Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HADITS SHAHIH, HASAN, DAN DHAIF


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Studi Hadits
Pada Jurusan Tadris Biologi D Semester 2
Tahun Akademik 2020/2021

Disusun Oleh :
Kelompok 3:
1. Alifia Chaerunisa (1908106115)
2. Khaerun Nisa (1908106119)
3. Lili Nurholisah (1908106114)
4. Mela Mulyani (1908106142)
5. Riri Riyadlul J.A.M (1908106139)

Dosen Pengampu :
Abdul Muiz Ghazali

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Nikmatnya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah tentang Hadits Shahih, Hasan, dan
Dhoif. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin
terbaik di dunia yang sekaligus menjadi inspirator bagi kita semua di dalam menjalani kehidupan di
dunia ini.

Makalah “ Hadits Shahih, Hasan Dan Dhoif “ ini penyusun tulis sebagai bahan di dalam
Mata Kuliah Studi Hadits. Makalah ini menjadi sumber bagi penulis untuk melakukan presentasi di
depan kelas sebagai wujud meningkatkan kemampuan mahasiswa sebagai pendidik dan untuk
meningkatkan kemampuan di dalam menyampaiakan argumen yang di pegangnya.

Makalah ini sangatlah sederhana dan masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk
itu penulis memohon kepada para pembaca semua untuk memberikan kritik dan sarannya demi
sempurnanya makalah ini dan agar makalah ini benar – benar bermanfaat di dalam dunia
pendidikan.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1 Latar Belakang........................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6

2.1 Pengertian Hadits Shahih.......................................................................................6

2.2 Pengertian Hadits Hasan.........................................................................................10

2.3 Pengertian Hadits Dhoif.........................................................................................13

BAB III KESIMPULAN...................................................................................................16

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai umat islam wajib hukumnya berpedoman kepada Al-Qur'an dan juga Al-Hadits,
dikarenakan Al-Qur’an maupun Al-hadits termasuk wahyu Allah. Semua yang dikatakan oleh
Nabi Muhammad ialah suatu kebenaran, tidak ada satupun ucapan Nabi yang dusta. Allah SWT
selalu menjaga Nabi baik lisannya maupun perilakunya. Tidak heran jika Nabi dijadikan suru
tauladan. Akhlaknya Nabi tercermin pada kitab yang mulia yang sampai sekarang tetap terjaga
yaitu Al-Qur’an.

Seperti diketahui, Al-Qur'an sendiri diterima secara mutawatir, sedangkan Hadits Nabi,
periwayatannya ada yang secara mutawatir dan ada juga yang secara ahad. Para pakar ilmu
hadits sangat memperhatikan sanad dan matannya. Sanad dan matan merupakan bagian yang
tidak bisa saling dipisahkan.

Hadits tanpa adanya sanad yang tersambung, tidak akan bisa diterima, begitu
sebaliknya, hadits tanpa adanya matan yang jelas, juga tidak bisa dijadikan hujjah. Maka dari itu
begitu pentingnya untuk mengetahu sebuah hadits Rasulullah SAW melalui penelitian perawi-
perawi hadits, yang dimulai dari sahabat, tabi’iy, tabi’ tabi’iy dan tabaqat sesudahnya.
Berangkat dari problematika-problematika diatas, perlunya di bahas mengenai hadits-hadits
shaih, hasan, dhaif. Agar bisa membedakan hadits yang maqbul dan mardud.

B. Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian hadits shahih ?

2.      Apa pengertian hadits hasan ?

3.      Apa pengertian hadits dhaif ?

4
C. Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui hadits shahih

2.      Untuk mengetahui hadits hasan

3.      Untuk mengetahui hadits dhaif

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu Hadits


Hadits merupakan kalimat musytaq dari kalimat hadatsa secara bahasa yaitu baru, terjadi,
sedangkan secara istilah adalah

“apa yang disandarkan kepada nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan
shifat tabiat dan akhlaqnya.”

Didalam pembahasan ilmu mustholahul hadits ada satu pembahasan mengenai


khobar (hadits) terdapat yang maqbul dan mardud. Khobar maqbul adalah kebenaran
orang yang menyampaikan khobarnya itu lebih kuat/terpercaya (rajih) serta wajib dijadikan
sebagai hujjah (dalil) dan mengamalkanya. Sedangkan khobar mardud adalah kebenaran
orang yang menyampaikan khobarnya itu tidak kuat/terpercaya serta tidak boleh dijadikan
sebagai hujjah (dalil). Adapun khobar maqbul ditinjau dari perbedaan derajat dibagi atas
dua yaitu shahih dan hasan.

A. Pembagian Hadits Sesuai dengan Perbedaan Derajat


1. Hadits Shahih
a) Pengertian Hadits Shahih
Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan
wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara
istilah yaitu:

6
” Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki
hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula
cacat”

Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan
penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila diriwayatkan
oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang
jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits
bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara
hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama
dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyiancacat),
kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak
sampai kepada Nabi.

a) Syarat-syarat Hadits Shahih


 Sanadnya Bersambung
Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi
terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad
dari suatu hadits.

 Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong
terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak
baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.

7
 Perwainya Dhabith

Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya


ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Ibnu Hajar al-
Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap
apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan
tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang
disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau
didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau
meriwayatkannya sebagaimana aslinya.

 Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan
hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu
kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat
posisinya.

 Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena
tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan
samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih.
Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi
tidak shahih. Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;

8
” Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah
mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair
bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw
membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

c) Pembagian Hadis Shahih


            Para ulama hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam:
1) Shahih li Dzatihi

yaitu hadis yang mencakup semua syarat-syarat atau sifat-sifat


hadis maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah memenuhi 
semua syarat shahih,dan tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada
puncak keshahihan, keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya. Untuk lebih
jelasnya, berikut penulis kemukakan contoh hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:

‫ي‬5‫ض‬ ِ ‫رةَ َر‬5َ 5‫ عَنْ أَبِي ُه َر ْي‬، َ‫ ة‬5‫ عَنْ أَبِي ز ُْر َع‬، َ‫ ْب ُر َمة‬5‫ش‬
ُ ‫اع ْب ِن‬5 َ ُ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْن‬
ِ َ‫ا َرةَ ْب ِن ا ْلقَ ْعق‬55‫ عَنْ ُع َم‬، ‫ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر‬، ‫س ِعي ٍد‬
‫ ِن‬5‫س‬
ْ ‫س بِ ُح‬
ِ ‫ق النا‬َّ َ ‫هَّللا‬
ُّ 5‫و َل ِ َمنْ أ َح‬5‫س‬ َ َ َّ
ُ ‫ا َر‬55َ‫ ي‬: ‫ا َل‬55‫ فق‬،  ‫ل َم‬5‫س‬ َ ‫هَّللا‬
َ ‫ ِه َو‬5‫لى ُ َعل ْي‬5‫ص‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫و ِل‬5‫س‬ ُ ‫ ٌل إِلى َر‬5‫ ا َء َر ُج‬5‫ َج‬: ‫ا َل‬55َ‫ ق‬، ُ‫ه‬5‫هَّللا ُ َع ْن‬
َ
‫ ث َّم أبُوك‬: ‫ ث َّم َمنْ ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬. ‫ ث َّم أ ُّم َك‬: ‫ ث َّم َمنْ ؟ قَا َل‬: ‫ قَا َل‬. ‫ ث َّم أ ُّم َك‬: ‫؟ قَا َل‬     ْ‫ ثُ َّم َمن‬: ‫ قَا َل‬. ‫ أُ ُّم َك‬: ‫ص َحابَتِي ؟ قَا َل‬
َ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ َ
Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadis shahih yang
tidak terdapat ke-syaz-an maupun illat.

2) Shahih li ghairihi

yaitu hadis hasan li dzatihi (tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat


tertinggi hadis maqbul),yang diriwayatkan melalui sanad yang lain yang sama atau
lebih kuat darinya, dinamakan hadis shahih li ghairihi karena predikat keshahihannya
diraih melalui sanad pendukung yang lain. Berikut contoh hadis shahih li ghairihi yang
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi :

‫ا َل‬5َ‫ ق‬: ‫ا َل‬5َ‫ ق‬، َ‫ َرة‬5‫ عَنْ أَبِي ُه َر ْي‬، َ‫لَ َمة‬5‫س‬
َ ‫ عَنْ أَبِي‬، ‫ ٍرو‬5‫ عَنْ ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْم‬، َ‫لَ ْي َمان‬5‫س‬
ُ ُ‫ َدةُ بْن‬5‫ َّدثَنَا َع ْب‬5‫ َح‬، ‫ب‬ ٍ ‫ر ْي‬5 َ ‫و ُك‬5ُ‫َح َّدثَنَا أَب‬
ْ
َ ‫س َوا ِك ِعن َد ُك ِّل‬
 ٍ .‫صالة‬ َ ُ َ
ِّ ‫ق َعلى أ َّمتِي أل َم ْرتُ ُه ْم بِال‬
َّ ‫ش‬ َ َ َ َّ
ُ ‫ ل ْوال أنْ أ‬: ‫سل َم‬ َ ‫هَّللا‬
َ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو‬ َّ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ُ ‫َر‬

  Hadis tersebut dinilai oleh muhaddisin sebagai hadis shahih li


ghairihi sebagaimana dijelaskan diatas. Pada sanad hadis tersebut, terdapat Muhammad
bin ‘Amr yang dikenal orang jujur, akan tetapi kedhabitannya kurang sempurna, sehingga

9
hadis riwayatnya hanya sampai ke tingkat hasan. Namun keshahihan hadis tersebut
didukung oleh adanya hadis lain, yang lebih tinggi derajatnya sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dari A’raj dari Abu Hurairah (pada contoh hadis shahih li
dzatihi).

      Dari sini dapat kita ketahui bahwa martabat hadis shahih ini tergantung kepada ke-
dhabit-an dan ke-adil-an para perawinya. Semakin dhabit dan semakin adil si perawi,
makin tinggi pula tingkatan kualitas hadis yang diriwayatkannya.yang diistilah oleh para
muhaddisin sebagai ashahhul asanid.

Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
1) Shahih Al-Bukhari (w.250H).
2) Shahih Muslim (w.261H).
3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w.311H).
4) Shahih Ibnu Hiban (w.354H).
5) Mustadrok Al-hakim (w.405H).
6) Shahih Ibn As-Sakan.
7) Shahih Al-Abani.

2. Hadits Hasan

a) Pengertian Hadits Hasan

Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna”
artinya indah,cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits
Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu:

‫ض ْبطُهُ ع َْن ِم ْثلِ ِه إِلَى ُم ْنتَهَاهُ ِم ْن َغي ِْر ُش ُذوْ ٍذ َوالَ ِعلَّة‬ َّ ‫ص َل َسنَ ُدهُ بِنَ ْق ِل ْال َعد َِل الَّ ِذيْ خ‬
َ ‫َف‬ َ َّ‫" َما ِات‬ ٍ “

“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,


hafalannya

yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula
cacat”.

10
Pada dasarnya,hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya
dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun
sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih
adalah sama.

Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

‫ْت أَبِي بِ َحضْ َر ِة‬


ُ ‫ َس ِمع‬: ‫ال‬ َ َ‫ح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا َج ْعفَ ُر بْنُ ُسلَ ْي َمانَ الضُّ بَ ِعي ع َْن أَبِ ْي ِع ْم َرا ِن ْال َجوْ نِي ع َْن أَبِي بَ ْك ِر ب ِْن أَبِي ُموْ َسي اأْل َ ْش َع ِريْ ق‬
‫ الحديث‬..… ‫ف‬ ِ ْ‫اب ْال َجنَّ ِة تَحْ تَ ِظالَ ِل ال ُّسيُو‬
َ ‫ إِ َّن أَ ْب َو‬: ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص م‬: ‫” ال َع ُد ِّو يَقُوْ ُل‬

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin
sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku
mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya
pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil
jihadi).

Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama hadis
merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis shahih, Hanya saja pada
hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari
perawi hadis shahih.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai
berikut:

- Sanad hadis harus bersambung.


- Perawinya adil
- Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang
dimiliki oleh perawi hadis shahih
- Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syaz
- Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)

b) Pembagian Hadits Hasan

Hadis hasan dibagi menjadi dua, yaitu:

 Hadis hasan li dzatihi

11
Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi
kriteria hadis hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan riwayat
lain untuk mengangkatnya ke derajat hasan. Hadits yang sanadnya bersambung
dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad
hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak
hadits.

 Hadis hasan li ghairihi

Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha’if apabila jalan (datang)-nya


berbilang (lebih dari satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena
perawinya fasik atau pendusta. Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak
diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan
dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang
bersesuaian dengan maknanya.

Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if,
yang naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan
berkualitas hasan karena riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu
masih berstatus dha’if.

Contoh hadis shahih li ghairihi:

َ ‫ أَ َّن ا ْم— َرأَةً ِم ْن بَنِي فَ—زَا َرةَ تَ——زَ و‬: ‫ ع َْن أَبِي— ِه‬، َ‫ْت َع ْب َد هَّللا ِ ْبنَ َع——ا ِم ِر ْب ِن َربِي َع— ة‬
ْ ‫َّج‬
‫ت َعلَى‬ ُ ‫ قَال َس ِمع‬، ِ ‫َاص ِم ْب ِن ُعبَ ْي ِد هَّللا‬
ِ ‫ ع َْن ع‬، ُ‫َح َّدثَنَا ُش ْعبَة‬
)‫(رواه الترمذي‬. ُ‫ فَأ َ َجا َزه‬: ‫ قَا َل‬. ‫ نَ َع ْم‬: ‫ت‬ ْ َ‫ك بِنَ ْعلَ ْي ِن ؟" قَال‬ ِ ‫ت ِم ْن نَ ْف ِس‬
ِ ِ‫ك َو َمال‬ ِ ‫ضي‬ِ ‫" أَ َر‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ ‫ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬. ‫نَ ْعلَ ْي ِن‬

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin


‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya
seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal.

Kemudian at-Tirmidzi berkata,”pada bab ini juga diriwayatkan


(hadis yang sama) dari ‘Umar, Abi Hurairah,Aisyah dan Abi Hadrad.”Jalur
‘Ashim didha’ifkan karena buruk hafalannya, kemudian hadis ini dihasankan oleh
at-Tirmidzy melalui jalur riwayat yang lain.

12
Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat
Bahz ibn Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib dari ayahnya
dari kakeknya, Ibn Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para
ulama dikatakan sebagai sanad shahih, yakni merupakan derajat shahih terendah.

Contoh hadis hasan:

ُ ‫ص—لَّى هَّللا‬ َ ِ ‫ول هَّللا‬ِ —‫ِّث ع َْن َر ُس‬ ُ ‫اويَةُ قَلَّ َم—ا ي َُح— د‬
ِ ‫ َكانَ ُم َع‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬، ‫ ع َْن َم ْعبَ ٍد ْال ُجهَنِ ِّي‬، ‫ قَا َل أَ ْنبَأَنِي َس ْع ُد بْنُ إِ ْب َرا ِهي َم‬، ُ‫ َح َّدثَنَا ُش ْعبَة‬، ُ‫َح َّدثَنَا َعفَّان‬
‫—ر ِد هَّللا ُ بِ— ِه‬ َ ‫ِّث بِ ِه َّن فِي ْال ُج َم ِع َع ِن النَّبِ ِّي‬
ِ —ُ‫ َم ْن ي‬: ‫ قَ—ا َل‬، ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس—لَّ َم‬ ُ ‫ أَوْ يُ َحد‬، ‫ت قَلَّ َما يَ َد ُعه َُّن‬
ِ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َش ْيئًا َويَقُو ُل هَؤُال ِء ْال َكلِ َما‬
َ َ‫ض ٌر فَ َم ْن يَأْ ُخ ْذهُ بِ َحقِّ ِه يُب‬
)‫(رواه أحمد‬.ُ‫ َوإِيَّا ُك ْم َوالتَّ َما ُد َح فَإِنَّهُ ال َّذ ْبح‬، ‫ار ْك لَهُ فِي ِه‬ ِ َ‫ َوإِ َّن هَ َذا ْال َمال ح ُْل ٌو خ‬، ‫خَ ْيرًا يُفَقِّهُّ فِي الدِّي ِن‬

Hadis tersebut diatas bersambung sanadnya dan semua perawinya


termasuk orang-orang terpercaya kecuali Ma’bad al-Juhany menurut adz-
Zahaby,Ma’bad termasuk orang yang kurang ke-‘adilan-nya.

c) Kehujahan Hadits Hasan

Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya


dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan
sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal.
Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan
hadits hasan. Hadis hasan sebagaimana kedudukannya hadis shahih, meskipun
derajatnya dibawah hadis shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjah dalam
penetapan hukum maupun dalam beramal. Para ulama hadis dan ulama ushul
fiqh, serta para fuqaha sependapat tentang kehujjahan hadis hasan ini.

Kitab-Kitab Yang Memuat Hadits Hasan

Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan


dan dha’if adalah Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy
memiliki peran dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang
memuat hadis hasan adalah:

 Sunan at-Tirmidzy
 Sunan Abu Daud

13
 Sunan ad-Dar Quthny

3. Hadits Dhaif

a. Pengertian Hadits Dhaif

Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan
menurut istilah yaitu;

‫ُوط ِه‬ َ ‫صفَةُ ْا‬


ِ ‫ بِفَ ْق ِد شَرْ ِط ِم ْن ُشر‬،‫لح َس ِن‬ ِ ‫َما لَ ْم يَجْ َم ْع‬ .

“Apa yang sifat dari hadits Hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara
hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits Hasan”.

Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu tidak shahih
atau Hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka
hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang sangat lemah. Karena
kualitasnya dhaif, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar
hukum.

Contoh hadits dhaif sebagai berikut

َ ‫ َم ْن اَت َْي َحا ِءظَأ‬: ‫ْق " َح ِكي ِْم ْاألَ ْث َر ِم" ع َْن اَبِى تَ ِم ْي َم ِة ْالهُ َج ْي ِمي ع َْن اَبِي ه َُر ْي َرةَ َع ِن ْالنَّبِ ِّي ص م قَا َل‬
ِ ‫َما اُ ْخ َرخَ هُ ْالتُّرْ ِم ْي ِذيْ ِم ْن طَ ِري‬
‫اَواَ ْم َرأَ ْة فِي بُد ُِر هَا اَوْ َكا هُنَا فَقَ ْد َكفَ َر بِ َما اُ ْنزَ َل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬.

Apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari Abi
Tamimah Al Hujaimi dari Abi Hurairah dari Nabi SAW ia berkata : barangsiapa
yang menggauli wanita haid atau seorang wanita pada duburnya atau seperti ini
sungguh telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Berkata imam At Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “kami


tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur Al-Atsrami kemudian hadits
ini di dhaifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena di dalam sanadnya
terdapat hakim al-atsrami sebab di dhaifkan pula oleh para ulama hadits”.

14
Khusus hadits dhaif, maka para ulama kelas berat semacam Al Hafidzh Ibnu Hajar
Al Aqsalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa
syarat :

Level Kedhaifannya Tidak Parah.

Ternyata hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan jenjangnya. Dari yang paling
parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.

Berada Dibawah Nash Lain Yang Shahih

Maksudnya hadits yang dhaif kalau mau dijadikan sebagai dasar fadhailul 'amal, harus
didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits itu harus shahih. Maka tidak boleh
hadits dhaif jadi pokok, tetapi dia harus dibawah nash yang sudah shahih.

Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini ke Tsabit-annya Maksudnya,


ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini
merupakan sabda Rasulullah SAW atau perbuatan beliau. Tapi yang kita lakukan
adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari
Rasulullah SAW.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya
sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam
Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila
diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang
yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila
terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila
meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang
diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyiancacat), kedua, rangkaian riwayatnya
bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.

Hasan adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah,cantik. Hadis hasan
dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadist hasan,
hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun syarat-syarat lainnya, antara hadits
hasan dengan hadits shahih adalah sama.

Dhoif adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria
saja, maka hadits itu tidak shahih atau Hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga
syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang sangat lemah. Karena
kualitasnya dhaif, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman dalam judul Pengantar Ilmu Hadis,Jakarta: Pustaka Al-Kautsar cet.II, 2006.

Lihat Muhammad Thohan, Taisir Mushthalah Hadits, Jakarta: Daru Al-Hikmah. 2005.

Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis,[t.t] Mutiara sumber Widya, 2001 Al-Qatthan,Manna’khalil,


Mabahits Fi ‘Ulum Al-Hadis diterjemahkan oleh Mifdol.

17

Anda mungkin juga menyukai