Disusun Oleh :
Kelompok 3:
1. Alifia Chaerunisa (1908106115)
2. Khaerun Nisa (1908106119)
3. Lili Nurholisah (1908106114)
4. Mela Mulyani (1908106142)
5. Riri Riyadlul J.A.M (1908106139)
Dosen Pengampu :
Abdul Muiz Ghazali
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Nikmatnya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah tentang Hadits Shahih, Hasan, dan
Dhoif. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin
terbaik di dunia yang sekaligus menjadi inspirator bagi kita semua di dalam menjalani kehidupan di
dunia ini.
Makalah “ Hadits Shahih, Hasan Dan Dhoif “ ini penyusun tulis sebagai bahan di dalam
Mata Kuliah Studi Hadits. Makalah ini menjadi sumber bagi penulis untuk melakukan presentasi di
depan kelas sebagai wujud meningkatkan kemampuan mahasiswa sebagai pendidik dan untuk
meningkatkan kemampuan di dalam menyampaiakan argumen yang di pegangnya.
Makalah ini sangatlah sederhana dan masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk
itu penulis memohon kepada para pembaca semua untuk memberikan kritik dan sarannya demi
sempurnanya makalah ini dan agar makalah ini benar – benar bermanfaat di dalam dunia
pendidikan.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai umat islam wajib hukumnya berpedoman kepada Al-Qur'an dan juga Al-Hadits,
dikarenakan Al-Qur’an maupun Al-hadits termasuk wahyu Allah. Semua yang dikatakan oleh
Nabi Muhammad ialah suatu kebenaran, tidak ada satupun ucapan Nabi yang dusta. Allah SWT
selalu menjaga Nabi baik lisannya maupun perilakunya. Tidak heran jika Nabi dijadikan suru
tauladan. Akhlaknya Nabi tercermin pada kitab yang mulia yang sampai sekarang tetap terjaga
yaitu Al-Qur’an.
Seperti diketahui, Al-Qur'an sendiri diterima secara mutawatir, sedangkan Hadits Nabi,
periwayatannya ada yang secara mutawatir dan ada juga yang secara ahad. Para pakar ilmu
hadits sangat memperhatikan sanad dan matannya. Sanad dan matan merupakan bagian yang
tidak bisa saling dipisahkan.
Hadits tanpa adanya sanad yang tersambung, tidak akan bisa diterima, begitu
sebaliknya, hadits tanpa adanya matan yang jelas, juga tidak bisa dijadikan hujjah. Maka dari itu
begitu pentingnya untuk mengetahu sebuah hadits Rasulullah SAW melalui penelitian perawi-
perawi hadits, yang dimulai dari sahabat, tabi’iy, tabi’ tabi’iy dan tabaqat sesudahnya.
Berangkat dari problematika-problematika diatas, perlunya di bahas mengenai hadits-hadits
shaih, hasan, dhaif. Agar bisa membedakan hadits yang maqbul dan mardud.
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Pembahasan
5
BAB II
PEMBAHASAN
“apa yang disandarkan kepada nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan
shifat tabiat dan akhlaqnya.”
6
” Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki
hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula
cacat”
Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan
penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila diriwayatkan
oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang
jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits
bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara
hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama
dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyiancacat),
kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak
sampai kepada Nabi.
Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong
terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak
baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.
7
Perwainya Dhabith
Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan
hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu
kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat
posisinya.
Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena
tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan
samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih.
Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi
tidak shahih. Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;
8
” Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair
bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw
membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
ي5ض ِ رةَ َر5َ 5 عَنْ أَبِي ُه َر ْي، َ ة5 عَنْ أَبِي ز ُْر َع، َ ْب ُر َمة5ش
ُ اع ْب ِن5 َ َُح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْن
ِ َا َرةَ ْب ِن ا ْلقَ ْعق55 عَنْ ُع َم، َح َّدثَنَا َج ِري ٌر، س ِعي ٍد
ِن5س
ْ س بِ ُح
ِ ق الناَّ َ هَّللا
ُّ 5و َل ِ َمنْ أ َح5س َ َ َّ
ُ ا َر55َ ي: ا َل55 فق، ل َم5س َ هَّللا
َ ِه َو5لى ُ َعل ْي5ص َّ هَّللا
َ ِ و ِل5س ُ ٌل إِلى َر5 ا َء َر ُج5 َج: ا َل55َ ق، ُه5هَّللا ُ َع ْن
َ
ث َّم أبُوك: ث َّم َمنْ ؟ قَا َل: قَا َل. ث َّم أ ُّم َك: ث َّم َمنْ ؟ قَا َل: قَا َل. ث َّم أ ُّم َك: ؟ قَا َل ْ ثُ َّم َمن: قَا َل. أُ ُّم َك: ص َحابَتِي ؟ قَا َل
َ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ َ
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang
tidak terdapat ke-syaz-an maupun illat.
2) Shahih li ghairihi
ا َل5َ ق: ا َل5َ ق، َ َرة5 عَنْ أَبِي ُه َر ْي، َلَ َمة5س
َ عَنْ أَبِي، ٍرو5 عَنْ ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْم، َلَ ْي َمان5س
ُ ُ َدةُ بْن5 َّدثَنَا َع ْب5 َح، ب ٍ ر ْي5 َ و ُك5َُح َّدثَنَا أَب
ْ
َ س َوا ِك ِعن َد ُك ِّل
ٍ .صالة َ ُ َ
ِّ ق َعلى أ َّمتِي أل َم ْرتُ ُه ْم بِال
َّ ش َ َ َ َّ
ُ ل ْوال أنْ أ: سل َم َ هَّللا
َ صلى ُ َعل ْي ِه َو َّ َ ِ سو ُل هَّللاُ َر
9
hadis riwayatnya hanya sampai ke tingkat hasan. Namun keshahihan hadis tersebut
didukung oleh adanya hadis lain, yang lebih tinggi derajatnya sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj dari Abu Hurairah (pada contoh hadis shahih li
dzatihi).
Dari sini dapat kita ketahui bahwa martabat hadis shahih ini tergantung kepada ke-
dhabit-an dan ke-adil-an para perawinya. Semakin dhabit dan semakin adil si perawi,
makin tinggi pula tingkatan kualitas hadis yang diriwayatkannya.yang diistilah oleh para
muhaddisin sebagai ashahhul asanid.
Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
1) Shahih Al-Bukhari (w.250H).
2) Shahih Muslim (w.261H).
3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w.311H).
4) Shahih Ibnu Hiban (w.354H).
5) Mustadrok Al-hakim (w.405H).
6) Shahih Ibn As-Sakan.
7) Shahih Al-Abani.
2. Hadits Hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna”
artinya indah,cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits
Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu:
ض ْبطُهُ ع َْن ِم ْثلِ ِه إِلَى ُم ْنتَهَاهُ ِم ْن َغي ِْر ُش ُذوْ ٍذ َوالَ ِعلَّة َّ ص َل َسنَ ُدهُ بِنَ ْق ِل ْال َعد َِل الَّ ِذيْ خ
َ َف َ َّ" َما ِات ٍ “
yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula
cacat”.
10
Pada dasarnya,hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya
dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun
sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih
adalah sama.
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin
sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku
mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya
pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil
jihadi).
Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama hadis
merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis shahih, Hanya saja pada
hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari
perawi hadis shahih.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai
berikut:
11
Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi
kriteria hadis hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan riwayat
lain untuk mengangkatnya ke derajat hasan. Hadits yang sanadnya bersambung
dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad
hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak
hadits.
Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if,
yang naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan
berkualitas hasan karena riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu
masih berstatus dha’if.
َ أَ َّن ا ْم— َرأَةً ِم ْن بَنِي فَ—زَا َرةَ تَ——زَ و: ع َْن أَبِي— ِه، َْت َع ْب َد هَّللا ِ ْبنَ َع——ا ِم ِر ْب ِن َربِي َع— ة
ْ َّج
ت َعلَى ُ قَال َس ِمع، ِ َاص ِم ْب ِن ُعبَ ْي ِد هَّللا
ِ ع َْن ع، َُح َّدثَنَا ُش ْعبَة
)(رواه الترمذي. ُ فَأ َ َجا َزه: قَا َل. نَ َع ْم: ت ْ َك بِنَ ْعلَ ْي ِن ؟" قَال ِ ت ِم ْن نَ ْف ِس
ِ ِك َو َمال ِ ضيِ " أَ َر: صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمَ ِ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا. نَ ْعلَ ْي ِن
12
Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat
Bahz ibn Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib dari ayahnya
dari kakeknya, Ibn Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para
ulama dikatakan sebagai sanad shahih, yakni merupakan derajat shahih terendah.
ُ ص—لَّى هَّللا َ ِ ول هَّللاِ —ِّث ع َْن َر ُس ُ اويَةُ قَلَّ َم—ا ي َُح— د
ِ َكانَ ُم َع: ال َ َ ق، ع َْن َم ْعبَ ٍد ْال ُجهَنِ ِّي، قَا َل أَ ْنبَأَنِي َس ْع ُد بْنُ إِ ْب َرا ِهي َم، ُ َح َّدثَنَا ُش ْعبَة، َُح َّدثَنَا َعفَّان
—ر ِد هَّللا ُ بِ— ِه َ ِّث بِ ِه َّن فِي ْال ُج َم ِع َع ِن النَّبِ ِّي
ِ —ُ َم ْن ي: قَ—ا َل، صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس—لَّ َم ُ أَوْ يُ َحد، ت قَلَّ َما يَ َد ُعه َُّن
ِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َش ْيئًا َويَقُو ُل هَؤُال ِء ْال َكلِ َما
َ َض ٌر فَ َم ْن يَأْ ُخ ْذهُ بِ َحقِّ ِه يُب
)(رواه أحمد.ُ َوإِيَّا ُك ْم َوالتَّ َما ُد َح فَإِنَّهُ ال َّذ ْبح، ار ْك لَهُ فِي ِه ِ َ َوإِ َّن هَ َذا ْال َمال ح ُْل ٌو خ، خَ ْيرًا يُفَقِّهُّ فِي الدِّي ِن
Sunan at-Tirmidzy
Sunan Abu Daud
13
Sunan ad-Dar Quthny
3. Hadits Dhaif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan
menurut istilah yaitu;
“Apa yang sifat dari hadits Hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara
hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits Hasan”.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu tidak shahih
atau Hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka
hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang sangat lemah. Karena
kualitasnya dhaif, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar
hukum.
َ َم ْن اَت َْي َحا ِءظَأ: ْق " َح ِكي ِْم ْاألَ ْث َر ِم" ع َْن اَبِى تَ ِم ْي َم ِة ْالهُ َج ْي ِمي ع َْن اَبِي ه َُر ْي َرةَ َع ِن ْالنَّبِ ِّي ص م قَا َل
ِ َما اُ ْخ َرخَ هُ ْالتُّرْ ِم ْي ِذيْ ِم ْن طَ ِري
اَواَ ْم َرأَ ْة فِي بُد ُِر هَا اَوْ َكا هُنَا فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما اُ ْنزَ َل َعلَى ُم َح َّم ٍد.
Apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari Abi
Tamimah Al Hujaimi dari Abi Hurairah dari Nabi SAW ia berkata : barangsiapa
yang menggauli wanita haid atau seorang wanita pada duburnya atau seperti ini
sungguh telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
14
Khusus hadits dhaif, maka para ulama kelas berat semacam Al Hafidzh Ibnu Hajar
Al Aqsalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa
syarat :
Ternyata hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan jenjangnya. Dari yang paling
parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.
Maksudnya hadits yang dhaif kalau mau dijadikan sebagai dasar fadhailul 'amal, harus
didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits itu harus shahih. Maka tidak boleh
hadits dhaif jadi pokok, tetapi dia harus dibawah nash yang sudah shahih.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya
sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam
Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila
diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang
yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila
terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila
meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang
diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyiancacat), kedua, rangkaian riwayatnya
bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.
Hasan adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah,cantik. Hadis hasan
dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadist hasan,
hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun syarat-syarat lainnya, antara hadits
hasan dengan hadits shahih adalah sama.
Dhoif adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria
saja, maka hadits itu tidak shahih atau Hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga
syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang sangat lemah. Karena
kualitasnya dhaif, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman dalam judul Pengantar Ilmu Hadis,Jakarta: Pustaka Al-Kautsar cet.II, 2006.
Lihat Muhammad Thohan, Taisir Mushthalah Hadits, Jakarta: Daru Al-Hikmah. 2005.
17