Anda di halaman 1dari 72

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336373748

TINJAUAN ATAS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT.


BATARA INDAH OFFICE PRODUCT (BINO)

Thesis · October 2015


DOI: 10.13140/RG.2.2.28530.86725

CITATIONS READS

0 866

2 authors, including:

Daniel Benyamin de Poere


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan, Bogor, Indonesia
6 PUBLICATIONS   35 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Finance Research View project

All content following this page was uploaded by Daniel Benyamin de Poere on 10 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TINJAUAN ATAS PENERAPAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. BATARA
INDAH OFFICE PRODUCT (BINO)
NOVA PRI MASASTI
DANIEL B DE POERE

ABSTRAK

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut dan dikenakan atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Pajak ini dipungut melalui Faktur
Pajak. Selisih antara Pajak Masukan dan Pajak Keluaran merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang dan harus disetor ke kas Negara. Perhitungan pajak
yang terutang yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan
peraturan perpajakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menghitung Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran untuk mengetahui jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang
kurang bayar atau lebih bayar serta bagaimana untuk melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai terhadap Pajak Masukan yang dapat dikreditkan maupun yang tidak dapat
dikreditkan.
Penelitian ini dilakukan pada PT Batara Indah yang beralamat di Kawasan
Industri Sentul Jl.Olympic Raya Kav. A 8, Sentul Bogor 16810. Sumber data dalam
penelitian ini diambil dari bagian perpajakan serta dokumen-dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi dan
studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini digunakan untuk mengetahui perhitungan, penyetoran, dan
pelaporan PPN apakah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan. Dalam
penyampaian pelaporan masa PPN pada PT Batara Indah sudah sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku. Rekomendasi yang dapat diberikan sebagai koreksi
adalah agar penerapan PPN yang dilakukan pada PT Batara Indah tetap dipertahankan
karena telah sesuai dengan peraturan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, serta
perusahaan harus mengikuti perkembangan peraturan perpajakan mengenai aplikasi
e-SPT PPN terbaru agar tidak terjadi kesalahan.

Kata kunci : Perhitungan, Pelaporan, Pajak Pertambahan Nilai


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan Pemerintah


dalam melaksanakan pembangunan Negara. Peran pajak bagi Negara di
Indonesia dibedakan dalam dua fungsi utama yaitu fungsi anggaran
(budgetair) dan fungsi mengatur (regulered). Dalam fungsi anggaran
(budgetair), pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara. Pajak
merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat baik pribadi
maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada pemerintah
yang ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang.
Pajak sebagai sumber utama penerimaaan negara yang paling besar
memiliki kecenderungan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan penerimaan pajak dilakukan melalui pemeriksaan, penyidikan
dan penagihan, serta diperoleh dari self assessment system, yaitu
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Pembayaran
pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi
kepentingan bersama disertai dengan prinsip kemandirian. Oleh karna itu
dibutuhkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan yang
tercermin dalam kepatuhan membayar pajak.
Untuk menaikkan penerimaan pajak perlu dilakukan penyempurnaan
mencakup jenis pajak, tarif pajak dan cara pembayaran pajak sehingga
sistem pembayaran pajak lebih adil dan wajar serta jumlah wajib pajak akan
semakin banyak. Dalam sistem pemungutan pajak yang baru yakni dari
official assessment system menjadi self assessment system wajib pajak diberi
kebebasan penuh untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan, sedang pihak
fiskus bertugas sebagai pengawas sesuai dengan undang-undang yang
didalamnya telah diatur mekanisme kontrol dan sanksi-sanksi bagi wajib
pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar dan tepat
waktu. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

ii
Dalam perkembangannya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta
karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan
dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau
dalam memberikan jasa. Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan barang
kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah
dalam pelaksanaannya, tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.
Pembukuan yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan
sistem perpajakan di Indonesia yang berdasarkan self assessment system
yakni pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk
menghitung sendiri besarnya PPN terhutangnya, menyetorkannya ke Bank
persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke Kantor Pelayanan Pajak
dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT).
Dari uraian tersebut di atas, penulis menyadari betapa pentingnya
pemahaman atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga penulis tertarik
untuk mengambil judul “Tinjauan Atas Penerapan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) Pada PT. Batara Indah Office Product (BINO)”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi


beberapa permasalahan yaitu :
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang
dilakukan oleh PT Batara Indah ?
2. Apakah perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan
PT Batara Indah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian :
1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai
pada PT Batara Indah.
2. Untuk mengetahui perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang
dilakukan PT Batara Indah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

iii
Manfaat penelitian :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
identifikasi masalah perpajakan dalam hal pemenuhan kewajiban
perpajakan perusahaan.
2. Penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
meningkatkan penerimaan pajak terutama dalam pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai pada masa berikutnya.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk menerapkan teori
yang telah dipelajari di STIE Kesatuan dan diaplikasikan ke dalam
praktik yang sesungguhnya dalam suatu instansi atau perusahaan.
Selain itu, penelitian ini juga menjadi salah satu syarat untuk
kelulusan penulis dari pendidikan Diploma Tiga (D3) di STIE Kesatuan
Bogor jurusan Akuntansi.

1.4 Waktu dan Tempat Praktek Kerja

Penelitian dilakukan pada bulan April di PT. Batara Indah Office


Product (BINO) yang berlokasi di Kawasan Industri Sentul Jl.Olympic Raya
Kav. A 8, Sentul Bogor 16810.

ii
iii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemahaman Pajak

2.1.1 Definisi Pajak


Pajak merupakan iuran masyarakat kepada pemerintah yang dapat
dipaksakan dan digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Dari hal
tersebut diharapkan pembangunan nasional berjalan lancar.
Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak
dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain :
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (1) :

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh


orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani yang diterjemahkan oleh R.Santoso


Brotodiharjo, S.H dan dikutip oleh Waluyo (2008:2) dalam bukunya
Perpajakan Indonesia :

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang


terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum terkait
dengan tugas Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Dr.Soeparman Soemahamidjaja :

Pajak ialah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.

ii
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, yaitu :
a. Iuran atau kontribusi wajib rakyat kepada negara.
b. Dipungut oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang sehingga
bersifat memaksa.
c. Tanpa jasa timbal atau kontra-prestasi secara langsung yang dapat
ditunjuk.
d. Digunakan untuk pengeluaran umum sehubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan.
e. Secara khusus, undang-undang menambahkan bahwa penggunaan
iuran pajak sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

2.1.2 Dasar Hukum Pajak


Berdasarkan penjelasan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, menyatakan bahwa “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan Negara yang diatur dengan Undang-Undang”, yang berarti
bahwa pengertian tersebut telah disetujui rakyat bersama pemerintah yang
dituangkan dalam bentuk Undang-undang.

2.1.3 Fungsi Pajak


Menurut Resmi (2009:3) menguraikan bahwa terdapat dua fungsi
pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair (Penerimaan)
Fungsi budgetair, merupakan fungsi utama dari pemungutan pajak
sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan.Sebagai sumber keuangan Negara,
pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk
kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi
maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan
peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.

iii
2. Fungsi Regurelent (Pengaturan)
Fungsi regulerent, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
mencapai tujuan tertentu dalam melaksanakan kebijakan pemerintah
di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Contoh nyata dari fungsi ini adalah pemberlakuan Pajak penghasilan
atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri rokok,
yang bertujuan untuk penekanan produksi karena dapat mengganggu
lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).

2.1.4 Jenis Pajak


Berikut ini merupakan jenis-jenis pajak dalam Undang-undang
Perpajakan yang dikutip oleh Murtopo (2010:5) :
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di
dalam Daerah Pabean, Orang pribadi, perusahaan maupun pemerintah
yang mengkonsumsi BKP atau JKP. Pembayaran pajak yang diterima
oleh PKP penjual disebut sebagai Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah
memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak dan pembeli
berhak menerima faktur pajak tersebut sebagai bukti atas
pemungutan pajak. Bagi pembeli, Pembayaran pajak tersebut
merupakan Pajak Masukan.
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang
tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan BKP
tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi.
d. Barang tersebut untuk menunjukkan status.
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

ii
2. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek
Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas
kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB
merupakan pajak pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan diserahkan kepada Pemerintah
Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
4. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
5. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris serta kwitansi pembayaran, surat berharga
dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal di atas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan.

2.1.5 Pengelompokkan Pajak


Menurut Suandy (2005:27) pajak dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan Golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang pada kohir (surat ketetapan
pajak) harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada kohir (surat ketetapan
pajak) dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2. Berdasarkan Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan

iii
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : PPn dan PPnBM
3. Berdasarkan Lembaga Pemungutan
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM,dan PBB.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
yang digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
Daerah terdiri atas :
1) Pajak Propinsi, seperti Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Reklame, Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan.

2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak


Ada tiga sistem pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo
(2003:7) mengenai ketiga sistem pemungutan pajak tersebut yaitu :
1. Official Assessment System
Melalui sistem ini besarnya pajak ditentukan oleh fiskus dengan
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Wajib pajak bersifat pasif.
Tahapan-tahapan dalam menghitung pajak terutang ditetapkan oleh
fiskus yang tertuang dalam SKP. Selanjutnya Wajib Pajak baru aktif
ketika melakukan penyetoran pajak terutang berdasarkan ketetapan
SKP tersebut.
2. Self Assessment System
Dalam penjelasan UU No 42 Tahun 2009 dinyatakan bahwa anggota
masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang (self
assesment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapih, terkendali, dan mudah
dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.
3. With Holding System
Dalam sistem ini pemungutan dan pemotongan pihak dilakukan
melalui pihak ketiga. Untuk waktu sekarang, sistem ini tercermin pada

ii
pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan
Nilai.

2.1.7 Asas Pemungutan Pajak


Asas pemungutan pajak menurut Adam Smith yang dikutip Waluyo
(2008:13) menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada
asas-asas berikut :
a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak sesuai dengan manfaat yang diterima.
b. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang.Oleh karena
itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya
pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu
pembayaran.
c. Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar sebaiknya sesuai dengan saat-
saat tidak menyulitkan Wajib Pajak.
d. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin,
demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.
Terdapat tiga asas pemungutan pajak menurut Resmi (2009:18)
adalah sebagai berikut :
1) Asas Domisilli (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di
wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar
negeri.
2) Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa Negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan
tempat tinggal Wajib Pajak.

iii
3) Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu Negara. Perlakuan perpajakan antara Warga
Negara Indonesia dan Warga Negara Asing itu berbeda.

2.2 Pajak Pertambahan Nilai

2.2.1 Defnisi Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Penjelasan atas UU No.42 Tahun 2009, “Pajak Pertambahan
Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang
diukenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.
Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan merupakan pajak yang
timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan
dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. Semua biaya
untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa
tanah, upah kerja dan laba perusahaan merupakan unsur nilai tambah. Oleh
karena itu, nilai tambah dapat diperoleh dalam kegiatan industri maupun
perdagangan, bukan diperoleh dari perubahan bentuk atau sifat barang.
Pengertian pajak pertambahan nilai menurut Waluyo (2009)
menyatakan bahwa definisi pajak pertambahan nilai yaitu :

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi dalam negeri


yang dikenakan atas setiap tingkat Barang Kena Pajak (BKP) atau
Jasa Kena Pajak (JKP).

Sedangkan menurut Teguh Hadi Wardoyo (2014) :

Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu jenis pajak


objektif, yaitu pajak yang dikenakan atas objeknya tanpa
terpengaruh unsur subjektivitas.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai


didapat dari suatu barang yang dikonsumsi berupa BKP atau JKP yang mana
penyerahannya dilakukan oleh PKP baik di dalam maupun diluar Daerah
Pabean.

ii
2.2.2 Ciri Khas Pajak Pertambahan Nilai
Ciri khas PPN adalah sebagai berikut :
1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur.
2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP atau JKP, wajib dibuatkan Faktur
Pajak. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan PPN dimana Faktur
Pajak bagi Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan Faktur Pajak
bagi Pembeli merupakan bukti Pajak Masukan.
Menurut Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 :
1) Pajak Masukan (PM) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP
berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.
2) Pajak Keluaran (PK) adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang
wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, JKP,
atau ekspor BKP.

2.2.3 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia memiliki karakteristik yang
berbeda dari Pajak Penjualan. Menurut Siti Resmi dalam bukunya yang
berjudul Perpajakan, menyatakan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai,
sebagai berikut :
1. PPN merupakan Pajak Tidak Langsung
Secara ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan
kepada pihak lain. Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang
berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, akan tetapi
pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak.
2. PPN merupakan Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya
objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan.
3. Multi-Stage Tax
PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi
dan distribusi.
4. Credit Method/Invoice Method
Pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang
dipungut yang disebut sebagai pajak keluaran serta pajak yang
dibayar yang disebut pajak masukan.

iii
5. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Atas impor BKP dikenakan PPN sedangkan atas BKP tidak dikenakan
PPN, prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan yaitu pajak
dikenakan ditempat barang atau jasa akan dikonsumsi.
6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral
Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu, PPN
dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa, dan Pemungutannya
menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut ditempat barang/jasa
dikonsumsi).
7. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda
Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai
tambah dan PPN yang dibayar diperhitungkan dengan PPN yang
dipungut.
Dalam perpajakan terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan pajak
pertambahan nilai. Menurut Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis dalam
bukunya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
istilah-istilah perpajakan terdiri dari :
1) Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat,perairan,dan ruang udara diatasnya, serta tempat-
tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan.
2) Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud.
3) Barang Kena Pajak (BKP, Taxable Goods) adalah barang
sebagaimana dimaksud dalam angka (2) yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini.
4) Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atas
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesanan.
5) Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam
angka (4) yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.

ii
6) Impor adalah setiap kegiatan memasukan barang dari luar Daerah
Pabean ke dalam Daerah Pabean.
7) Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam
Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
8) Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual,
termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk
atau sifatnya.
9) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya.
10) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana
dimaksudkan dalam angka (13) yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar Daerah Pabean.
11) Pengusaha Kena Pajak (PKP, Taxable Firm) adalah pengusaha
sebagaimana dimaksud dalam angka (14) yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil
yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
12) Dasar Pengenaan Pajak (DPP, Tax Base) adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
13) Faktur Pajak (FP) adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor
Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.

iii
14) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan
Pemerintah, badan, atu instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan
pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan
Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah tersebut.
Dari istilah-istilah perpajakan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap
barang, jasa dan pengusaha pasti dikenakan pajak. Setiap barang berwujud
yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak, barang
tidak bergerak dan barang tidak berwujud pasti dikenakan pajak. Sedangkan
dilihat dari jasa, pengenaan pajak dilakukan pada setiap kegiatan pelayanan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang atas fasilitas atau hak tersedianya untuk dipakai dalam menghasilkan
permintaan dengan bahan dan atas dasar petunjuk dari pemesan. Jasa yang
dikenakan pajak adalah jasa yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang kepabeanan. Serta pengusaha adalah orang pribadi atau
badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar daerah Pabean melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah Pabean.

2.2.4 Tarif Pajak Pertambahan Nilai


1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)
Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan BKP dan/atau penyerahaan
JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan
tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan
jasa dengan tarif yang berada sebagaimana berlaku pada Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar
0 % (nol persen).
Tarif PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak
yang diekspor atu dikonsumsi di luar Daerah Pabean dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).

ii
3. Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah menjadi
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15 %.

2.3 Subjek dan Objek Pajak

2.3.1 Subjek Pajak Pertambahan Nilai


1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam
Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP diwajibkan :
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
b. Memungut pajak yang terutang.
c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan,
serta menyetorkan PPnBM yang terutang.
d. Melaporkan perhitungan pajak.
2. Pemungut PPN Sebagai Subjek Pajak Pengganti
Pemungut yang dimaksud adalah :
a. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah.
b. Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN).
c. Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusaha Minyak dan Gas Bumi
serta Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusaha
Sumber Daya Panas Bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang,
maupun unitnya (PMK-73/PMK.03/2010).
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negarayang dipisahkan (PMK-
85/PMK.03/2012 jo. PMK-136.03/2012).
3. Importir
Importir merupakan pihak yang melakukan kegiatan memasukkan
barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.

2.3.2 Objek Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Waluyo dalam bukunya yang berjudul Perpajakan
menyatakan bahwa Objek Pajak PPN adalah sebagai berikut :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha.

iii
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang
tidak berwujud.
c. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean, dan
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
Pajak juga dipungut pada saat impor barang. Pemungutan dilakukan
melalui Direktorat Jenderal Pajak Bea dan Cukai. Pajak yang
berdasrkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari
pungutan bea masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Jasa yang diserahkan merupakan JKP.
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah pabean.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama
dengan impor barang kena pajak, maka atas BKP tidak berwujud yang
berasal dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam daerah
pabean juga dikenakan pajak.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
6. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
7. Kegiatan menbangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.
Sesuai ketentuan UU, PPN dikenakan atas kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hailnya digunakan sendiri atau oleh

ii
pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar
pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

2.4 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


Menurut Soemarso (2007:547) untuk menghitung besarnya pajak
yang terutang adalah “adanya dasar pengenaan pajak (DPP)”. Pajak yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak.
Atau dengan rumus :

PPN yang terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian


atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung
pajak yang terutang.

2.5 Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai


Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :
1. Saat terutang adalah saat pembayaran.
2. Faktur dan SPP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan.
3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran.
4. Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat
pembayaran (bukan pada saat penyerahan).
5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan
dilakukan pembayaran atas tagihan.
6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi
pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayaran tagihan
yang ditunjuk pemungutan PPN (KM 563/KMK.03/2003):
a. Bendaharawan Pemerintah.
b. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara.

iii
2.6 Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP atau bukti pungutan pajak
karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap
penyerahan BKP/JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Pembuatan
faktur pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena faktur
pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme)
pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.Oleh
karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat faktur pajak.Larangan membuat
faktur pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk
melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya.Namun
demikian, apabila faktur pajak telah dibuat oleh orang pribadi atau badan
yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut, jumlah pajak
yang tercantum dalam faktur pajak harus disetorkan ke Kas Negara.

2.6.1 Pajak yang Dianggap Tidak Sah


Berdasarkan Ketentuan SE-132/PJ/2010, Faktur Pajak Yang Tidak Sah
sebagai berikut :
1. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
2. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan
sebagai PKP.

2.6.2 Pengkreditan Pajak Masukan


Salah satu karakter khas yang membedakan PPN dengan jenis pajak
lain pajak lain adalah adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Pajak
terutang dalam suatu masa yang tercermin dari jumlah total Pajak Keluaran,
tidak serta menjadi wajib untuk dilunasi sebesar jumlah total Pajak Keluaran,
tetapi diperhitungkan terlebih dahulu dengan Pajak Masukan yang ada.
Pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak
keluaran untuk masa pajak yang sama.
b. Dalam hal belum ada pajak keluaran dalam suatu masa pajak, maka
pajak masukan tetap dapat dikreditkan.

ii
c. Apabila dalam suatu masa, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah pajak keluaran yang
dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan
penyerahan terutang pajak.
d. Apabila dalam suatu pajak, PKP selain melakukan penyerahan terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sedangkan pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak
tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
e. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha yang
dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat
dihitung denganmenggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan
yang ditetapkan Menteri Keuangan.
f. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan
pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatntya 3 bulan setelah
berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Pajak Keluaran merupakan kewajiban sedangkan Pajak Masukan
adalah hak. Pengusaha Kena Pajak tidak dapat mengelak untuk tidak
melunasi Pajak Keluaran, namun dapat memilih untuk mengkreditkan Pajak
Masukan atau tidak.

2.6.3 Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

2.6.3.1 Penerapan Pajak Pertambahan Nilai


Yang wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai adalah :
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPnBM, adalah:
 Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
 Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah

iii
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
 Pertamina
 BUMN/BUMD
 Bank Pemerintah

2.6.3.2 Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Undang-undang No.42 tahun 2009 :
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam
SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat
paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang
telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukanBendaharawan
Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
4. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah
harus dilaporkan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
5. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan secara
mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran
pajak berakhir.
6. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM
dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan
disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
7. Undang-undang No.42 tahun 2009, Dalam hal melakukan Pelaporan
SPT Masa Pajak Pertambahan dalam Undang-undang No.42 tahun
2009 terdapat perubahan pada saat tanggal pelaporan nya yaitu pada
akhir bulan berikut nya yang mulai diberlakukan pada tanggal 10 April
2010.Dimana yang semulai pada Undang-undang No.18 tahun 2000
itu pelaporan dilakukan pada tanggal 20 namun pada peraturan
perundang-undangan No.42 tahun 2009 pelaporan menjadi akhir bulan
berikutnya.

2.6.3.3 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai


Berdasarkan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 Penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

ii
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas Negara
melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan
usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.

2.6.3.4 Saat dan Tempat Pajak Terutang

Saat Terutangnya Pajak


Terutang pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat BKP tersebut
diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas
nama pembeli, atau pada saat BKP diserahkan kepada juru kirim atau
pengusaha jasa angkutan.
Terutang pajak atas penyerahan BKP yang menurut sifat atau
hukumnya merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan
hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut, baik secara hukum
atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
Terutangnya pajak atas penyerahan BKP tidak berwujud oleh PKP,
adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-periatiwa dibawah
ini :
a. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud dinyatakan sebagai
piutang oleh PKP.
b. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud ditagih oleh PKP.
c. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud diterima pembayarannya,
baik sebagian atau seluruhnya oleh PKP.
d. Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh PKP saat terjadi
a s/d c tidak diketahui.
Terutang pajak atas penyerahan JKP, terjadi saat mulai tersedianya
fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau
seluruhnya, atas :
a. Terutangnya pajak atas Impor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
b. Terutangnya pajak atas Ekspor BKP terjadi pada saat BKP tersebut
dikeluarkan dari Daerah Pabean.
c. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan dan atas persediaan BKP, yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan. Pajak terutang pada saat :

iii
 Ditandatangani akte pembubaran.
 Diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan
hasil pemeriksaan.
 Diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan
data atau dokumen yang ada.
Terutangnya pajak atas penyerahan BKP dalam rangka perubahan
bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan
seluruh aktiva yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas BKP.
Pajak tetutang pada saat disepakati atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum
Pemegang Saham yang terutang dalam perjanjian perubahan bentuk usaha,
penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau pengalihan seluruh aktiva
perusahaan tersebut.

Tempat Pajak Terutang


Menurut UU PPN, tempat terutangnya PPN ditetapkan di :
a. Tempat tinggal atau tempat kedudukan PKP.
b. Tempat kegiatan usaha dilakukan.
c. Tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderak Pajak.
d. Tempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Paben dalam hal Impor.

2.7 Perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai


Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 tahun 2009
yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983
tentang PPN dan PPnBM. Dalam Undang-undang ini baru mulai berlaku pada
tanggal 1 April 2010. Berikut beberapa perubahan yang dilakukan oleh
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai :
1. Objek dan Non Objek Pajak
2. Bukan Objek
3. Pengembalian (retur) Jasa Kena Pajak (JKP)
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
5. Pengkreditan Pajak Masukan
6. Restitusi PPN
7. Demand Pajak Masukan
8. Pemusatan tempat PPN terutang
9. Saat pembuatan Faktur Pajak
10. Fasilitas Perpajakan

ii
11. Restitusi Turis Asing
12. Tanggung Renteng

2.8 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai


SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai sarana bagi Pengusaha
Kena Pajak (PKP) berguna untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan
perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang terutang dan sarana untuk
melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
serta untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak.
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Erly Suandy
(2003:15) dalam bukunya yang berjudul Kumpulan Soal Ujian Sertifikasi
Konsultan Pajak adalah :

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak


digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran
pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Hal yang sama mengenai pengertian Surat dalam buku yang disusun
oleh Primandita Fitriandi (2007:3) yang berjudul Kompilasi Undang-Undang
Perpajakan Terlengkap menyatakan bahwa :

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak


digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran
pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

Dari kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Surat


Pemberitahuan (SPT) adalah sarana wajib pajak untuk melaporkan besarnya
pajak terutang yang dipenuhi. Sehingga Surat Pemberitahuan ini menjadi
sesuatu yang dapat mendukung ketertiban atau kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggung-jawabkan perhitungan jumlah PPN yang sebenarnya
terutang untuk melaporkan :

iii
a. Bagi Wajib Pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang :
1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
atau melalui pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai yang sebenernya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
1) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh Pengusaha Kena Pajak atau melalui pihak lain dalam satu
Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
c. Bagi Pemungut Pajak, adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipungut serta disetorkannya.
Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
2. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa terdapat dua jenis Surat
Pemberitahuan (SPT) yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan, maka jangka waktu
penyampaian atau pelaporannya pun berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam tabel menurut Siti Resmi dalam bukunya yang berjudul
Perpajakan (buku dua) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa

Batas Waktu Penyampaian Paling


Jenis Pajak
Lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
Pajak Penghasilan Pasal 21
berakhir.
Pajak Penghasila pasal 23 dan 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
pasal 26 berakhir.
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
Pajak Penghasilan Pasal 25
berakhir.
Pajak Penghasilan Pasal 22, 14 (empat belas) hari setelah masa pajak

ii
Pajak Pertambahan Nilai, dan berakhir.
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah atas Impor.
Pajak Penghasilan Pasal 22,
Pajak Pertambahan Nilai,dan
Pajak Penjualan Atas Barang 7 (tujuh) hari setelah batas waktu
Mewah atas impor yang penyetoran pajak berakhir.
pemungutannya dilakukan
oleh DirJen Bea dan Cukai.
Pajak Penghasilan Pasal 22
yang pemungutannya 14 (empat belas) hari setelah masa pajak
dilakukan oleh Bendaharawan berakhir.
Pemerintah.
Pajak Penghasilan Pasal 22
dari penyerahan oleh
pertamina atas hasil
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
produksinya dan dari
berakhir.
penyerahan bahan bakar
minyak dan gas oleh badan
usaha lain.
Pajak Penghasilan Pasal 22
yang pemungutannya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
dilakukan oleh badan tertentu berakhir.
sebagai pemungut pajak.
Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
Mewah yang terutang dalam berakhir.
satu Masa Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang pemungutnya 14 (empat belas) hari setelah masa pajak
dilakukan oleh Bendaharawan berakhir.
Pemerintah atau Instansi
Pemerintah yang ditunjuk.
Pajak Pertambahan Nilai dan 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
Pajak Penjualan Atas Barang berakhir.

iii
Mewah yang pemungutnya
dilakukan oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai selain
Bendaharawan Pemerintah
atau Instansi Pemerintah yang
ditunjuk.
Sumber : Perpajakan (buku dua)

Tabel 2.2
Batas waktu penyampaian SPT Tahunan

Batas Waktu Penyampaian Paling


Jenis Pajak
Lambat
SPT Tahunan Pajak Tiga bulan setelah berakhirnya tahun
Penghasilan pajak.
Tiga bulan setelah berakhirnya tahun
SPT Tahunan PPh Pasal 21
pajak.
Sumber : Perpajakan (buku dua)

Jika tanggal jatuh tempo penyampaian laporan bertepatan dengan hari


libur, maka penyampaian SPT wajib diakukan paling lambat pada hari kerja
sebelum tanggal jatuh tempo.
Apabila Surat Pemberitahuan Masa maupun Surat Pemberitahuan
Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan atau
batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp. 100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.
Adapun perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
diperbolehkan apabila wajib pajak orang pribadi atau badan tidak dapat
menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca
perusahaan beserta laporan laba rugi dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis
penyusunan laporan keuangan, wajib pajak dapat melakukan permohonan
agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan. Perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan
Pajak Penghasilan ini paling lambat 6 (enam) bulan. Permohonan

ii
perpanjangan waktu diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyatan
mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak
dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Suatu pelaporan SPT dituntut untuk dilaporkan secara tepat oleh wajib
pajak, baik berupa SPT Masa maupun SPT Tahunan. pelaporan SPT dapat
dikatakan tepat apabila pengisiannya benar, dokumen-dokumen yang harus
dilampirkannya lengkap dan disampaikan sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Hal-hal Penting dalam Pengisian dan Pelaporan SPT Masa PPN adalah
sebagai berikut :
1. Pengadaan SPT Masa PPN beserta lampirannya disediakan secara
cuma-cuma oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor
Pelayanan Pajak setempat, atau dapat dicetak/difotokopi sendiri oleh
PKP, sepanjang bentuk, ukuran, dan isinya sesuai dengan bentuk
Formulir SPT Masa PPN yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penggunaan Lampiran Formulir 1107 yang melebihi satu halaman.
Dalam hal PKP menggunakan lebih dari satu halaman untul lampiran
SPT Masa PPN (lampiran A dan B), maka setiap halaman harus diberi
catatan pada kode Formulir.
3. Pengisian SPT Masa PPN harus SPT Masa PPN beserta lampiran-
lampirannya harus ditandatangani oleh PKP atau oleh kuasanya
dengan melampirkan Surat Kuasa Khusus. SPT Induk dan lampiran-
lampirannya yang tidak ditandatangani oleh PKP atau Kuasanya,
dikategorikan sebagai SPT yang tidak lengkap, dan dianggap SPT Masa
PPN tidak disampaikan.
Dari keseluruhan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
ketepatan pelaporan SPT Masa PPN adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
dalam hal ini pengusaha kena pajak melaporkan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai kepada pemerintah atau Direktorat Jenderal Pajak
secara tepat yaitu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
baik yang mengatur tata cara perhitungan, pengisian SPT dan tenggang
waktu penyampaian SPT Masa PPN tersebut.

iii
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Sejarah PT Batara Indah


PT Batara Indah didirikan sejak tahun 1986, Sebelumnya bernama
CV Batara Indah yang berlokasi di Jalan Raya Jakarta Km 52 Ciluar Bogor,
yang merupakan suatu pabrik yang memproduksi Batako press. Pada tahun
1987, CV Batara Indah memiliki lisensi untuk memproduksi peralatan kantor
bermutu tinggi dengan merek Bantex. Bantex pertama kali dikembangkan di
Denmark dan merupakan perusahaan pertama yang memproduksi produk
ramah lingkungan di dunia. Sejak saat itu, Bantex menjadi sebuah merek
peralatan kantor yang sangat terkenal di Eropa. Mereka memiliki pabrik
sendiri dan telah memberikan lisensi untuk mendistribusi serta memproduksi
produk-produk dengan merek Bantex kepada distributor yang berada di lebih
dari 70 negara yang tersebar di enam benua, termasuk
PT. Batara Indah Indonesia.
Pada mulanya CV Batara Indah belum bisa menjual langsung
produknya kepada konsumen, melainkan harus melalui PT Gading Murni yang
bertindak sebagai distributor Bantex di Indonesia. Pada tahun 1991, CV ini
menjual produknya langsung melalui kantor pemasaran yang terletak di Jalan
Raya Boulevard Barat Blok LC 6/23 Kelapa Gading Permai, Jakarta. Sejak saat
itu produk bantex semakin dikenal dan seiring berjalannya waktu, cabang dan
agen di berbagai kota semakin berkembang.
Pada tahun 2001, CV Batara Indah mendirikan sebuah Pusat Distribusi
yang berlokasi di kawasan Bogorindo, Sentul untuk mengatur proses
distribusi, sekaligus memenuhi permintaan. Pusat Distribusi ini juga menjadi
Head Office CV Batara Indah.
Pada tahun 2005, CV Batara Indah membuat perubahan dalam hal
legalisasi badan, menjadi PT Batara Indah dan mengadakan penyempurnaan
yang berkesinambungan dalam mutu produk dan sistem distribusi yang
memungkinkan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para
pelanggan agar dapat diferensiasikan dengan produk pesaing, serta lebih
fokus dalam bisnis. PT Batara Indah telah memakai satu akronim baru, yaitu
BINO yang merupakan singkatan dari Batara Indah Office Products. Akronim
baru ini akan meningkatkan citra korporat sebagai perusahaan yang memiliki

ii
spesialisasi dalam memproduksi dan mendistribusi peralatan kantor yang
bermutu tinggi.
PT. Batara Indah menjual peralatan kantor dengan merek internasional
dan setiap produknya merupakan pemimpin dalam pasarnya masing-masing.
Barang yang didistribusikan antara lain, Bantex, Elba, Linex, Papeo, APLI,
Lyra, Xyron dan beberapa merek unggulan lainnya untuk peralatan kantor.
Perusahaan ini telah mengadakan ekspansi dan investasi dalam usaha untuk
memberikan tingkat pelayanan yang terbaik kepada para pelanggan. Kantor
pusat dan pusat distribusi seluas 12.000 meter persegi terletak di Kawasan
Industri Sentul. Dengan dioperasikannya pusat distribusi ini akan
meningkatkan kemampuan pelayanan perusahaan dalam menjamin kepuasan
pelanggan.
Komitmen perusahaan terhadap standar mutu yang tinggi telah
mendapat pengakuan melalui Sertifikat ISO 9002 yang diberikan kepada
Bantex internasional pada tahun 1995.

3.2 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas


Struktur organisasi perusahaan menggambarkan hubungan antara
masing-masing fungsi yang ada pada suatu perusahaan sehingga dapat
menunjukkan adanya pembagian kekuasaan atau tanggung jawab agar
perusahaan dapat menjalankan kegiatan operassionalnya dengan baik dan
terarah.
PT Batara Indah menyusun struktur organisasinya dalam bentuk garis
lurus. Setiap bagian yang terdapat dalam perusahaan merupakan unit yang
berdiri sendiri yang berada dibawah perintah atau kekuasaan satu pimpinan
sehingga terdapat hubungan langsung antara atasan dengan bawahan dalam
suatu unit kerja yang menyebabkan tercapainya kerjasama antara masing-
masing bagian.
PT Batara Indah memiliki struktur organisasi yang terdiri dari beberapa
fungsi yang saling berhubungan. Managing Director mempunyai fungsi
sebagai pimpinan tertinggi dalam mengelola semua kegiatan perusahaan,
sehingga setiap fungsi yang ada harus mematuhi semua peraturan dan
kebijakan yang telah ditetapkan. Director dipilih melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), yang dihadiri oleh sekutu atau pemodal
Perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya, Director memperoleh penilaian
dan bimbingan dari auditor internal serta dibantu oleh sekretaris. Manajer-
manajer yang ada di dalam Perusahaan bertanggung jawab kepada Director

iii
untuk menjalankan fungsinya dengan baik dibidangnya masing-masing
melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan
pengawasan yang dilakukan oleh setiap manajer. Untuk mencapai tujuan
perusahaan, maka setiap manajer yang telah dipilih dibantu oelh beberapa
staff. Staff perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan
fungsi yang telah diatur oleh manajer. Untuk lebih jelasnya, berikut struktur
organisasi PT Batara Indah. (Lihat Gambar 3.1)

ii
Managing Pengawasan
Director Lingkungan
Hidup

Director

Finance &
Plant GA & HRD
Accounting Export / NS
Manager Manager
Manager

General GA & HRD Eksport / NS


Logistic
Accounting Staff Staff

Cost
Production
Accounting

Planning
Production Tax
Control

Q.A &
Production Invoicing
Engineering

Workshop Claim KITE

Finance

Gambar 3.1
Struktur Organisasi PT Batara Indah

iii
3.3 Uraian Tugas Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat
1) Managing Director
Managing Director memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
a) Melakukan perencanaan strategis.
b) Melakukan koordinasi dengan semua Departemen dalam
perusahaan.
2) Director
Director memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a) Merumuskan dan menetapkan strategi serta kebijakan umum
perusahaan untuk memberikan arah dan pedoman bagi jalannya
perusahaan.
b) Melakukan evaluasi jalannya perusahaan secara keseluruhan.
c) Mengambil keputusan penting yang mempengaruhi perkembangan
dan kelangsungan hidup perusahaan.
3) Plant Manager
Plant Manager memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a) Merumuskan semua rencana kegiatan yang berhubungan dengan
proses produksi sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh
pihak manajemen.
b) Mengkoordinasikan semua fungsi yang ada dibawahnya sehingga
setiap fungsi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan lebih
terarah dalam kegiatan operasional. Dalam menjalankan fungsinya,
Plant Manager dibantu oleh beberapa manager yang membawahi
fungsi-fungsi sebagai berikut :
a) Logistic
Tanggung jawab manajer Logistic antara lain sebagai berikut :
1) Menggerakkan efisiensi biaya dan penyimpanan barang
serta Konfigurasi jaringan distribusi yang sesuai.
2) Mengkoordinasikan penawaran dan permintaan terkait
dengan pesanan barang.
Bagian Logistic dibantu oleh :
a. Warehouse Raw Material
b. Purchase

ii
b) Production
Tanggung jawab manajer Production antara lain sebagai
berikut:
1) Mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengawasi
rencana produksi dalam pabrik, termasuk didalamnya
strategi persiapan anggaran untuk perluasan operasi dan
penggunaan secara penuh semua fasilitas dan peralatan.
2) Mengevaluasi produksi dalam cakupan kerja dan tanggung
jawab penuh atas prestasi dari produksi yang dihasilkan.
c) Planning Production Control
Bagian Production Planning dan Inventory Control memiliki
tanggung jawab sebagai berikut :
1) Merencanakan pemesanan, dan pembelian Direct Material
(bahan baku) dengan jumlah dan waktu yang telah
disepakati.
2) Membuat Buffer Stock untuk persediaan bahan baku, bahan
pembantu, dan barang setengah jadi.
3) Bekerja sama dengan Cost Accounting dalam melakukan
Cost Control terhadap bahan baku yang akan dipesan,
sehingga dapat membantu PPIC dalam menentukan kapan
waktu pemesanan, serta dimana bahan baku tersebut dapat
diperoleh dengan biaya yang tidak terlalu besar.
4) Mengendalikan kegiatan di gudang bahan baku agar dapat
berjalan dengan baik.
d) Quality Assurance & Product Engineering
Quality Assurance & Product Engineering mempunyai tugas
sebagai berikut :
1) Mengatur semua fungsi dan aktivitas operasi dalam
Maintenance.
2) Menugaskan pekerjaan harian pada semua personal staff
maintenance, termasuk electrinical dan mechanical repair.
e) Workshop
Workshop mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Merencanakan pengadaan jadwal pemeriksaan mesin dan
electrical secara berkala.

iii
2) Mengkoordinasikan semua staff workshop agar
memudahkan pemeriksaan terhadap perlengkapan yang
berkaitan dengan proses kerja pabrik.
4) Finance & Accounting Manager
Finance & Accounting Manager memiliki tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut :
a) Merencanakan strategi, program kerja perusahaan secara tepat
sesuai startegi bisnis.
b) Mengatur dan mengarahkan pencatatan neraca perusahaan sesuai
aktivitas perusahaan serta menjaga keseimbangan neraca.
c) Mengevaluasi dan menganalisa system keuangan agar dapat
berjalan dengan tepat dan akurat.
d) Mengarahkan fungsi dan kinerja unit bagian agar dapat berjalan
optimal serta meningkatkan kinerja SDM.
e) Menjalankan tugas-tugas terkait dengan upaya pencapaian target
perusahaan.
Finance & Accounting Manager dibantu oleh beberapa staff,
diantaranya :
1) General Accounting
2) Cost Accounting
3) Tax
4) Invoicing
5) Finance
5) Geneal Affair & HRD Manager
General Affair memiliki beberapa bagian yang sama dengan tugas HRD
Staff. Tugas dari General Affair adalah :
a) Sebagai perwakilan perusahaan untuk menjalin hubungan baik
kepada pihak internal maupun eksternal.
b) Memenuhi semua kebutuhan operasional pada internal perusahaan,
seperti penyediaan ATK untuk karyawan, pengajuan kesehatan,
dsb.
c) Pengurusan dokumen-dokumen untuk kepentingan internal
perusahaan, seperti pengurusan izin, perpanjangan kerja, dsb.

ii
6) Eksport & Import
Eksport memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a) Melakukan fungsi eksport
b) Menjalin kerja sama dengan pelanggan luar negeri
c) Melakukan Claim Bea dan Cukai atas barang Import

3.3.1 Aktivitas Perusahaan


PT Batara Indah merupakan persahaan manufaktur yang memproduksi
alat-alat perkantoran, khususnya pengarsipan, dengan merk Bantex.
Sehingga produk yang dihasilkan pun disesuaikan dengan perusahaan Bantex
yang ada di luar negeri.
Lisensi produk-produk merk Bantex yang diproduksi PT Batara Indah
memiliki kualitas dan spesifikasi yang sama. Mulai dari bahan baku hingga
bahan pembantu memiliki standar tersendiri agar dapat menghasilkan produk
yang sama. Namun, tidak semua produk di luar negeri diproduksi di
Indonesia. Hal itu disebabkan karena adanya keterbatasan mesin produksi
dan sumber daya manusia.

Ekspor, Impor, dan Pemasaran Dalam Negeri


PT Batara Indah tidak hanya mengandalkan pasar dalam negeri,
namun juga melakukan ekspor untuk beberapa produk unggulan yang sudah
diakui kualitasnya oleh dunia internasional. Negara tujuan ekspor
PT Batara Indah antara lain :
1) Australia
2) Malaysia
3) Hongkong
4) Slavepak (Afrika Selatan)
5) Denmark
6) Amerika Serikat
7) Singapura
8) United Kingdom
Sedangkan untuk perusahaan di luar negeri yang menjadi customer
PT Batara Indah, antara lain :
1) Royal Shine / Muda Papers Mills
2) Roll dan Ream Corp
3) Binder Incorporation
4) World Wide Station

iii
5) Ocean Plastics.co
6) Huen Chen Machine
Untuk bahan baku, PT Batara Indah masih mengimpor sebagian dari
bahan baku yang dibutuhkan, karena bahan baku tersebut tidak dapat
diperoleh dari dalam negeri. Sedangkan untuk supplier dalam negeri,
PT Batara Indah mengandalakan beberapa supplier untuk mengantisipasi hal-
hal yang tidak diinginkan.
Jenis bahan baku berupa plastic, karbon, dan mekanik diperoleh dari
supplier di luar negeri yakni, Singapura dan Korea Selatan melalui agen
Bantex yang berlokasi di Jakarta. Untuk bahan baku impor, PT Batara Indah
melakukan pemesanan antara satu sampai dua bulan sebelumnya, dan untuk
pembayaran dilakukan satu minggu setelah bahan baku impor diterima
dengan cara transfer melalui bank yang sudah ditetapkan. Vendor-vendor
yang menjadi supplier PT Batara Indah bisa dilihat pada tabel 3.1.
Semua produk yang ada dipasarkan hamper ke seluruh kota di
Indonesia, antara lain : Bali, Balikpapan, Cikarang, Makassar, Palembang,
Semarang, Serpong, Surabaya, Jogyakarta, Manado, dan Jakarta.

ii
Tabel 3.1
Daftar Supplier PT Batara Indah

Nama Vendor
ASIAPLAST INDUSTRIES PT HENKEL INDONESIA
PT. CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL
CAHAYA BOXINDO PRASETYA
Tbk
CITRA SASTRA GRAFIKA PT. GLOBAL PACKAGING SYSTEM
CLARIANT INDONESIA PT. INSAN PERDANA
COMPOTECH INTERNATIONAL PT. Pentamapan Cemerlang
CV. SUMBER ANUGRAH PLASTIK PT. RONADAMAR SEJAHTERA
EKADHARMA TAPE INDUSTRIE PT.DELIJAYA GLOBAL PERKASA
ELFRIDA PLASTIK PT.GME INDONESIA
INTI PERDANA GRAFINDO PT.POLYCOLOR PRIMA PERKASA
KHARISMA INTERPLAST PRATAMA SENTOSA TATA MULTI SARANA, PT
LEMINDO ABADI JAYA SETIAWAN SEDJATI
NOREE INDONESIA PAPER SINGA DJAWA PT
PARAMITRA GUNAKARYA CEMERLANG SUDONG METAL & BUTTON INDO
PREMIUM PANEL INDONESIA TATIMEL MAITOYA
PT HARAPAN PRIMA PRINTING TOKO MUDJUR
Sumber : PT Batara Indah (2014)

Strategi pemasaran PT Batara Indah, antara lain :


1) Produk
PT Batara Indah selalu mengutamakan mutu dari setiap produk-
produknya, dengan menggunakan bahan-bahan berkualitas tinggi yang
didesain mengikuti dinamika pasar. Produk-produk yang diproduksi
memiliki beragam ukuran dan variasi harga sehingga dapat disesuaikan
dengan kebutuhan. Hal ini menjadi salah satu keunggulan produk dari
PT Batara Indah.
2) Jalur Distribusi
a) Produsen – Distibutor – Agen – Konsumen
b) Produsen – Distributor – Konsumen
3) Promosi
Promosi dilakukan melalui brosur, reklame, sponsor (mendirikan stand),
serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, misalnya toko buku,
sekolah, perusahaan, dll.

iii
Produk PT Batara Indah
Produk-produk perlengkapan pengarsipan yang dapat diproduksi oleh
PT Batara Indah dibuat dengan beraneka ragam bentuk, ukuran, motif, warna
yang berbeda dengan kualitas serupa seperti produk yang dihasilkan di luar
negeri. Produk yang dihasilkan harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan Bantex Internasional. Berikut adalah produk-produk utama yang
dihasilkan oleh PT Batara Indah, antara lain :
1) Ordner
Ordner adalah salah satu produk unggulan Bantex yang yang terbuat
dari lembar karton yang kokoh dilapisi kertas bermotif ataupun PVC
(Polyvinly Chloride – Plastik fleksibel yang tahan lama). Ukuran yang
tersedia, yaitu : folio, A4, dan kwitansi. Ordner ini dibuat dengan
berbagai variasi warna. Ordner Bantex berkualitas tinggi memiliki
kapasitas 5 cm dan 7 cm yang diberi lapisan khusus untuk menjaga
kekokohan ordner saat disimpan serta meminimalisir kerusakan pada
lemari. Untuk memberikan kepuasan maksimal, ordner dapat disablon
sesuai dengan keinginan dan spesifikasi konsumen.
2) Binder
Pada dasarnya binder hamper sama dengan ordner. Perbedaannya
terletak pada mekanik yang digunakan. Binder memiliki jenis mekanik
yang beraneka ragam. Ukuran dan bentuk yang tersedia pun berbeda,
mulai dari 2,3, dan 4 ring.
3) Computer File
Computer file terbuat dari bahan baku yang berasal dari karton dilapisi
dengan PVC dilengkapi dengan computer tab yang dapat digunakan
untuk penataan vertical maupu horizontal sehingga isi file dapat
dengan mudah teridentifikasi. Computer file berfungsi untuk
menyimpan print out yang bersambung karena memiliki mekanis cover
dengan jumlah yang banyak.
4) Clip File
Clip file terbuat dari karton dilapisi dengan PVC dilengkapi dengan Wire
Clip (penjepit kertas), sehingga nyaman digunakan. Clip file tersedia
dalam bentuk cover penutup (seperti buku) dan tanpa cover.
5) Divider
Divider adalah kertas pembatas yang terbuat dari karton manila
berwarna cerah dengan bahan PP (Polypropylene – Jenis plastic ramah
lingkungan) yang dilengkapi dengan index abjad atau nomor.

ii
6) Kulit 747
Kulit 747 merupakan produk agenda kantor yang terbuat dari bahan
kulit berkualitas dengan berbagai bentuk ukuran, didesain elegan serta
memberikan kesan eksklusif kepada pemakainnya.

Selain itu, PT Batara Indah mendistribusikan beberapa merk peralatan


kantor terkenal. Beberapa produknya, antara lain :
1) ELBA
Pada tahun 1917, Erich Kraut (Jerman) menciptakan nama ELBA, yang
artinya “successful solution for better work”. Tahun 1930 industri
manufaktur filing ini mulai dijalankan, hingga tahun 1933 ditemukan
ide baru : “New Way to Filing : The Pendel Filling System” yaitu cara
efisien untuk mengarsip dokumen yanga hemat tempat, waktu, dan
tenaga dibandingkan dengan system yang telah ada. ELBA merupakan
salah satu Divisi dari Group Hamelin.
2) LINEX
Pada tahun 1935, Frede Dueland Nelson (Denmark) menciptakan
produk Linex yang merupakan peralatan gambar dengan kualitas dan
ketepatan tinggi. Tahun 1960, Linex mulai merambah pasar dunia dan
diekspor ke berbagai Negara. Sejak saat itu, Linex mulai dikenal dan
mendapat predikat “The Most Excellent Article in the World”.
3) PAPEO
Papeo mulai dipasarkan sejak tahun 2000. Papeo merupakan produk
box berkualitas tinggi, seperti gift box, natural box, dan fancy box.
Papeo dapat digunakan untuk keperluan promosi, kotak hadiah,
perhiasan, CD, dan barang koleksi lainnya.
4) LYRA
Pada tahun 1806, di kota Nuremberg (Jerman) diciptakan produk Lyra
sebagai pabrik pensil grafit. Lyra merupakan salah satu merk pensil
tertua di dunia yang memiliki mutu tertinggi di pasaran. Pada saat ini,
Lyra memiliki jaringan distribusi hampir di seluruh dunia dengan range
produk yang luas.
5) APLI
Pada tahun 1958, Apli ditemukan di Barcelona (Spanyol) sebagai
produk label terkenal dan mulai dipatenkan tahun 1960. Apli
mengembangkan jenis produk adhesive label (kualitas lem terbaik)
dengan ukuran A4, label continuous form, label multimedia, dan

iii
business card. Apli dapat digunakan di printer, laser, dan mesin
fotocopy. Apli menggunakan bahan baku ramah lingkungan.
6) XYRON
Pada tahun 1996 di USA, Xyron didirikan sebagai mesin laminasi yang
menjadi salah stu merk berkelas internasional. Xyron berhubungan
dengan produk kerajinan tangan. Mesin kreatif laminasi Xyron dapat
digunakan untuk membuat stiker, magnet, label, baik satu maupun
dua sisi. Xyron telah mendapat penghargaan di NY Stationery (2000)
sebagai “Best New Product Award” dan “Company of the year”.

3.3.2 Aspek Sumber Daya Manusia


PT Batara Indah memiliki hak untuk mengelola, mengatur jalannya
perusahaan, dan memenuhi kewajiban terhadap pekerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk penerimaan
karyawan, persyaratan dan prosedur diatur sebagai berikut :
a. Warga Negara Indonesia (WNI).
b. Telah berumur 18 (delapan belas) tahun keatas.
c. Pendidikan minimal SMU atau sederajat (SMA, SMK, dll) atau
pendidikan formal yang sesuai dengan bidang keahliannya.
d. Memiliki Kartu Tanda Pengenal (KTP) dan/atau Surat Keterangan
Domisili.
e. Telah lulus dari tes kesehatan atau psikotes yang diselenggarakan oleh
perusahaan.
Untuk selanjutnya, calon karyawan diwajibkan untuk mengikuti Masa
Training selama 3 (tiga) bulan. Training diberikan untuk meningkatkan
keterampilan atau produktifitas, baik secara teknis maupun non teknis.
Selama periode ini, pihak perusahaan maupun calon karyawan bebas
menentukan hubungan kerja diputus/dilanjutkan tanpa kewajiban untuk
memberikan alasan/atau kompensasi dalam bentuk apapun. Bagi calon
karyawan yang telah lulus masa percobaan, akan dikukuhkan dengan surat
pengangkatan menjadi karyawan tetap.
Setelah 5 (lima) hari bekerja berturut-turut, karyawan diberikan waktu
istirahat mingguan selama 2 (dua) hari, yaitu hari Sabtu dan Minggu. Namun,
perusahaan dapat menugaskan karyawan menghadiri keperluan perusahaan
di hari libur tanpa menuntut ganti rugi uang lembur.
Waktu kerja yang ada pada PT Batara Indah telah disusun berdasarkan
Pasal 9 mengenai Hari Kerja dan Jam Kerja. (Lihat Tabel 3.2)

ii
Tabel 3.2
Hari dan Jam Kerja PT Batara Indah

DIVISI SHIFT HARI KERJA KET WAKTU KERJA


Jam Kerja 07.00 – 16.00
Senin –
1 Istirahat 1 09.30 – 09.40
Jum’at
Pabrik Istirahat 2 12.00 – 12.50
Senin – Jam Kerja 16.00 – 01.00
2
Jum’at Istirahat 18.00 – 19.00
Senin – Jam Kerja 07.00 – 16.00
1
Gudang Jum’at Istirahat 12.00 – 13.00
Barang Jadi Senin – Jam Kerja 13.00 – 22.00
2
Jum’at Istirahat 18.00 – 19.00
Supir Senin – Jam Kerja 06.30 – 15.30
Jum’at
Staff Kantor Jam Kerja 08.30 – 17.30
Pusat dan
Kantor Senin –
Cabang Sales Jum’at Istirahat 12.00 – 13.00
Reps ( 5 hari
kerja)
Cabang / Senin – Jam Kerja 08.30 – 16.30
Perwakilan / Jum’at Istirahat 12.00 – 13.00
Sales Reps.
Sabtu Jam Kerja 08.30 – 13.30
(6 hari Kerja)
Sumber : Buku Peraturan Perusahaan PT Batara Indah (2012 – 2014)

3.4 Metode Penelitian


Metode penelitian merupakan salah satu syarat dalam melakukan
penelitian ilmiah. Dalam pembuatan penelitian ini, penulis mengumpulkan
data dan informasi yang digunakan sebagai bahan kajian, dengan
menjabarkan dan memberikan gambaran mengenai perhitungan dan
pelaporan pajak yang dilakukan oleh PT Batara Indah.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menghitung Pajak Masukan
dan Pajak Keluaran. Mengetahui jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang kurang
bayar atau lebih bayar serta untuk mengetahui mekanisme perhitungan,

iii
penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan peraturan
perpajakan dan undang-undang yang berlaku.
Dalam memperoleh data, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data berupa penelitian lapangan secara langsung. Sumber data diambil dari
bagian perpajakan serta dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan
penelitian. Metode analisis data yang digunakan berupa studi kasus yang
dilakukan oleh PT Batara Indah serta studi pustaka yang diperoleh dari data-
data yang relevan dengan Pajak Pertambahan Nilai.
Selanjutnya, penulis melakukan wawancara dengan pihak perusahaan
yang berwenang, khususnya pada bagian yang berhubungan dengan objek
penelitian untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian ini,
mengenai Prosedur Perpajakan yang diberikan oleh perusahaan.
Untuk memberikan jaminan yang memadai atas informasi yang
efektif, PT Batara Indah menggunakan system Navision yang mencakup
hamper semua lini dari aktivitas operasional perusahaan. Selain itu, transaksi
yang dicatat telah dilengkapi dengan dokumen pendukung (arsip). Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya transaksi fiktif.

3.5 Perbandingan Teori dan Praktek

3.5.1 Prosedur Perpajakan


Dalam melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, PT Batara Indah
menghitung Dasar Pengenaan Pajak yang dikalikan 10%. Setelah itu dibuat
Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP. Sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010, Faktur Pajak yang digunakan hanya satu
bentuk, sehingga tidak ada bentuk Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak
Sederhana.
Selanjutnya, Faktur Pajak dibuat untuk proses penagihan, pembayaran
dan pembelian. Pada saat pembuatan Faktur Pajak, tata cara penyampaian
dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan dalam Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010. Sedangkan dalam kegiatan memperoleh
BKP, PT Batara Indah menerima Faktur Pajak dari pihak supplier atau pihak
penjual. Faktur Pajak harus diiisi secara lengkap, jelas, benar, dan
ditandatangani oleh pihak yang memiliki wewenang untuk
menandatanganinya. Dengan begitu perusahaan dapat mengetahui dan
menghitung jumlah pajak yang terutang dengan mengkreditkan Pajak
Masukan terhadap Pajak Keluaran.

ii
3.5.1.1 Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur)
Pada tanggal 1 Juli 2014, impian bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan
otoritas pajak menjadi kenyataan, dengan diterbitkannya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Bagi PKP, e-Faktur ini
memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan karena biaya yang
dikeluarkan akan berkurang dan mereka akan semakin yakin bahwa faktur
pajak telah sesuai dengan transaksi sebenarnya. Kemudian, PKP merasa
terlindungi dengan adanya e-Faktur, mereka akan terhindar dari
penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab atau dari adanya
faktur pajak fiktif. Di lain pihak, otoritas pajak juga akan dimudahkan dengan
kelengkapan data yang sudah diverifikasi dalam faktur pajak dan proses
pelayanan akan lebih cepat, sehingga beban administrasi yang selama ini
dirasakan oleh otoritas pajak diharapkan akan berkurang.
Seiring meningkatnya frekuensi dan volume transaksi yang dilakukan
PKP, maka semakin bertambah pula kebutuhan pengusaha dalam
menjalankan kepatuhan perpajakannya khususnya Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Meningkatnya kebutuhan PKP ini juga dapat meningkatkan beban
administrasi PPN yang dirasakan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Ditjen Pajak telah melakukan berbagai pembenahan dan upaya peningkatan
pelayanan dan administrasi PPN. Sebelumnya, Ditjen Pajak telah melakukan
registrasi ulang PKP, batasan pengukuhan PKP, penunjukkan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) sebagai pemungut PPN, dan berbagai pembenahan yang
berkelanjutan mengenai faktur pajak.
Pembenahan yang berkelanjutan mengenai faktur pajak yang
dilakukan oleh Ditjen Pajak merupakan dampak dari kerugian yang
ditimbulkan akibat penyalahgunaan faktur pajak, seperti non-PKP
menerbitkan faktur pajak, faktur pajak tidak atau terlambat terbit, dan
beredarnya faktur pajak fiktif serta faktur pajak ganda. Selin itu sejak tahun
2001, Ditjen Pajak menghadapi masalah besar dalam mengadministrasi faktur
pajak yang jumlahnya mencapai 200 juta setiap tahun dan itu semua
dilakukan secara manual. Oleh karena itu, beban administrasi faktur pajak
yang selama ini dirasakan oleh Ditjen Pajak menjadi latar belakang
diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16 Tahun 2014
(PER 16,2014).

iii
Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan e-Faktur
Secara garis besar, PER 16,2014 mengatur tentang tanta cara
pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik yang sebagian
telah diatur sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian Faktur Pajak.
E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui sistem aplikasi
elektronik yang disediakan oleh Ditjen Pajak. Sistem aplikasi elektronik
tersebut dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual) yang merupakan
satu kesatuan sehingga membantu PKP dalam pembutannya. Saat ini, yang
diwajibkan membuat e-Faktur adalah PKP yang telah ditetapkan dalam
lampiran Keputusan Direktur Jenderal Nomor 136 Tahun 2014 (KEP
136/2014) dan wajib membuat e-Faktur hanya untuk setiap :
1. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf a dan/atau pasal 16D UU PPN.
2. Penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf c UU PPN.
Namun, pembuatan e-Faktur dikecualikan atas setiap penyerahan BKP
dan/atau JKP yang dilakukan oleh :
1. Pedagang eceran yang membuat faktur pajak tanpa
mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama
dan tanda tangan penjual dengan cara :
a. Langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke
tempat konsumen akhir lainnya.
b. Langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan
penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
c. Pada umumnya pembayaran BKP atau penyerahan JKP
dilakukan secara tunai.
2. PKP Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN.
3. Bukti pungutan PPN berupa dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat (6) UU PPN.
Sebagai implementasi peraturan atas tata cara pembuatan dan
pelaporan e-Faktur, PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur ditentukan dalam
KEP 136/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan
Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik melalui tiga tahapan.

ii
Tahap pertama, dilakukan pada 1 Juli 2014 dengan menentukan
sejumlah 45 perusahaan yang sudah diwajibkan membuat e-Faktur untuk
diterapkan di Kantor Wilayah Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya di
wilayah DKI Jakarta. Beberapa diantaranya bisa dilihat pada tabel 3.3.
Tahap kedua, dilakukan pada 1 juli 2015 untuk diterapkan di Kantor
Pelayanan Pajak Jawa dan Bali, kemudian tahap ketiga pada 1 Juli 2016 untuk
diterapkan di seluruh Kantor Pelayanan Pajak di Indonesia.

Tabel 3.3
Daftar PKP yang Diwajibkan Membuat e-Faktur

No Pengusaha Kena Pajak NPWP


1 PT Goodyear Indonesia Tbk 01.002.075.8-092.000
2 PT Telekomunikasi Indonesia 01.000.013.1-093.000
3 PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) 01.718.327.8-093.000
4 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia 02.239.283.1-093.000
5 PT ISS Indonesia 01.070.680.2-059.000
Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014

Mulai 1 Juli 2014, setiap perusahaan yng berada dalam lampiran KEP
136/2014 tersebut sudah diwajibkan membuat e-Faktur dengan
menggunakan mata uang Rupiah. Jika penyerahan BKP dan/atau JKP yang
menggunakan mata uang selain Rupiah, maka harus terlebih dahulu
dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah sesuai dengan nilai kurs menurut
keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada saat e-Faktur dibuat. Faktur
pajak elektronik harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP
dan/atau JKP yang paling sedikit memuat :
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang
menyerahkan BKP dan/atau JKP.
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga.
4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut.
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut, kode,
nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
6. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur
Pajak.

iii
Tanda tangan yang harus dicantumkan dalam pembuatan e-Faktur
adalah tanda tangan elektronik yang terdiri atas informasi elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi. Yang dimaksud dengan
informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya. Dokumen elektronik faktur pajak merupakan hasil keluaran
(output) dari sistem aplikasi elektronik yang disediakan oleh Ditjen Pajak.
Sedikit berbeda dengan faktur pajak kertas (hardcopy), faktur pajak
elektronik yang merupakan output tadi, wajib dilaporkan oleh PKP ke Ditjen
Pajak untuk memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak sebelum diungkapkan
lebih jauh dalam SPT elektronik (e-SPT) yang sistem aplikasinya sudah
in-line.
Dalam pelaporannya, e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalm
bentuk kertas (hardcopy), dan dapat dilakukan dengan cara mengunggah e-
Faktur ke Ditjen Pajak. Untuk membandingkan antara faktur pajak kertas
dengan e-Faktur secara sederhana dapat dilihat pada tabel 3.4.
Setelah e-Faktur dilaporkan dengan cara diunggah, Ditjen Pajak
memberikan persetujuan sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan
untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang
diberikan oleh Ditjen Pajak kepada PKP yang membuat e-Faktur sesuai dengn
ketentuan yang berlaku. Faktur pajak elektronik yang tidak memperoleh
persetujuan dari Ditjen Pajak bukan merupakan faktur pajak.

ii
Tabel 3.4
Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan e-Faktur

Faktur Pajak Faktur Pajak


No Keterangan
Kertas (Hardcopy) Elektronik
1 Format (Layout) Bebas tidak Ditentukan oleh
ditentukan dan dapat system aplikasi
mengikuti contoh di elektronik dan/atau
lampiran Peraturan disediakan oleh
Direktorat Jenderal Ditjen Pajak
Pajak Nomor 24
Tahun 2012
(PER 24/2012)
2 Tanda tangan Tanda tangan basah Tanda tangan
pegawai/pejabat yang di atas kertas faktur elektronik berbentuk
ditunjuk oleh PKP pajak QR code
3 Bentuk dan jumlah Diwajibkan Tidak diwajibkan
lembar berbentuk kertas dan untuk dicetak dalam
jumlah lembar diatur bentuk kertas
4 Pengusaha Kena Seluruh PKP PKP yang ditetapkan
Pajak yang membuat oleh KEP 136/2014
5 Jenis transaksi Seluruh penyerahan Hanya penyerahan
termasuk ekspor BKP BKP dan/atau JKP
dan/atau JKP
6 Prosedur lapor dan Dilaporkan ke Ditjen Dilaporkan ke Ditjen
persetujuan Pajak melalui SPT Pajak dengan cara
PPN diunggah dan
mendapat
persetujuan Ditjen
Pajak
7 Pelaporan SPT PPN Menggunakan Menggunakan
aplikasi tersendiri system aplikasi yang
sama dengan yang
digunakan dalam
pembuatan e-Faktur
Sumber : Research, Tax Research and Training Services, Danny Darussalam

iii
E-Faktur Rusak atau Hilang dan Ketentuan Lainnya
E-Faktur yang salah dalam pengisian atau penulisan, sehingga tidak
memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP dapat membuat e-
Faktur pengganti. Lebih jauh lagi, atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau
hilang, PKP dapat melakukan cetak ulang melalui system aplikasi tersebut.
Untuk setiap informasi elektronik dalam e-Faktur yang rusak atau hilang, PKP
dapat mengajukan permintaan untuk mengakses atau meminta data e-Faktur
tersebut ke Ditjen Pajak melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dengan
menyampaikan surat yang menjadi lampiran PER 16/2014 ini dan sebelumnya
informasi elektronik tersebut telah memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak.
Dalam hal pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP yang e-
Fakturnya telah dibuat, PKP harus melakukan pembatalan e-Faktur tersebut
melalui sistem aplikasi tersebut.

3.5.2 Objek Pajak Pertambahan Nilai


Pada dasarnya setiap barang yang memiliki nilai tambah (value added)
merupakan objek PPN. Namun demikian, berdasarkan Undang-undang dan
Peraturan pelakasanaan telah ditetapkan pengecualian untuk kelompok
barang yang tidak dikenankan PPN.
PT Batara Indah merupakan perusahaan yang kegiatan usahanya
menghasilkan produk peralatan tulis ramah lingkungan. Dimana produk-
produknya termasuk ke dalam Pengusaha Kena Pajak yang dibebankan
pungutan PPN.
PT Batara Indah memiliki beberapa kantor cabang luar kota, yang
salah satunya terletak di Semarang. Dalam hal ini penulis sebagai Client
Coordinator cabang Semarang, akan melakukan penelitian mengenai
perhitungan PPN di cabang tersebut.
Penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
BKP antar cabang, Pengusaha Kena Pajak memperoleh izin pemusatan tempat
pajak terutang (sentralisasi). Hal ini berlaku untuk seluruh kantor cabang luar
kota, termasuk cabang Semarang.
Fasilitas pemusatan tempat pajak terutang ini sangat menguntungkan
bagi bagi Wajib Pajak yang mempunyai beberapa kantor cabang usaha.
Permohonan pemusatan tempat terutang PPN hanya dibolehkan untuk
Pengusaha Kena Pajak selain pedagang eceran, dengan syarat–syarat yang
telah dipenuhi oleh perusahaan.

ii
3.5.3 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

3.5.3.1 Evaluasi Pajak Keluaran


Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan BKP yang terkait dengan
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Sesuai dengan Undang- Undang
Nomor 42 Tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai mengenai Pajak Keluaran,
dimana Pajak keluaran dibuat berdasarkan Faktur Pajak yang dikeluarkan
oleh perusahaan. PT Batara Indah membuat Faktur Pajak atas transaksi
penyerahan BKP, dimana penyerahan BKP dikenakan PPN sebesar 10% dari
Dasar Pengenaan Pajak.
Setelah perhitungan dan pencatatan selesai dilakukan, maka
diterbitkanlah Faktur Penjualan dan Faktur Pajak yang akan digunakan
sebagai alat untuk penagihan atas transaksi penyerahan BKP yang akan
diserahkan kepada pihak konsumen.
Agar Faktur Pajak dapat dikreditkan, maka perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Saat pembuatan Faktur Pajak.
Contoh : PT Batara Indah menjual secara kredit berbagai macam
ordner kepada pelanggan pada awal bulan April 2014, dimana
pembayaran baru dilakukan oleh pelanggan pada pertengahan bulan
Mei 2014. PT Batara Indah harus sudah menerbitkan Faktur Pajak
paling lambat akhir bulan April 2014.
2) Faktur Pajak harus dibuat menggunakan Kode dan Nomor Seri yang
telah di tentukan.

000.000–00.00000000
1 2 3 4

Keterangan :
1 : 2 digit kode transaksi (010. ; 020. ; 070. dst)
2 : 3 digit kode pusat
3 : 2 digit tahun penerbitan (2014 ditulis 14)
4 : 8 digit nomor urut

iii
Berikut Rekap Pajak Keluaran PT Batara Indah cabang Semarang
selama tahun 2014 :
Tabel 3.5
PT Batara Indah (Semarang)
Rekap Pajak Keluaran
Periode Januari s/d Desember 2014

Bulan PPn Keluaran

Januari 40.014.175
Februari 48.212.977
Maret 48.478.408
April 48.085.678
Mei 44.827.596
Juni 51.419.458
Juli 42.973.956
Agustus 47.783.795
September 50.977.113
Oktober 45.269.595
November 56.491.863
Desember 57.458.981
Total 581.993.594
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014

Berdasarkan penjabaran diatas, pajak penjualan yang diperoleh


PT Batara Indah di tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 8% setiap
bulan nya. Peningkatan Pajak Keluaran terbesar terjadi di akhir tahun bulan
desember 2014 sebesar Rp 57.458.981.

ii
3.5.3.2 Evaluasi Pajak Masukan
Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) harus dibayarkan oleh
perusahaan atau Pengusaha Kena Pajak apabila perusahaan melakukan
transaksi pembelian BKP yang terutang PPN. Pajak Masukan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Pajak Masukan mulai diakui dan dihitung pada saat supplier
memberikan Faktur Pembelian yang diterima oleh bagian Accounting
untuk dilakukan crosscek. Mulai dari Permintaan Pembelian (PP) yang
diajukan oleh Purchasing disertai dengan nomor PO (Puschase Order)
dan Bukti Penerimaan Barang (BPB). Setelah dilakukan crosscek
dengan dokumen-dokemen kemudian dilakukan pencatatan pada
system akuntansi yang digunakan oleh perusahaan untuk menyimpan
file dan tanda terima. Selanjutnya dilakukan proses pembayaran
sesuai dengan jatuh temponya.
Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan meskipun dalam suatu Masa
Pajak tidak terdapat Pajak Keluaran. Keadaan seperti ini mungkin
terjadi pada Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi, atau
belum melakukan penyerahan BKP sehingga Pajak Keluarannya belum
ada.
2) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak Masukan ini berlaku untuk BKP sebelum dikukuhkan sebagai
PKP. Contoh : PT Sodexo membeli mesin konveksi pada tanggal 26
April 2014, sedangkan PT Sodexo baru dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak pada tanggal 27 April 2014, sehingga Pajak Masukan atas
perolehan mesin tersebut tidak dapat dikreditkan.

iii
Berikut Rekap Pajak Masukan PT Batara Indah cabang Semarang
selama tahun 2014 :
Tabel 3.6
PT Batara Indah (Semarang)
Rekap Pajak Masukan
Periode Januari s/d Desember 2014

Bulan PPn Masukan

Januari 1.840.413
Februari 2.110.913
Maret 11.224.761
April 5.200.369
Mei 5.817.508
Juni 4.204.111
Juli 1.892.523
Agustus 2.615.843
September 2.299.795
Oktober 2.944.787
November 3.609.090
Desember 2.857.580
Total 46.617.691
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014

Berdasarkan penjabaran diatas, pajak pembelian yang diperoleh


PT Batara Indah di tahun 2014 mengalami peningkatan dan penurunan setiap
bulan nya. Peningkatan Pajak Masukan terjadi di bulan Maret 2014 sebesar
Rp 11.224.761. Hal itu akan mempengaruhi besaran kurang bayar yang akan
disetor di bulan tersebut.

ii
PT Batara Indah cabang Semarang memiliki beberapa customer yang
statusnya sebagai pemungut PPN. Pemungut PPN yang dimaksud, yakni
Bendaharawan Pemerintah (KPPN) dan Instansi Pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melapor pajak
terutang tersebut.
Fasilitas Khusus PPn yang Dibebaskan atau Tidak Dipungut diberikan
kepada :
1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah
Pabean, seperti Kawasan Berikat, seperti Pulau Batam.
(Lihat Tabel 3.7)
2. Penyerahan BKP atau JKP.
3. Impor BKP tertentu.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
5. Pemanfaatan JKP tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
Tabel 3.7
PT Batara Indah (Semarang)
Daftar Customer Dibebaskan

NAMA No Faktur Pajak


INTERNATIONAL ORGANIZATION
070.000-14.19741320
FOR MIGRATION
PT.APPAREL ONE INDONESIA 070.001-14.11130461
PT.AST INDONESIA 070.001-14.11130301
PT.FAST MANUFACTURING 070.000-14.19742303
PT.HARRISON AND GIL-JAVA 070.001-14.11130201
PT.HOLI KARYA SAKTI 070.000-14.19742304
PT.MAS SUMBIRI 070.000-14.19741646
PT.SAI GARMENTS INDUSTRIES 070.001-14.11129474
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014

iii
Keterangan :
Kode transaksi 07 merupakan kode faktur pajak untuk penyerahan PPn yang
Dibebaskan atau Tidak Dipungut. Nomor seri dan tanggal faktur pajak harus
dibuat secara berurutan, tanpa membedakan mata uang yang digunakan
dalam transaksi. Penjelasan :
070.000-14.19741320 berarti penyerahan yang PPn nya Dibebaskan, status
Faktur Pajak Normal, diterbitkan pada tahun 2014 dengan nomor urut
19741320.

Berikut Rekap Pajak Dibebaskan PT Batara Indah cabang Semarang


selama tahun 2014 :
Tabel 3.8
PT Batara Indah (Semarang)
Rekap PPN Dibebaskan
Periode Januari s/d Desember 2014

Bulan PPn Dibebaskan

Januari 490.286
Februari 546.952
Maret 850.381
April 642.960
Mei 230.108
Juni 616.496
Juli 773.964
Agustus 354.073
September 366.025
Oktober 829.969
November 714.876
Desember 574.350
Total 6.990.437
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014

ii
Selain pemungut PPN yang dibebaskan, terdapat pemungut PPN setor
sendiri yang terhitung di bulan April dan Juni 2014. Keduanya merupakan
Bendaharawan Pemerintahan. Berikut rekap PPN setor sendiri.

Tabel 3.9
PT Batara Indah
Rekap PPN Setor Sendiri
Periode Januari s/d Desember 2014

Bulan PPn Setor Sendiri

Januari -
Februari -
Maret -
April 1.040.700
Mei -
Juni 1.998.000
Juli -
Agustus -
September -
Oktober -
November -
Desember -
Total 3.038.700
Sumber: Rincian Pajak Pertambahan Nilai PT Batara Indah Tahun 2014

Bulan April
Nama Perusahaan : RSUD TUGUREJO
Nomor Seri FP : 020.001-14.11129636
PPn Setor Sendiri : 1.040.700
Bulan Juni
Nama Perusahaan : BENDAHARAWAN PENGELUARAN KANTOR
PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA PEKALONGAN
Nomor Seri FP : 020.001-14.11130437
PPn Setor Sendiri : 1.998.000

iii
Keterangan :
Kode transaksi 02 merupakan kode faktur pajak untuk penyerahan kepada
Pemungut PPn Bendaharawan Pemerintah.
Atas PPn yang dibebaskan perlu dibuatkan Surat Setoran Pajak (SSP).
(Lihat Lampiran 3.1 dan 3.2)

3.5.3.3 Lebih bayar atau Kurang bayar dalam Pajak Pertambahan Nilai
Dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dapat dilihat perolehan
Nilai yang kurang bayar atau lebih bayar. Apabila perolehan Pajak Keluaran
lebih besar dari Pajak Masukan maka Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh
oleh perusahaan tersebut kurang bayar yang artinya perusahaan mempunyai
kewajiban untuk membayarkan kekurangan nilai pajak tersebut ke Kas
Negara.
Sebaliknya apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran
nya maka perusahaan berkewajiban untuk menentukan besaran pajak
tersebut. Terhadap kelebihan pembayaran PPN dapat dimintakan restitusi
atau dikompensasi dengan pembayaran PPN terutang periode mendatang.
Mekanisme Perhitungan Kurang Bayar PT Batara Indah – Semarang
bulan April 2014, sebagai berikut :

Perhitungan Pajak Keluaran :


FAKTUR PAJAK PKP 19.957.666
FAKTUR PAJAK NONPKP 28.809.722
RETUR FAKTUR PAJAK (38.750)
TOTAL PAJAK KELUARAN 48.728.638

Perhitungan Pajak Masukan :


PPN MASUKAN MASA PAJAK SAMA 5.200.369
PPN MASUKAN MASA PAJAK TIDAK SAMA -
TOTAL RETUR PPN MASUKAN -
TOTAL PPN MASUKAN 5.200.369

Perhitungan Kurang Bayar :


TOTAL PAJAK KELUARAN 48.728.638
TOTAL PPN MASUKAN (5.200.369)
TOTAL KURANG BAYAR
YANG HARUS DISETOR BULAN APRIL 43.528.269

ii
PT. BATARA INDAH - SEMARANG
LAPORAN PPN BULAN : APRIL 2014

B 1.1.2 EKSPOR TANPA LC -

B 1.2.2 DIBEBASKAN/ (DTP) 6.429.595

B 1.3.1 PEMUNGUT PPN 10.407.000


B 1.3.2 BUKAN PEMUNGUT PPN
B 1.3.2.1 BUKAN PEMUNGUT PPN (PKP) 199.576.655
B 1.3.2.2 BUKAN PEMUNGUT PPN (NONPKP) 288.097.219
B 1.3.6 RETUR (387.500)
B3 504.122.969

C 1.1 TARIF 10 %
C 1.1.1 TARIF 10 % 19.957.666
C 1.1.2 TARIF 10 % 28.809.722
C2 RETUR (38.750)
C 4.1.2 SSP BELUM TERIMA 1.040.700
C5 48.728.637

D 1.1 PPN IN IMPORT -


D 1.2 PPN IN DN 5.200.369
D 1.3 PPN IN MASA TIDAK SAMA
1.3.1 PPN IN IMPOR -
1.3.2 PPN IN DN -
D 1.4 RETUR PEMB. -
D5 5.200.369

E1 LEBIH BAYAR -
E2 KURANG BAYAR 43.528.269

PPn Setor Sendiri :


RSUD TUGUREJO 020.001-14.11129636 Rp 1.040.700

iii
Mekanisme Perhitungan Kurang Bayar PT Batara Indah – Semarang
bulan Juni 2014, sebagai berikut :

Perhitungan Pajak Keluaran :


FAKTUR PAJAK PKP 21.484.429
FAKTUR PAJAK NONPKP 30.954.415
RETUR FAKTUR PAJAK (402.890)
TOTAL PAJAK KELUARAN 52.035.954

Perhitungan Pajak Masukan :


PPN MASUKAN MASA PAJAK SAMA 4.204.111
PPN MASUKAN MASA PAJAK TIDAK SAMA -
TOTAL RETUR PPN MASUKAN -
TOTAL PPN MASUKAN 4.204.111

Perhitungan Kurang Bayar


TOTAL PAJAK KELUARAN 52.035.954
TOTAL PPN MASUKAN (4.204.111)
TOTAL KURANG BAYAR
YANG HARUS DISETOR BULAN JUNI 47.831.843

ii
PT. BATARA INDAH - SEMARANG
LAPORAN PPN BULAN : JUNI 2014

B 1.1.2 EKSPOR TANPA LC -

B 1.2.2 DIBEBASKAN/ (DTP) 6.164.960

B 1.3.1 PEMUNGUT PPN 19.980.000


B 1.3.2 BUKAN PEMUNGUT PPN
B 1.3.2.1 BUKAN PEMUNGUT PPN (PKP) 214.844.290
B 1.3.2.2 BUKAN PEMUNGUT PPN (NONPKP) 309.544.151
B 1.3.6 RETUR (4.028.900)
B3 546.504.501

C 1.1 TARIF 10 %
C 1.1.1 TARIF 10 % 21.484.429
C 1.1.2 TARIF 10 % 30.954.415
C2 RETUR (402.890)
C 4.1.2 SSP BELUM TERIMA 1.998.000
C5 52.035.954

D 1.1 PPN IN IMPORT -


D 1.2 PPN IN DN 4.204.111
D 1.3 PPN IN MASA TIDAK SAMA
1.3.1 PPN IN IMPOR -
1.3.2 PPN IN DN -
D 1.4 RETUR PEMB. -
D5 4.204.111

E1 LEBIH BAYAR
E2 KURANG BAYAR 47.831.844

PPn Setor Sendiri :


BENDAHARAWAN PENGELUARAN KANTOR Rp 1.998.000
PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH
KOTA PEKALONGAN FP 020.001-14.1113043

iii
Mekanisme Perhitungan Kurang Bayar PT Batara Indah – Semarang
bulan Selama tahun 2014, sebagai berikut :

Perhitungan Kurang Bayar :


TOTAL PAJAK KELUARAN 581.993.594
TOTAL PPN MASUKAN (46.617.691)
TOTAL PPN DIBEBASKAN 6.990.437
TOTAL KURANG BAYAR TAHUN 2014 542.366.339

PT Batara Indah melakukan penyetoran PPN kepada KPP setiap bulan


dan tidak pernah terjadi keterlambatan. Rekap kurang bayar bisa dilihat pada
tabel 3.10.

3.5.4 Pencatatan Pajak Pertambahan Nilai

3.5.4.1 Pencatatan Penyerahan Barang Kena Pajak (Pajak Keluaran)


Dalam melakukan transaksi Penjualan BKP. PT Batara Indah
menerapkan system pembayaran dengan cara Cash. Giro. dan Transfer. Pada
saat terjadi Penjualan. perusahaan akan mengeluarkan atau membuat Invoice
atas transaksi penjualan BKP yang dilakukan setiap hari nya. Invoice tersebut
yang nanti nya akan digunakan sebagai Dasar Penagihan perusahaan atas
konsumen yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Non-Pajak
Pertambahan Nilai.
Dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terutama
dalam transaksi Pajak Keluaran PT Batara Indah membuat beberapa jurnal
atas Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan sebagai berikut :
 Contoh Jurnal yang dicatat oleh PT Batara Indah – Semarang pada saat
transaksi Penjualan Tunai pada tanggal 5 April 2014 kepada
PT PENERBIT ERLANGGA :

Debit Kredit
Kas 877.000
Penjualan 798.000
PPN Keluaran 79.800

ii
 Contoh Jurnal yang dicatat oleh PT Batara Indah – Semarang pada saat
transaksi Penjualan Kredit pada tanggal 7 April 2014 kepada
EDDY RAHARDJA :

Debit Kredit

Utang Dagang 6.468.000


Penjualan 5.880.000
PPN Keluaran 588.000

3.5.4.2 Pencatatan Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)


Dalam transaksi perolehan BKP kepada Supplier. perusahaan yang
melakukan transaksi akan menerima sebuah Invoice beserta Faktur Pajak
yang akan dijadikan sebagai tanda terima. Bahwasan nya BKP tersebut telah
berlangsung dan dijadikan Dasar Penagihan pihak supplier kepada
perusahaan atas Pajak Masukan yang terutang. PT Batara Indah telah
membuat jurnal atas transaksi tersebut.
 Contoh Jurnal yang dicatat oleh PT Batara Indah – Semarang pada saat
transaksi Pembelian Tunai pada tanggal 15 April 2014 kepada
PT.LYRA AKRELUX :

Debit Kredit
Pembelian 103.840
PPN Masukan 10.384
Kas 114.224

 Contoh Jurnal yang dicatat oleh PT Batara Indah – Semarang pada saat
transaksi Pembelian Kredit pada tanggal 15 April 2014 kepada
PT.LYRA AKRELUX :

Debit Kredit
Pembelian 18.316.800
PPN Masukan 1.831.680
Utang Dagang 20.148.480

iii
3.5.4.3 Pencatatan Pembayaran PPN
Pencatatan atas transaksi yang melibatkan PPN masih mengacu pada
kerangka konseptual standar akuntansi. Ada hal yang harus diperhatikan
ketika melakukan pencatatan perkiraan PPN, yakni sifat PPN Masukan (PM).
Jika PM dapat dikreditkan, maka pencatatannya dilakukan sebagai uang muka
pajak. Sebaliknya, jika PM tidak dapat dikreditkan, maka pencatatannya
langsung dibebankan sebagai biaya.

Berikut contoh Jurnal PPN terutang yang dicatat oleh


PT Batara Indah – Semarang pada tanggal 30 April 2014 :

Debit Kredit
PPN Keluaran 48.728.638
PPN Masukan 5.200.369
Kas 43.528.269

Berikut Jurnal PPN terutang yang dicatat oleh


PT Batara Indah – Semarang pada tanggal 30 Juni 2014 :

Debit Kredit
PPN Keluaran 52.035.954
PPN Masukan 4.204.111
Kas 47.831.843

Jurnal PPN terutang di catat setiap bulan nya, dari bulan Januari
hingga Desember 2014.

3.5.5 Penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

3.5.5.1 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai


Dalam setiap Masa Pajak Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak atau
Perusahaan mempunyai kewajiban dalam hal melakukan penyetoran.
Besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dilihat dari Kurang Bayar
dan/atau Lebih Bayar yang disetorkan ke Kas Negara. atau Lebih Bayar yang
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. PT Batara Indah wajib melakukan
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang Kurang Bayar dengan

ii
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) kepada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) tempat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai PKP.

Surat Setoran Pajak ini dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri
dari:
 Lembar ke-1 : Untuk arsip PT Batara Indah
 Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Perbendaharaan Kas Negara (KPKN)
 Lembar ke-3 : Untuk PT Batara Indah yang akan dilampirkan pada
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
 Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran
 Lembar ke-5 : Untuk arsip Pemungut/Pihak lain.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai paling lambat dilakukan akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa (SPM)
disampaikan. Namun apabila perusahaan tidak melakukan pembayaran
ataupun penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan yang
berlaku. maka PKP akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2%
(dua persen) per-bulan dari jumlah pajak yang terutang dihitung sejak
tanggal jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran.

3.5.5.2 Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2010 tentang
Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai tempat PPN terutang. Secara
teori, PPN terutang pada setiap tempat kegiatan PKP yang melakukan BKP.
Jika PKP memiliki lokasi kegiatan penyerahan di beberapa tempat, memiliki
beberapa lokasi cabang, maka setiap kegiatan penyerahan BKP harus
memenuhi kewajiban PPN secara tersendiri. Maka dimungkinkan untuk
dilakukan pemusatan sehingga PPN hanya terutang di satu tempat.
Pengusaha Kena Pajak dapat memilih tempat PPN terutang yang lain
sebagai tempat pemusatan PPN dengan syarat masa berlaku pemusatan di
tempat lama sudah berjalan minimal 2 tahun. Demikian yang dilakukan oleh
PT Batara Indah Cabang Semarang dengan memilih Kantor Pusat di Bogor
sebagai tempat pemusatan PPN terutang.
Dalam hal melakukan Pelaporan atas seluruh kegiatan usaha yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal ini PT Batara Indah
melakukan Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai

iii
yang sesuai dengan system perpajakan di Indonesia yaitu Self Assesment
dimana perhitungan. penyetoran. pelaporan dan serta tanggungjawab
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. PT Batara Indah melakukan pelaporan
Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa
lengkap dengan lampirannya sebagai pertanggungjawaban atas Pengkreditan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran perusahaan. serta Kurang Bayar atau
Lebih Bayar.

ii
iii
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

PT Batara Indah merupakan Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhkan


sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi.
Segala transaksi penyerahan barang yang dilakukan oleh perusahaan
dikenakan perlakuan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PT Batara Indah merupakan Subjek Pajak karena melakukan
Penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan memiliki kewajiban untuk melakukan Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai. Selain itu, perusahaan juga melakukan kompensasi Pajak
Pertambahan Nilai dalam hal Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, serta melaporkan perhitungan dan menyampaikan SPT Masa
Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan oleh penulis pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan Pajak
Pertambahan Nilai, PT Batara Indah telah memenuhi kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Dari analisis yang
penulis lakukan pada PT Batara Indah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Prosedur pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai pada PT Batara Indah
menggunakan system pencatatan yang memadai, mulai dari
pencatatan dokumen, pengarsipan, pemeriksaan dan persetujuan oleh
pihak yang berwenang.
Faktur-faktur pajak yang dimiliki oleh perusahaan terdapat di kantor
pusat. Sedangkan kantor cabang luar kota hanya mengirim data
penjualan ke pusat sebagai bukti penjualan dan pemasukan pajak.
Selanjutnya data tersebut akan dicrosscek dan dibuat rekapan.
2. Secara garis besar Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang
dilakukan oleh PT Batara Indah telah sesuai dengan Ketentuan yang
berlaku. Perhitungan dilakukan berdasarkan metode tidak langsung,
yaitu selisih antara Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan dan apabila
terdapat Lebih Bayar dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

ii
Dari hasil perhitungan yang penulis telah lakukan, Diketahui jumlah
Pajak Keluaran PT Batara Indah pada tahun 2014 sebesar Rp
581.993.594. Sedangkan jumlah Pajak Masukan PT Batara Indah pada
tahun 2014 sebesar Rp 46.617.691.
PT Batara Indah melakukan kewajiban Penyetoran dan Pelaporan SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan yang ada,
karena pelaporan selalu dilakukan tepat waktu sehingga tidak pernah
ada sanksi administrasi.
Adapun jumlah Kurang Bayar atau Lebih Bayar yang dihasilkan pada
tahun 2014 sebesar Rp 542.366.339.

4.2 Saran

Pada umumnya pelaksanaan dan prosedur Pajak Pertambahan Nilai


dalam menunjang efektifitas pengelolaan pajak perusahaan cukup memadai.
Maka penulis mencoba untuk memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Ketaatan terhadap prosedur pelaksanaan Pajak Pertambahan
Nilaiharus tetap diperhatikan atau ditingkatkan dengan cara melakukan
evaluasi terhadap efektifitas dari kemungkinan menurunnya ketaatan
terhadap prosedur.
2. Dalam hal perhitungan Pajak Pertambahan Nilai hendaknya dilakukan
dengan baik dan benar, agar tidak terjadi selisih kurang bayar atau
lebih bayar. Perlu adanya Evaluasi terhadap kinerja dari pegawai agar
dapat mencegah terjadinya kekeliruan pencatatan serta mendorong
pengelolaan pajak menjadi lebih baik lagi untuk masa yang akan
datang. Serta mempertahankan kepatuhan dalam menyampaikan SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai.

iii
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Yessi, 2008. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Pada


PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang, Skripsi, USU, Medan.
Agoes, Sukrisno, dan Estralita Trisnawati, 2010. Akuntansi Perpajakan edisi 2,
Salemba Empat, Jakarta.
B.Ilyas, Wiryawan, dan Rudy Suhartono, 2007. Pajak Pertambahan Nilai dan
Penjualan Barang Mewah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Mansur, Muhammad, BAP, dan Hadi Wardoyo. T, SE, Ak, 2009. Modul Pajak
Terapan Brevet A&B buku II.
Mardiasmo, Prof. Dr. MBA., Ak, 2006. Perpajakan : Edisi Revisi 2006,
C.V. Andi Offset, Yogyakarta.
Mulyono, Djoko, 2010. Pajak Pertambahan Nilai, Andi, Jakarta.
Purwono, Herry, 2010. Dasar-Dasr Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga,
Jakarta.
Resmi, Siti, 2011. Perpajakan : Teori dan Kasus buku 2, Salemba Empat,
Jakarta.
Suandy, Erly, 2008. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Waluyo, 2011. Perpajakan Indonesia buku 1 edisi 10, Salemba Empat,
Jakarta.
Gallantino. Researcher, Tax Research and Trainig Service,
DANNY DARUSSALAM Tax Center
Pamungkas, B., 2008. Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Survei Pada
Pemerintah Dati II DI Yogyakarta.
Iriyadi, I., Pamungkas, B. and Gunawan, L.G., 2015. Sistem Informasi
Akuntansi Dalam Kaitannya Dengan Laporan Biaya Produksi Pada
Perusahaan CV Surya Pratama Gemilang. Jurnal Ilmiah Akuntansi
Kesatuan, 3(3).
Iriyadi, I. and Rosita, S.I., 2013. Evaluasi Penerapan Sistem Pengendalian
Internal Penjualan dan Kas Pada Perusahaan Jasa Penerbangan. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 1(1).
Rosita, S.I., 2014. Pengaruh Sistem Bagi Hasil Deposito Mudharabah
Terhadap Minat Nasabah Berinvestasi Pada Bank Syariah. Jurnal Ilmiah
Akuntansi Kesatuan, 2(1), pp.085-098.
Djanegara, M.S., Nurruzzaman, M. and Kesatuan, D.T.A.M., 2006. ANALISIS
NET WORKING CAPITAL DENGAN METODE DAYS OF INVENTORY DAN
DAYS OF ACCOUNT RECEIVABLE. Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor, 8(19),
p.1.
Pratikno, H., 2009. Moermahadi Soerja Djanegara, Triandidan Skundita.
2009. Peranan Audit Operasional Dalam Meningkatkan Efektivitas Dan
Efisiensi Fungsi Pembelian Pada PT Organjaya. Jurnal Ilmiah
Ranggagading, 9(1), pp.1-8.
Lukman, M. and Nurjanah, Y., 2019. ANALISIS PENGENDALIAN INTERN ATAS
PENJUALAN DAN PENERIMAAN KAS TERHADAP EFEKTIFITAS
PERUSAHAAN (Studi Kasus pada PT Astra International, Tbk–Isuzu
Cabang Bogor).
Efrianti, D., 2014. Pengaruh Pengendalian Persediaan Just ln Time terhadap
Efisiensi Pengadaan Persediaan Bahan Baku (Studi Kasus pada CV
Jawara Karsa Agusto). Jurnal Program Studi Akuntansi Sekolah Tinggi
IImu Ekonomi Kesatuan Bogor.

ii
Sutarti, S. and Prayitno, D., 2007. Analisis PSAK No. 45 dalam penyajian
Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Studi Kasus pada Rumah Sakit”
X”. Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 7(1), pp.30-36.
Budianto, E.T. and Surya, T.M., 2008. Evaluasi Atas Penerapan Sistem
Informasi Akuntansi Dengan Program Ias (Integrated Accounting
System) Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Persediaan Suku
Cadang. Jurnal Ilmiah Kesatuan (JIK), 10(2), pp.123-129.
Cahyadi, S.S.D. and Marlina, T., 2014. TINJAUAN ATAS PENETAPAN HARGA
SEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA
(PERSERO) Tbk CABANG DEWI SARTIKA BOGOR. Jurnal Online
Mahasiswa-Manajemen, 1(2).
DANIAL, M., PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENJUALAN
TERHADAP EFEKTIVITAS PENJUALAN.
Tbk, S.K.P.K.F., 2009. Peranan Modal Kerja dalam Meningkatkan Kinerja
Keuangan. Jurnal Ilmiah Ranggagading, 9(2).
Haryanti, A., Muktiadji, N. and Setiana, A., 2013. Analisis Dividen Tunai dan
Earning Per Share Terhadap Tingkat Imbal Hasil Investor.
Nurendah, Y., 2015. Strategy to Improvement Sustainability of Distinctively
Local Snacks Based on Evaluation and Profile Mapping of SMEs
Distinctively Local Snacks. International Journal on Advanced Science,
Engineering and Information Technology, 5(5), pp.334-338.
Sulistiono, A. and Jayadi, R., 2011. Pengaruh Biaya Periklanan Terhadap
Volume Penjualan Studi Kasus pada PT Ramayana Lestari Sentosa, Tbk.
Cabang BTM Bogor. Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 11(1), pp.12-16.
Purba, J.H.V., 2012. Tanggapan Nasabah atas Produk Perbankan Studi Kasus
BRI Cabang Bogor. Dosen Akademi Manajemen dan STIE Kesatuan.
Purba, J.H., 2011. Dampak Pajak Ekspor CPO terhadap Industri Minyak
Goreng Indonesia.
Rusdiyana, R. and Munawar, A., 2012. ANALISIS PENGELOLAAN AKTIVA
TERHADAP KINERJA PENDAPATAN PER LEMBAR SAHAM (EPS). Jurnal
Online Mahasiswa-Manajemen, 1(2).

iii

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai