PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan mengulas kembali kata-kata, kalimat-kalimat para ahli sejarah pendahu kita. Maka sangat
banyak pembelajaran urgen yang dapat terpetik. Sesuai dengan kata-kata ini:
Pelajarilah bahasa arab karena sesungguhnya bahasa arab itu merupakan suatau bagian dari agama
kalian. (Umar Bin Khattab).
Sesungguhnya bahasa arab dan nahwu adalah suatu sarana untuh mengetahuialqur’an dan sunnah
Rasulullah s.a.w. keduanya bukanlah termasuk dari ilmu-ilmu syar’i akan tetapi ajib hukumnya
mendalami ilmu tersebut karena syari’ah ini datang dengan bahasa arab dan setiap syari’ah tidak
akan nampak kecuali dengan suatu bahasa. (Imam Al-Ghazali)
Nah dengan melihat ulasan perkataan diatas, maka nampaklah bahwa bahasa arab sangatlaah urgen
untuk dipelajari, dipahami dan diamalkan. Dan untuk dapat memahami bahasa arab, kita perlu
mendalami ilmu nahwu, sharaf serta ilmu balagha.
Tetapi yang menjadi tantangan global para pelajar sekang. Mereka ingin dengan mudahnya dapat
berbahasa tanpa mengetahui seluk-beluk dari ilmu tersebut terutama pada nahwu dan sharafnya.
Sehingga saat mereka menemukan keganjalan-keganjalan dalam al-qur’an, mereka akan heran. Dan
akhirnya timbullah argumen-argumen dan bahkan laris terpasarkan buku-buku mengenai
kejanggalan-kejanggalan bahasa dalam al-qur’an. Dan mereka yang harus membaca meresapi tanpa
menganalisa, akan memahami bahwa terdapat beberapa kaidah-kaidah bahkan bahasa-bahasa
dalam al-qur’an yang salah.
Dengan inilah kita siswa, mahasiswa, guru, dan para dosen memiliki hak urgen untuk mendalaminya.
Begitupula dengan karya tulis ini, kami hadirkan untuk menumpas secuil,dan setetes ilmu nahwu
yakni mengenai “Al-Idhafah”. Apasih itu Idhafah...?. sedikit-demi sedikit akan kami kupas pada Bab
Pembahasan.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan ruang lingkup, latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai beriku
:
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Drs Muhammad Thalib mengatakan bahwa idhofah adalah bersandar. Yakni kata kata
kedua sandar pada kata pertama sehingga membentuk dua kata yang memiliki satu makna. seperti:
kepala sekolah, rumah makan, balai desa, gedung pertunjukan, kebun binatang, dsb.
Pak H. Mustafa mengatakan bahwa “mudhaf dan mudhaf ilaihi” adalah rangkaian kosa kata atau
(isim) atau lebih yang menunjukkan kepada arti “milik” yang pertama disebut “mudhaf” dan yang
kedua disebut “mudhaf ilaihi”.[2] Maka dapat disingkatkan lagi bahwa menurut pak mustafa
“mudhaf dan mudhaf ilaihi” adalah milik atau kepunyaan. berarti disini ada yang dimiliki dan ada
yang memiliki. Seperti pada contoh باب المدرسةyang artinya pintu sekolah atau pintu kepunyaan
sekolah. Sekolah yang memiliki dan pintu yang dimiliki. Kata pertama disebut Mudhaf, sedangkan
kata yang kedua disebut Mudhaf Ilaih.
Dalam bukunya Nurul Huda menggunakan istilah frasa. Yakni: Frasa idhafah ( )المرّك ب االضافيyakni
menggabungkan kata benda dengan kata benda lain untuk memperoleh satu makna.[3] Menurutnya
kata prasa memang tidak ditemukan dalam bahasa arab, karena kata frasa bukanlah berasal dari
kata bahasa arab. Akan tetapi tidak adanya istilah tersebut bukan berarti tidak ada konsef frasa
dalam bahasa arab. Dalam ilmu gramatika bahasa arab ada istilah Murakkab yang didefinisikan
sebagai ma turuqqiba min kalimataini fa aktsara’. Murakkab ini ada banyak macam, ada murakkb
idhafi, isnadi, bayani dll. Dari sekian banyak murakkab , murakkab isnadi disebut juga dengan jumlah.
Murakkab ini setara dengan klausa. Sedangkan murakkab yang lainnya tergolong atau setara dengan
kategori frasa (murakkab ghairu isnadi).
Sedangkan dalam bukunya mulakhash menggunakan bahasa majrur bi al-idhafah ( )المجروور بااإلضافة.
yakni:
زرت حديقة اآلسماِك: ] مثل4[ . والمضاف إليه هو اسم او ضمير ينسب الى اسم سابق: يكون االسم مجرورا إذا كان مضافا إليه
( وتسمى اآلسماِك مضافا اليه.) وتسمى حديقة مضافا
Sedangkan dalam bukunya kaidah tata bahasa arab menyatakan bahwa mudhafun ilaih adalah isim
yang dimajemukkan dengan isim sebelumnya dengan maksud menjadikannya ma’rifat atau
mengkhususkannya. [5]
Contoh: = كتاُب زيٍدbuku zaid. Jika isim yang di idhafatkan itu bertanwin maka di buang tanwinnya
seperti pada contoh.
Pak iman saiful mu’minin menyatakan dalam kamusnya, Idhafah adalah pertalian suatu struktur
antara dua kalimat isim yang menyebabkan kalimat isim yang kedua tersebut dibaca jar selamanya.
[6]
Dalam membuat al-idhafah adada hal-hal yang sangat penting yang harus diperhatikan dalam
pembentukannya, yakni:[8]
3. Isim yang berstatus “Mudhafun ilaih” tidak selalu beralif lam, yakni boleh dalam bentuk
ma’rifah dan boleh pula dalam bentuk nakirah
Pegawai
Sedangkan dalam kitab al-muyassara menyatakan bahwa syuruuthu al-idhafah ( [)شروُط اإلضافَة9], ada
tiga yakni:
فأيَن َت َر اِني اَل َت ُحّل مكاِنَي. كَأِّن ي َت ْن ِو ْيٌن َو َأْن َت إَض اَفٌة
“Aku seolah tanwin, sedangkan kamu adalah idhafah. Dimana saja kamu bertemu aku, maka kamu
tidak boleh menumpang di tempatku.”
Dengan melihat poin-poin dari ke dua referensi diatas maka dapat kami abstrakkan dan rumuskan
bahwa ketentuan-ketentuan al-Idhafah adalah:
menurut Drs Muhammad Thalib dalam bukunya idhafah dapat dibedakan menjadi dua, yakni
Idhafah kepada Isim Zhahir dan idhafah kepada isim dhamir.[11]
Isim zhahir ialah semua isim yang menyatakan nama benda baik yang kongkrit maupaun yang
abstrak. Contohnya :
Isim dhamir adalah lawan dari isim zhahir. Dan yang dimaksud dengan isim dhamir adala semua kata
ganti nama, misalnya: saya, kamu, dia, dll. Contohnya :
بيتي = rumahku
dan menurut nurul huda dalam bukunya, Idhafah dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu
Idhafah ma’nawiyah dan idhafah lafziyah.[12]
Idhafah ma’nawiyah adalah idhafah yang adanya penggabungan tersebut dimaksudkan untuk men-
ta’rif atau menspesifikkan mudhaf. Sedangkan, idhafah lafdziyah adalah idhafah yang
penggabunganya tidak dimaksudkan demikian. Namun tujuannya hanya sekedar peringatan dalam
hal ucapan (lafzh) saja. Yaitu dengan adanya peniadaan tanwin atau nun pada jama’ maudzakkar dan
tatsniyah.[13]
Suatu Idhafah dapat dikatakan idhafah lafzhiyah adalah apabila menyandarkan kata bentuk
(musytaq) pail, maf’ul dan atau bentuk musyabbihat terhadap maf’ul dan atau bentuk sifat
musyabbihat terhadap (mudhafun ilaih) orang atau sesuatau yang menjadi pelaku atau yang
menjadi objek berkenaan. Misalnya :
Bagi idhafah lafdziyah dilihat dari aspek makna yang ditimbulkan dari penggabungan tersebut di
antaranya dapat dikelompokkan menjadi lima macam yakni sebagai berikut.[14]
Yaitu idhafah yang menyatkan makna milik atau kepunyaan. Dengan catatan mudhaf haruslah
berupa kata benda identif ( )نكرهdan mudhafun ilaih berupa orang atau yang diorangkan. Contohnya :
غرفتى = kamar ku
Pada idhafah ini ada kata yang memiliki peraturan khusus yakni:
ذو, هن, أب, حم, فم, آخKata-kata ini jika dia berfungsi sebagai marfu maka ditandai dengan waw,
sedangkan jika dia berfungsi sebagai mansub maka ditandai dengan alif dan majrur dengan ya.
Contoh :
فّماه = mulutnya
Yaitu idhafah yang menyatakan penjelasan dalam artian mudhaf ilaih menjelaskan jenis atau bahan
dari mudhaf dengan catatan, mudhaf ilaih merupakan bagian atau jenis dari mudhaf. Seperti :
Yaitu idhafah yang menyatakan dimensi ruang atau waktu. Dengan catatan, mudhaf ilaih merupakan
kata yang menunjukkan zharf dimensi atau ukuran ruang (makan) atau waktu (zaman), misalnya:
yaitu idhafa yang menyatakan jumlah/bilangan benda. Dengan catatan, mudhaf harus berupa kata
bilangan, sedangakan mudhaf ilaih berupa sesuatu benda yang dihitung dan daam bentuk kata
jamak. Apabila mudhaf ilaih berupa muannats maka mudhaf memakai bilangan mudzakkar,
sedangkan apabila mudhaf ilaih berupa kata mudzakkar maka mudhaf harus memakai bilangan
muannats. Namun perlu diingat, idhafah ini berlaku hanya beberapa bilangan saja. Contoh:
ُة = tiga pena
ثالث األقالِم
= خمسُة الطروِقlima metode
Idhafah yang menyatakan sifat sesuatu yang ter- atau paling. Dengan demikian, unsur mudhaf harus
berupa kata sifat bentuk tafdil, sedangkan mudhaf berupa kata kebebdaan.
1. Batasan pengidhafaan yang mengandung makna min adalah mudhaf merupakan bagian
atau sebagian dari mudhaf ilaih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Idhafah adalah penggabungan dua kalimat isim yang menyebabkan kalimat isim yang
kedua tersebut dibaca jar selamanya. Kata pertama disebut Mudhaf, sedangkan kata yang kedua
disebut Mudhaf Ilaih.
mudhaf == tanwin,
a. ma’nawiyah dan
b. idhafah lafziyah.
· Dari segi ma’na yang ditakdirkan, menurut Syekh Syamsuddin Muhammad Araa’in
B. Saran
Semoga Materi pada Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan menambah referensi bagi para
pembaca dan penulis. amin
Syukran, salah dan kurangnya tolong dimaafkan, dan atas kerendahan hati para pembaca yang
budiman agar kiranya dapat memberi kritik dan solusi.
Pertanyaan:
1. Erma langka : penjelasan pembagian idhafah lafdziyah
DAFTAR PUSTAKA
Aceng, Zakaria. 2004. Al-Muyassarah Fii Ilmi An-Nahwi, cet;22. Garut: Ibn Azka Press.
Abdul Hamid, Muhammad Muhyiddin. 2010. Ilmu Nahwu Terjemah Tuhfatus Saniyah, cet;1.
Jogjakarta: Media Hidayah.
Anwar, Moch. 2011. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Jurumiyah Dan ‘Imrithy Berikut
Penjelasannya. Cet;20. Bandung, Sinar Baru Algesindo Offset.
Bek Dayyab, Hifni dkk. 2007. Kaidah Tata Bahasa Arab. Cet; 10. Jakarta: Darul Ulum Press
Ghulayaini, Musthofa. 2007. Syaikh. Jami’ Ad-Durus Li Al-Lughah Al-‘Arabiyah. Beirut: Al-Maktabah
Al-Asyariyah
Huda, Nurul. 2011. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet; I. Jakarta: AMZAH.
Muhammad Araa’ini, Syekh Syamsuddin. 2010. Ilmu Nahwu Terjemahan Mutammimah Ajurumiyah.
Cet;11. Bandung. Sinar Baru Algesindo.
Mu’minin, Imam Saiful. 2009. Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf, Cet;2. Jakarta: PT. Amzah.
Moh Nuri, Mustafa. 1992. tuntunan praktis memahami bahasa arab 1. Ujung Pandang: IAIN Alauddin
Thalib, Muhammad. 2009. Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab, Cet;5. Jogjakarta: Media Hidayah.
[1] Muhammad Thalib, Sistem Cepat Belajar Bahasa Arab, Cet;5. (jogjakarta, Media Hidayah, 2009),
h.39
[2] Mustafa Moh Nuri, Tuntunan Praktis Memahami Bahasa Arab 1. (Ujung Pandang, IAIN Alauddin,
1992) , h.144
[3] Nurul Huda, Mudah Belajar Bahasa Arab, Cet; I, (Jakarta: AMZAH, 2011). h.101
[4] Ni’mah, Fuad. Mulakhkhas Kawaid Al-Lughoh Al-‘Arabiyah, Surabaya: al-Hidayah. .h.98
[5] Hifni Bek Dayyab dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Cet. 10 (jakarta, Darul Ulum Press, 2007) h.293
[6] Imam Saiful Mu’minin, Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf, cet;2. (Jakarta: PT. Amzah, 2009). h.23
[7]Moch Anwar. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Jurumiyah Dan ‘Imrithy Berikut Penjelasannya,
Cet;20, (Bandung, Sinar Baru Algesindo Offset. 2011). h,160-161
[9] Aceng Zakaria. Al-Muyassarah Fii Ilmi An-Nahwi, cet;22. ( Garut: Ibn Azka Press, 2004). h.75
[11] Op. C