Anda di halaman 1dari 7

Pertemuan ke 7 Sejarah Indonesia XI MIA

menganalisis strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan bangsa


Eropa (Portugis,Spanyol, Belanda, Inggris) sampai dengan abad ke-20

PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAPA PENJAJAHAN


BANGSA EROPA SEBELUM ABAB KE 20 
Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya
perang delapan puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada awalnya,
perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama karena Belanda mayoritas
beragama kristen protestan sedangkan orang Spanyol beragama kristen katolik.
Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi dan politik. Raja philip II dari
Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun 1585
selain karena faktor tesebut juga karena adanya petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan
Huygen Van Lischoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan
pernah sampai di Indonesia.
Tujuan kedatangan belanda ke indonesia adalah untuk berdagang rempah-
rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan
keuntungan yang besar, belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan
rempah-rempah dan menjajah. Untuk melancarkan usahanya, belanda menempuh
beberapa cara seperti pembentukan VOC dan pembentukan pemerintahan kolonial
Hindia-Belanda.
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun
1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa
”kedua” penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang
diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830.
Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut.
Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-
penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh
Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya
membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai  dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan selain
bidang perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh pemerintah
Hindia-Belanda, tetapi itu hanya masih berupa rencana dari pada tindakan nyata.
Dalam periode itu pemerintah harus melakukan penghematan anggaran, biaya untuk
menumpas Perang Dipenogoro (1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai Indonesia,Belanda secara licik menjalankan
politik pecah belah,sehingga kerajaan-kerajaan yang saling bertentangan itu menjadi
lemah.Kesempatan inilah digunakan oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.

A.    Perlawanan Fisik Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Barat


1.  Perlawanan terhadap Portugis
a.  Perlawanan Rakyat Demak terhadap Portugis
Pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka
dengan bantuan Kerajaan Aceh. Penyerangan dipimpin oleh Adipati Unus yang
terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Pada masa pemerintahan Adipati
Unus, Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis
kekurangan makanan.
Upaya Demak untuk mengusir Portugis diwujudkan dengan ditaklukkannya
Kerajaan Pajajaran oleh Fatahillah pada tahun 1527.Ketika orang-orang Portugis
mendatangi Sunda Kelapa (sekarang Jakarta), terjadilah perang antara Kerajaan
Demak yang dipimpin Fatahillah dan tentara Portugis. Portugis pun berhasil dipukuk
mundur. Kemudian Pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta yang
berarti kejayaan yang sempurna oleh Fatahillah.
b. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Portugis
Portugis mulai mengusik kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam saat berada di
Malaka. Portugis berusaha menguasai Kerajaan Aceh Darussalam yang menjadi pusat
perdagangan baru setelah jatuhnya Malaka. Pada tahun 1513, Aceh bersama Demak
melancarkan serangan ke Malaka, tapi gagal. Portugis pun sama juga gagal
melancarkan serangan ke Aceh. Aceh meminta bantuan persenjataan, militer, dan ahli
perang dari Turki. Dan bantuan dipenuhi oleh Turki pada tahun 1567. Setelah bantuan
dari Turki datang, pada tahun 1568 Aceh bersama Turki menyerang Portugis di
Malaka. Portugis terpaksa bertahan mati-matian dalam menghadapi serangan tersebut
di Benteng A Famassa. Namun, Portugis dapat menggagalkan serangan dari Aceh.
c.  Perlawanan Rakyat Ternate terhadap Portugis
2. Perlawanan terhadap VOC-Hindia Belanda
a. Perlawanan terhadap VOC
b. Perlawanan terhadap Pemerintahan Hindia Belanda
3. Perlawanan terhadap Inggris
a.  Perlawanan Kraton Yogyakarta terhadap Penjajahan Bangsa Inggris
Pada saat Inggris berkuasa menggantikan Belanda di Jawa, yang mengisi
kekuasaan di pusat adalah Raffles, sedangkan Karesidenan Yogyakarta adalah John
Crawfurd. Saat itu, Karesidenan Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana
II atau Sultan Sepuh. Sultan HB II terkenal keras dan sangat menentang pemerintah
kolonial sehingga membuat orang Eropa (Inggris) terganggu. Sikap kerasnya tersebut
terlihat ketika Raffles untu pertama kali datang ke Yogyakarta pada bulan Desember
1811. Saat itu, Sultan HB II berani bertengkar dengan Raffles. Selanjutnya, juga
terjadi pada awal Januari 1812. Dalam pertemuan ini ada insiden kecil yang terjadi
ketika tempat duduk Raffles di Keraton Yogyakarta dibuat lebih rendah dari Sultan
HB II. Insiden ini pun berhasil diatasi.
Sultan HB II tidak puas dengan hasil pertemuannya dengan Raffles. Sultan HB II
semakin kecewa dengan pemerintah Inggris. Secara diam-diam, Sunan Pakubuwana
IV (Sultan PB IV) mengutus Tumenggung Ronowijoyo untuk menghadap Sultan HB
II dengan membawa surat. Dalam surat itu, Sunan PB IV mengusulkan kerja sama
untuk melawan Inggris dan bila berhasil akan membagi 2 wilayah yang telah
dirampas oleh orang Eropa. Sultan HB II menyetujui hal itu dan mengirimkan
Tumenggung Sumodiningrat. Kesepakatan tercapai pada awal Mei 1812 di Klaten
antara Ronowijoyo dan Sumodiningrat.
Tanpa sepengetahuan Sultan HB II, Sunan PB IV mengutus Patih Cokronegoro
untuk menemui putra mahkota Yogyakarta. Cokronegoro menyampaikan bahwa
Sunan PB IV menghendaki putra mahkota Surojo naik tahta dan bersedia
membantunya. Sunan PB IV menawarkan untuk kerja sama melawan Inggris dan
ketika Inggris berhasil diusir dari Jawa, wilayah Jawa akan dibagi 2 antara Surakarta
dan Yogyakarta. Rencana ini pun tercium oleh John Crawfurd yang segera
mengirimkan berita itu pada Raffles. Setelah mendengar berita tersebut, Raffles
memerintahkan Mayor Jenderal Gillespie untuk berangkat ke Yogyakarta dan
menyerbu Keraton Yogyakarta.
Pada tanggal 19-20 Juni 1812, Inggris menyerbu Keraton Yogyakarta. Dalam
pertempuran 2 hari, Inggris berkekuatan 1000 serdadu berseragam merah. Jumlah itu
masih ditambah 500 prajurit Leguin Pangeran Prangwedono dari Mangkunegaran,
Surakarta. Sultan HB II yang menghadapi Inggris tidak mendapat bantuan dari
Surakarta seperti yang tertulis dalam surat rahasia bahwa Surakarta akan membantu
Yogyakarta dalam melakukan perlawanan terhadap Inggris. Perang ini diakhiri
dengan menyerahnya Sultan HB II dan dimulainya penjarahan besar-besaran harta,
pusaka, dan pustaka Keraton Yogyakarta. Setelah itu, Raffles memerintahkan
penangkapan Sultan HB II. Sultan HB II dibawa ke Batavia dan menunggu
pengadilan disana. Sultan HB II dijatuhi hukuman pembuangan ke Pulau Penang pada
awal Juli 1812. PB IV pun dirampas sebagian wilayahnya.
b.  Perlawanan Rakyat Palembang terhadap Penjajahan Bangsa Inggris
Raffles mengirim 3 orang utusan yang dipimpin oleh Richard Philips ke
Palembang untuk mengambil alih kantor sekaligus benteng Belanda di Palembang dan
meminta hak kuasa sultan atas tambang timah di Pulau Bangka. Sultan  Mahmud
Badaruddin II menolak permintaan itu dengan merujuk pada surat Raffles sebelumnya
bahwa kalau Belanda berhasil diusir, Palembang akan menjadi kesultanan yang
merdeka. Raffles pun kaget luar biasa setelah mengetahui bahwa dengan cerdas
Sultan Mahmud Badaruddin II menjadikan isi suratnya dahulu sebagai legitimasi
untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris.
Raffles pun memilih untuk mengkhianati janjinya tersebut. Ia mengirim ekspedisi
perang di tahun 1812 yang dipimpin Mayor Jenderal Robert Gillespie. Ekspedisi pun
sampai dalam waktu 1 bulan di Sungai Musi. Sultan Mahmud Badaruddin II juga
sudah bersiap-siap menghadapi gempuran tersebut.
Kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan Inggris hanya dalam waktu  1
minggu karena pertahanan di Pulau Borang sudah jebol tanpa perlawanan yang
berarti. Ternyata adik sultan yang bernama Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin
telah menjadi komandan yang pengecut bagi pasukannya di pulau yang strategis itu.
Mengetahui hal itu, Sultan Mahmud Bdaruddin II segera meninggalkan keraton
Palembang dengan membawa seluruh tanda kebesaran kesultanan lalu
mempersiapkan perlawanan gerilya terhadap Inggris.
Tanggal 26 April 1812, bendera Inggris sudah berkibar di atas benteng Palembang.
Dan tanggal 14 Mei 1812, Najamuddin diangkat oleh Robert Gillespie atas nama
Inggris untuk menggantikan kakanya sebagai Sultan Palembang. Tambang timah di
Pulau Bangka dan Belitung akhirnya diserahkan oleh sultan boneka ini kepada
Inggris. Robert Gillespie ditarik pulang ke Batavia karena keberhasilannya dan
digantikan oleh Kapten R. Mearers menjadi Residen Palembang. Pertengahan
Agustus 1812, Mearers memimpin pasukannya untuk menyerang Sultan Mahmud
Badaruddin II di Buaya Langu, hulu Sungai Musi. Mearers mengalami luka parah
dalam pertempuran ini yang akhirnya meninggal di rumah sakit di Muntok.
Mearers digantikan oleh Mayor William Robinson. Tampaknya ia tidak cocok dengan
Sultan Najamuddin yang dinilai menjadi sultan yang lemah dan tidak dihargai oleh
rakyat. Robinson tidak setuju dengan keputusan Raffles yang mengangkat sultan
tersebut, dan juga ia tidak suka dengan kebiasaan Raffles yang suka mengumbar janji,
juga pembiaran yang dilakukan Raffles pada peristiwa pembantain paukan Belanda.
Atas inisiatifnya sendiri, Robinson mengirim seorang perwira didampingi penerjemah
untuk bernegosiasi dengan Sultan Mahmud Badaruddin II, namun gagal.
Pada tangal 19 Juni 1813, Robinson datang sendiri untuk menemui Sultan Mahmud
Badaruddin II di Muara Rawas. Misi yang dilaksanakan Robinson pun berhasil.
Sultan Mahmud Badaruddin II mau kembali ke Palembang untuk menggantikan
adiknya. Akhirnya, tanggal 13 Juli 1813, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke
istananya (keraton besar) di Palembang, sementara adiknya bertempat tinggal di
keraton lama.
Raffles sangat tersinggung dengan keputusan Robinson karena tidak meminta
pendapatnya dulu. Akhirnya, perjanjian Robinson dengan Sultan Mahmud
Badaruddin II dibatalkan sepihak. Robinson pun dipecat dan ditangkap dengan alasan
menerima suap dari Sultan Mahmud Badaruddin II. Tanggal 4 Agustus 1813, armada
Inggris dipimpin Mayor W. Colebrooke tiba di Palembang untuk menurunkan Sultan
Mahmud Badaruddin II dari tahtanya kembali untuk digantikan oleh Sultan
Najamuddin. Uang yang dikatakan uang suap untuk Robinson dikembalikan pihak
Inggris ke Sultan Mahmud Badaruddin II lengkap dengan bunganya. Dan tanggal 21
Agustus 1813, Sultan Najamuddin kembali menduduki tahtanya di keraton besar.

B.  Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Eropa sebelum


dan sesudah abad ke-20
Pada abad ke-16 bangsa Eropa berlayar ke wilayah Timur, diantaranya Portugis,
Spanyol, Inggris, dan Belanda. Tujuan mereka adalah mencari rempah-rempah dan
juga menyebarkan agama kristen. Setelah sampai Nusantara keserakahan mereka
timbul, yang awalnya hanya ingin berdagang tiba-tiba mereka ingin menguasai
Nusantara. Keinginan mereka itulah yang melatarbelakangi bangsa Indonesia
melakukan perjuangan.
1.  Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Eropa sebelum abad
ke-20
Sebelum tahun 1908, banyak bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai
Indonesia. Banyak yang memeras, menyiksa dan merebut hak-hak rakyat Nusantara.
Perjuangan bangsa Indonesia terhadap penjajah hampir dilakukan diseluruh wilayah,
terutama di daerah yang menjadi pusat kekuasaan penjajah.
Perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajah VOC menggunakan senjata dimulai
pada abad ke-17, dimana perlawanan tersebut dilakukan oleh Sultan Agung dari
Mataram, Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan, Sultan Ageng
Tirtayasa, Sultan Iskandar Muda dari Aceh, Untung Surapati, Trunajaya, dan Ibnu
Iskandar dari Minangkabau.
Sedangkan yang berjuang pada abad ke-19 antara lain :
a.  Thomas Matulesy ata Pattimura dari Maluku (1817)
b. Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, Kyai Mojo, dan Pangeran Mangkubumi
di Jawa (1825-1830)
c. Tuanku Imam Bonjoldari Minangkabau Sumatera Barat (1822-1837)
d. Sultan Mahmud Badaruddin II dari Palembang (1817)
e. Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat dari Kalimantan (1859-1862)
f. I Gusti Kentut Jelantik dari Bali (1846-1849)
g. Anak Agung Made dari Lombok (1895)
h. Teuku Umar, Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, dan Cut Nyak Dien dari Aceh
(1873-1904)
i.  Si Singamangaraja XII dari Batak (1878-1907)
Berbagai perlawanan rakyat Indonesia yang terjadi pada sebelum abad ke-20
seperti perlawanan Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Agung serta perlawanan-
perlawanan rakyat lainnya masih dalam batas-batas wilayah yang sempit dan parsial.
Akibatnya perlawanan-perlawanan tersebut dapat diredam oleh kekuatan penjajah
yang sudah menguasai secara nasional di Indonesia.
Kegagalan perjuangan dengan kekerasan senjata oleh para pahlawan baik ketika
melawan Portugis, Belanda, maupun Inggris karena bangsa Indonesia mempunyai
beberapa kelemahan, sebagai berikut:
a.   Perjuangan bersifat lokal / kedaerahan
b.  Perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu
yang bersamaan
c.   Perjuangan pada umunya dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik
d. Perjuangan menentang penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan
senjata
e. Para pejuang mudah diadu domba sehingga sering terjadi perselisihan antar
pemimpin di Indonesia
Bangsa Indonesia sadar bahwa penjajah yang terorganisasi dengan baik tidak
mungkin dapat dikalahkan oleh perjuangan yang bersifat lokal dan tidak terorganisasi,
oleh karena itu strategi perjuangan baru lebih diorganisasi dengan baik agar setelah
abad ke-20 menggunakan strategi yang baru dan bisa mengalahkan penjajah.

Anda mungkin juga menyukai