Anda di halaman 1dari 3

COVID 19

Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh severe acute respiratory
syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2),pertama kali dilaporkan pada 31 Desember 2019 pada
sekelompok pasieny ang mengalami pneumonia atipikal di Wuhan, provinsi Hubei,Cina. Sejak
laporan pertama penyakit, lebih dari 3 juta kasus telah dilaporkan di seluruh dunia, dengan
Amerika Serikat sebagai episentrum pandemi ini, dengan lebih dari 1 juta kasus yang
dikonfirmasi dan lebih dari 50.000 kematian per 28 April 2020. Studi dari berbagai negara telah
melaporkan bahwa COVID-19 dikaitkan dengan penyebaran cepat, acute respiratory distress
syndrome (ARDS), meningkatnya rawatan intensif unit, dan mortalitas tinggi.1

Berbagai penelitian menemukan bahwa vitamin C intravena dosis tinggi mengurangi


peradangan sistemik dengan berbagai cara, termasuk atenuasi gelombang sitokin, dan mencegah
cedera paru pada sepsis berat dan ARDS.Vitamin C dikenal sebagai antioksidan, memproteksi
sel-sel tubuh dan jaringan dari kerusakan dan disfungsi oksidatif. Selain itu, vitamin C dikenal
juga dapat menyokong fungsi sistem imun. Pasien dengan kekurangan vitamin C dapat
mengalami penyakit scurvy yang fatal dan sangat rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk
radang paru-paru. Vitamin C meningkatkan motilitas neutrofil,fagositosis, pembunuhan mikroba
dengan mengaktifkan oksigen reaktif spesies, dan apoptosis, dan mencegah kerusakan oksidatif
oleh sifat antioksidan. Juga mempromosikan proliferasi limfosit B dan T dan produksi antibodi.
Selama infeksi, kadar vitamin C bisa menjadi habis dan kebutuhan seseorang akan vitaminC
meningkat sesuai dengan keparahan infeksi. Pada kasus yang berat, mungkin memerlukan
administrasi intravena untuk mencapai kadar yang cukup tinggi ditubuh untuk mengimbangi
pergantian vitamin.1,2,3

Data terbaru menunjukkan bahwa vitamin C juga mencegah produksi sitokin pro-
inflamasi, termasuk IL-6, yang menyebabkan cedera paru dan menyebabkan ARDS; ini adalah
komponen dari sindrom pelepasan sitokin yang diamati pada Pasien sakit kritis COVID-19.
Penelitian RCT di Amerika Serikat pada 167 pasien dengan ARDS terkait sepsis menunjukkan
bahwa pemberian~ 15 g / hari vitamin C secara IV selama 4 hari dapat menurunkan mortalitas
pada pasien. Percobaan pemberian vitamin intravena pada pasien yang dirawat di ICU dengan
pneumonia dan pemberian hidrokortison, namun kostikosteroid belum jelas manfaatnya pada
psien dengan COVID-19. Dalam meta-analisis dari 29 uji coba terkontrol dengan 11.306 peserta,
menunjukkan asupan vitamin C sekitar 1 g/hari tidak mencegah infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA). Namun, percobaan yang sama menemukan bahwa vitamin C memperpendek dan
mengurangi ISK. Pada orang dewasa, durasi infeksi berkurang 8% dan pada anak-anak sebesar
14% . Mengingat frekuensinya rendah dan biasanya gejala upper respiratory tract infections
(URTIs), dan manfaat yang relatif kecil, dosis profilaksis vitamin C harian tampaknya tidak
berguna dalam keadaan normal. Namun yang perlu diperhatikan adalah banyak URTI
disebabkan oleh virus korona, tidak ada alasan atau bukti untuk mengasumsikan bahwa vitamin
C sama sekali tidak efektif melawan COVID-19. Mengingat COVID-19 seringkali jauh lebih
parah daripada ISK biasa, perkiraan di atas mungkin membenarkan untuk meningkatkan asupan
vitamin C harian secara teratur disaat prevalensi COVID-19 masih tinggi.2,3

Sebuah meta-analisis dari 12 percobaan dengan 1.766 pasien di ICU menemukan bahwa
vitamin C memperpendek masa tinggal di ICU sebesar 8%. Metaanalisis lain dari delapan
percobaan menemukan bahwa vitamin C memperpendek durasi ventilasi mekanis pada pasien
yang membutuhkan ventilasi terlama. Ada bukti bahwa vitamin C menurun drastis pada pasien
sakit kritis. Padahal 0,1 g / hari vitamin C bisa mempertahankan tingkat plasma normal pada
orang yang sehat, dosis yang jauh lebih tinggi (1 - 4 g/hari)diperlukan untuk meningkatkan kadar
vitamin C plasma pasien sakit kritis ke dalam kisaran normal. Temuan juga dikonfirmasi baru-
baru ini dalam uji klinis acak oleh Fowler et al. melibatkan 167 pasien dengan sepsis dan ARDS
yang menerima vitamin C intravena dosis tinggi hingga 15 g perhari dan menunjukkan
peningkatan yang signifikan dalam mortalitas 28 hari dan durasi rawat ICU yang lebih pendek.1,3

Jadi, Vitain C adalah komponen penting dari sistem kekebalan, terbukti memiliki sifat
antioksidan dan anti inflamasi yang telah diuji dalam berbagai penelitian untuk perannya dalam
sepsis berat dan perawatan ICU, terutama bila digunakan sebagai dosis tinggi terus menerus
dengan infus intravena. Pengobatan vitamin C intravena dosis tinggi dikaitkan dengan lebih
pendek penggunaan ventilasi mekanik , rawat ICU yang lebih pendek, dan pemulihan lebih awal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Khan, Hafiz, Megala, Parikh, Predeteanu. Unusual Early Recovery of a Critical COVID-
19 Patient After Administration of Intravenous Vitamin C. Am J Case Rep, 2020; 21
2. Carr, Anitra. A new clinical trial to test high-dose vitamin C in patients with COVID-19.
Carr Critical Care (2020) 24:133
3. Hemila,Harri, Chalker. Vitamin C as a Possible Therapy for COVID-19. Infect
Chemother. 2020 Jun;52(2):222-223

Anda mungkin juga menyukai