Anda di halaman 1dari 23

KAIDAH-KAIDAH YANG DIPERLUKAN PARA

MUFASSIR

Kelompok 4 (IPA-BIOLOGI D)
1. Celthin Dwi Salsabilla (1908106122)
2. Nurul Fithriyanah (1908106113)
3. Siti Alfiah (1908106131)
APA ITU MUFASSIR
Orang yang menerangkan makna (maksud) ayat
Al-qur’an atau ahli tafsir. Selain itu, ia
menerapkan tafsir tersebut baik dengan
mengajarkanya atau menuliskanya.
4. Mufrad dan Jama’

KAIDAH-KAIDAH YANG DIPERLUKAN


PARA MUFASSIR
At-Ta’aarif Pengulangan Kata Mufrad
DHAMIR dan at- Benda (Isim)
dan Jama
Tanaakir

Mengimbangi Jamak Jumlah Ismiyah


Kata-Kata yang Pertanyaan dan Jumlah
dengan Jamak atau dikira Mutaradif dan Jawaban
dengan Mufrad (sinonim) tetapi Fi’liyah
bukan
Perbedaan
antara “al- Lafaz Fa’ala Lafaz
‘Ataf ita”dengan“al- Kana
I’ta”

Lafaz
Lafaz Lafaz la’alla dan
Kada Ja’ala ‘asa
1. Dhamir
Dhamir muttashil adalah Dhamir bariz adalah dhamir yang
dhamir yang tidak dapat memiliki bentuk dalam pelafalan
terletak di awal kata atau Dhamir adalah kata atau kalimat, contoh : dhamir waw
kalimat, selalu bersandar yang menggantikan yang terdapat pada kata ‫كونوا‬,
dengan kata yang lain, dan sedangkan dhamir mustatir adalah
seseorang, baik itu
tidak dapat diletakkan dhamir yang tidak memiliki bentuk
sesudah (ّ‫)إلا‬ dalam kondisi orang dalam pelafalan, tapi hanya secara
yang berbicara (‫)متكلم‬ (perkiraan), contoh : kata ّ ْ‫اكتب‬
Dhamir munfashil dapat lawan bicara (‫)مخاطب‬
dikatakan pengertiannya atau tidak hadir Dhamir marfu’ adalah dhamir
berlawanan dengan (‫)غائب‬. yang menempati tempat isim
dhamir muttashil. yang marfu’, contoh : .ّ‫أحسنت‬
2. At-Ta’aarif dan at-Tanaakir
Kedua kata ini berasal dari bahasa Arab dan istilah ini biasa disebut
dengan Ma’rifah dan Nakirah. Kedua istilah ini adalah sebutan bagi al-
Ism (kata benda). Yang pertama menunjuk kepada sesuatu yang sudah
jelas dan terbatas; sementara yang kedua kebalikannya, yaitu
menunjuk kepada suatu benda secara umum tanpa memberikan
batasan yang jelas dan tegas. Atau dengan ungkapan lain, Ma’rifah
menunjuk kepada individu secara khusus sedang Nakirah menunjuk
kepada jenis dari individu tersebut.
3. Pengulangan Kata Benda (Isim)

Apabila sebuah isim disebutkan dua kali maka dalam


hal ini ada empat kemungkinan, kedua-duanya
ma’rifah, kedua-duanya nakirah, yang pertama
nakirah sedang yang kedua ma’rifat, dan yang
pertama ma’rifah sedang yang kedua nakirah.
4. Mufrad dan Jama’
Sebagian lafadz dalam Al Qur'an dimufradkan untuk sesuatu makna
tertentu dan dijama’kan untuk suatu isyarat khusus, lebih diutamakan
jama’ dari mufrad atau sebaliknya. Oleh karena itu dalam bentuk
jama’nya dan ketika diperlukan bentuk mufradnya maka yang
digunakan adalah kata sinonim (muradif) nya. Misalnya kata “al
Lubb”(ّ‫اللب‬
‫ ا‬yang selalu disebutkan dalam bentuk jama’, “albaab”, seperti
ّ‫( ا‬az-Zumar : 21). Kata ini
terdapat pada ayat : ‫إن في ذلك لذكرى ألولي األلباب‬
tidak pernah dipergunakan dalam Al Qur'an bentuk mufradnya, namun
muradifnya disebutkan, yaitu lafadz “al Qalb” (‫القل‬seperti : ‫إن في ذلك‬ ّ‫ا‬
‫( لذكرى لمن كان له قلب‬Qaf : 37).
5. Mengimbangi 1. Kaidah Pertama:
Jamak dengan
Mengimbangi jamak dengan jamak terkadang menuntut
bahwa setiap satuan dari jamak yang satu diimbangi dengan
Jamak atau satuan jamak yang lain.
dengan Mufrad Penjelasan:
Adapun mengimbangi Setiap kata jamak terdiri dari satuan-satuan yang
jamak dengan mufrad menyusunnya. Contoh:
maka pada umumnya ‫ = َح ِملوا كتبًا‬mereka membawa buku-buku
Mereka dalam kalimat ini tersusun dari Ali, Hasan dan
tidak dimaksudkan
Syu’ib. Sedangkan buku-buku yang dimaksud adalah buku
untuk menunjukkan
Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
keumuman mufrad Jika kita menggunakan kaidah di atas, setiap bagian dari kata
tersebut, tetapi kadang- hamilu diimbangi dengan bagian dari kata kutuban, akan
kadang hal demikian menghasilkan makna:
dapat saja terjadi. 1. Ali membawa buku bahasa arab
2. Hasan membawa buku bahasa inggris
3. Syu’ib membawa buku bahasa indonesia
2. Kaidah Kedua:
“Kata jamak terkadang menjadikan maknanya sebuah ketetapan
penggabungan terhadap masing-masing individu dari objek yang
dimaksudkan.”
Penjelasan:
Jika pada kaidah sebelumnya masing-masing satuan dari 3. Kaidah Ketiga:
jamak diimbangi dengan satuan jamak yang lain, maka dalam
kaidah ini masing-masing satuan jamak mengimbangi seluruh “Kadang-kadang
satuan jamak yang lain. Perhatikan contoh di bawah ini:
maknanya mengandung
‫ = َح ِملوا كتبًا‬mereka membawa buku-buku
Mereka dalam kalimat ini juga tersusun dari Ali, Hasan dan dua kaidah di atas. Maka
Syu’ib. Sedangkan buku-buku yang dimaksud juga buku Bahasa dibutuhkan dalil untuk
Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Namun dengan menggunakan kaidah kedua, maka maknanya menentukan mana yang
menjadi: akan digunakan di antara
1. Ali membawa buku bahasa Arab, bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia keduanya.”
2. Hasan membawa buku bahasa Arab, bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia
3. Syu’ib membawa buku bahasa Arab, bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia.
6. Kata-Kata yang dikira Mutaradif (sinonim) tetapi
bukan
Yang dimaksud sebagai mutaradif Karena sebenarnya mutaradif yang
.Alquran sebenarnya adalah sesungguhnya (Mutaradif At-tam) bahkan
merupakan kata-kata yang seakan- tidak pernah ditemui di dalam Alquran
akan bersinonim namun maupun lughah. Apabila ditemukan pada
sebenarnya tidak. Dan inilah sebagian ulama, maka hal tersebut sangat
maksud istilah yang terkandung di jarang, yakni sebuah lafal yang memiliki
arti serupa dengan lafal lainnya dari
dalam berbagai literatur. Muradif
berbagai sisi (min kulli jihatihi). Lafal-
terjadi, biasanya, ketika ingin lafal di dalalm Alquran, diposisikan
memunculkan kesan dalam sebuah menurut kedudukannya. maka
gaya penyampaian (hirsh ala sinonimnya tidak bisa ditempatkan pada
andhimah). Dalam Alquran, tempat yang lain, bagi mufasir menjaga
sebenarnya konsep mutaradif itu fungsi dan dan kepastian suatu kata
sangat jarang (qalil nadir) atau adanya sinonim itu sebuah ketidak
mungkinan.
bahkan tidak ada sama sekali.
7. Pertanyaan dan Jawaban
Pada dasarnya suatu jawaban harus sesuai dengan pertanyaan, akan
tetapi dalam Al-Qur’an terkadang jawaban agak menyimpang dari
pertanyaan, akan tetapi pada hakikatnya tidak
8. Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah
Jumlah ismiyah adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan
isim (kata benda), kalimat ini terdiri dari susunan mubtada' dan khabar.
Mubtada' merupakan subyek dalam bahasa Arab, karena menjadi
subyek maka mubtada' mempunyai beberapa sifat yaitu: pertama, harus
berupa ma'rifat (kata khusus/tertentu/spesifik, bukan umum. contoh:
nama orang, kemasukan huruf alif+lam). kedua, tanda i'robnya adalah
rofa'. Sedangkan khobar merupakan predikat, yaitu bertugas
menjelaskan atau menerangkan keadaan mubtada' (subyek), khobar bisa
berupa kata atau anak kalimat. sifat khobar yaitu : satu, harus nakiroh
(kata umum). kedua, khobar juga mempunyai tanda i'rob rofa'.
• Mubdata' dan khobar harus mempunyai sifat yang sama,
ketika mubdata' nya mudzakar maka khobar juga harus
mudzakar, antara mubtada' dan khobar juga harus sama-sama
mufrad, tasniyah, atau jamak.
• Contoh-contoh Jumlah Ismiyah :
ّ‫ = اَلداارّ وا ِسعَة‬Rumah itu luas
ّ‫ = ا َ ْل َجوّ معت َ ِدل‬Cuaca stabil
• Jumlah fi'liyah adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan fi'il (kata
kerja), sama dengan namanya. kalimat ini biasanya tersusun dari fi'il
(kata kerja) dan fa'il (subjek). Fi'il (kata kerja) disini biasanya berupa
fi'il madhi (kata kerja lampau), tapi bisa juga jika menggunakan fi'il
mudhore (yang sedang dilakukan). Fa'il (subjek) dalam jumlah fi'liyah
bisa nampak (dhohir/biasanya ditandai dengan nama orang atau suatu
benda), bisa juga secara tidak nampak (dhomir/biasanya jumlah
fi'liyah dengan fa'il (subjek) yang tidak nampak ini berada di tengah-
tengah paragraf karena dhomirnya sudah disebutkan di awal paragraf)
• Contoh Contoh Jumlah fi’liyah :
ُّ‫ = قَ َرّأ َ م َح َّمد‬Muhammad telah membaca
ُّ‫ت ِه ْند‬ ّْ َ ‫قَ َرأ‬Zaid sedang membaca
9. ‘Ataf
ْ َ‫الع‬adalah taabi’ (lafadz yang mengikuti) kalimat sebelumnya
'Athaf ( )ّ‫طف‬
dengan perantara huruf 'athaf. Sehingga dalam sebuah susunan kalimat
ditenga-tengahnya terdapat huruf 'athaf. Ketika harkatnya Fathah, maka
setelahnya juga harus fathah, kalau kasroh maka harokatnya juga harus
kasroh, demikian seterusnya. Ketika kita mengi'rab suatu kalimat, maka
akan muncul istilah ma’thuuf dan ma’thuf ‘alaih ( lafadz 'athaf dan yang
di 'athofi)
Macam-Macam Athaf:
• A. Athaf Bayan. Athaf bayan adalah tabi’ yang berupa isim jamid dan
berfungsi menjelaskan matbu’nya jika berupa isim ma’rifat, dan
berfungsi mentakhshis (mengkhususkan) matbu’nya jika berupa isim
nakirah.
• B. Athaf Nasq. Athaf nasq adalah athaf yang diantara tabi’ dan
matbu’nya terdapat salah satu dari sepuluh huruf-huruf athaf.
10. Perbedaan antara “al-ita”dengan“al-I’ta”

Al-Juwaini menjelaskan, lafaz “al-ita”lebih kuat dari “al-


I’ta”dalam menetapkan maf’ulnya, karena “al-I’ta”
mempunyai pola kata mutawa’ah. Dikatakan: “ia memberikan
(sesuatu) kepadaku maka aku pun menerimanya”. Sedang
tentang “al-ita” tidak dapat dikatakan seperti itu ,karena karena
kalimat ini akan berarti: “ia memberikan (sesuatu) kepadaku
maka aku pun memberikannya”. Tetapi hendaklah dikatakan:
“ia memberikan (sesuatu) kepadaku maka aku pun
menerimanya”.
11. Lafaz Fa’ala
Lafadz Fa’ala digunakan
untuk menunjukkan beberapa
jenis perbuatan, bukan satu
perbuatan saja. jadi pemakaian
lafadz ini untuk meringkas
kalimat. Misalnya: labi’sa maa
kaanuu yaf’aluun (al-Maa-idah:
79) Arti lafadz Fa’ala
[yaf’aluun] dalam ayat ini
mencakup segala kemunkaran
yang mereka lakukan.
12. Lafaz Kana
Seringkali lafaz kana dalam Qur’an digunakan berkenaan dengan dzat Allah
dan sifat-sifatNya. Para ahli nahwu dan yang lain berbeda pendapat tentang
lafaz tersebut, apakah ia menunjukkan arti inqita’ (terputus) sebagai berikut:
Pertama, “kana” menunjukkan arti “inqita’” sebab ia adalah fi’il atau kata
kerja yang memberika arti tajaddud, temporal.
Kedua, “kana” tidak menunjukkan arti inqita’ melainkan arti dawam (kekal,
abadi).
Ketiga ‘kana” adalah suatu kata yang menunjukkan adanya sesuatu pada
masa lampau secara samar-samar, yang didalamnya tidak ada petunjuk
mengenai ketiadaan yang mendahuluinya atau keterputusannya yang datang
kemudian.
13. Lafaz Kada
Para ulama mempunyai beberapa pendapat tentang lafaz ‘kada’ :
‘Kada’ sama dengan fi’il lainnya baik dalam hal nafi’ (negatif,
meniadakan) maupun dalam hal isbat (positif , menetapkan). Positifnya
ialah positif dan negatifnya ialah negatif, sebab maknanya ialah
muqarabah (hampir, nyaris). Jadi makna kalimat ‘kada yaf’alu’ adalah
qarabal fi’la ( ia menghampiri pekerjaan itu, hampir mengerjakan) dan
makna kalimat ” ma kada yaf ‘alu” adalah “lam yuqa ribhu” (ia tidak
menghampiri pekerjaan itu, hampir tidak mengerjakannya).
14. Lafaz Ja’ala
Lafaz ja'ala dibedakan antara yang berbentuk mudari’, “yakadu” dengan yang
berbentuk madi, “kada” menegatifkan bentuk mudari’ menunjukkan arti
negatif, nemun menegatifkan yang berbentuk madi menunjukkan arti positif.
Yang pertama dapat dilihat dalam ayat “lam yakad yaraha” mengingat ia tidak
melihatnya sedikitpun.
Lafaz ja’ala digunakan dalam quran untuk beberapa makna:
1. Dengan makna samma (menamakan), seperti dalam ayat: allaziina
ja’alu lquran ‘idhina (al-hijr:91) maksudnya mereka menamakan quran
sebagai suatu kedustaan.
2. Dengan makna aujada (menjadikan, mewujudkan) yang mempunyai satu
objek. Perbedaan dengan khalaqa ialah bahwa khalaqa bermakna
menciptakan yang mengandung arti takdir (penentuan) serta tanpa ada
contoh sebelumnya dan tidak didahului oleh materi atau sebab indrawi.
15. Lafaz la’alla dan ‘asa
La’alla dan ‘asa digunakan untuk makna ar-raja’ (harapan) tama’ (keinginan)
dalam perkataan sesame manusia jika mereka meragukan beberapa hal yang
mungkin tetapi tidak dapat memastikan mana yang terjadi di antaranya. Dan
jika dihubungkan atau digunakan dalam firman Allah, maka dalam hal ini ada
beberapa pendapat:
Dengan makna menetapkan sesuatu atas sesuatu yang lain, baik benar
maupun batil.
• 1. Menunjukkan sesuatu hal yang sudah dan pasti terjadi, sebab penisbatan
segala sesuatu kepada Allah adalah penisbahan yang mengandung kepastian
dan keyakinan.
• 2. Menunjikkan makna harapan sebagaimana arti aslinya, tetapi hal ini jika
dilihat dari sudut “mukhathab”\.
• 3. Di banyak tempat kedua lafaz itu menunjukkan ta’lil (alas an), seperti
dalam (as-isra’:79) dan (al-maidah:100)

Anda mungkin juga menyukai