LINGKUNGAN
JENIS:
TEMBESU
BAMBANG LANANG
KAYU BAWANG
SUNGKAI
GELAM
Program : Pengelolaan Hutan Tanaman
Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil
Kayu Pertukangan
Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc.
Judul Kegiatan : Teknik Budidaya Tembesu
Sub Judul Kegiatan : Aspek Manipulasi Lingkungan
Pelaksana Kegiatan : Drs. Agus Sofyan, M.Sc.
Ir. Abdul Hakim Lukman, M.Si
Nasrun Sagala, S.Hut
Abstrak
A. Latar Belakang
Pengelolaan hutan alam maupun hutan tanaman sudah semestinya
diarahkan pada upaya peningkatan produkstifitas. Kebutuhan kayu yang semakin
meningkat tidak lagi dapat dipenuhi dari hutan alam maupun hutan tanaman.
Untuk mengurangi kesenjangan kebutuhan kayu, Kementrian Kehutanan telah
melaksanakan revitalisasi antara lain program pembangunan dan pengembangan
hutan tanaman.
Dalam rangka peningkatan riap dan produktifitas, faktor-faktor yang
mendukung pencapaian tujuan tersebut harus ditempatkan sebagai komponen
yang diprioritaskan dalam pengelolaan. Sementara fakor-faktor yang dapat
membatasi harus dipelajari agar dapat dirumuskan upaya pengendaliannya.
C. Metode Penelitian
Tahun 2010 :
1. Peta Sebaran alami dan pohon induk (mother trees) tembesu (fagraea fragrans)
di tiga Propinsi (Sumatera Selatan, Lampung dan Jambi)
2. Diperolehnya materi genetik (benih) dari pohon induk pada berbagai lokasi
yaitu :
Tabel 1 . Perolehan puhon induk dan materi gentik ( benih) pada berbagai lokasi
Tahun 2011 :
Hasil di atas menunjukkan bahwa pada pertumbuhan tahun pertama (3-4 tahun)
menunjukkan kecenderungan bahwa pola penjarangan dengan model untu
walang memberikan pertambahan diameter tertinggi dan berbeda nyata
dibanding dengan perlakuan lainnya. Sementara untuk pertumbuhan tinggi
perlakuan control/tanpa penjarangan nampak memberikan pengaruh yang
positif.
3. Hasil pengamatan terhadap fenologi (pembungaan dan pembuahan)
menunjukkan bahwa pada umur 4 tahun, beberapa tanaman tembesu (< 5%)
sudah mulai memasuki fase pertumbuhan generative.
E. Kesimpulan
Abstrak
A. Latar Belakang
Bambang lanang (Michelia campaka L) merupakan salah satu jenis
tanaman unggulan lokal di Sumatera Selatan yang sudah mulai dikembangkan di
lahan milik masyarakat. Jenis ini banyak ditemukan di Kabupaten Lahat,
Kabupaten Empat Lawang dan Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Jenis ini
biasanya ditanam melalui pola campuran dengan tanaman perkebunan seperti
kopi, kakao dan karet, dan kayunya telah lama digunakan sebagai bahan bangunan
oleh masyarakat setempat.
Pohon bambang oleh masyarakat di panen pada umur 10 – 15 tahun
dengan menghasilkan produk kayu sekitar 0,5 – 1 m3/pohon. Produktivitas
bambang lanang yang dihasilkan dari lahan kebun masyarakat dilaporkan rata-rata
sebesar 13 m3/ha/th (Sofyan, et al., 2010), sementara target yang diamanatkan
dalam Road Map Badan Libang Kehutanan 2010-2025 untuk jenis alternatif daur
menengah (> 10 th), seperti jenis bambang lanang adalah 15 m3/ha/th (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2009), sehingga masih perlu adanya
upaya peningkatan produktivitas dari hutan tanaman bambang lanang tersebut.
C. Metode Penelitian
1. Studi sebaran dan persyaratan tempat tumbuh
Pengumpulan informasi dan data persyaratan tempat tumbuh dilakukan
melalui survei di lokasi yang terdapat tegakan bambang lanang. Data yang
dikumpulkan meliputi letak menurut administrasi pemerintahan, letak
geografis (koordinat), kelerengan, drainase, topografi, kedalaman efektif,
jenis tanah, sifat fisik dan kimia tanah, tipe iklim, jumlah curah hujan
tahunan, jumlah bulan basah dan kering per tahun, suhu minimum dan
maksimum, dan kelembabab rata-rata tahunan. Informasi pohon yang diamati
meliputi tinggi pohon, tinggi batang bebas cabang, diameter, dan kualitas
tajuk.
2. Penanaman bambang lanang
Aspek manipulasi lingkungan yang diterapkan dalam kegiatan penanaman
bambang lanang pada 2011 adalah teknik penyiapan lahan dan pengaturan
jarak tanam. Metodologi yang digunakan dalam kegiatan penanaman
bambang lanang adalah metode eksperimen dalam bentuk plot ujicoba dengan
mengaplikasikan beberapa perlakuan yang akan diujikan. Perlakuan yang
diuji terdiri dari faktor teknik penyiapan lahan (tebas total, tebas jalur dan
cemplongan), jarak tanam (3x6 m, 4x6 m, dan 5x6 m), dan aplikasi pupuk
dasar (organik dan anorganik). Peubah yang diamati meliputi persentase
hidup, tinggi dan diameter tanaman, intensitas cahaya. Data yang diperoleh
di olah dan dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji BNJ.
Abstrak
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan salah satu jenis
andalan di Provinsi Bengkulu. Pembudidayaan kayu bawang di masyarakat pada
umumnya belum menerapkan prinsip silvikultur yang memadai sehingga
penelitian mengenai teknik budidaya beserta informasi lainnya sangat penting
dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegakan kayu bawang tersebar
hampir di seluruh Kabupaten di Provinsi Bengkulu. Kayu bawang tumbuh pada
ketinggian dan kelerengan yang bervariasi, serta tingkat bahaya erosi rendah
sampai tinggi. Hasil simulasi transportasi bibit menunjukkan bahwa periode
simpan terbaik yaitu 4 hari dengan bahan pengisi menggunakan tissue basah
yang dibalut popok bayi (pampers). Pada skala persemaian, aplikasi pupuk
memberikan pengaruh signifikan dalam memacu pertumbuhan bibit asal anakan
alam dan benih. Pada skala lapangan, aplikasi pupuk dasar green farm dan SP36
mampu memacu pertumbuhan tanaman, dengan didukung kegiatan pemeliharaan
plot kayu bawang secara reguler.
Kata Kunci : kayu bawang, pembibitan, pemupukan, sebaran
A. Latar Belakang
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan salah satu
jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu, karena kualitas kayunya memenuhi
kualitas sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Kayunya termasuk dalam kelas
kuat III dan kelas awet IV dengan berat jenis 0,56 gram/cm3 dan telah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu pertukangan, terutama sebagai bahan
bangunan dan meubellair (Siahaan dan Saefullah, 2007).
Dalam RPI Pengelolaan Hutan Tanaman 2010-2014, kayu bawang
termasuk salah satu jenis alternative dalam kelompok tanamn daur pendek (< 10
th). Bila mengacu pada penetapan target riap yang tercantum dalam Roadmap
penelitian dan pengembangan kehutanan 2010-2014, maka target riap volume
yang hendak dicapai adalah > 25m3/ha/th (Bdan Litbang Kehutanan 2009).
Sementara data hasilpenelitian kuantifikasi terhadap tegakan kayu bawang di
masyarakat menunjukan riap yang lebih rendah dari target riap yang telah
ditetapkan, yakni hanya mencapai 15m3/ha/th.
C. Metodologi Penelitian
1. Eksplorasi Sumber Benih dan Studi Persyaratan Tempat Tumbuh
Kegiatan ini bertujuan untuk menginventarisasi dan identifikasi sumber
benih kayu bawang. Kegiatan lain yang dilakukan dalam inventarisasi ini adalah
pengambilan bahan perbanyakan (baik benih maupun cabutan) dan studi
persyaratan tumbuh. Kegiatan dilakukan dengan mengambil sampel tanah dengan
metode random sampling dan analisis sifat fisik dan kimia tanah dengan metode
tabulasi dan deskriptif.
3. Aplikasi Pupuk Dasar, Lanjutan dan Cover Crop pada Plot Ujicoba Kayu
bawang
Pupuk dasar yang digunakan yaitu green farm (dosis 0, 200,400, dan 600
gram/lubang tanam) dan SP36 (dosis 0, 25, 50, 75 gram/lubang tanam). Pupuk
lanjutan menggunakan SP36 (dosis 0, 200, 400, 600 gram/tanaman). Cover crop
yang digunakan Calopogonium mucunoides (CM) dan Pueraria javanica (PJ).
c. Aplikasi Pupuk Dasar, Lanjutan dan Cover Crop pada Plot Kayu bawang
Perlakuan pupuk dasar memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
kayu bawang. Dosis green farm 200 gram/lubang tanam merupakan dosis yang
efektif dan efisien, mampu meningkatkan riap tinggi dan diameter yang mencapai
132,0 cm dan 13,81 mm. Adapun dosis SP36 25 gram/lubang tanam memberikan
pertumbuhan terbaik dengan pertambahan tinggi dan diameter 118,92 cm dan
11,87 mm. Sedangkan data respon aplikasi pupuk lanjutan baru data awal
pengukuran. Aplikasi cover crop baru mulai perapihan jalur dan penyediaan benih
Calopogonium mucunoides (CM) dan Pueraria javanica (PJ) yang akan ditanam
sebagai cover crop pada lahan seluas 1 hektar.
d. Pemeliharaan Plot Ujicoba Kayu bawang
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan terhadap tegakan kayu bawang
pada tahun 2011 meliputi penyulaman, penyiangan, penyemprotan herbisida, dan
pembuatan sekat bakar.
E. Kesimpulan
1. Kayu bawang merupakan salah satu jenis tanaman unggulan di Provinsi
Bengkulu yang dapat dijumpai hampir di seluruh kabupaten. Dari beberapa
kabupaten di Prov. Bengkulu, pohon induk kayu bawang sebagai sumber benih
banyak dijumpai di Kab. Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah.
2. Hasil simulasi transportasi bibit menunjukkan bahwa periode simpan terpendek
yaitu 4 hari dengan bahan pengisi menggunakan tissue basah yang dibalut
popok bayi (pampers) merupakan perlakuan terbaik pada kegiatan simulasi
transportasi bibit kayu bawang.
Abstrak
Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk menjaga hutan tetap lestari
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sungkai (Peronema canescens
Jack.) merupakan salah satu jenis tanaman lokal yang potensial dan ekonomis
untuk dikembangkan sebagai pengisi hutan tanaman kayu pertukangan yang
dapat ditanam dengan pola monokultur dan campuran (agroforestri). Namun,
produktivitas sungkai masih rendah dan luasnya relatif terbatas. Tujuan
penelitian ini untuk memperoleh teknik silvikultur intensif dalam rangka
peningkatan produktivitas kayu pertukangan jenis sungkai. Sedangkan sasaran
yang ingin dicapai tersediaanya data dan informasi teknik silvikultur serta
terpeliharanya plot percobaan. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011
meliputi aspek silvikultur dan aspek pemanfaatan mikoriza tanah. Kegiatan yang
dilakukan meliputi: survei sebaran populasi (inventarisasi dan identifikasi);
teknik pembibitan (ukuran dan jumlah nodus); teknik perlakuan silvikultur (pupuk
lanjutan, pemulsaan, pemakaian cover crop); perbanyakan mikoriza indigenous
(uji efektivitas mikoriza produksi massal). Metodologi yang digunakan meliputi
pengumpulan data primer dan sekunder, percobaan lapangan (experiment),
percobaan laboratorium. Analisis data dilakukan dengan tabulasi. Hasil yang
diperoleh adalah pohon induk sebanyak 34, pertumbuhan terbaik pada pangkasan
dengan tinggi 50cm, pertumbuhan awal tanaman sungkai pada umur 1 tahun
sesuai perlakuan pupuk dasar yaitu pupuk tunggal (super phosfat) yang terbaik
125gr/tnm (SP6) dan pupuk majemuk lengkap lambat urai yang terbaik adalah
200gr/tnm (GF3, mulsa dengan pertumbuhan terbaik adalah plastik hitam (M2),
Pueraria javanica dan tanah merupakan tanaman inang dan media perbanyakan
yang efektif untuk memproduksi spora fungi mikoriza arbuskular, Centrosema
pubescens dan zeolit merupakan tanaman inang dan media perbanyakan yang
efektif untuk infeksi fungi mikoriza arbuskular, tanaman sungkai bermikoriza di
lapangan memiliki pertumbuhan bervariasi.
Kata kunci : sungkai, peningkatan produktivitas, teknik silvikultur, mikoriza.
3. Prosedur Kerja
a. Survei Sebaran dan Persyaratan Tumbuh Sungkai
Studi persyaratan tumbuh jenis sungkai dilakukan secara langsung di
lapangan dan secara tidak langsung dengan mengumpulkan data sekunder.
Parameter kualitas tapak (tempat tumbuh) yang diukur/diamati terdiri dari 21
karakteristik tapak yang dikelompokkan dalam 9 kualitas tapak (CSR dan FAO,
1983)
1 2 3
1. Aplikasi pupuk pupuk - Pupuk lanjutan yang digunakan adalah 4 jenis (SP36, NPK,
lanjutan Green Farm dan Suburin)
- NP1 = NPK 50 gr - GF1 = Green Farm 200 gr
- NP2 = NPK 100gr - GF2 = Green Farm 400gr
- NP3 = NPK 150 gr - GF3 = Green Farm 600 gr
- SP1 = SP36 50 gr - SB1 = Suburin 50 gr
- SP2 = SP36 100gr - SB2 = Suburin 100 gr
- SP3 = SP36 150 gr - SB3 = Suburin 150 gr
- Rancangan yang digunakan adalah RAK, 3 blok dan 25
tanaman setiap taraf perlakuan
2. Uji pemakaian mulsa - Mulsa yang digunakan terdiri 4 jenis, perlakuan :
- M0 = Tanpa mulsa
- M1 = Plastik putih
- M2 = Plastik hitam
- M3 = Paranet
- M4 = Kayu + serasah
- RAK, 3 blok dan 20 tanaman setiap taraf perlakuan
3. Uji pemakaian cover crop - Cover crop yang digunakan 2 jenis yaitu CM dan PJ,
dengan perbandingan CM : PJ : SP 36 = 3kg : 2 kg : 1 kg.
- Perlakuan :
C0 = Tanpa Cover crop - C1 = Penggunaan Cover crop
4. Aspek mikoriza
a. Jumlah spora hasil isolasi dan identifikasi
Tabel 6. Jumlah spora hasil isolasi dan identifikasi berdasarkan jenisnya
No Jenis Spora Jumlah
1. Glomus 118
2. Acaulospora 54
3. Entrophospora 12
4. Scutelospora 23
5. Gigaspora 2
2. Saran
Perlunya kelanjutan penelitian ini untuk memperoleh data yang terintegrasi
dalam mendukung peningkatan produktifitas tegakan sungkai sebagai hutan
tanaman.
Foto Kegiatan :
Abstrak
Gelam (Melaleuca leucadendron L.) adalah salah satu jenis pohon andalan yang
sudah lama dan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di
Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Selatan. Selain memiliki penyebaran
yang luas pada lahan basah (rawa gambut), kayu gelam juga mempunyai
beragam kegunaan, telah menjadi sumber matapencaharian dan pendapatan
masyarakat. Perubahan pemanfaatan kayu gelam dari kelas kayu batangan
menjadi kayu gergajian menunjukkan bahwa gelam merupakan jenis kayu
pertukangan yang prospektif untuk pengembangan di masa mendatang. Tujuan
penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi peningkatan produktivitas
permudaan buatan dan permudaan alam gelam. Metodologi yang digunakan
percobaan lapangan serta uji statistik. Kegiatan penelitian yang dilakukan terdiri
dari pembuatan plot permudaan buatan dan plot permudaan alam gelam,
pengamatan dan pengumpulan data pertumbuhan permudaan buatan dan
permudaan alam.
Kata kunci: gelam, manipulasi lingkungan, permudaan buatan, permudaan alam,
penjarangan, pemupukan
A. Latar Belakang
Hutan produksi lahan basah dikenal memiliki beragam jenis pohon
penghasil kayu pertukangan, salah satunya adalah gelam. Gelam (Melaleuca
leucadendron L.) adalah jenis pohon andalan lahan basah yang mempunyai
beberapa keunggulan komparatif, yaitu: (1) jenis yang paling adaptif pada lahan
rawa sulfat masam dan genangan dalam, (2) jenis yang dapat dikelola melalui 2
cara, yaitu permudaan alam dan permudaan buatan, (3) jenis yang memiliki
multifungsi sebagai penghasil kayu pertukangan dan kayu energi. Gelam sudah
lama dan telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di Indonesia,
termasuk di wilayah Sumatera Selatan. Selain memiliki penyebaran yang luas
pada lahan basah (rawa gambut), kayu gelam juga mempunyai beragam kegunaan,
sudah lama menjadi sumber matapencaharian dan pendapatan masyarakat.
Perubahan pemanfaatan kayu gelam dari kelas kayu batangan menjadi kayu
C. Metode Penelitian
1. Pembuatan Plot Percobaan Permudaan Buatan
Kegaiatannya terdiri dari (1) pembuatan plot, (2) penyiapan lahan dan
penanaman, (3) pengamatan pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman gelam.
Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok Petak Terbagi. Petak Utama adalah periode pemupukan NPK,
terdiri dari 3 taraf: 1 kali per tahun, 2 kali per tahun, dan 3 kali per tahun. Setiap
kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Dosis pupuk yang diberikan adalah
10 gram NPK/batang per periode pemupukan. Anak petak adalah bibit yang
berasal dari 3 lokasi, yaitu: daerah Sungsang, Banyuasin; daerah Sungai Lilin,
Musi Banyuasin dan daerah Sekayu, Musi Banyuasin. Plot percobaan dibuat pada
lahan seluas 1 hektar dan disusun dalam 3 kelompok, masing-masing pada lahan
yang memiliki genangan dangkal (< 25 cm), genangan sedang (25 – 50 cm) dan
genangan dalam (> 50 cm).
Foto Kegiatan :