
informasi elektronik tersebut telah memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak.
Dalam hal pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP yang e-
Fakturnya telah dibuat, PKP harus melakukan pembatalan e-Faktur tersebut
melalui sistem aplikasi tersebut.
ii
3.5.3 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai
000.000–00.00000000
1 2 3 4
Keterangan :
1 : 2 digit kode transaksi (010. ; 020. ; 070. dst)
2 : 3 digit kode pusat
3 : 2 digit tahun penerbitan (2014 ditulis 14)
4 : 8 digit nomor urut
iii
Berikut Rekap Pajak Keluaran PT Batara Indah cabang Semarang
selama tahun 2014 :
Tabel 3.5
PT Batara Indah (Semarang)
Rekap Pajak Keluaran
Periode Januari s/d Desember 2014
Januari 40.014.175
Februari 48.212.977
Maret 48.478.408
April 48.085.678
Mei 44.827.596
Juni 51.419.458
Juli 42.973.956
Agustus 47.783.795
September 50.977.113
Oktober 45.269.595
November 56.491.863
Desember 57.458.981
Total 581.993.594
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014
ii
3.5.3.2 Evaluasi Pajak Masukan
Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) harus dibayarkan oleh
perusahaan atau Pengusaha Kena Pajak apabila perusahaan melakukan
transaksi pembelian BKP yang terutang PPN. Pajak Masukan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Pajak Masukan mulai diakui dan dihitung pada saat supplier
memberikan Faktur Pembelian yang diterima oleh bagian Accounting
untuk dilakukan crosscek. Mulai dari Permintaan Pembelian (PP) yang
diajukan oleh Purchasing disertai dengan nomor PO (Puschase Order)
dan Bukti Penerimaan Barang (BPB). Setelah dilakukan crosscek
dengan dokumen-dokemen kemudian dilakukan pencatatan pada
system akuntansi yang digunakan oleh perusahaan untuk menyimpan
file dan tanda terima. Selanjutnya dilakukan proses pembayaran
sesuai dengan jatuh temponya.
Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan meskipun dalam suatu Masa
Pajak tidak terdapat Pajak Keluaran. Keadaan seperti ini mungkin
terjadi pada Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi, atau
belum melakukan penyerahan BKP sehingga Pajak Keluarannya belum
ada.
2) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak Masukan ini berlaku untuk BKP sebelum dikukuhkan sebagai
PKP. Contoh : PT Sodexo membeli mesin konveksi pada tanggal 26
April 2014, sedangkan PT Sodexo baru dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak pada tanggal 27 April 2014, sehingga Pajak Masukan atas
perolehan mesin tersebut tidak dapat dikreditkan.
iii
Berikut Rekap Pajak Masukan PT Batara Indah cabang Semarang
selama tahun 2014 :
Tabel 3.6
PT Batara Indah (Semarang)
Rekap Pajak Masukan
Periode Januari s/d Desember 2014
Januari 1.840.413
Februari 2.110.913
Maret 11.224.761
April 5.200.369
Mei 5.817.508
Juni 4.204.111
Juli 1.892.523
Agustus 2.615.843
September 2.299.795
Oktober 2.944.787
November 3.609.090
Desember 2.857.580
Total 46.617.691
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014
ii
PT Batara Indah cabang Semarang memiliki beberapa customer yang
statusnya sebagai pemungut PPN. Pemungut PPN yang dimaksud, yakni
Bendaharawan Pemerintah (KPPN) dan Instansi Pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melapor pajak
terutang tersebut.
Fasilitas Khusus PPn yang Dibebaskan atau Tidak Dipungut diberikan
kepada :
1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah
Pabean, seperti Kawasan Berikat, seperti Pulau Batam.
(Lihat Tabel 3.7)
2. Penyerahan BKP atau JKP.
3. Impor BKP tertentu.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
5. Pemanfaatan JKP tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
Tabel 3.7
PT Batara Indah (Semarang)
Daftar Customer Dibebaskan
iii
Keterangan :
Kode transaksi 07 merupakan kode faktur pajak untuk penyerahan PPn yang
Dibebaskan atau Tidak Dipungut. Nomor seri dan tanggal faktur pajak harus
dibuat secara berurutan, tanpa membedakan mata uang yang digunakan
dalam transaksi. Penjelasan :
070.000-14.19741320 berarti penyerahan yang PPn nya Dibebaskan, status
Faktur Pajak Normal, diterbitkan pada tahun 2014 dengan nomor urut
19741320.
Januari 490.286
Februari 546.952
Maret 850.381
April 642.960
Mei 230.108
Juni 616.496
Juli 773.964
Agustus 354.073
September 366.025
Oktober 829.969
November 714.876
Desember 574.350
Total 6.990.437
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014
ii
Selain pemungut PPN yang dibebaskan, terdapat pemungut PPN setor
sendiri yang terhitung di bulan April dan Juni 2014. Keduanya merupakan
Bendaharawan Pemerintahan. Berikut rekap PPN setor sendiri.
Tabel 3.9
PT Batara Indah
Rekap PPN Setor Sendiri
Periode Januari s/d Desember 2014
Januari -
Februari -
Maret -
April 1.040.700
Mei -
Juni 1.998.000
Juli -
Agustus -
September -
Oktober -
November -
Desember -
Total 3.038.700
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014
Bulan April
Nama Perusahaan : RSUD TUGUREJO
Nomor Seri FP : 020.001-14.11129636
PPn Setor Sendiri : 1.040.700
Bulan Juni
Nama Perusahaan : BENDAHARAWAN PENGELUARAN KANTOR
PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA PEKALONGAN
Nomor Seri FP : 020.001-14.11130437
PPn Setor Sendiri : 1.998.000
iii
Keterangan :
Kode transaksi 02 merupakan kode faktur pajak untuk penyerahan kepada
Pemungut PPn Bendaharawan Pemerintah.
Atas PPn yang dibebaskan perlu dibuatkan Surat Setoran Pajak (SSP).
(Lihat Lampiran 3.1 dan 3.2)
3.5.3.3 Lebih bayar atau Kurang bayar dalam Pajak Pertambahan Nilai
Dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dapat dilihat perolehan
Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar. Apabila perolehan Pajak Keluaran
lebih besar dari Pajak Masukan maka Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh
oleh perusahaan tersebut kurang bayar yang artinya perusahaan mempunyai
kewajiban untuk membayarkan kekurangan nilai pajak tersebut ke Kas
Negara.
Sebaliknya apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran
nya maka perusahaan berkewajiban untuk menentukan besaran pajak
tersebut. Terhadap kelebihan pembayaran PPN dapat dimintakan restitusi
atau dikompensasi dengan pembayaran PPN terutang periode mendatang.
Mekanisme Perhitungan Kurang Bayar PT Batara Indah – Semarang
bulan April 2014, sebagai berikut :
ii
PT. BATARA INDAH - SEMARANG
LAPORAN PPN BULAN : APRIL 2014
C 1.1 TARIF 10 %
C 1.1.1 TARIF 10 % 19.957.666
C 1.1.2 TARIF 10 % 28.809.722
C2 RETUR (38.750)
C 4.1.2 SSP BELUM TERIMA 1.040.700
C5 48.728.637
E1 LEBIH BAYAR -
E2 KURANG BAYAR 43.528.269
iii
Mekanisme Perhitungan Kurang Bayar PT Batara Indah – Semarang
bulan Juni 2014, sebagai berikut :
ii
PT. BATARA INDAH - SEMARANG
LAPORAN PPN BULAN : JUNI 2014
C 1.1 TARIF 10 %
C 1.1.1 TARIF 10 % 21.484.429
C 1.1.2 TARIF 10 % 30.954.415
C2 RETUR (402.890)
C 4.1.2 SSP BELUM TERIMA 1.998.000
C5 52.035.954
E1 LEBIH BAYAR
E2 KURANG BAYAR 47.831.844
iii
Mekanisme Perhitungan Kurang Bayar PT Batara Indah – Semarang
bulan Selama tahun 2014, sebagai berikut :
Debit Kredit
Kas 877.000
Penjualan 798.000
PPN Keluaran 79.800
ii
Contoh Jurnal yang dicatat oleh PT Batara Indah – Semarang pada saat
transaksi Penjualan Kredit pada tanggal 7 April 2014 kepada
EDDY RAHARDJA :
Debit Kredit
Debit Kredit
Pembelian 103.840
PPN Masukan 10.384
Kas 114.224
Contoh Jurnal yang dicatat oleh PT Batara Indah – Semarang pada saat
transaksi Pembelian Kredit pada tanggal 15 April 2014 kepada
PT.LYRA AKRELUX :
Debit Kredit
Pembelian 18.316.800
PPN Masukan 1.831.680
Utang Dagang 20.148.480
iii
3.5.4.3 Pencatatan Pembayaran PPN
Pencatatan atas transaksi yang melibatkan PPN masih mengacu pada
kerangka konseptual standar akuntansi. Ada hal yang harus diperhatikan
ketika melakukan pencatatan perkiraan PPN, yakni sifat PPN Masukan (PM).
Jika PM dapat dikreditkan, maka pencatatannya dilakukan sebagai uang muka
pajak. Sebaliknya, jika PM tidak dapat dikreditkan, maka pencatatannya
langsung dibebankan sebagai biaya.
Debit Kredit
PPN Keluaran 48.728.638
PPN Masukan 5.200.369
Kas 43.528.269
Debit Kredit
PPN Keluaran 52.035.954
PPN Masukan 4.204.111
Kas 47.831.843
Jurnal PPN terutang di catat setiap bulan nya, dari bulan Januari
hingga Desember 2014.
ii
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) kepada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) tempat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai PKP.
Surat Setoran Pajak ini dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri
dari:
Lembar ke-1 : Untuk arsip PT Batara Indah
Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Perbendaharaan Kas Negara (KPKN)
Lembar ke-3 : Untuk PT Batara Indah yang akan dilampirkan pada
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran
Lembar ke-5 : Untuk arsip Pemungut/Pihak lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai paling lambat dilakukan akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa (SPM)
disampaikan. Namun apabila perusahaan tidak melakukan pembayaran
ataupun penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan yang
berlaku. maka PKP akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2%
(dua persen) per-bulan dari jumlah pajak yang terutang dihitung sejak
tanggal jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran.
iii
yang sesuai dengan system perpajakan di Indonesia yaitu Self Assesment
dimana perhitungan. penyetoran. pelaporan dan serta tanggungjawab
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. PT Batara Indah melakukan pelaporan
Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa
lengkap dengan lampirannya sebagai pertanggungjawaban atas Pengkreditan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran perusahaan. serta Kurang Bayar atau
Lebih Bayar.
ii
iii
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
ii
Dari hasil perhitungan yang penulis telah lakukan, Diketahui jumlah
Pajak Keluaran PT Batara Indah pada tahun 2014 sebesar Rp
581.993.594. Sedangkan jumlah Pajak Masukan PT Batara Indah pada
tahun 2014 sebesar Rp 46.617.691.
PT Batara Indah melakukan kewajiban Penyetoran dan Pelaporan SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan yang ada,
karena pelaporan selalu dilakukan tepat waktu sehingga tidak pernah
ada sanksi administrasi.
Adapun jumlah Kurang Bayar atau Lebih Bayar yang dihasilkan pada
tahun 2014 sebesar Rp 542.366.339.
4.2 Saran
iii
DAFTAR PUSTAKA
ii
Sutarti, S. and Prayitno, D., 2007. Analisis PSAK No. 45 dalam penyajian
Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Studi Kasus pada Rumah Sakit”
X”. Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 7(1), pp.30-36.
Budianto, E.T. and Surya, T.M., 2008. Evaluasi Atas Penerapan Sistem
Informasi Akuntansi Dengan Program Ias (Integrated Accounting
System) Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Persediaan Suku
Cadang. Jurnal Ilmiah Kesatuan (JIK), 10(2), pp.123-129.
Cahyadi, S.S.D. and Marlina, T., 2014. TINJAUAN ATAS PENETAPAN HARGA
SEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA
(PERSERO) Tbk CABANG DEWI SARTIKA BOGOR. Jurnal Online
Mahasiswa-Manajemen, 1(2).
DANIAL, M., PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENJUALAN
TERHADAP EFEKTIVITAS PENJUALAN.
Tbk, S.K.P.K.F., 2009. Peranan Modal Kerja dalam Meningkatkan Kinerja
Keuangan. Jurnal Ilmiah Ranggagading, 9(2).
Haryanti, A., Muktiadji, N. and Setiana, A., 2013. Analisis Dividen Tunai dan
Earning Per Share Terhadap Tingkat Imbal Hasil Investor.
Nurendah, Y., 2015. Strategy to Improvement Sustainability of Distinctively
Local Snacks Based on Evaluation and Profile Mapping of SMEs
Distinctively Local Snacks. International Journal on Advanced Science,
Engineering and Information Technology, 5(5), pp.334-338.
Sulistiono, A. and Jayadi, R., 2011. Pengaruh Biaya Periklanan Terhadap
Volume Penjualan Studi Kasus pada PT Ramayana Lestari Sentosa, Tbk.
Cabang BTM Bogor. Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 11(1), pp.12-16.
Purba, J.H.V., 2012. Tanggapan Nasabah atas Produk Perbankan Studi Kasus
BRI Cabang Bogor. Dosen Akademi Manajemen dan STIE Kesatuan.
Purba, J.H., 2011. Dampak Pajak Ekspor CPO terhadap Industri Minyak
Goreng Indonesia.
Rusdiyana, R. and Munawar, A., 2012. ANALISIS PENGELOLAAN AKTIVA
TERHADAP KINERJA PENDAPATAN PER LEMBAR SAHAM (EPS). Jurnal
Online Mahasiswa-Manajemen, 1(2).
iii