Anda di halaman 1dari 53

Materi pendamping Qawaid

Bahasa Arab Kelas X

Nama Guru : Agus Riwanda, S.Pd.I


NIP : 198908202019031016
Kelas : X (Sepuluh)

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KAB. HULU SUNGAI TENGAH
MADRASAH ALIYAH NEGERI 4 HULU SUNGAI TENGAH
2022

2
Pengertian Kalam dalam Ilmu Nahwu
Secara bahasa (etimologi) kalam berarti ucapan/perkataan walaupun tidak
memberikan faedah kepada pendengarnya, kumpulan dari lafadz-lafadz yang diucapkan
oleh manusia. Pengertian kalam secara istilah (terminologi) cukup banyak yang
dikemukakan oleh para ulama'. Dari banyaknya definisi tersebut di sini penulis hanya
memaparkan dua pandangan, yaitu menurut ulama ahli fikih dan ulama ahli nahwu.
Para ulama ahli fikih mendefinisikan kalam sebagai sesuatu yang dapat
membatalkan sholat. Seperti yang telah banyak kita temui di dalam kitab-kitab fikih, di
antara perkara yang dapat membatalkan sholat yaitu mengucapkan dua huruf berturut-
turut meskipun tidak memahamkan, Contohnya seperti lafadz ‫ ِم ْن‬،‫قُ ْم‬. Sedangkan
pengertian kalam menurut para ulama ahli nahwu adalah lafadz yang tersusun, yang
bisa memberikan kepahaman bagi yang mendengarkan, dan dengan bahasa Arab.
‫الكالم هو اللفظ المر ّكب المفيد بالوضع‬
"Kalam (dalam ilmu nahwu) adalah lafadz yang tersusun, dapat memberikan
kepadaham, dan dilafadzkan dengan bahasa Arab".

Syarat Kalam dalam Ilmu Nahwu


Adapun syarat kalam dalam ilmu nahwu ada 4 macam, yaitu :
1. Berupa lafadz,
2. Murakkab (tersusun),
3. Mufid (memahamkan),
4. Berbahasa Arab.
1. Lafadz (‫)اللفظ‬
Kalam haruslah berupa lafadz. Dan yang dimaksud lafadz dalam ilmu nahwu
adalah suara yang mengandung sebagian huruf hijaiyah.
‫صوت المشتمل على بعض الحروف الحجائية‬ّ ‫اللفظ هو ال‬
"Lafadz adalah suara yang mengandung atas sebagian huruf hijaiyah".
Contoh lafadz seperti halnya ucapan ‫ زَ ْي ٌد‬yang mengandung sebagian huruf
hijaiyah berupa ‫د‬،‫ي‬،‫ ز‬. Apabila tidak mengandung sebagian huruf hijaiyah maka tidak
bisa disebut sebagai lafadz, jika tidak berupa lafadz maka tidak termasuk kalam dalam
ilmu nahwu. Contohnya adalah isyarat kedipan mata, meskipun itu memahamkan.
2. Tersusun (‫)المر ّكب‬
Sesuatu bisa dikatakan sebagai kalam apabila ia tersusun. Artinya, terdiri dari dua
kata atau lebih sehingga menjadi susunan yang saling bersandar dan memberikan
faedah. Contohnya adalah susunan ‫( قَا َم زَ ْي ٌد‬Zaid berdiri), yang terdiri dari susunan fi'il dan
fa'il dhohir (tampak). ْ‫( ُأ ْنصُر‬menolonglah), dalam ilmu nahwu ucapan ْ‫ ُأ ْنصُر‬dikatakan
sebagai Kalam karena sudah tersusun dari dua kata namun taqdir (tersirat). Karena
dibalik perkataan ْ‫ ُأ ْنصُر‬terdapat dhomir yang tersembunyi. Apabila ditaqdirkan
berupa َ‫( َأ ْنت‬kamu).
3. Berfaedah/Memahamkan (‫)المفيد‬
Kalam haruslah memiliki unsur al-mufid, artinya dapat memberikan faedah
kepada yang mendengarkan sehingga diam (tidak bertanya lagi dengan apa yang ia
katakan karena sudah paham). Contohnya seperti ungkapan ‫( زَ ْي ٌد قَاِئ ٌم‬Zaid orang yang
berdiri).

2
Berbeda lagi dengan ucapan yang tersusun tetapi tidak memberikan faedah.
Seperti ucapan ‫( ِإ ْن قَا َم زَ ْي ٌد‬jika Zaid berdiri...). Ungkapan tersebut belum bisa disebut
sebagai kalam dalam ilmu nahwu, walaupun telah tersusun (‫ )المر ّكب‬atas susunan fi'il dan
fa'il. Karena ucapan ‫ ِإ ْن قَا َم زَ ْي ٌد‬adalah kalimat syarat yang diawali huruf syarat ‫( إن‬jika) dan
tidak mengandung jawab, membuat orang yang mendengar akan bertanya lagi.
4. Bahasa Arab (‫)بالوضع‬
Kalam dalam ilmu nahwu haruslah diucapkan dengan bahasa Arab, maka
perkataan yang tidak menggunakan bahasa Arab menurut ulama ahli nahwu tidak bisa
dikatakan sebagai Kalam. Menurut sebagian pendapat, kata ‫ بالوضع‬ditafsirkan dengan
"sadar". Artinya, pembicara (‫ )متكلّم‬harus sengaja dan sadar dalam perkataannya dengan
maksud yang jelas. Maka dari itu, perkataan orang yang mabuk, orang gila, orang tidur
tidak masuk dalam kategori kalam.
Berangkat dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa sesuatu bisa
dikategorikan sebagai kalam dalam ilmu nahwu haruslah memenuhi 4 syarat, yaitu
lafadz (‫)اللفظ‬, tersusun (‫)المر ّكب‬, memberikan faedah (‫)المفيد‬, dan diucapkan dengan
sadar/bahasa Arab (‫)الوضع‬. Jika tidak memenuhi empat syarat kalam tersebut atau
kurang salah satunya saja, maka tidak bisa disebut sebagai kalam.
Selain itu, dalam ilmu nahwu juga ada istilah kalim, dan kalimah. Antara kalam,
kalim, dan kalimah mempunyai pengertian tersendiri, ketiga istilah tersebut tidaklah
sama.

2
Simak penjelasannya melalui link berikut

Pembagian Kalam: Isim, Fi’il, Huruf


Isim, Fi'il, Huruf adalah pengelompokan kata atau kalimah dalam ilmu nahwu.
Ketiga macam kalimah tersebut memiliki tanda dan pengertian yang berbeda. Bagi
pemula yang mempelajari ilmu tata bahasa Arab, kalimah isim, kalimah fi'il dan kalimah
huruf sangat penting untuk dipahami terlebih dahulu. Sebab, dalam menyusun suatu
kalimat yang sempurna, kita membutuhkan komponen dari ketiga macam kalimah
tersebut. Apa arti isim, fi'il, huruf ? apa saja tanda-tanda isim, fi'il dan huruf ? berikut
penjelasannya.

Pengertian Kalimah Isim


Kalimah isim adalah kalimah yang menunjukkan suatu makna tertentu dan tidak terikat
dengan waktu.
‫ان َوضْ عًا‬ ْ َّ‫اال ْس ُم ه َُو َكلِ َمةٌ دَل‬
ٍ ‫ت َعلَى َم ْعنًى فِي نَ ْف ِسهَا َو لَم تَ ْقت َِر ْن ِبزَ َم‬ ِ
Sederhananya, kalimah isim merupakan kata benda (nomina). Dalam kaidah bahasa
Arab semua jenis kata yang terdapat dalam bahasa Indonesia baik bersifat konkret atau
abstrak dikategorikan sebagai kalimah isim. Seperti nama seseorang, hewan, tumbuhan,
tempat, dan semua hal yang bisa dibendakan. Akan tetapi ada pengecualian, yaitu kata
kerja (verba) dan kata tugas. Seperti menulis, membaca, belajar, untuk, oleh, dan,
kepada.
Contoh kalimah isim : ُ‫( فَا ِط َمة‬Fatimah), ‫( َأ َس ٌد‬Singa), ‫( نُوْ ٌر‬Cahaya), ٌ‫( زَ ْه َرة‬Bunga).

Tanda-tanda Kalimah Isim


Adapun tanda-tanda kalimah isim, Imam Ibnu Malik telah berkata dalam nadzamnya
yang berbunyi :
َ ‫الجرِّ َو التَّ ْن ِوي ِْن َو النِّدَا َو ََأل | َو ُم ْسنَ ٍد لِاْل ِ س ِْم تَ ْميِ ْي ٌز َح‬
‫صل‬ َ ِ‫ب‬
Dari keterangan bait nadzam di atas, tanda-tanda kalimah isim yaitu :
1. Dengan i'rab jer,
2. Bertanwin,
3. Menjadi munada,
4. Kemasukan alif+lam,
5. Menjadi musnad ilaih.
1. Patut di i'rabi dengan i'rab jer
Tanda-tanda kalimah isim yaitu patut di i'rabi dengan i'rab jer ( ‫)بالج ّر‬, baik dengan huruf (
‫)بالحرف‬, penyandaran (‫)باإلضافة‬, atau mengikuti kepada kalimah yang terjatuh
sebelumnya (‫)بالتّابع‬.
Contoh isim dengan i'rab jer :

2
 ‫( بِس ِْم هّٰللا ِ الرَّحْ مٰ ِن ال َّر ِحي ِْم‬Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang).
Pada contoh isim di atas, lafadz ‫ بسم‬dibaca jer sebab dimasuki huruf jer ba' (‫)ب‬,
lafadz ‫ هّللا‬dibaca jer sebab menjadi mudlaf ilaih, dan lafadz ‫ الرّحمن الرّحيم‬dibaca jer sebab
menjadi sifat dari lafadz ‫هّللا‬.
2. Kemasukan tanwin
Kalimah isim dapat diketahui dengan tanda tanwin atau patut kemasukan tanwin.
Secara bahasa tanwin adalah bunyi atau suara. Sedangkan secara istilah tanwin adalah
nun sukun yang seakan-akan berada pada akhir isim secara pengucapannya, tetapi pisah
atau hilang ketika dituliskan dan diwaqofkan.
Dalam ilmu nahwu, tanwin yang menjadi tanda kalimah isim dibagi menjadi 4 macam,
yaitu tanwin tamkin, tanwin tankir, tanwin muqobalah, dan tanwin iwadl.
Contoh isim dengan tanwin :
 ‫ل‬ ٌ ‫( َر ُج‬orang laki-laki), ٌ‫( َأب‬bapak).
3. Kemasukan huruf nida'
Termasuk tanda kalimah isim yaitu kemasukan huruf nida' atau menjadi munada.
Karena kalimah-kalimah yang bisa dimasuki huruf nida' hanyalah kalimah isim. Tanda ini
menjadi tanda yang khas bagi kalimah isim itu sendiri.
Contoh isim kemasukan huruf nida' :
 ‫ح َّم ُد‬
َ ‫( يَا ُم‬wahai Muhammad).
4. Kemasukan al ta'rif
Al ta'rif adalah al (‫ )ال‬yang berfungsi untuk mema'rifatkan suatu kalimah. Dengan begitu,
jika kalimah isim ditandai dengan al ta'rif ini, maka statusnya berubah dari yang semula
nakirah menjadi ma'rifat.
Contoh isim kemasukan al ta'rif :
 ‫ل‬ ٌ ‫( َر ُج‬bersifat umum) ketika dimasuki ‫ ال‬menjadi ‫( ال َّر ُج ُل‬bersifat tertentu).
5. Menjadi musnad ilaih
Artinya yang disandarkan kepadanya, yaitu musnad (sandaran atau yang menjadi
sandaran), kemudian kaitan keduanya disebut sebagai isnad. Sederhananya, yang
disebut sebagai subyek dan predikat dalam bahasa Indonesia.
Contoh isim menjadi musnad ilaih :
 ‫ر‬ َ ‫ خَالِ ٌد ن‬/ ‫ص َر خَالِ ٌد‬
َ ‫َص‬ َ َ‫( ن‬Khalid menolong / Khalid orang yang menolong).
Pada contoh tersebut kedudukan ‫ خالد‬sebagai musnad ilaih, dan ‫ نصر‬sebagai
musnadnya.

Pengertian Kalimah Fi'il


Kalimah fi'il adalah kalimah yang menunjukkan suatu makna tertentu dan terikat oleh
waktu.
ْ َّ‫الفِ ْع ُل ه َُو َكلِ َمةٌ دَل‬
ْ ‫ت َعلَى َم ْعنًى فِى نَ ْف ِسهَا َو ا ْقتَ َرن‬
‫َت ِب َز َما ٍن َوضْ عًا‬
Secara leksikal, fi'il adalah kata kerja (verba). Akan tetapi, kata kerja dalam bahasa Arab
berbeda dengan kata kerja dalam bahasa Indonesia yang kita pahami selama ini.
Perbedaannya terletak pada waktu, jika dalam bahasa Arab kalimah fi'il (kata kerja)
terikat oleh waktu, maka kata kerja dalam pengertian bahasa Indonesia tidak terikat
oleh waktu.

2
Contoh fi'il : ‫( يَْأ ُك ُل‬sedang/akan makan).
Pada contoh kalimah fi'il tersebut, keterangan waktu sudah dijelaskan pada fi'il yang
bersangkutan. Berbeda dengan kata kerja dalam bahasa Indonesia, yang membutuhkan
kata lain untuk menjelaskan waktu suatu pekerjaan yang dilakukan. Seperti kata
"sedang makan", untuk menunjukkan waktu "makan" membutuhkan kata lain yaitu
"sedang".

Tanda-tanda Kalimah Fi'il


Adapun tanda-tanda kalimah fi'il yaitu :
1. Bertemu ta' fa'il,
2. Bertemu ta' ta'nis sakinah,
3. Bertemu ya' fa'ilah,
4. Kemasukan nun taukid.
‫َت َو يَ ْف َعلِى | َو نُوْ ِن َأ ْقبِلَ َّن فِ ْع ٌل يَ ْن َجلِى‬
ْ ‫بِتَا فَ َع ْلتَ َو َأت‬
1. Bertemu ta' fa'il atau ta' mutaharrik
Tanda kalimah fi'il yaitu patut bertemu dengan ta' fa'il atau ta' mutaharrik, isyaroh bait ‘‘
‫’’بتاء فعلت‬. Ta' fa'il adalah ta' berharakat yang menunjukkan pelaku suatu pekerjaan, yang
terletak pada akhir fi'il madhi. Jika ta' fa'il berharakat dhammah untuk mutakallim ( ‫)ت‬, ُ
jika berharakat fathah untuk mukhotob ( َ‫)ت‬, jika berharakat kasrah maka untuk
mukhotobah (‫ت‬ ِ ).
‫ب َو‬ِ َ‫ضي َو ِه َى ال َمضْ ُمو َمةُ لِ ْل ُمتَ َكلِّ ِم َو ال َم ْفتُوْ َحةُ لِ ْل ُم َخاط‬
ِ ‫آخ ِر الفِع ِْل ال َم‬ ُ ‫ك الَّ ِذيْ ي ُْل َح‬
ِ ِ‫ق ب‬ ُ ِّ‫ض ِم ْي ُر ال ُمت ََحر‬ ِ َ‫تَا ُء الف‬
َّ ‫اع ِل ِه َي ال‬
‫ال َم ْكسُوْ َرةُ لِ ْل ُم َخاطَبَ ِة‬
Contoh fi'il bertemu ta' fa'il/mutaharrik :
 ‫ت خَالِدًا‬ ُ ْ‫صر‬ َ َ‫( ن‬saya telah menolong Khalid).
 ‫ز ْيدًا‬ َ َ‫ض َربْت‬ َ (kamu (lk) telah memukul Zaid).
 ‫ْزى‬ ِ ‫ت ُخب‬ِ ‫( َأ َك ْل‬kamu (pr) telah memakan rotiku).
2. Bertemu dengan ta' ta'nits sakinah
Tanda kalimah fi'il yang kedua adalah bertemu dengan ta' ta'nis sakinah, isyaroh bait ‘‘ ‫و‬
‫’’أتت‬. Yaitu ta' yang menunjukkan jenis kelamin wanita.
Contoh fi'il bertemu ta' ta'nits :
 ‫َئت ِكتَابًا‬ْ ‫( قَ َر‬dia (pr) membaca buku/kitab).
Penyebutan kata sukun (‫ )الساكنة‬pada ta' ta'nis dimaksudkan untuk membedakan dengan
ta' ta'nis berharokat yang bisa masuk pada kalimah isim dan kalimah huruf.
Contoh ta' ta'nits berharakat :
 ٌ‫سلِ َمة‬ْ ‫( ٰه ِذ ِه ُم‬ini orang Islam (pr)), ‫( َواَل تَ َسا َعةَ َم ْند َِم‬tidak ada waktu penuh penyesalan).
3. Bertemu ya' fa'ilah
Ya' fa'ilah adalah tanda kalimah fi'il yang berfungsi untuk menunjukkan jenis kelamin
wanita, isyaroh bait ‘‘ ‫’’وياء إفعلى‬. Jenis ya' ini dapat kita temuakan pada fi'il amr dan fi'il
mudlari'.
Contoh fi'il bertemu ya' fa'ilah :
 ‫( تَ َعلَّ ِمي‬belajarlah (pr)), ‫ح ْينَ بَابًا‬
ِ َ‫( يَ ْفت‬engkau (pr) akan membuka gerbang).
4. Bertemu nun taukid
Tanda fi'il yang terakhir yaitu patut bertemu dengan nun taukid, isyaroh bait ‘‘ ‫و نون‬
ّ
‫’’أقبلن‬, baik itu nun taukid tsaqilah (berat), yaitu nun taukid yang berat saat diucapkan
sebab bertasydid, dan nun taukid khafifah (ringan), yaitu nun taukid yang ringan saat

2
diucapkan sebab tidak bertasydid. Nun taukid ini mempunyai fungsi sebagai pentaukid
atau penguat kalimah yang dimasukinya.
Contoh fi'il bertemu nun taukid :
 َ َّ‫( لَنُ ْخ ِر َجن‬pasti kami akan mengusirmu wahai syu'aib), ‫اصيَ ِة‬
ُ‫ك يَا ُش َعيْب‬ ِ َّ‫( لَنَ ْسفَ َع ْن بِالن‬sungguh
kami akan tarik ubun-ubunnya).

Pengertian Kalimah Huruf


Kalimah huruf adalah kalimah yang bisa mempunyai makna sebab disambung dengan
kalimah lainnya. Artinya jika tidak disambung dengan kalimah lain, maka kalimah huruf
tidak mempunyai arti apa-apa.
ْ َّ‫الحرْ فُ ه َُو َكلِ َمةٌ دَل‬
‫ت َعلَى َم ْعنًى فِي َغي ِْرهَا‬ َ

Tanda-tanda Kalimah Huruf


Adapun tanda-tanda kalimah huruf yaitu tidak adanya tanda-tanda dari kalimah isim
dan fi'il. Seperti ba' huruf jer, yang sama sekali tidak memiliki tanda-tanda dari kalimah
isim dan fi'il, maka patut disebut sebagai kalimah huruf. Contoh lainnya seperti huruf ‫لَ ْم‬,
yaitu huruf yang masuk pada fi'il, yang berfungsi menjazemkan fi'il. Disebut kalimah
huruf sebab tidak adanya indikasi isim dan fi'il yang diperlihatkannya. Dan lain-lain.

Pembagian Kalimah Huruf


Dalam kaidah ilmu nahwu, kalimah huruf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Kalimah huruf mukhtash (khusus),
2. Kalimah huruf ghairu mukhtash (umum).
1. Huruf mukhtash
Adalah kalimah huruf yang bersifat khusus pada suatu kalimah tertentu. Kalimah huruf
jenis ini kemudian dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu khusus masuk pada isim
(mukhtash bil ismi) seperti ‫ َعلَى‬،‫ ع َْن‬،‫ فِي‬،‫ ِإلى‬،‫ ِم ْن‬, dan khusus masuk pada fi'il (mukhtash bil
fi'li), seperti ‫ ِإ َذ ْن‬،‫ لَ َّما‬،‫ َكي‬،‫ لَ ْن‬،‫لَ ْم‬.
Contoh huruf mukhtash :
ْ ‫( ُأ‬tuntutlah ilmu dari mulai lahir sampai ke liang lahad
 ‫طلُبُوا ال ِع ْل َم ِمنَ ال َم ْه ِد ِإلَى اللَّحْ ِد‬
(meninggal).
 ‫(( لَ ْم يَلِ ْد َو لَ ْم ي ُوْ لَ ُد‬Allah) tidak beranak dan tidak melahirkan pula).

2. Huruf ghairu mukhtash


Adalah huruf yang dapat masuk baik pada kalimah isim maupun kalimah fi'il.
Seperti ْ‫ هَل‬dan ‫ثُ َّم‬. Kedua kalimah huruf tersebut dapat masuk pada isim dan fi'il, tidak
dikhususkan harus masuk pada kalimah tertentu seperti halnya huruf jer ‫فِى‬.
Contoh huruf ghairu mukhtash :
َّ ‫( هَلْ َأ ْق َرُأ َعلَ ْيهَا ِم ْنكَ ال‬Maukah kusampaikan salammu kepadanya?).
 ‫ساَل َم ؟‬

2
Pembagian Kalimah Isim dalam Bahasa Arab
dan Penjelasannya
Isim merupakan kata benda yang tidak terikat dengan waktu. Contohnya seperti
kata ‫( بَقَ ٌر‬sapi), ketika diucapkan tidak muncul pertanyaan "sedang sapi / sudah sapi /
akan sapi" kan ?. Itulah mengapa kalimah isim atau kata benda ini dikatakan tidak
terikat oleh waktu. Pada artikel ini, kami akan menguraikan mengenai pembagian
kalimah isim berdasarkan jenis, bilangan, kejelasannya maupun berdasarkan perubahan
harakat akhirnya.

Pembagian Isim Berdasarkan Jenisnya


Dalam bahasa Arab, mengetahui pembagian ini merupakan hal yang sangat
penting. Sebab, untuk dapat merujukkan sebuah dhamir dan menerapkan fi'il (kata
kerja) yang pas, membutuhkan pengetahuan mengenai pembagian kalimah isim ini.
Jika kita lihat berdasarkan jenisnya, macam-macam isim dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Isim mudzakkar,
2. Isim muannas.
1. Isim Mudzakkar
Isim mudzakkar adalah isim yang menunjukkan arti laki-laki baik itu aqil (berakal)
ataupun ghairu aqil (tidak berakal) yang dikategorikan sebagai mudzakkar. Contohnya
seperti ‫( اَل َّر ُج ُل‬Seorang laki-laki), ‫( ُم َح ّم ٌد‬Muhammad), ‫( اَ ْل ِمصْ با ُح‬Lentera).
Contoh isim mudzakkar dalam kalimat :
 ٌ‫( هُ َو طَبِيْب‬Dia adalah dokter (lk)).
َ ‫( جا َ َء ُم‬Muhammad telah datang).
 ‫ح َّم ٌد‬
Pada contoh isim di atas, kata ٌ‫ طَبِيْب‬adalah isim mudzakkar (kata benda jenis laki-laki)
sehingga kata ganti yang dipakai juga harus berupa mudzakkar yaitu ‫ه َُو‬. Dan pada
contoh yang kedua, kata ‫ ُم َح َّم ٌد‬adalah isim mudzakkar sehingga fi’il (kata kerja) yang
dipakai juga berupa fi'il mudzakkar, yaitu ‫جا َ َء‬.
2. Isim Muannas
Isim muannas adalah isim yang menunjukkan arti perempuan baik aqil (berakal) maupun
ghairu aqil (tidak berakal) yang dikategorikan sebagai muannas. Contohnya adalah
kata ُ‫( عَاِئ َشة‬Aisyah), ُ‫اجة‬ َ ‫( ال َّد َج‬Ayam betina), ُ‫( ال َّش ْمس‬Matahari).
Contoh isim muannas dalam kalimat :
 ٌ‫ي طَبِ ْيبَة‬ َ ‫( ِه‬Dia adalah dokter (pr)).
 ‫ه ْن ٌد‬ِ ‫ت‬ ْ ‫( جا َ َء‬Hindun telah datang).
Pada contoh yang pertama, lafadz ٌ‫ طَبِ ْيبَة‬merupakan isim muannas (kata benda jenis
perempuan) sehingga kata ganti yang dipakai juga harus berupa muannas yaitu ‫ ِه َي‬. Dan
contoh kedua, lafadz ‫ ِه ْن ٌد‬adalah isim muannas sehingga menggunakan fi’il yang berupa
muannas pula, yaitu ‫ت‬ ْ ‫جا َ َء‬.

Pembagian Isim Berdasarkan Bilangannya


Dilihat berdasarkan bilangannya, macam-macam isim dalam bahasa Arab dibagi menjadi
tiga, yaitu :
1. Isim mufrad,
2. Isim tasniyah,
3. Isim jamak.

2
1. Isim Mufrad
Isim mufrad dalah isim yang menunjukkan makna tunggal baik pada mudzakar maupun
ٌ ‫( ُأ ْست‬Pak guru), ٌ‫( ُأ ْستَا َذة‬Bu guru), ‫( ُم ْسلِ ٌم‬Muslim), ٌ‫( ُم ْسلِ َمة‬Muslimah).
muannas. Contohnya : ‫َاذ‬
2. Isim Tasniyah/Mutsanna
Isim tasniyah atau isim mutsanna adalah isim yang menunjukkan makna ganda atau dua,
baik pada mudzakkar maupun muannas. Contohnya : ‫اُسْتا َ َذ ْي ِن‬, ‫ان‬ِ ‫( ُأ ْستَا َذ‬dua orang guru
(lk)), ‫ُأ ْستَا َذتَيْن‬, ‫( ِ ُأ ْستَا َذتا َ ِن‬dua orang guru (pr)).
3. Isim Jamak
Isim jamak adalah isim yang menunjukkan makna lebih dari dua, baik pada mudzakkar
maupun muannas. Secara globalnya, isim jamak ada 3, yaitu jamak mudzakkar salim,
jamak muannas salim dan jamak taksir. Namun, jika dilihat pada teratur atau tidaknya
perubahan bentuknya dari mufrad menuju jamak, isim ini dikelompokkan ke dalam dua
macam.

Macam-macam Isim Jamak Berdasarkan


Perubahannya
Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa isim jamak jika dilihat dari teratur
atau tidaknya perubahan bentuknya dari mufrad ke jamak dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu jamak salim dan jamak taksir.
1. Isim Jamak Salim
Salim secara bahasa artinya selamat. Dengan demikian, yang dimaksud dengan isim
jamak salim adalah isim jamak yang selamat perubahan bentuknya dari mufrad ke
jamak. Artinya, ketika isim mufrad tersebut dibuat jamak, tidak merusak susunanya.
Misalnya lafadz ‫ َز ْي ٌد‬, ketika dijamakkan menjadi َ‫ َز ْي ِد ْين‬/ َ‫( زَ ْي ُدوْ ن‬tanpa merusak susunan
awal). Isim jamak salim kemudian dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu jamak mudzakar
salim dan jamak muannas salim. Perbedaan antara keduanya yaitu dalam
penggunaannya, kalau jamak mudzakar untuk kategori jamak jenis laki-laki, sedangkan
jamak muannas salim diperuntukkan untuk jamak jenis perempuan.
- Isim Jamak Mudzakar Salim
Isim jamak mudzakar salim adalah isim jamak yang dipakai untuk jenis laki-laki. Ciri-
cirinya jamak mudzakar salim yaitu adanya tambahan wawu+nun / ya'+nun. Adapun
i'rab jamak mudzakar salim ketika rafa' adalah dhammah, ketika nashab dan jernya
dengan ya'. Contohnya seperti lafadz َ‫ ُم ْسلِ ِم ْين‬, َ‫( ُم ْسلِ ُموْ ن‬Orang-orang islam (lk)).
- Isim Jamak Muannas Salim
Isim jamak muannas salim adalah isim jamak yang dipakai untuk kategori perempuan.
Ciri-cirinya yaitu terdapat tambahan alif+ta'. Adapun i'rabnya ketika rafa dengan
dhammah, ketika nashab dan jer dengan kasrah. Contohnya seperti ‫( ُم ْسلِماَت‬Orang-orang
islam (pr)), ‫( ُمْؤ ِمناَت‬Oarang-orang mukmin (pr)).
2. Isim Jamak Taksir
Isim jamak taksir adalah isim jamak yang tidak beraturan dalam perubahan bentuknya,
sehingga perlu untuk dihafalkan wazan-wazannya. Misalnya, lafadz ‫ْت‬ ٌ ‫بَي‬, ketika dijamak
taksirkan menjadi ‫ت‬ٌ ْ‫( بُيُو‬merusak susunan awal), dan masih banyak lagi.

Pembagian Isim Berdasarkan Kejelasannya


Berdasarkan kejelasannya, kalimah isim dibagi menjadi dua macam, yaitu :

2
1. Isim nakirah,
2. Isim ma'rifat.
1. Isim Nakirah
Isim nakirah adalah isim yang belum secara jelas dalam penunjukannya, ia masih umum.
Dengan kata lain bahwa isim tersebut belum pasti/tertentu atau dapat menimbulkan
pertanyaan. Seperti lafadz ‫( َر ُج ٌل‬orang laki-laki), ‫( َولَ ٌد‬anak (lk)), ‫( اُسْتا َ ٌذ‬pak
guru), ٌ‫( ِكتاَب‬Buku).
Untuk dapat mengidentifikasi isim nakirah, dapat dilihat dari cirinya, yaitu terdapatnya
tanwin dan tidak adanya tambahan alif+lam sebagaimana contoh di atas, hal ini
berdasarkan indikasi yang dilihat secara lafdziyah.
Meski demikian, ada juga isim-isim nakirah yang tidak bertanwin dan tanpa tambahan
alif+lam, yaitu isim tasniyah dan isim jamak mudzakar salim. Contohnya
adalah ‫( َر ُجالَ ِن‬dua pemuda), َ‫( َر ُجلُوْ ن‬pemuda-pemuda).
2. Isim Ma'rifat
Isim ma'rifat adalah isim yang menunjukkan makna khusus atau sudah jelas
penunjukannya. Dengan kata lain isim tersebut telah diketahui secara pasti/tertentu
atau tidak lagi menimbulkan pertanyaan. Misalnya lafadz ‫( ال َّر ُج ُل‬Orang (lk) itu), ‫( اَ ْل َولَ ُد‬Anak
(lk) itu ), ‫( ُم َح َّم ٌد‬Nama orang).
Ciri dan Macam-macam Isim Ma'rifat
Pada penjelasan sebelumnya, disebutkan bahwa termasuk tanda isim nakirah yaitu sepi
dari tambahan alif+lam. Jika suatu isim memiliki tambahan alif+lam, maka dapat
dipastikan isim tersebut adalah isim ma'rifat. Misalnya lafadz ‫( ال َّر ُج ُل‬Orang (lk) itu) dan
‫( اَ ْل َولَ ُد‬Anak (lk) itu).
Adapun macam-macam isim ma'rifat yaitu :
1. Isim dhamir (kata ganti),
2. Isim maushul (kata sambung),
3. Isim isyarah (kata tunjuk),
4. Isim munada (panggilan),
5. Isim alam (kata nama),
6. Isim yang mudhaf kepada isim ma'rifat.
1. Isim Dhomir (Kata Ganti)
Dhamir atau "kata ganti" ialah Isim yang berfungsi untuk menggantikan atau mewakili
penyebutan seseorang maupun sekelompok benda.
Contoh kata ganti (dhamir) :
 ‫ح ُم اَْألوْ الَ َد َأحْ َم ُد‬
َ ْ‫ = يَر‬Ahmad menyayangi anak-anak.
َ ْ‫ = هُ َو يَر‬Dia menyayangi mereka.
 ‫ح ُمهُ ْم‬
Pada contoh di atas, kata ‫ َأحْ َم ُد‬diganti dengan ‫( ه َُو‬dia), sedangkan ‫( اَألوْ الَد‬anak-anak)
diganti dengan ‫( هُ ْم‬mereka).
Berdasarkan fungsinya, isim dhomir ini digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Dhamir Rafa' / Muttashil ( yang berfungsi sebagai Subjek).
2. Dhamir Nashab / Munfashil (yang berfungsi sebagai Objek).
Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata sehingga biasa disebut dhomir
muttashil, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat
dengan kata lain dalam kalimat sehingga disebut dhomir munfashil.
Contoh isim dhamir dalam kalimat :
 ‫ح ُمهُ ْم‬َ ْ‫( هُ َو يَر‬Dia menyayangi mereka).

2
Pada contoh di atas, kata ‫( هُ َو‬dia) adalah dhamir rafa', sedangkan kata ‫( هُ ْم‬mereka)
merupakan dhamir nashab.
2. Isim Maushul (Kata Sambung)
Isim maushul adalah kata sambung yang berfungsi sebagai perantara, ia dapat
memberikan faedah sempurna jika bersambung dengan kata setelahnya yang disebut
shilah maushul. Dalam bahasa Indonesia, isim maushul biasa diartikan dengan
“yang”. Contohnya lafadz ‫( الَّ ِذي‬untuk mudzakar), ‫( الَّتِي‬untuk muannas).
3. Isim Isyaroh (Kata Tunjuk)
Isim isyarah dalah isim yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu, baik berakal
maupun tidak. Dalam bahasa Indonesia biasa diartikan dengan “ini” atau “itu”. Seperti
kata ‫( هَ ًذا‬untuk mudzakar), ‫( هَ ِذ ِه‬untuk muannas) َ‫( َذالِك‬untuk mudzakar), َ‫( تِ ْلك‬untuk
muannas).
4. Isim munada
Isim munada adalah isim yang kemasukan huruf nida', yang berfungsi untuk memanggil
atau mengundang. Contoh isim munada adalah kata ‫( يا َ َر ُج ُل‬wahai pemuda), َ ‫يا‬
‫( اُسْتا َ ُذ‬wahai guru).
5. Isim ‘Alam (Nama orang atau benda)
Isim 'alam adalah isim yang menunjukan arti nama, baik itu nama manusia maupun
selainnya. Contoh isim alam seperti halnya lafadz ‫( ُم َح َّم ٌد‬Muhammad), َ‫( َم َّكة‬Kota
Makkah), ‫( النِّ ْي ُل‬Sungai Nil), dan lain-lain.
6. Isim nakiroh yang bersandar kepada isim ma’rifat
Selain yang telah disebutkan di atas, termasuk isim ma'rifat yaitu isim nakirah yang
berstatus mudhaf, artinya ia bersandar kepada isim ma'rifat, sehingga statusnya juga
ikut ma'rifat, mengikuti mudhaf ilaihnya. Contohnya seperti ‫( قَلَ ُم ُم َح َّم ٍد‬Pena
Muhammad). Pada contoh tersebut, lafadz ‫ قَلَ ٌم‬adalah isim yang nakiroh, namun ia
menjadi ma’rifat sebab mudhaf dengan isim ma’rifat yaitu ‫ ُم َح َّم ٍد‬.

Pembagian Isim Berdasarkan Perubahan


Harakat Akhirnya
Kalimah isim dari segi perubahan harakat akhirnya, dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Isim mu'rab,
2. Isim mabni.
1. Isim Mu'rab
Isim mu'rab adalah isim yang berubah-ubah harakat akhirnya sebab berbedanya amil
yang masuk pada kalimah isim tersebut. ‘Amil adalah sesuatu yang bisa menyebabkan
akhir suatu kalimah dapat dibaca berbeda-beda.
Contoh isim mu'rab :
َ ‫( جا َ َء ُم‬Muhammad telah datang).
 ‫ح َّم ٌد‬
 ‫ح َّمدًا‬ َ ‫ْت ُم‬ُ ‫( َرَأي‬Saya telah melihat Muhammad).
 ‫ح َّم ٍد‬َ ‫ت بٍ ُم‬ُ ْ‫( َم َرر‬Saya berjalan dengan Muhammad).
Perhatikan lafadz ‫ ُم َح َّم ُد‬pada contoh di atas. Pada contoh pertama berharokat dhommah,
pada contoh kedua berharokat fathah, dan pada contoh yang ketiga berharokat kasroh.
Keadaan akhir yang berubah-ubah pada lafadz ‫ ُم َح َّم ُد‬tersebut disebabkan oleh mauknya
amil yang berbeda-beda yaitu ‫ْت‬ ُ ‫ َرَأي‬, ‫جا َ َء‬, dan ‫ت‬
ُ ْ‫ َم َرر‬.
Adapun isim-isim yang mu'rab, ada 9 macam, yaitu :
1. Isim mufrad

2
2. Isim tasniyah
3. Isim jamak mudzakar salim
4. Isim jamak muannas salim
5. Isim manqush
6. Isim maqshur
7. asma'ul khamsah / as-sittah
8. isim jamak taksir
9. isim gahiru munsharif.
2. Isim Mabni
Isim mabni adalah isim yang tidak mengalami perubahan keadaan akhirnya, meskipun
amil yang masuk padanya berbeda-beda.
Contoh isim mabni :
 ٌ‫( هَ َذا ِكتَاب‬Ini kitab).
 ‫ب‬ َ ‫ب زَ ْي ٌد هَ َذا ال َك ْل‬
َ ‫ض َر‬ َ (Zaid memukul anjing ini).
 ‫ك‬ِ ‫ار‬َ َ‫س ال ُمب‬ ِ ِ‫( َجا َء خَ الِ ٌد فِى هَ َذا ال َمجْ ل‬Khalid datang di majlis yang berkah ini).
Pada ketiga contoh tersebut, harakat akhir lafadz ‫ هَ َذا‬tidak mengalami perubahan
meskipun amil yang masuk padanya berbeda-beda.
Adapun macam-macam isim mabni antara lain yaitu :
1. Isim Dhomir
2. Isim Isyaroh
3. Isim Maushul
4. Isim Syarat
5. Isim Istifham
6. Isim fi'il

Contoh Soal Isim dan Jawabannya


Bagaimana cara mengidentifikasi kalimah isim (kata benda)
dalam bahasa Arab ?
Untuk dapat mengetahui suatu kalimah isim, terdapat beberapa tanda yang bisa kita
jadikan acuan dalam mengetahuinya. Berikut tanda-tanda kalimah isim :
1. Kalimah isim dapat menerima tanwin
Tanwin yang menjadi tandanya kalimah isim digolongkan menjadi empat jenis, empat
jenis tanwin tersebut yaitu, tanwin tamkin, tanwin tankir, tanwin muqabalah, dan
iwadh. Seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya.
Contohnya : ‫( النُّوْ ُر‬Cahaya), ketika alif+lam (‫ )ال‬dibuang maka harakat akhirnya diberi
tanwin menjadi ‫نُوْ ٌر‬.
2. Kalimah isim patut menerima tambahan alif+lam (‫)ال‬
Dari pembagian kalimah dalam bahasa Arab, yang bisa menerima tambahan alif+lam (
‫)ال‬. Namun, tambahan alif+lam ini tidak dapat berada pada satu kalimah dengan tanwin.
Contohnya sebagaimana di atas.
3. Kalimah isim patut kemasukan huruf jer
Dalam kitab Jurumiyyah, huruf jer ada 10 macam, yaitu min, ila, an, ala, rubba, ba', kaf,
lam, dan huruf qosam (wawu, ba', ta').
Contohnya : ‫( ِمنَ ال َّس َمآ ِء‬dari langit) ‫ ال َّس َمآ ِء‬adalah kalimah isim, sebab ia kemasukan huruf
jer dan patut menerima tambahan alif+lam (‫)ال‬.
4. Kalimah isim dapat berlaku mudhaf

2
Termasuk tanda-tanda kalimah isim yaitu mudhaf. Artinya dapat bersambung dengan
kalimah isim lainnya untuk mendapatkan makna yang utuh.
Contohnya : ِ‫( نَصْ ُرهلل‬pertolongan Allah). Pada contoh ini, kata ِ‫ نَصْ ُرهلل‬merupakan gabungan
dari kata ‫ نصر‬dan lafadz jalalah. Kedudukan ‫ نصر‬sebagai mudhaf, sedangkan lafadz
jalalah adalah mudhaf ilaihnya, dan kedua kata ini memiliki satu makna.
Bagaimana cara membedakan isim mudzakkar dan isim
muannats ?
Untuk dapat membedakan antara isim mudzakkar dan isim muannats, ada beberapa
cara yang dapat kita ketahui, yaitu :
1. Dengan membedakan jenis kelaminnya
Contoh Mudzakkar : ‫ اَل َّر ُج ُل‬Seorang laki-laki, ‫ك‬ ُ ‫ ال ِّد ْي‬Ayam jantan.
Contoh Muannats : ُ‫ ْال َمرْ َأة‬Seorang perempuan, ‫ ال َّد َجا َجة‬Ayam betina.
2. Dengan pengelompokan secara bahasa
Isim (kata benda) muannas memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :
1. Di akhiri denga ta marbuthoh (‫)ة‬.
Contoh : ُ‫ َخ ِد ْي َجة‬Khodijah, ‫ َم ْد َر َسة‬Sekolah, ‫ ال َّش َج َرة‬Pohon.
2. Berupa anggota badan yang memiliki pasangan
3. Jamak Taksir : sebagian besar jamak taksir dikategorikan sebagai muannast.
Namun bab ini akan kami bahas pada bab tersendiri. Contoh : ‫ت‬ ٌ ْ‫( بُيُو‬Rumah-
rumah), bentuk mufrad dari lafadz ‫بَيْت‬. Dan lafadz ‫( ُر ُس ٌل‬Rosul-rosul), bentuk
mufrad dari ‫رسُوْ ٌل‬. َ
Selain ciri-ciri yang telah kami sebutkan di atas, maka termasuk isim yang mudzakkar.

2
Fi’il dan Pembagiannya
Fi’il dalam bahasa Arab adalah kata kerja dalam pengertian bahasa Indonesia yang dapat
menyatakan atas masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Fi’il dalam bahasa Arab
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu fi’il madhi, fi’il mudhari’ dan fi’il amar. Namun, dari
ketiga pembagian fi’il tersebut di sini kami hanya akan membicarakan fi’il madhi terlebih
dahulu. Selebihnya akan dibuatkan artikel tersendiri yang lebih spesifik lagi. Insya Allah

Pengertian Fi’il Madhi


Secara leksikal fi’il berarti kata kerja, yaitu kata yang menggambarkan suatu proses,
perbuatan, atau keadaan. Sedangkan madhi artinya adalah masa lampau, dahulu, lebih
awal, atau sebelumnya. Berangkat artian barusan, pengertian fi’il madhi adalah kata
kerja yang menunjukkan pada masa yang telah berlalu atau masa lampau.
‫ضى َوا ْنقَطَ َع‬ َ ‫ت َعلَى َم ْعنًى َوزَ َم ٍن َم‬ ْ َّ‫َوهُ َو َكلِ َمةٌ دَل‬
Artinya: “Fi’il madhi adalah setiap kalimah yang menunjukkan atas makna dan masa
yang telah berlalu”.
Meski fi’il madhi adalah fi’il yang menunjukkan kepada zaman yang sudah berlalu,
namun dalam prakteknya ada juga yang digunakan untuk menyatakan
makna mustaqbal (sekarang atau masa yang akan datang).
Contoh fi’il madhi yang bermakna mustaqbal bisa kita saksikan dalam bait awal nadham
Alfiyah ibnu Malik yang berbunyi:
‫ك‬ِ ِ‫ك | َأحْ َم ُد َرب ِّْي هّللا َ خَ ي َْر َمال‬
ِ ِ‫قَا َل ُم َح َّم ٌد ه َُو ابْنُ َمال‬
“Muhammad putra Imam Malik berkata; aku memuji Rabb-ku (Allah) sebaik-baiknya
Dzat yang Maha menguasai/memiliki”.
Fi’il madhi “‫ ”قَا َل‬dalam perkataan Imam ibnu Malik tersebut memakai makna dari fi’il
mudhari “ُ‫ ”يَقُول‬yang menyatakan atas jatuhnya suatu perkataan. Artinya fi’il tersebut
tidaklah bermakna madhi (masa lampau), melainkan mustaqbal (masa akan datang).
Karena jatuhnya suatu perkataan tentu setelah beliau berkata bukan? Akan tetapi ini
jarang penggunaannya dalam kalimat sehari-hari.
Adapun contoh fi’il madhi yang haqiqi, artinya baik secara lafadz maupun makna ia
menunjukkan kepada masa lampau adalah ayat Al-Qur’an berikut:
ِ ْ‫َوِإ َذا قِي َْل لَهُ ْم اَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى اَألر‬
}١١ :‫ض قَالُوْ ا ِإنَّ َما نَحْ نُ ُمصْ لِحُوْ نَ {البقرة‬
Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi. Mereka menjawab: sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan”. (QS. Al-Baqarah ayat 11)
Lafadz “‫( ”قِ ْي َل‬fi’il madhi majhul) dan “‫ ”قَالُوْ ا‬dalam ayat di atas merupakan contoh
penggunaan fi’il madhi yang haqiqi. Sebab turunnya suatu ayat Al-Qur’an tersebut
setelah sebuah peristiwa terjadi atau berlalu.

Fi’il Madhi dan Status Mabninya


Fi’il madhi merupakan kalimah yang memiliki status mabni secara mutlak. Artinya tidak
ada satu pun fi’il madhi bahasa Arab yang berstatus mu’rab. Status mabninya fi’il madhi
adalah sebagai berikut:
1. Mabni fathah: ketika fi’il madhi tidak bertemu dengan wawu jamak dan dhamir rafa’
mutaharrik. Contohnya:
 ‫ر‬َ ‫( َش َك‬Dia (lk) bersyukur).
 ‫را‬ َ ‫( َش َك‬Mereka berdua (lk) beryukur).
 ‫ت‬ ْ ‫( َش َك َر‬Dia (pr) bersyukur).

2
‫( َش َك َرتَا‬Mereka berdua (pr) bersyukur).

2. Mabni dhammah: ketika fi’il madhi disambung dengan wawu jamak. Contohnya:
 ‫ش َكرُوا‬ َ (Mereka (lk >2) bersyukur).
 ‫( قَالُوا‬Mereka (lk >2) berkata).
 ‫( َكتَبُوا‬Mereka (lk >2) menulis).
3. Mabni sukun: ketika fi’il madhi bertemu dhamir rafa’ mutaharrik (berharakat).
Contohnya:
 َ‫( َجلَ ْسن‬Mereka (pr >2) duduk).
 َ‫( َجلَسْت‬Kamu (lk) duduk).
ْ َ‫( َجل‬Kalian berdua (lk) duduk).
 ‫ست ُ َما‬

Tanda-tanda Fi’il Madhi


Setiap fi’il pasti memiliki tanda-tanda yang dapat membedakan antara yang satu dengan
lainnya. Kita tau bahwa macam-macam kalimah fi’il dalam bahasa Arab ada tiga macam,
dari ketiga pembagian fi’il tersebut fi’il madhi menyandang tanda yang benar-benar
spesial lantaran tidak dimiliki oleh kalimah fi’il lain. Tanda-tanda fi’il madhi yang
dimaksud adalah:
1. Layak apabila dipertemukan dengan ta’ fa’il.
2. Layak apabila disambung dengan ta’ ta’nits sakinah.
Kedua tanda fi’il madhi di atas kami kutip dari penjelasan Imam ibnu Malik dalam syair
nadham Alfiyah berikut:
... ‫ض َى اَأل ْف َعا ِل بِالتَّا ِم ْز‬ ِ ‫َو َما‬
“Dan bedakanlah madhinya fi’il-fi’il dengan ta’.”
Kemudian bait tersebut diperjelas lagi oleh Imam ibnu Aqil dalam kitab Ibnu Aqil syarah
Alfiyah ibnu Malik, beliau berkata:
‫ض ِّى اللَّ ْف ِظ‬
ِ ‫ث السَّا ِكنَ ِة َو ُكلٌّ ِم ْنهُ َما اَل يَ ْد ُخ ُل ِإاَّل َعلَى َما‬ ِ ‫اض َى اَأل ْف َعا ِل بِالتَّا ِء َوال ُم َرا ُد بِهَا تَا ُء الفَا ِع ِل َوتَا ُء التَّْأنِ ْي‬
ِ ‫َمي ِّْز َم‬
Artinya: “Bedakanlah madhinya fi’il-fi’il dengan ta’, maksudnya adalah dengan ta’ fa’il
dan ta’ ta’nits sakinah. Dan setiap dari keduanya tidak masuk kecuali atas madhinya
lafadz”.
Penjelasan barusan menunjukkan bahwa fi’il madhi memang benar-benar memiliki
tanda khusus yang tidak ada pada fi’il lainnya, baik itu mudhari’ maupun amar.
Contohnya seperti fi’il “‫”جا َء‬ َ (datang), ketika disambung dengan ta’ ta’nits menjadi “
‫ت‬ ْ ‫( ” َجا َء‬dia (pr) datang). Bila dipertemukan dengan ta’ fa’il menjadi “ َ‫”جْئت‬ ِ (kamu (lk)
datang) atau “‫ت‬ ُ ‫”جْئ‬ ِ (aku datang), maka ini adalah fi’il madhi. Sekarang perhatikan
contoh fi’il madhi dalam kalimat berikut:
 ‫ام‬ ِ ‫( تَبَا َر ْكتَ يَا َذا ال َجاَل ِل َواِإل ْك َر‬Maha suci Engkau wahai Dzat yang Maha agung lagi Maha
mulia).
 ‫ر ِة‬ ِ ‫ت َح ِد ْيثًا ُم َذ َّك َرةُ التَّئ َعا ُو ِن بَ ْينَ ِإ ْندُونِ ْي ِسيَا َوال ُّد َو ِل ال ُم َج‬
َ ‫او‬ ْ ‫( ُوقِّ َع‬Baru-baru ini telah ditandatangani
nota kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara tetangga).
Dalam kalimat di atas, lafadz “ َ‫ار ْكت‬ َ َ‫ ”تَب‬adalah fi’il madhi yang disambungkan dengan ta’
fa’il, asalnya “ َ‫ارك‬ َ َ‫ ”تَب‬mengikuti wazan “‫ ”تَفَاع ََل‬dan statusnya mabni sukun. Sedangkan
lafadz “‫ت‬ ْ ‫ ” ُوقِّ َع‬berasal dari “‫”وقَّ َع‬ َ yang bertemu ta’ ta’nits sakinah, hukumnya mabni
fathah dan merupakan bentuk fi’il madhi majhul. Keterangan lebih lanjut mengenai ini
akan kami bicarakan pada bab selanjutnya.

Fi’il Madhi Majhul

2
Setiap fi’il dalam bahasa Arab memiliki rumus yang berbeda-beda ketika mengalami
perubahan dari bentuk ma’lum (kata kerja aktif) kepada bentuk majhul atau kata kerja
pasif dalam pengertian bahasa Indonesia. Misalkan fi’il “ ‫ب‬ َ ‫”ض َر‬
َ (memukul), ketika dibuat
majhul menjadi “‫ب‬ ِ ‫( ”ض‬dipukul), “ ُ‫( ”يَ ْكتُب‬sedang menulis) menjadi “ ُ‫( ”يُ ْكتَب‬sedang
َ ‫ُر‬
ditulis), dan lain sebagainya.
Akan tetapi fi’il majhul (kata kerja pasif) dalam bahasa Arab dengan bahasa Indonesia
sedikit memiliki perbedaan. Dalam bahasa kita kata yang berlaku sebagai subyek (fa’il)
boleh disebutkan dan disembunyikan, sedangkan dalam tata bahasa Arab tidak boleh
disebutkan. Perhatikan contoh penggunaan fi’il majhul berikut:
‫ص َر بَ ْك ٌر‬
ِ ُ‫َص َر زَ ْي ٌد بَ ْكرًا – ن‬
َ ‫ن‬
(Zaid menolong Bakr – Bakr ditolong)
Pada contoh kalimat di atas orang yang menolong (fa’il), yakni “ ‫( ”زَ ْي ٌد‬Zaid)
disembunyikan ketika dalam bentuk majhul. Namun dalam bahasa sehari-hari kita boleh
menyebutkan fa’ilnya (subyek), seperti “Bakr ditolong oleh Zaid”. Lalu bagaimana rumus
perubahan fi’il madhi ma’lum kepada fi’il madhi majhul?
Rumus fi’il madhi majhul (kata kerja pasif) adalah:
1. Huruf pertama wajib dibaca dhammah.
2. Huruf yang terjatuh sebelum akhir dibaca kasrah.
Supaya lebih memahami lagi rumus fi’il madhi majhul tersebut, sekarang perhatikan
perubahan bentuk ma’lum ke majhul dalam tabel berikut:
Contoh Fi’il Madhi Majhul

Ma’lum Majhul

‫َذ َك َر‬ ‫ُذ ِك َر‬


(Menyebut) (Disebut)

‫قَتَ َل‬ ‫قُتِ َل‬


(Membunuh) (Dibunuh)

‫فَتَ َح‬ ‫فُتِ َح‬


(Membuka) (Dibuka)

‫َغفَ َر‬ ‫ُغفِ َر‬


(Mengampuni) (Diampuni)

‫َس ِم َع‬ ‫ُس ِم َع‬


(Mendengar) (Didengar)

‫َعلِ َم‬ ‫ُعلِ َم‬


(Mengetahui) (Diketahui)

‫ب‬َ ‫َح ِس‬ ‫ب‬َ ‫ُس‬


ِ ‫ح‬
(menghitung) (dihitung)
‫قَ َرَأ‬ ‫قُ ِرَأ‬
(membaca) (dibaca)

‫َم َّد‬ ‫ُم َّد‬


(Memperpanjang) (Diperpanjang)

َ‫صان‬
َ َ‫ص ْين‬
ِ

2
Contoh Fi’il Madhi Majhul

(Menjaga) (Dijaga)
Bagi pemula mungkin akan bertanya-tanya, bukankah huruf awal fi’il madhi majhul itu
dibaca dhammah? Lalu kenapa lafadz “ َ‫ص ْين‬ ِ ” dibaca kasrah? Lafadz-lafadz seperti ini
telah melalui proses i’lal supaya lebih ringan dan mudah mengucapkannya. Asalnya
adalah “ َ‫”ص ُِون‬, harakat wawu dipindah kepada huruf sebelumnya menjadi “ َ‫صوْ ن‬ ِ ”,
kemudian huruf wawu digantikan oleh huruf ya’ agar mudah mengucapkannya, menjadi
“ َ‫ص ْين‬ِ ”.
ِ َ‫صوْ نَ فَقُلِب‬
‫ت ال َوا ُو يَا ًء‬ ِ ‫ت‬ ْ ‫ار‬
َ ‫ص‬ َ َ‫ب َح َر َكتِهَا ف‬ ِ ‫او ِإلَى َما قَ ْبلَهَا بَ ْع َد َس ْل‬
ِ ‫الو‬ ْ َ‫ص ْينَ َأصْ لُهُ ص ُِونَ َعلَى َو ْز ِن فُ ِع َل نُقِل‬
َ ُ‫ت َح َر َكة‬ ِ
َ‫ص ْين‬ِ ‫ت‬ ْ ‫صا َر‬ ِ ‫لِ ُس ُكوْ نِهَا َوا ْن ِك َس‬
َ َ‫ار َما قَ ْبلَهَا ف‬
Artinya: “Fi’il madhi “ َ‫”ص ْين‬ ِ asalnya “ َ‫ ”ص ُِون‬mengikuti wazan “‫”فُ ِع َل‬, harakat wawu
dipindahkan ke huruf sebelumnya setelah peniadaan harakat, menjadi “ َ‫صوْ ن‬ ِ ”. Lalu
wawu diganti huruf ya’ karena berharakat sukun dan huruf sebelumnya dibaca kasrah,
menjadi “ َ‫ص ْين‬ ِ ”.
Rumus majhul di atas tadi berlaku untuk setiap fi’il madhi, baik mujarrad maupun mazid.
Akan tetapi untuk wazan tsulasi mazid, ruba’i mujarrad, dan sebagainya memiliki sedikit
kaidah tambahan dalam perubahannya, yaitu:
1. Bila fi’il madhi di awali ta’ muthawa’ah maka huruf pertama dan kedua dibaca
dhammah.
2. Bila fi’il madhi di awali hamzah washal maka huruf pertama dan ketiga di-
dhammah-kan.
Contoh fi’il madhi majhul sebagaimana kaidah di atas bisa dilihat dalam tabel berikut:
Contoh Fi’il Madhi Majhul

Ma’lum Majhul

‫تَ َكلَّ َم‬ ‫تُ ُكلِّ َم‬


(Berbicara) (Diajak bicara)

‫تَبَا َع َد‬ ‫تُبُوْ ِع َد‬


(Menjauh) (Dijauhi)

‫ِإ ْن َك َس َر‬ ‫ُأ ْن ُك ِس َر‬


(Menjadi rusak) (Dirusakkan)

‫تَ َكاثَ َر‬ ‫تُ ُكوثِ َر‬


(Memperbanyak) (Diperbanyak)

‫ِإ ْس َوا َّد‬ ‫ُأ ْس ُوو َّد‬


(Menghitamkan) (Dihitamkan)

‫ِإ ْستَ ْك َم َل‬ ‫ُأ ْستُ ْك ِم َل‬


(menyempurnakan) (Disempurnakan)

‫تَ َعلَّ َم‬ ‫تُ ُعلِّ َم‬


(Mempelajari) (Dipelajari)

‫ِإجْ تَ َم َع‬ ‫ُأجْ تُ ِم َع‬


(Berkumpul) (Dikumpulkan)

2
Contoh Fi’il Madhi Majhul

‫ِإ ْستَ َم َع‬ ‫ُأ ْستُ ِم َع‬


(Mendengarkan) (Didengarkan)

َ‫تَ َكلَّف‬ َ‫تُ ُكلِّف‬


(Mempengaruhi) (Dipengaruhi)
Adapun fi’il madhi yang tidak diawali dengan ta’ muthawa’ah atau hamzah washal maka
tetap mengikuti kaidah awal. Contohnya seperti “ َ‫( ” َشبَّه‬menyerupakan) menjadi “َ‫” ُشبِّه‬
(diserupakan), “‫( ”َأ ْك َر َم‬memuliakan) menjadi “‫( ”ُأ ْك ِر َم‬dimuliakan).

Wazan Fi’il Madhi


Dalam kitab Matnul Bina’ wal Asas dijelaskan ada 35 wazan tashrif total keseluruhan.
Jika begitu, maka wazan fi’il madhi pun juga berjumlah tiga puluh lima wazan. Karena
menurut sebagian pendapat para ulama ahli shorof, fi’il madhi adalah awal dari
munculnya kalimah dalam bahasa Arab (sebagian mengatakan mashdar).
Namun di sini yang akan kami sebutkan hanyalah wazan fi’il madhi yang banyak
digunakan dalam teks-teks berbahasa Arab.
Wazan fi’il madhi tsulasi mujarrod:
1. Fa’ala (‫)فَ َع َل‬
2. Fa’ila (‫)فَ ِع َل‬
3. Fa’ula (‫)فَع َُل‬
Wazan fi’il madhi tsulasi mazid:
1. Fâ’ala (‫)فَع ََّل‬
2. Faa’ala (‫)فَاع ََل‬
3. Af’ala (‫)َأ ْف َع َل‬
4. Tafâ’ala (‫)تَفَع ََّل‬
5. Tafaa’ala (‫)تَفَا َع َل‬
6. Ifta’ala (‫)ِإ ْفتَ َع َل‬
7. Infa’ala (‫)ِإ ْنفَ َع َل‬
8. If’alla (َّ‫)ِإ ْف َعل‬
9. Istaf’ala (‫)ِإ ْستَ ْف َع َل‬
10. If’au’ala (‫)ِإ ْف َعوْ َع َل‬
11. Ifawwala (‫)ِإ ْف َع َّو َل‬
12. Ifaalla (َّ‫)ِإ ْف َعال‬
Wazan fi’il madhi ruba’i mujarrad:
1. Fa’lala (‫)فَ ْعلَ َل‬
Wazan fi’il madhi ruba’i mazid:
1. Tafa’lala (‫)تَفَ ْعلَ َل‬
2. If’anlala (‫)ِإ ْف َع ْنلَ َل‬
3. If’alalla (َّ‫)ِإ ْف َعلَل‬
Untuk wazan fi’il madhi tsulasi mujarrod berupa “ ‫ ”فَ َع َل‬itu memiliki tiga bentuk mudhari’,
yaitu “‫يَ ْف َع ُل‬/‫يَ ْف ِع ُل‬/‫”يَ ْف ُع ُل‬. Sedangkan wazan “‫ ”فَ ِع َل‬mempunyai dua bentuk fi’il mudhari’, yaitu
“‫يَ ْف ِع ُل‬/‫”يَ ْف َع ُل‬. Sehingga totalnya ada 22 wazan fi’il madhi.

Tashrif Fi’il Madhi


Dalam ilmu shorof/tashrif setiap fi’il memiliki bentuk yang berbeda-beda untuk isim
dhomir (kata ganti) tertentu. Contohnya adalah “‫َب‬ َ ‫( ” َكت‬dia menolong), untuk dhamir

2
ُ ‫” َكتَب‬
mudzakkar ghaib (kata ganti orang ketiga jenis laki-laki), akan berbeda dengan “ ‫ْت‬
(aku menulis), untuk dhamir mutakallim (kata ganti orang pertama).
Jika pada tashrif istilahi kita belajar merubah kata ke bentuk lainnya. Maka pada tashrif
lughawi kita akan mempelajari perubahan bentuk kata berdasarkan jenis dan
jumlahnya. Berikut ini adalah tashrif fi’il madhi beserta dhamirnya yang berjumlah 14
dhamir (kata ganti):
Tashrif Fi’il Madhi

Fi’il Madhi Dhamir Makna

‫فَ َع َل‬ ‫هُ َو‬ Dia (lk) berbuat


‫فَ َعاَل‬ ‫هُ َما‬ Mereka berdua (lk) berbuat

‫فَ َعلُوا‬ ‫هُ ْم‬ Mereka (lk) berbuat


ْ َ‫فَ َعل‬
‫ت‬ ‫ِه َي‬ Dia (pr) berbuat

‫فَ َعلَتَا‬ ‫هُ َما‬ Mereka berdua (pr) berbuat

َ‫فَ َع ْلن‬ ‫ه َُّن‬ Mereka (pr) berbuat


َ‫فَ َع ْلت‬ َ‫َأ ْنت‬ Kamu (lk) berbuat

‫فَ َع ْلتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬ Kalian berdua (lk) berbuat

‫فَ َع ْلتُ ْم‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬ Kalian (lk) berbuat

ِ ‫فَ َع ْل‬
‫ت‬ ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬ Kamu (pr) berbuat

‫فَ َع ْلتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬ Kalian berdua (pr) berbuat

‫فَ َع ْلتُ َّن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬ Kalian (pr) berbuat


ُ ‫فَ َع ْل‬
‫ت‬ ‫َأنَا‬ Saya (lk/pr) berbuat

‫فَ َع ْلنَا‬ ُ‫نَحْ ن‬ Kami berbuat


Karena tashrif lughawi itu berlaku umum, maka tashrif fi’il madhi tersebut tidak hanya
untuk tsulatsi mujarrad. Namun juga berlaku baik untuk wazan tsulasi mazid, ruba’i
mujarrad, dan ruba’i mazid. Supaya lebih memahami mengenai tashrif per-wazan ini,
perhatikan contoh tashrif dalam tabel berikut:
Tashrif Fi’il Madhi Tsulatsi Mujarrad

Bab 1/2/3 Bab 4/6 Bab 5 Dhamir

‫فَ َع َل‬ ‫فَ ِع َل‬ ‫فَ ُع َل‬ ‫هُ َو‬


‫فَ َعاَل‬ ‫فَ ِعاَل‬ ‫فَ ُعاَل‬ ‫هُ َما‬

‫فَ َعلُوا‬ ‫فَ ِعلُوا‬ ‫فَ ُعلُوا‬ ‫هُ ْم‬


ْ َ‫فَ َعل‬
‫ت‬ ْ َ‫فَ ِعل‬
‫ت‬ ْ َ‫فَ ُعل‬
‫ت‬ ‫ِه َي‬

‫فَ َعلَتَا‬ ‫فَ ِعلَتَا‬ ‫فَ ُعلَتَا‬ ‫هُ َما‬

َ‫فَ َع ْلن‬ َ‫فَ ِع ْلن‬ َ‫فَع ُْلن‬ ‫ه َُّن‬


َ‫فَ َع ْلت‬ َ‫فَ ِع ْلت‬ َ‫فَع ُْلت‬ َ‫َأ ْنت‬

2
Tashrif Fi’il Madhi Tsulatsi Mujarrad

‫فَ َع ْلتُ َما‬ ‫فَ ِع ْلتُ َما‬ ‫فَع ُْلتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫فَ َع ْلتُ ْم‬ ‫فَ ِع ْلتُ ْم‬ ‫فَع ُْلتُ ْم‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

ِ ‫فَ َع ْل‬
‫ت‬ ِ ‫فَ ِع ْل‬
‫ت‬ ِ ‫فَع ُْل‬
‫ت‬ ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬

‫فَ َع ْلتُ َما‬ ‫فَ ِع ْلتُ َما‬ ‫فَع ُْلتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫فَ َع ْلتُ َّن‬ ‫فَ ِع ْلتُ َّن‬ ‫فَع ُْلتُ َّن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬
ُ ‫فَ َع ْل‬
‫ت‬ ُ ‫فَ ِع ْل‬
‫ت‬ ُ ‫فَع ُْل‬
‫ت‬ ‫َأنَا‬

‫فَ َع ْلنَا‬ ‫فَ ِع ْلنَا‬ ‫فَع ُْلنَا‬ ُ‫نَحْ ن‬

Tashrif Fi’il Madhi Tsulasi Mazid

Bab 1 Bab 2 Bab 3 Dhamir

‫فَ َّع َل‬ ‫فَا َع َل‬ ‫َأ ْف َع َل‬ ‫هُ َو‬


‫فَ َّعاَل‬ ‫فَا َعاَل‬ ‫َأ ْف َعاَل‬ ‫هُ َما‬

‫فَ َّعلُوا‬ ‫فَا َعلُوا‬ ‫َأ ْف َعلُوا‬ ‫هُ ْم‬


ْ َ‫فَ َّعل‬
‫ت‬ ْ َ‫فَا َعل‬
‫ت‬ ْ َ‫َأ ْف َعل‬
‫ت‬ ‫ِه َي‬

‫فَ َّعلَتَا‬ ‫فَا َعلَتَا‬ ‫َأ ْف َعلَتَا‬ ‫هُ َما‬

َ‫فَع َّْلن‬ َ‫فَاع َْلن‬ َ‫َأ ْف َع ْلن‬ ‫ه َُّن‬


َ‫فَع َّْلت‬ َ‫فَاع َْلت‬ َ‫َأ ْف َع ْلت‬ َ‫َأ ْنت‬

‫فَع َّْلتُ َما‬ ‫فَاع َْلتُ َما‬ ‫َأ ْف َع ْلتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫فَعَّلتُ ْم‬ ‫فَاع َْلتُ ْم‬ ‫َأ ْف َع ْلتُ ْم‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

ِ ‫فَع َّْل‬
‫ت‬ ِ ‫فَاع َْل‬
‫ت‬ ِ ‫َأ ْف َع ْل‬
‫ت‬ ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬

‫فَعَّلتُ َما‬ ‫فَاع َْلتُ َما‬ ‫َأ ْف َع ْلتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫فَع َّْلتُ َّن‬ ‫فَاع َْلتُ َّن‬ ‫َأ ْف َع ْلتُ َّن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬
ُ ‫فَع َّْل‬
‫ت‬ ُ ‫فَاع َْل‬
‫ت‬ ُ ‫َأ ْف َع ْل‬
‫ت‬ ‫َأنَا‬

‫فَع َّْلنَا‬ ‫فَاع َْلنَا‬ ‫َأ ْف َع ْلنَا‬ ُ‫نَحْ ن‬


Dari tabel di atas kita bisa menyimpulkan bahwa setiap kata memiliki bentuk fi’il madhi
yang spesifik. Misalkan kiat hendak membuat kalimat “mereka (lk) telah berbuat”, maka
fi’il yang pas adalah “‫”فَ َعلُوْ ا‬. Pada dasarnya tashrif fi’il madhi lughawi dalam tabel
tersebut hanya mengalami perubahan pada huruf terakhirnya saja, yakni lam fi’il. Jadi,
untuk bab-bab tashrif lainnya tinggal disamakan dengan contoh-contoh tashrif
sebelumnya.

Contoh Fi’il Madhi


Setelah kita mempelajari tashrif fi’il madhi beserta dhamirnya, ada hal yang mesti
diperhatikan ketika hendak membuat contoh fi’il madhi dalam kalimat. Bahwa 14
bentuk fi’il madhi dari dhamir “‫ ”هُ َو‬hingga “ ُ‫”نَحْ ن‬, terdapat 7 bentuk fi’il yang fa’ilnya
sudah melekat pada fi’ilnya, yaitu “ ُ‫ نَحْ ن‬،‫ َأنَا‬،‫ َأ ْنتُ َّن‬،‫ َأ ْنتُ ْم‬،‫ َأ ْنتُ َما‬،‫ت‬
ِ ‫ َأ ْن‬، َ‫”َأ ْنت‬.

2
Contoh Fi’il Madhi

Kalimat Dhamir Artinya


َ‫َكتَبْت‬ َ‫َأ ْنت‬ Kamu (lk) menulis

ِ ‫َكتَ ْب‬
‫ت‬ ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬ Kamu (pr) menulis

‫َكتَ ْبتُ َما‬ ‫َأ ْنتُ َما‬ Kalian berdua (lk/pr) menulis

‫َكتَ ْبتُ ْم‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬ Kalian (lk) menulis

‫َكتَ ْبتُ َّن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬ Kalian (pr) menulis


ُ ‫َكتَب‬
‫ْت‬ ‫َأنَا‬ Saya menulis

‫َكتَ ْبنَا‬ ُ‫نَحْ ن‬ Kami menulis


Perhatikan contoh fi’il madhi dalam tabel di atas, antara fi’il dan fa’ilnya sudah menjadi
kesatuan. Artinya, ketika kita mengucapkan kalimat “‫ْت‬ ُ ‫ ” َكتَب‬dhamir yang menjadi fa’il
sudah melekat pada fi’ilnya. Dengan kata lain, sudah bisa dipahami oleh mukhatthab
(lawan bicara) bahwa orang yang menulis adalah “Saya”.
Ini akan berbeda dengan fi’il madhi dhamir ghaib (kata ganti orang ketiga) di mana kita
diharuskan untuk menyebutkan fa’il berupa isim dhahir. Contohnya kita berkata “‫س‬ َ َ‫” َجل‬
saja, maka belum jelas siapa orang yang duduk. Namun bila fa’il dhahirnya disebutkan,
misalnya “‫س خَالِ ٌد‬ َ َ‫”جل‬ َ (Khalid telah duduk), maka kalimat barusan jelas menunjukkan orang
yang duduk adalah Khalid. Kecuali jika memang fa’il tersebut sudah diketahui
sebelumnya.
Hal yang penting diperhatikan lagi ketika membuat contoh fi’il madhi dalam kalimat
adalah bahwa setiap fi’il madhi yang merofa’kan fa’il isim dhahir baik berupa mufrad,
tasniyah maupun jamak maka fi’il madhi tetap dalam keadaan mufrad (ini juga berlaku
bagi fi’il mudhari’).
Selain itu, antara fi’il madhi dengan fa’il yang berupa isim dhahir juga harus sama dalam
hal jenis (mudzakkar atau muannats). Setelah memahami segala ketentuan tersebut,
perhatikan contoh-contoh fi’il madhi yang kami berikan berikut baik dalam kalimat
maupun Al-Qur’an.
Contoh fi’il madhi dalam kalimat:
 َ‫( َأ َع َّد هّللا ُ ال ِجنَانَ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬Allah telah menyiapkan surga-surga bagi para muslim
dan mukmin).
 ‫ل الكَاَل ُم‬ َّ َ‫( ِإ َذا تَ َّم ال َع ْق ُل ق‬Apabila akal seseorang sudah sempurna maka sedikitlah
bicaranya).
 ‫حبًّا ِب َم ْعنَى ال َكلِ َم ِة‬ ُ ‫( لَقَ ْد َش َغفَ ْتنِ ْي َس ْل َمى‬Salma benar-benar membuatku jatuh cinta).
 ‫َجاهَلُ؟‬ َ ‫( ِإ َذا َأ ْد َر ْكتَ اَأل ْم َر فَِإ َذ ْن لِ َما َذا تَت‬Jika kamu tahu duduk perkaranya, kenapa pura-pura
tidak tau?).
 ‫ساَل ِميَّ ِة‬ ْ ‫ت اِإل‬ ِ ‫( بَ َدَأ زَ ْي ٌد تَ َعلُّ َم اللُّ َغ ِة ال َع ِربِيَّ ِة بَ ْع َد التِ َحاقِ ِه بِِإحْ دَى ال َجا ِم َعا‬Zaid mulai belajar bahasa Arab
setelah kuliah di salah satu kampus Islam).
 ‫جا ِم َع ِة‬ َ ‫ان ِإلَى ال‬ ِ َ‫َب الطَّالِب‬ َ ‫( َذه‬Kedua pelajar sudah berangkat kuliah).
 ‫ْل هَ َذا فِى ال َم ْعهَ ِد‬ َ ‫( تَ َعلَّ ْمتُ َما اللُّ َغةَ ال َع َربِيَّةَ قَب‬Sebelum ini kalian berdua belajar bahasa Arab di
pesantren).
 ‫سيُفِ ْي ُد ُك ْم يَوْ ًما‬ َ ‫( َما د ََر ْستُ ُم اليَو َم‬Apa yang kalian pelajari hari ini, suatu saat akan
bermanfaat bagi kalian).

2
‫اجبَاتِ ُك ْم اليَوْ ِميَّ ِة َك َما يَ ْنبَ ِغ ْي؟‬ ِ ‫( هَلْ قُ ْمتُ ْم بِ َو‬Apakah kalian sudah menunaikan kewajiban harian
kalian sebagaimana mestinya?).
 ‫ن فِى اليَوْ ِم؟‬ ِ ‫ص ْف َحتَ ْي ِن ِمنَ القُرْ آ‬ َ َ‫( َما َذا َعلَ ْيكَ لَوْ قَ َرْأت‬Apa susahnya kalau kamu mengaji dua
lembar dalam sehari?).
Contoh fi’il madhi dalam Al Qur’an:
 َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َواَل الضَّالِّين‬ ِ ‫ص َراطَ الَّ ِذينَ َأ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬ ِ (Yaitu, jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.). QS. Al-Fatihah ayat 7
 ‫ك‬ َ ِ‫( َوالَّ ِذينَ يُْؤ ِمنُونَ بِ َما ُأ ْن ِز َل ِإلَ ْيكَ َو َما ُأ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al
Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan
sebelummu). QS. Al-Baqarah ayat 4
 َ‫( ِإ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َس َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َأَأ ْن َذرْ تَهُ ْم َأ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم اَل يُْؤ ِمنُون‬Sesungguhnya orang-orang kafir,
sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak, mereka tidak juga akan
beriman). QS. Al-Baqarah ayat 4
 َ‫( قَ ْد َأ ْفلَ َح ْال ُمْؤ ِمنُون‬Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman). QS. Al-
Mu’minun Ayat 1
 َ‫(( بَ َرا َءةٌ ِمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه ِإلَى الَّ ِذينَ عَاهَ ْدتُ ْم ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين‬Inilah pernyataan) pemutusan
hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang
musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan
mereka)). QS. At-Taubah ayat 1
Itulah penjelasan mengenai fi’il madhi atau kata kerja masa lampau dalam bahasa Arab
beserta contoh-contoh penggunaan fi’il madhi dalam kalimat. Mohon koreksi apabila
ditemukan kesalahan dalam artikel kami. Semoga mengedukasi dan menginspirasi.

2
Fi'il Mudhori
Fi’il mudhari adalah kata kerja yang menunjukkan terjadinya sesuatu pada waktu atau
setelah berbicara. Contoh seperti “ ُ‫( ”يَ ْكتُب‬sedang menulis), “ ُ‫( ”يَجْ لِس‬sedang duduk), yang
ditandai dengan adanya huruf mudhara’ah di awal kalimahnya. Meski bermakna chal
dan mustaqbal, terkadang fi’il mudhari dalam bahasa Arab juga digunakan untuk zaman
madhi (masa lampau).

Pengertian Fi'il Mudhori


Fi’il mudhori merupakan pola kalimat dalam bahasa Arab yang terbentuk dari dua kata,
yaitu “fi’il” dan “mudhori”. Dalam bahasa Indonesia, kalimah fi’il diartikan sebagai
ungkapan kata kerja. Sedangkan kata mudhori berasal dari madhi “َ‫ارع‬ َ ‫”ض‬,
َ artinya yang
menyerupai atau menyamai. Dikatakan mudhori karena memang ia serupa dengan isim
fa’il dalam hal harokatnya.
Contohnya fi’il mudhari “‫( ”يُ ْك ِر ُم‬memuliakan) serupa dengan isim fa’il “‫” ُم ْك ِر ٌم‬, yang
dimana huruf pertama, kedua, ketiga dan keempat memiliki harokat yang sama. Contoh
lain seperti kalimah “ ٌ‫ارب‬ -َ ُ‫( ”يَضْ ِرب‬memukul), “‫ ُمفَرِّ ٌح‬-‫( ”يُفَرِّ ُح‬menggembirakan). Oleh
ِ ‫ض‬
karenanya, huruf yang berada di awal fi’il mudhori juga disebut dengan huruf
mudhara’ah (persamaan).
Menurut istilah ulama ahli nahwu, pengertian fi’il mudhori adalah:
ْ َّ‫َكلِ َمةٌ دَل‬
‫ت َعلَى َم ْعنًى َوزَ َم ٍن يَحْ تَ ِم ُل ال َحا َل َواِإل ْستِ ْقبَا َل‬
Artinya: “Fi’il mudhori adalah kata yang menunjukkan atas makna dan zaman yang
memuat masa sekarang dan akan datang”.
Dari pengertian fi’il mudhori menurut istilah ulama ahli nahwu tersebut kita tahu bahwa
jenis fi’il ini digunakan dalam ungkapan-ungkapan kata kerja untuk masa kini dan akan
datang. Para santri biasa memaknai dengan arti “sedang” atau “akan”.
Perhatikan contoh fi’il mudhori dalam kalimat berikut:
 ‫ي‬ ٌّ ِ‫( يَجْ لِسُ َعل‬Ali sedang duduk).
 ‫ن‬ ِ ‫( ت َِجيُْئ اُأل ْستَا َذا‬Kedua Pak guru akan datang).
Untuk menentukan apakah fi’il mudhori bermakna chal (sedang) atau mustaqbal (akan)
tinggal disesuaikan saja dengan kebutuhannya. Seperti ketika Zaid yang pada saat itu
juga sedang duduk, maka yang pas adalah makna chal. Sedangkan pada contoh kedua
ini menunjukkan bahwa kedua Pak guru sebentar lagi akan datang, sehingga makna
yang pas adalah mustaqbal.

Ciri-ciri Fi'il Mudhari


Setiap kalimah fi’il dalam bahasa Arab memiliki ciri-ciri tertentu sebagai pembeda antara
yang satu dengan lainnya. Adapun ciri-ciri fi’il mudhari adalah:
1. Di awali oleh huruf mudhara’ah yang empat, yaitu hamzah, nun, ya’, dan ta’ (
‫)أنيت‬.
2. Layak bila kemasukan amil nawashib dan amil jawazim.
3. Di awali huruf sin “‫ ”س‬atau saufa “‫( ”سوف‬akan).
Namun yang perlu dicatat, jika terdapat penggunaan fi’il dalam Al-Qur’an, Hadits, dan
kitab bahasa Arab yang mengandung ciri-ciri di atas, maka sudah pasti fi’il mudhari.
Akan tetapi, tidak semua fi’il mudhari datang dengan semua tanda-tanda tersebut.
Contoh penggunaan kalimat fi’il mudhari dalam Al-Qur’an bisa kita lihat pada ayat
berikut:
1. ‫( لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُوْ لَ ْد‬Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan). QS. Al-Ikhlash ayat 3

2
2. ‫اس َما َواَّل هُ ْم ع َْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِي َكانُوا َعلَ ْيهَا‬
ِ َّ‫( َسيَقُو ُل ال ُّسفَهَا ُء ِمنَ الن‬Orang-orang yang kurang akalnya
di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam)
dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?).
QS. Al-Baqarah ayat 142
3. َ‫( َكاَّل َسوْ فَ تَ ْعلَ ُموْ ن‬Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu)). QS. At-Takatsur ayat 3
Pada kalimat di atas, kata "‫ "يَلِ ْد‬adalah contoh fi'il mudhari majzum yang ditandai dengan
masuknya lam nafi dan di awali huruf mudhara'ah,. Sedangkan lafadz "‫ "يُوْ لَ ْد‬merupakan
bentuk fi'il mudhari majhul (kata kerja pasif). Selainnya adalah contoh penggunaan fi'il
mudhari ma'lum (kata kerja aktif) yang marfu' (dibaca rafa').

I'rab Fi'il Mudhari


Pada dasarnya setiap fi’il mudhari dalam bahasa Arab hukumnya adalah mu’rab, jika
memang tidak didapati adanya nun taukid mubasyirah atau nun jamak inats di akhir
kalimahnya.
Contoh fi’il mudhari yang berstatus mu’rab bisa kita lihat dalam kalimat berikut:
1. ‫ُط ٍء‬ ْ ‫( َأ ْبلُ ُغ آ َمالِ ْي بِب‬Aku akan menggapai harapan-harapanku secara perlahan).
2. ‫ق ِفى َمااَل نج‬ ِ ‫( َسوْ فَ َأ ُزوْ ُر ُك َّل َحدَاِئ‬Aku akan mengunjungi semua taman-taman di
Malang).
3. ‫ْق‬ ِ ‫ضي‬ ِّ ‫َظهَ ُر َو ْقتَ ال‬ ْ ‫ْق ت‬ َّ ‫( َم َو َّدةُ ال‬Kecintaan/ketulusan teman itu akan tampak pada
ِ ‫ص ِدي‬
waktu kesempitan).
Perhatikanlah bahwa semua fi’il mudhari dalam kalimat tersebut berstatus mu’rab.
Artinya, harokat akhir fi’il mudhori selalu mengalami perubahan seiring dengan
masuknya amil yang berbeda-beda. Adapun tanda i’rabnya adalah dhammah dhahirah,
sebab ia dalam keadaan marfu’, dengan kata lain tidak didahului oleh amil nawashib dan
amil jawazim.
Bila fi’il mudhari di awali oleh amil nawashib (yang menashobkan) maka hukumnya
adalah manshub (dibaca nashob), tanda asal i’rabnya berupa harokat fathah dhahirah.
Contohnya adalah kalimat berikut:
 ‫ت‬ ْ ‫ض‬َ ‫( لَ ْن تَرْ ِج َع اَأليَّا ُم الَّتِ ْي َم‬Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu).
 ً‫صة ُ قَاِئ َمة‬ َ ْ‫ت الفُر‬ ِ ‫( لَ ْن َأتَ َرا َج َع َمادَا َم‬Saya tidak akan mundur selama masih ada
kesempatan).
 ‫ح َمالَ ْم تَجْ تَ ِه ْد‬ َ ‫( لَ ْن تَ ْن َج‬Kamu tidak akan berhasil selama kamu tidak berjuang).
Dan apabila fi’il mudhari kemasukan amil jawazim (yang menjazemkan) maka ia
berstatus majzum (dibaca jazm), ditandai dengan i’rab asal berupa harokat sukun.
Contohnya seperti kalimat:
 َ‫( لَ ْم تَ ْن َجحْ هَ ِذ ِه ال َم َّرةَ َولَ ِك ْن َعلَى اَألقَلِّ قَ ْد َحا َو ْلت‬Kali ini kamu belum berhasil, tapi paling tidak
kamu sudah mencoba).
 ‫ت‬ ِ ِ‫ف ِح ْينَِئ ٍذ َما يُ َس َّمى اآلنَ بِاِإل ْنتِرْ ن‬ ِ ‫( لَ ْم نَع‬Waktu itu kita belum mengenal apa yang sekarang
ْ ‫ْر‬
disebut internet).
 ٌ‫ح ْينَِئ ٍذ ه ََواتِفُ َذ ِكيَّة‬ ِ ‫( لَ ْم تَ ُك ْن‬Saat itu belum ada smarthpone).
Penting dicatat bahwa semua contoh dan penjelasan yang kami berikan tersebut
merupakan i’rab fi’il mudhari shahih akhir, dan tidak pula berupa af’alul khamsah atau
fi’il-fi’il yang lima.
Fi’il mudhari yang tidak diakhiri huruf shahih maka disebut dengan fi’il mudhari mu’tal
akhir dan dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1) mu’tal alif, 2) mu’tal wawi, dan 3) mu’tal
ya’.

2
Tanda i’rab fi’il mudhari mu’tal alif:
1. Rafa’: dhammah muqaddarah, contohnya “‫”يَ ْخ َشى‬.
2. Nashab: fathah muqaddarah, contohnya “‫”لَ ْن يَ ْخ َشى‬.
3. Jazm: terbuangnya huruf illat (alif), contohnya “ ‫ش‬ َ ‫”لَ ْم يَ ْخ‬.
Tanda i’rab fi’il mudhari mu’tal wawi:
1. Rafa’: dhammah muqaddarah, contohnya “‫”يَ ْدعُو‬.
2. Nashab: fathah dhahirah, contohnya “ ‫”لَ ْن يَ ْدع َُو‬.
3. Jazm: terbuangnya huruf illat (wawu), contohnya “ ‫ع‬ ُ ‫”لَ ْم يَ ْد‬.
Tanda i’rab fi’il mudhari mu’tal ya’:
1. Rafa’: dhammah muqaddarah, contohnya “‫”يَرْ ِم ْي‬.
2. Nashab: fathah dhahirah, contohnya “‫”لَ ْن يَرْ ِم َي‬.
3. Jazm: terbuangnya huruf illat (ya’), contohnya “ ‫”لَ ْم يَرْ ِم‬.
Adapun yang dimaksud dengan af’alul khamsah atau fi’il-fi’il yang lima adalah setiap fi’il
mudhari yang isnad (bersandar) kepada dhamir alif tasniyah, wawu jamak, atau ya’
muannats mukhathabah.
Tanda i’rab af’alul khamsah (fi’il mudhari yang lima):
1. Rafa’: tetapnya huruf nun (tsubutun nun), contohnya “‫ان‬ ِ َ‫”يَضْ ِرب‬.
2. Nashab: terbuangnya nun (hadfun nun), contohnya “‫”لَ ْن يَضْ ِربُوا‬.
3. Jazm: terbuangnya huruf nun (hadfun nun), contohnya “‫”لَ ْم تَضْ ِربِ ْي‬.
Supaya lebih memudahkan lagi dalam menghafal semua i’rab fi’il mudhari tersebut,
perhatikan tabel berikut ini:
I’rab Fi’il Mudhari

No Fi’il Mudhari Rafa’ Nashab Jazm

1 ِ ‫ص ِح ْي ُح‬
‫اآلخ ِر‬ َ ٌ‫ض َّمة‬
َ ٌ‫فَ ْت َحة‬ ‫ُس ُكوْ ٌن‬

2 ِ ِ‫ُم ْعتَلُّ اآلل‬


‫ف‬ ٌ‫ض َّمةٌ ُمقَ َّد َرة‬
َ ٌ‫فَ ْت َحةٌ ُمقَ َّد َرة‬ ‫ف ال ِعلَّ ِة‬
ِ ْ‫َحدْفُ َحر‬
3 ِ ‫ُم ْعتَلُّ ال َو‬
‫او‬ ٌ‫ض َّمةٌ ُمقَ َّد َرة‬
َ ٌ‫فَ ْت َحة‬ ‫ف ال ِعلَّ ِة‬
ِ ْ‫َحدْفُ َحر‬
4 ‫ُم ْعتَلُّ اليَا ِء‬ ٌ‫ض َّمةٌ ُمقَ َّد َرة‬
َ ٌ‫فَ ْت َحة‬ ‫ف ال ِعلَّ ِة‬
ِ ْ‫َحدْفُ َحر‬
5 ‫َأ ْف َعا ُل ال َخ ْم َس ِة‬ ُ ْ‫ثُبُو‬
‫ت النُّوْ ِن‬ ‫َحدْفُ النُّوْ ِن‬ ‫َحدْفُ النُّوْ ِن‬

Fi’il Mudhari yang Mabni


Pada bab sebelumnya telah kami jelaskan bahwa hukum asal fi’il mudhari adalah
mu’rab, kecuali jika bertemu dengan nun taukid mubasyirah dan nun jamak inats.
Pertama, apabila fi’il mudhari dipertemukan dengan nun taukid mubasyirah, yaitu huruf
yang berfaedah sebagai penguat dan tidak terdapat pemisah antara huruf nun dan
fi’ilnya, maka hukumnya adalah mabni fathah.
Contoh fi’il mudhari yang mabni fathah:
َ ‫( لَيَقُوْ َم َّن‬Sungguh Zaid benar-benar berdiri).
 ‫ز ْي ٌد‬
 ‫ن َك َذا‬َّ َ‫ْجبُنِ ْي َأ ْن تَ ْف َعل‬
ِ ‫( يُع‬Aku heran bahwa kamu benar-benar melakukan hal seperti ini).
 َ‫( َولَِئ ْن لَ ْم يَ ْف َعلْ َما آ ُم ُرهُ لَيُ ْس َجن ََّن َولَيَ ُكونًا ِمنَ الصَّا ِغ ِرين‬Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati
apa yang aku perintahkan kepadanya, maka sungguh dia akan dipenjarakan dan
termasuk golongan orang-orang yang hina). (QS. Yusuf ayat 32)
Oleh penjelasan di atas, jika nun taukid yang menempel di akhir fi’il mudhari itu ghairu
mubasyirah (tidak sambung) maka statusnya tetap mu’rab. Ini merupakan kesepakatan
mayoritas ulama ahli nahwu (jumhur nahwiyyin).

2
Ada tiga tempat di mana fi’il mudhari bertemu nun taukid ghairu mubasyirah dan
dihukumi mu’rab, yaitu ketika disandarkan pada:
1. Alif tasniyah
2. Wawu jamak
3. Ya’ mukhathabah
Contohnya seperti ayat Al-Qur’an berikut:
َ‫َواَل تَتَّبِ َعانِّ َسبِي َل الَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬
Artinya: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak
mengetahui”. (QS. Yunus ayat 89)
Huruf nun pada fi’il mudhari “ ِّ‫ ”تَتَّبِ َعان‬dalam ayat di atas merupakan nun taukid ghairu
mubasyirah. Artinya ia tidak sambung secara langsung dengan fi’ilnya lantaran terpisah
oleh alif tasniyah. Contoh lain adalah ayat Al-Qur’an surah At-Takatsur, yang berbunyi:
‫ثُ َّم لَتُ ْسَألُ َّن يَوْ َمِئ ٍذ َع ِن النَّ ِع ِيم‬
Artinya: “Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu)”. (QS. At-Takatsur ayat 8)
Secara lafadz antara fi’il mudhari dan huruf nun dalam ayat tersebut terlihat sambung
tanpa pemisah. Tetapi ia tetap dihukumi mu’rab, bukan mabni. Karena asal mula fi’il “
‫ ”تُ ْسَألُ َّن‬adalah “‫ ”تُ ْسَألُوْ ن ََّن‬yang disandarkan kepada wawu jamak dan telah melalui proses
i’lal (perubahan huruf).
‫صا َر تُ ْسَألُ َّن‬ َ َ‫الوا ُو لِ ْلتِقَا ِء السَّا ِكنَي ِْن ف‬َ ‫ت‬ ِ َ‫ار تُ ْسَألُوْ َّن فَ ُح ِذف‬
َ ‫ص‬ َ َ‫ال ف‬ ِ َ‫ت النُّوْ نُ لِت ََوالِى اَأل ْمث‬
ِ َ‫تُ ْسَألُ َّن َأصْ لُهُ تُ ْسَألُوْ ن ََّن فَ ُح ِذف‬
Artinya: “Fi’il (‫ )تُ ْسَألُ َّن‬asalnya adalah (‫)تُ ْسَألُوْ ن ََّن‬, huruf nun dibuang sebab beruntun, menjadi
(‫)تُ ْسَألُوْ َّن‬. Kemudian huruf wawu dibuang karena bertemunya dua sukun, menjadi ( ‫”)تُ ْسَألُ َّن‬.
Begitu juga dengan fi’il mudhari yang bertemu dengan ya’ mukhathabah, seperti kalimat
“‫( ”لَتَ ْس َم ِع َّن يَا ِه ْن ُد‬sungguh kamu benar-benar mendengarkan wahai Hindun). Kata “ ‫”تَ ْس َم ِع َّن‬
dalam kalimat barusan asalnya adalah “‫”تَ ْس َم ِع ْين ََّن‬, untuk proses i’lal-nya sama saja dengan
yang di atas.
Meski demikian, menurut Abu al-Khattab Abdul Hamid bin Abdul Majid atau yang lebih
dikenal dengan Imam Akhfasy berpendapat bahwa fi’il mudhari yang bertemu dengan
nun taukid dihukumi mabni secara mutlak. Maksudnya, baik itu mubasyir maupun
ghairu mubasyir fi’il mudhari tetaplah berstatus mabni.
Kedua, fi’il mudhari adalah mabni sukun hukumnya, bilamana dipertemukan
dengan nun jamak inats, yaitu huruf yang menunjuk pada jamak jenis perempuan.
Contoh fi’il mudhari yang mabni sukun:
1. َ‫( ه َُّن يَ ُر ْعنَ َم ْن فُتِن‬Mereka (pr) merasa takut pada (melihat) orang yang digoda).
2. ‫ت‬ ِ ‫ْر ْفنَ هَ ِذ ِه ال َم ْعلُوْ َما‬ِ ‫( َعلَ ْي ِه َّن َأ ْن يَع‬Mereka (pr) harus tahu informasi ini).
3. ‫الع ْل ِميَّ ِة‬
ِ ‫اع ِد ال ِكتَابَ ِة‬ ِ ‫( الطَّلَبَةُ لَ ْم يَ ْكتُ ْبنَ بُحُوْ ثَه َُّن َو ْقفًا لِقَ َو‬Para mahasiswi belum menuliskan paper
mereka sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah).
Perhatikanlah bahwa fi’il mudhari yang bertemu nun jamak inats pada kalimat di atas
adalah mabni sukun, baik dalam keadaan rafa’, nashab, maupun jazm.

Tashrif Fi'il Mudhari


Fi’il mudhari merupakan kalimah fi’il dalam bahasa Arab yang dapat ditashrif secara
lughawi dan dibedakan berdasarkan dhamir yang jumlahnya ada 14 macam. Berikut ini
adalah contoh tashrif lughawi fi’il mudhari beserta dhomirnya mulai dari tsulatsi hingga
ruba’i baik itu mujarrad maupun mazid.

2
‫‪Tashrif Fi’il Mudhari Tsulatsi Mujarrad‬‬

‫‪Wazan‬‬ ‫‪Contoh‬‬ ‫‪Dhomir‬‬

‫يَ ْف ُع ُل‬ ‫يَ ْن ُ‬


‫ص ُر‬ ‫هُ َو‬

‫يَ ْف ُعاَل ِن‬ ‫ان‬ ‫يَ ْن ُ‬


‫ص َر ِ‬ ‫هُ َما‬

‫يَ ْف ُعلُوْ نَ‬ ‫يَ ْن ُ‬


‫صرُوْ نَ‬ ‫هُ ْم‬

‫تَ ْف ُع ُل‬ ‫تَ ْن ُ‬


‫ص ُر‬ ‫ِه َي‬

‫تَ ْف ُعاَل ِن‬ ‫ان‬ ‫تَ ْن ُ‬


‫ص َر ِ‬ ‫هُ َما‬

‫يَ ْفع ُْلنَ‬ ‫يَ ْنصُرْ نَ‬ ‫ه َُّن‬

‫تَ ْف ُع ُل‬ ‫تَ ْن ُ‬


‫ص ُر‬ ‫َأ ْنتَ‬

‫تَ ْف ُعاَل ِن‬ ‫ان‬ ‫تَ ْن ُ‬


‫ص َر ِ‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تَ ْف ُعلُوْ نَ‬ ‫تَ ْن ُ‬


‫صرُوْ نَ‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

‫تَ ْف ُعلِ ْينَ‬ ‫تَ ْنص ِ‬


‫ُر ْينَ‬ ‫َأ ْن ِ‬
‫ت‬

‫تَ ْف ُعاَل ِن‬ ‫ان‬ ‫تَ ْن ُ‬


‫ص َر ِ‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تَ ْفع ُْلنَ‬ ‫تَ ْنصُرْ نَ‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬

‫َأ ْف ُع ُل‬ ‫َأ ْن ُ‬


‫ص ُر‬ ‫َأنَا‬

‫نَ ْف ُع ُل‬ ‫نَ ْن ُ‬


‫ص ُر‬ ‫نَحْ نُ‬

‫‪Tashrif Fi’il Mudhari Tsulatsi Mazid‬‬

‫‪Wazan‬‬ ‫‪Contoh‬‬ ‫‪Dhomir‬‬

‫يُ ْف ِع ُل‬ ‫يُ ْك ِر ُم‬ ‫هُ َو‬

‫يُ ْف ِعاَل ِن‬ ‫يُ ْك ِر َم ِ‬


‫ان‬ ‫هُ َما‬

‫يُ ْف ِعلُوْ نَ‬ ‫يُ ْك ِر ُموْ نَ‬ ‫هُ ْم‬

‫تُ ْف ِع ُل‬ ‫تُ ْك ِر ُم‬ ‫ِه َي‬

‫تُ ْف ِعاَل ِن‬ ‫تُ ْك ِر َم ِ‬


‫ان‬ ‫هُ َما‬

‫يُ ْف ِع ْلنَ‬ ‫يُ ْك ِر ْمنَ‬ ‫ه َُّن‬

‫تُ ْف ِع ُل‬ ‫تُ ْك ِر ُم‬ ‫َأ ْنتَ‬

‫تُ ْف ِعاَل ِن‬ ‫تُ ْك ِر َم ِ‬


‫ان‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تُ ْف ِعلُوْ نَ‬ ‫تُ ْك ِر ُموْ نَ‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

‫تُ ْف ِعلِ ْينَ‬ ‫تَ ْك ِر ِم ْينَ‬ ‫َأ ْن ِ‬


‫ت‬

‫تُ ْف ِعاَل ِن‬ ‫تُ ْك ِر َم ِ‬


‫ان‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تُ ْف ِع ْلنَ‬ ‫تُ ْك ِر ْمنَ‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬

‫ُأ ْف ِع ُل‬ ‫ُأ ْك ِر ُم‬ ‫َأنَا‬

‫‪2‬‬
‫‪Tashrif Fi’il Mudhari Tsulatsi Mujarrad‬‬

‫نُ ْف ِع ُل‬ ‫نُ ْك ِر ُم‬ ‫نَحْ نُ‬

‫‪Tashrif Fi’il Mudhari Ruba’i Mujarrad‬‬

‫‪Wazan‬‬ ‫‪Contoh‬‬ ‫‪Dhomir‬‬

‫يُفَ ْعلِ ُل‬ ‫يُ َدحْ ِر ُج‬ ‫هُ َو‬

‫يُفَ ْعلِاَل ِن‬ ‫يُ َدحْ ِر َج ِ‬


‫ان‬ ‫هُ َما‬

‫يُفَ ْعلِلُوْ نَ‬ ‫يُ َدحْ ِرجُوْ نَ‬ ‫هُ ْم‬

‫تُفَ ْعلِ ُل‬ ‫تُ َدحْ ِر ُج‬ ‫ِه َي‬

‫تُفَ ْعلِاَل ِن‬ ‫تُ َدحْ ِر َج ِ‬


‫ان‬ ‫هُ َما‬

‫يُفَ ْعلِ ْلنَ‬ ‫يُ َدحْ ِرجْ نَ‬ ‫ه َُّن‬

‫تُفَ ْعلِ ُل‬ ‫تُ َدحْ ِر ُج‬ ‫َأ ْنتَ‬

‫تُفَ ْعلِاَل ِن‬ ‫تُ َدحْ ِر َج ِ‬


‫ان‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تُفَ ْعلِلُوْ نَ‬ ‫تُ َدحْ ِرجُوْ نَ‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

‫تُفَ ْعلِلِ ْينَ‬ ‫تُ َدحْ ِر ِج ْينَ‬ ‫َأ ْن ِ‬


‫ت‬

‫تُفَ ْعلِاَل ِن‬ ‫تُ َدحْ ِر َج ِ‬


‫ان‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تُفَ ْعلِ ْلنَ‬ ‫تُ َدحْ ِرجْ نَ‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬

‫ُأفَ ْعلِ ُل‬ ‫ُأ َدحْ ِر ُج‬ ‫َأنَا‬

‫نُفَ ْعلِ ُل‬ ‫نُ َدحْ ِر ُج‬ ‫نَحْ نُ‬

‫‪Tashrif Fi’il Mudhari Ruba’i Mazid‬‬

‫‪Wazan‬‬ ‫‪Contoh‬‬ ‫‪Dhomir‬‬

‫يَتَفَ ْعلَ ُل‬ ‫يَتَ َدحْ َر ُج‬ ‫هُ َو‬

‫يَتَفَ ْعلَاَل ِن‬ ‫يَتَ َدحْ َر َج ِ‬


‫ان‬ ‫هُ َما‬

‫يَتَفَ ْعلَلُوْ نَ‬ ‫يَتَ َدحْ َرجُوْ نَ‬ ‫هُ ْم‬

‫تَتَفَ ْعلَ ُل‬ ‫تَتَ َدحْ َر ُج‬ ‫ِه َي‬

‫تَتَفَ ْعلَاَل ِن‬ ‫تَتَ َدحْ َر َج ِ‬


‫ان‬ ‫هُ َما‬

‫يَتَفَ ْعلَ ْلنَ‬ ‫يَتَ َدحْ َرجْ نَ‬ ‫ه َُّن‬

‫تَتَفَ ْعلَ ُل‬ ‫تَتَ َدحْ َر ُج‬ ‫َأ ْنتَ‬

‫تَتَفَ ْعلَاَل ِن‬ ‫تَتَ َدحْ َر َج ِ‬


‫ان‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫تَتَفَ ْعلَلُوْ نَ‬ ‫تَتَ َدحْ َرجُوْ نَ‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

‫تَتَفَ ْعلَلِ ْينَ‬ ‫تَتَ َدحْ َر ِج ْينَ‬ ‫َأ ْن ِ‬


‫ت‬

‫تَتَفَ ْعلَاَل ِن‬ ‫تَتَ َدحْ َر َج ِ‬


‫ان‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫‪2‬‬
Tashrif Fi’il Mudhari Ruba’i Mujarrad

َ‫تَتَفَ ْعلَ ْلن‬ َ‫تَتَ َدحْ َرجْ ن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬

‫َأتَفَ ْعلَ ُل‬ ‫َأتَ َدحْ َر ُج‬ ‫َأنَا‬

‫نَتَفَ ْعلَ ُل‬ ‫نَتَ َدحْ َر ُج‬ ُ‫نَحْ ن‬


Apabila kita perhatikan tabel di atas, maka kita akan mendapati beragam bentuk wazan
tashrif lughawi fi’il mudhari. Namun, sebenarnya ia tidak jauh berbeda dengan tashrif
fi’il madhi yang perubahannya berdasarkan isim dhamir atau kata ganti mulai “ ‫”ه َُو‬
hingga “ ُ‫”نَحْ ن‬. Hanya saja, tashrif fi’il mudhari lebih rumit karena yang berubah tidak
hanya huruf akhirnya saja, akan tetapi juga pada huruf pertamanya, yaitu hamzah, nun,
ya’, dan ta’ (‫)أنيت‬.

Contoh Fi’il Mudhari


Supaya lebih memperkaya lagi kosa kata fi’il mudhari serta memudahkan dalam
membuat kalimat fi’il mudhari, berikut adalah beberapa contoh fi’il mudhari beserta
madhi dan artinya yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Contoh Fi’il Mudhari dan Madhinya

No Madhi Mudhari Artinya

1 ‫َع ِم َل‬ ‫يَ ْع َم ُل‬ Bekerja

2 ‫تَ َكلَّ َم‬ ‫يَتَ َكلَّ ُم‬ Berbicara

3 َّ‫قَص‬ ُّ‫يَقُص‬ Bercerita


4 ‫قَا َم‬ ‫يَقُوْ ُم‬ Berdiri

5 َ ‫َذه‬
‫َب‬ ُ‫يَ ْذهَب‬ Pergi

6 ‫َر َج َع‬ ‫يَرْ ِج ُع‬ Kembali

7 ‫صلَّى‬
َ ‫صلِّي‬
َ ُ‫ي‬ Sholat

8 ‫نَا َم‬ ‫يَنَا ُم‬ Tidur

9 ‫َأ ْن َك َر‬ ‫يُ ْن ِك ُر‬ Mengingkari

10 َ‫آ َمن‬ ُ‫يُْؤ ِمن‬ Beriman

11 َ‫َع َرف‬ ُ‫ْرف‬


ِ ‫يَع‬ Mengetahui

12 ‫َرفَ َع‬ ‫يَرْ فَ ُع‬ Mengangkat

13 ‫َأ َخ َذ‬ ‫يَْأ ُخ ُذ‬ Mengambil

14 ‫َو َج َد‬ ‫يَ ِج ُد‬ Menemukan

15 ‫َس ِم َع‬ ‫يَ ْس َم ُع‬ Mendengar

16 ‫َسَأ َل‬ ‫يَ ْسَأ ُل‬ Bertanya

17 ‫ِإحْ تَا َج‬ ‫يَحْ تَا ُج‬ Membutuhkan

18 ‫تَ َعلَّ َم‬ ‫يَتَ َعلَّ ُم‬ Mempelajari

2
Contoh Fi’il Mudhari dan Madhinya

19 ‫َدعَى‬ ْ‫يَ ْد ُعو‬ Memohon

20 ‫ِإجْ تَ َم َع‬ ‫يَجْ تَ ِم ُع‬ Berkumpul

Kesimpulan
Dalam bahasa Arab fi’il mudhari adalah kata kerja (verba) yang memuat zaman hal
(masa kini/sekarang) dan zaman mutaqbal (masa akan datang). Fi’il mudhari memiliki 3
ciri-ciri khusus, yaitu:
1. Di awali huruf mudhara’ah yang empat (‫)أنيت‬.
2. Kemasukan amil nawashib dan jawazim.
3. Kemasukan huruf sin (‫ )س‬atau saufa (‫)سوف‬.
Tidak semua fi’il mudhari adalah mu’rab, ada sebagian dari fi’il nya yang berstatus
mabni, yaitu ketika dalam keadaan:
1. Bertemu nun taukid mubasyirah.
2. Bertemu nun jamak inats.
Selain dua keadaan di atas, fi’il mudhari dalam tata bahasa Arab dihukumi mu’rab, yang
ditandai dengan tiga tanda i’rab asli, adalah dhammah, fathah,dan sukun. Selebihnya
memakai tanda i’rab niyabah (pengganti), yaitu terbuangnya huruf illat (wawu, alif, ya’),
tetapnya nun, dan terbuangnya huruf nun.
Tahsrif lughawi fi’il mudhari sebenarnya memiliki perubahan yang sama dengan fi’il
madhi. Di mana perubahan tersebut didasari oleh berbeda-beda isim dhamir yang
menempel di akhir kalimah. Hanya saja, fi’il mudhari mempunyai rumus tashrif yang
sedikit rumit dibandingkan fi’il madhi. Karena perubahan yang terjadi pada fi’il mudhari
tidak hanya terjadi di akhir, melainkan juga pada awal huruf kalimahnya.

2
Fi'il Amr
Fi’il amr adalah kata kerja yang digunakan untuk memberikan perintah atau instruksi
kepada mukhatthab (lawan bicara). Contoh fi’il amr seperti kata “ ْ‫( ”ِإجْ لِس‬duduklah), “
‫( ”ِإرْ ِج ْع‬pulanglah), “ ْ‫( ”ُأ ْد ُخل‬masuklah), dan sebagainya. Dalam kepenulisan bahasa
Indonesia, kata kerja perintah biasanya diakhiri dengan partikel; -lah, intonasi keras, dan
tanda seru (!). Akan tetapi, ciri-ciri tersebut tentunya berbeda dengan fi’il amr dalam
tata bahasa Arab.

Pengertian Fi'il Amr


Dalam tata bahasa Arab, kalimah fi’il adalah suatu kata yang menyatakan atas
perkerjaan atau perbuatan (verba). Sedangkan al-amr (‫ )األمر‬merupakan bentuk mashdar
dari fi’il amara-ya’muru (‫يَْأ ُم ُر‬- ‫ )َأ َم َر‬yang berarti perintah, suruhan, atau titah. Dalam QS.
Al-Baqarah ayat 67, Allah Swt telah berfirman:
}٦٧ :‫ِإ َّن هّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأ ْن ت َْذبَحُوا بَقَ َرةً {البقرة‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” (QS.
Al-Baqarah 2:67)
Berangkat dari penjelasan tersebut, pengertian fi’il amr adalah setiap fi’il dalam bahasa
Arab yang menunjukkan arti kata perintah atau permohonan dan terikat dengan zaman
mustaqbal (akan datang).
‫ت َعلَى َم ْعنًى َو َز َم ٍن ُم ْستَ ْقبَ ٍل‬ ْ َّ‫َوه َُو َكلِ َمةٌ دَل‬
“Fi’il amar adalah kata yang menunjukkan atas makna (perintah/permohonan) dan
memuat zaman yang akan datang.”
Contoh penggunaan fi’il amr bisa dilihat dalam ayat Al-Qur’an berikut:
}٣٢ :‫ُول {آل عمران‬ َ ‫قُلْ َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرس‬
Artinya: “Katakanlah: taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Ali Imran ayat 32)
Pada ayat tersebut, kata “ ْ‫ ”قُل‬adalah bentuk fi’il amr dari madhi qaala-yaquulu (‫يَقُوْ ُل‬-‫ال‬ َ َ‫)ق‬.
Sedangkan lafadz “‫ ”َأ ِطيعُوا‬merupakan contoh fi’il amr dari tsulasi mazid biharfin athaa’a-
yuthii’u (‫ي ُِط ْي ُع‬-‫)َأطَا َع‬. Keduanya sama-sama berstatus mabni sesuai dengan i’rab fi’il
mudhari ketika menempati keadaan jazm.

Ciri-ciri Fi'il Amr


Fi’il amr dalam bahasa Arab dapat dibedakan dengan adanya tambahan nun taukid baik
khafifah (ringan) maupun tsaqilah (berat) yang melekat di akhir kalimahnya. Imam ibnu
Malik telah menjelaskan mengenai ciri-ciri fi’il amr dalam bait syair Alfiyah:
‫و ِس ْم | بِالنُّوْ ِن فِع َْل اَأل ْم ِر ِإ ْن َأ ْم ٌر فُ ِه ْم‬...
َ
“Bedakanlah fi’il amr (kata perintah) dengan nun taukid jika perintahnya telah
dipahami.”
Dari penjelasan Imam ibnu Malik dalam bait Alfiyah tersebut, kurang lebihnya terdapat
2 poin penting yang menjadi ciri dari fi’il amr, yaitu “‫( ”بِالنُّوْ ِن‬dengan nun) dan “‫”ِإ ْن َأ ْم ٌر فُ ِه َم‬
(jika perintahnya bisa dimengerti). Maksudnya, fi’il tersebut menunjukkan makna
perintah secara mandiri tanpa adanya qayyid lain. Lebih lanjut lagi mengenai ciri-ciri
tersebut bisa disimak sebagaimana berikut.

2
1. Menerima Nun Taukid
Ciri-ciri fi’il amr yang pertama adalah menerima masuknya nun taukid baik itu khafifah
maupun tsaqilah. Nun taukid khafifah adalah nun yang berfaedah ta’kid
(penguat/penegas) tanpa adanya tasydid sehingga ringan ketika diucapkan. Sedangkan
nun taukid tsaqilah merupakan nun yang disertai tasydid sehingga berat dalam
pengucapannya.
Misalkan fi’il “ ْ‫( ”ُأ ْش ُكر‬bersyukurlah), ketika dipasangi nun taukid di akhir kalimahnya
menjadi “‫ُأ ْش ُك َر َّن‬/‫”ُأ ْش ُك َر ْن‬, maka mutakallim (pembicara) menegaskan perintahnya kepada
mukhatthab (lawan bicara) untuk benar-benar bersyukur. Contoh lain fi’il amr dengan
nun taukid seperti kalimat berikut:
ِ َ‫ِإ ْذهَبَ َّن لِلتَّ ْسلِيَ ِة َما ُد ْمتَ ف‬
‫ار ًغا‬
“Pergilah refreshing, selagi kamu sedang tidak sibuk.”
Lafadz “‫ ”ِإ ْذهَبَ َّن‬dalam kalimat barusan merupakan contoh fi’il amr dengan nun taukid
tsaqilah dan berstatus mabni fathah. Adanya nun tersebut berfungsi sebagai partikel
penegas kepada mukhatthab supaya benar-benar pergi untuk berefreshing.
2. Menunjukkan Makna Perintah Secara Mandiri
Ciri fi’il amr yang kedua yaitu menunjukkan arti kata perintah secara mandiri. Artinya,
fi’il tersebut dapat menyatakan kepada makna perintah tanpa disertai atau dipengaruhi
oleh qayyid lainnya. Contohnya seperti “‫( ” ُخ ْذ‬ambillah), “ ْ‫( ”ِإ ْفتَح‬bukalah), “‫”تَ َعلَّ ْم‬
(pelajarilah), “ ْ‫( ”ُأ ْكتُب‬tulislah), dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, kalimah fi’il yang menunjukkan makna perintah sebab adanya pengaruh
dari kalimah lain tidak bisa dikatakan sebagai fi’il amr. Contohnya adalah ayat Al-Qur’an
berikut:
ُ ‫لِيُ ْنفِ ْق ُذو َس َع ٍة ِم ْن َس َعتِ ِه ۖ َو َم ْن قُ ِد َر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُهُ فَ ْليُ ْنفِ ْق ِم َّما آتَاهُ هَّللا‬
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya.” (QS. At-Talaq ayat 7)
Lafadz “‫ ”لِيُ ْنفِ ْق‬dan “‫ ”فَ ْليُ ْنفِ ْق‬dalam ayat Al-Qur’an di atas tidak dapat disebut sebagai fi’il
amr. Karena timbulnya arti kata perintah pada fi’il ini sebab adanya lam amr, sekalipun
ia layak apabila bertemu dengan nun taukid (khafifah dan tsaqilah).
Ada juga kalimah dalam bahasa Arab yang memiliki makna perintah secara mandiri,
akan tetapi tidak termasuk dalam kategori fi’il amr. Seperti “ْ‫صه‬ َ ” (diamlah), “ ْ‫”حيَّهَل‬
َ
(terimalah), dan “ ُ‫( ”آ ِميْن‬kabulkanlah). Meskipun bermakna perintah atau permohonan,
namun lafadz-lafadz tersebut merupakan kelompok isim fi’il amr, karena tidak
menerima tambahan nun taukid di akhir kalimahnya.

Tanda Mabni Fi'il Amar

2
Fi’il amr adalah kalimah fi’il yang berstatus mabni secara mutlak, dan ini merupakan
pendapat yang shahih. Karena menurut pendapat para ulama ahli nahwu Kuffah fi’il
amar dihukumi memiliki tanda i’rab (mu’rab).
Fi’il amar memiliki 4 tanda mabni, yaitu:
1. Mabni sukun
2. Mabni fathah
3. Mabni hadzfu nun (terbuangnya huruf nun)
4. Mabni hadzfu harfil illah (terbuangnya huruf illat)
1. Fi’il Amr Mabni Sukun
Fi’il amar mabni sukun apabila berupa fi’il shahih akhir (tidak diakhiri alif, wawu, atau
ya’), tidak pula disambung dengan alif tasniyah, wawu jamak, ya’ mukhathabah dan nun
taukid baik khafifah maupun tsaqilah. Contohnya seperti “ ْ‫( ”ِإجْ لِس‬duduklah [lk 1]), “ َ‫”قُ ْمن‬
(berdirilah [pr >2]), “ ْ‫( ”ُأ ْد ُخل‬masuklah [lk 1]), “ َ‫( ”ُأ ْنصُرْ ن‬menolonglah [pr >2]), dan
sebagainya.
Contoh fi’il amar mabni sukun dalam kalimat:
 ُ‫رسُولَه‬ َ ‫صاَل ةَ َوآتِينَ ال َّز َكاةَ َوَأ ِط ْعنَ هَّللا َ َو‬
َّ ‫( َوَأقِ ْمنَ ال‬Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya.) (QS. Al-Ahzab ayat 33)
 ‫ب ال ِع ْل َم ِمنَ ال َم ْه ِد ِإلَى اللَّحْ ِد‬ ْ ‫( ُأ‬Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang kubur)
ِ ُ ‫طل‬
 ‫( ُك ْن لَهُ ُم ِع ْينًا‬Jadilah penolong baginya)

2. Fi’il Amr Mabni Fathah


Fi’il amr mabni fathah apabila bertemu dengan nun taukid khafifah atau tsaqilah.
Contohnya seperti “‫( ”ُأ ْش ُك َر َّن‬bersyukurlah !), “‫( ”ِإ ْعلَ َم َّن‬ketahuilah !), “‫( ”ِإ ْش َربَ ْن‬minumlah !),
dan lain-lain.
Contoh fi’il amar mabni fathah dalam kalimat:
 ‫ر‬ِ ‫( ِإ ْذهَبَ َّن ِإلَى ال َم ْس ِج ِد َم َع ال َع ْم‬Pergilah ke masjid bersama Amr !)
 ‫ي‬ ِ ‫( ِإ ْس َم َع ْن ن‬Dengarlah nasihatku !)
ْ ِ‫َصي َْحت‬
 ِّ‫( ِإجْ تَنِبَ َّن سُوْ َء الظَّن‬Jauhilah prasangka buruk !)
3. Fi’il Amr Mabni Hadzfu Nun
Fi’il amar mabni hadzfu nun apabila bertemu dengan alif tasniyah, wawu jamak, dan ya’
muannats mukhathabah. Maka ketika hendak memberi perintah kepada dua orang,
lebih dari dua, atau kepada seseorang berjenis perempuan, ucapkanlah “‫( ”قُوْ َما‬lk/pr), “
‫( ”قُوْ ُموا‬lk), “‫( ”قُوْ ِم ْي‬pr).
Contoh fi’il amar mabni hadzfu nun dalam kalimat:
 َ‫( يَا َمرْ يَ ُم ا ْقنُتِي لِ َرب ِِّك َوا ْس ُج ِدي َوارْ َك ِعي َم َع الرَّا ِك ِعين‬Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu,
sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'.) (QS. Ali Imran ayat 43)
 ‫ت‬ ِ ‫( ُأ ُّم ُك َما تَ ْنت َِظ ُر ُك َما فَارْ ِج َعا ِإلَى البَ ْي‬Ibu menunggu, pulanglah kalian berdua ke rumah)
 ِ ‫ق هَّللا‬ ِ ‫( ُكلُوا َوا ْش َربُوا ِم ْن ِر ْز‬Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah)
4. Fi’il Amr Mabni Hadzfu Harfi Illah
Fi’il amar mabni dengan membuang huruf akhirnya ketika berupa salah satu dari huruf
illah yang tiga, yaitu wawu, alif, dan ya’. Contohnya kita hendak memerintahkan
seseorang untuk berzakat, maka katakanlah “ ِّ‫( ”زَك‬zakatkanlah). Asal polanya yaitu “
‫ ”زَ ِّكي‬dari fi’il “‫يُزَ ِّك ْي‬- ‫”زَ َّكى‬, huruf ya’ kemudian dibuang (sebab mu’tal) dengan
menetapkan harokat kasroh.
Contoh fi’il amr mabni hadzfu harfi illah dalam kalimat:
 ‫ك‬ َ َ‫( زَكِّ َمال‬Zakatkanlah hartamu)
 ‫ج ِد‬ِ ‫ص ِّل فِي ال َم ْس‬
َ (Shalatlah di masjid)

2
 ‫ك‬ ُ ‫( ُأ ْد‬Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu.) (QS. An-Nahl ayat
َ ِّ‫ع ِإلَى َسبِي ِْل َرب‬
125)
Semua tanda mabni fi’il amar tersebut diambil berdasarkan keadaan akhir fi’il
mudhari ketika menempati tempat jazm (ُ‫ار ُعه‬ ِ ‫ض‬َ ‫) َعلَى َما يُجْ زَ ُم بِ ِه ُم‬. Hal ini berawal dari
kaidah nahwu yang menjelaskan mengenai tata cara membuat fi’il amar dari bentuk
mudhari’nya, seperti:
ِ ‫ار َع ِة َوال َحرْ فَ ال َج‬
‫از َم‬ َ ‫ض‬َ ‫ ثُ َّم َأ ْن ِز ْع ِم ْنهُ َحرْ فَ ال ُم‬،‫ع َمجْ ُزوْ ٍم‬
ٍ ‫ار‬
ِ ‫ض‬َ ‫ت ِبفِع ٍْل ُم‬ ِ ‫ص ِّو َغ فِع َْل َأ ْم ٍر فَْأ‬
َ ُ‫ِإ َذا َأ َردْتَ َأ ْن ت‬
Artinya: “Ketika kamu hendak membentuk fi’il amr maka datangilah fi’il mudhari’nya
yang dibaca jazm, kemudian lepaskanlah huruf mudhara’ah dan huruf yang
menjazemkan darinya.”
Misalkan kita ingin membuat fi’il amr dari “ ‫( ”نَا َم‬tidur), fi’il mudhari’nya ketika
menduduki tempat jazm yaitu “‫( ”لَ ْم يَنَ ْم‬belum/tidak tidur), kemudian huruf lam (jazim)
dan ya’ (mudhara’ah) dibuang, maka jadilah “‫( ”نَ ْم‬tidurlah).
Kecuali jika terdapat huruf mati setelah huruf mudhara’ah, maka harus mendatangkan
hamzah washal, adalah hamzah yang tetap tetap bila berada di awal dan gugur ketika
berada di tengah. Sehingga memungkinkan untuk diucapkan, karena suatu kata yang
diawali huruf mati tidak mungkin dapat diucapkan tanpa adanya hamzah washal.
Contohnya kita berkeinginan membuat fi’il amr dari kata “ ‫( ” َع ِم َل‬berbuat), fi’il
mudhari’nya ketika jazm adalah “ ْ‫”لَ ْم يَ ْع َمل‬, huruf lam jazim dan ya’ mudhara’ah dibuang,
sehingga tampak adanya huruf mati di awal kalimah, maka wajib mendatangkan hamzah
washal menjadi “ ْ‫( ”ِإ ْع َمل‬berbuatlah).
Contoh perubahan fi’il amr dari mudhari’nya:
 ْ‫ِإضْ ِرب‬- ْ‫( لَ ْم تَضْ ِرب‬untuk laki-laki satu)
 ‫ربَا‬ ِ ْ‫ِإض‬-‫( لَ ْم تَضْ ِربَا‬untuk laki-laki/perempuan dua)
 ‫ربُوا‬ ِ ْ‫ِإض‬-‫( لَ ْم تَضْ ِربُوا‬untuk laki-laki lebih dari dua)
 ‫ي‬ْ ِ‫ِإضْ ِرب‬-‫( لَ ْم تَضْ ِربِ ْي‬untuk perempuan satu)
 َ‫ِإضْ ِر ْبن‬- َ‫( لَ ْم تَضْ ِر ْبن‬untuk perempuan lebih dari dua)
Catatan: Hamzah washal nya fi’il amr tsulatsi mujarrad yang mengikuti wazan “ ‫يَ ْف ُع ُل‬- ‫ ”فَ َع َل‬maka
harus dibaca dhammah, selainnya dibaca kasrah.
Oleh karena itulah para ulama ahli nahwu merumuskan mabninya fi’il amr dengan
memakai kaidah:
ُ‫ار ُعه‬
ِ ‫ض‬َ ‫فِ ْع ُل اَأل ْم ِر يُ ْبنَى َعلَى َما يُجْ زَ ُم بِ ِه ُم‬
Artinya: “Fi’il amr dimabnikan atas harokat fi’il mudhari’nya yang dibaca jazm.”

Tashrif Fi'il Amr


Tashrif fi’il amr sama seperti tashrif pada fi’il madhi dan fi’il mudhari’ yang mengalami
perubahan berdasarkan dhamir. Akan tetapi, tashrif fi’il amr hanya berjumlah enam
untuk dhamir mukhatthab (kata ganti orang kedua) mulai dari “ َ‫( ”َأ ْنت‬kamu [lk]) sampai
dengan “‫( ”َأ ْنتُ َّن‬kalian [pr]).
Wazan tashrif lughawi fi’il amr bisa dilihat dalam tabel berikut:
Tashrif Fi’il Amr

Tsulatsi Mujarrad Mazid Dhamir


ْ‫ُأ ْفعُل‬ ْ‫ِإ ْف ِعل‬ ْ‫ِإ ْف َعل‬ ْ‫ِإ ْستَ ْف ِعل‬ َ‫َأ ْنت‬
‫ُأ ْف ُعاَل‬ ‫ِإ ْف ِعاَل‬ ‫ِإ ْف َعاَل‬ ‫ِإ ْستَ ْف ِعاَل‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫ُأ ْف ُعلُوا‬ ‫ِإ ْف ِعلُوا‬ ‫ِإ ْف َعلُوا‬ ‫ِإ ْستَ ْف ِعلُوا‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

2
Tashrif Fi’il Amr

‫ُأ ْف ُعلِ ْي‬ ‫ِإ ْف ِعلِ ْي‬ ‫ِإ ْف َعلِ ْي‬ ‫ِإ ْستَ ْف ِعلِ ْي‬ ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬
‫ُأ ْف ُعاَل‬ ‫ِإ ْف ِعاَل‬ ‫ِإ ْف َعاَل‬ ‫ِإ ْستَ ْف ِعاَل‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

َ‫ُأ ْفع ُْلن‬ َ‫ِإ ْف ِع ْلن‬ َ‫ِإ ْف َع ْلن‬ َ‫ِإ ْستَ ْف ِع ْلن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬
Adapun contoh tashrif lughawi fi’il amr ditunjukkan oleh tabel berikut:
Contoh Tashrif Fi’il Amr

Tsulatsi Mujarrad Mazid Dhamir


ْ‫ُأ ْكتُب‬ ْ‫ِإحْ ِسب‬ ْ‫ِإ ْفتَح‬ ْ‫ِإ ْستَ ْغفِر‬ َ‫َأ ْنت‬

‫ُأ ْكتُبَا‬ ‫ِإحْ ِسبَا‬ ‫ِإ ْفتَ َحا‬ ‫ِإ ْستَ ْغفِ َرا‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

‫ُأ ْكتُبُوا‬ ‫ِإحْ ِسبُوا‬ ‫ِإ ْفتَحُوا‬ ‫ِإ ْستَ ْغفِرُوا‬ ‫َأ ْنتُ ْم‬

‫ُأ ْكتُبِ ْي‬ ‫ِإحْ ِسبِ ْي‬ ‫ِإ ْفتِ ِح ْي‬ ْ‫ِإ ْستَ ْغفِ ِري‬ ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬

‫ُأ ْكتُبَا‬ ‫ِإحْ ِسبَا‬ ‫ِإ ْفتَ َحا‬ ‫ِإ ْستَ ْغفِ َرا‬ ‫َأ ْنتُ َما‬

َ‫ُأ ْكتُ ْبن‬ َ‫ِإحْ ِس ْبن‬ َ‫ِإ ْفتَحْ ن‬ َ‫ِإ ْستَ ْغفِرْ ن‬ ‫َأ ْنتُ َّن‬
Fi’il amr merupakan kata yang difungsikan untuk memberikan perintah, oleh karena itu
ia hanya berlaku bagi dhamir mukhatthab. Misalkan ingin menyatakan perintah kepada
orang berjumlah lebih dari dua berjenis perempuan, maka penggunaan fi’il amr yang
tepat adalah “ َ‫( ”ُأ ْكتُ ْبن‬tulislah). Begitu juga ketika hendak membuat kata perintah yang
lain, maka perhatikanlah dhamir-nya.

Contoh Fi'il Amr


Supaya lebih memahami lagi apa yang telah dijelaskan sebelumnya. Perhatikan contoh
fi’il amar dalam kalimat sehari-hari dan ayat Al-Qur’an berikut ini.
Contoh fi’il amr dalam kalimat:
 ‫ح‬ َ ‫( َش ِّغ ِل ال ِمصْ بَا‬Hidupkan lampunya !)
 ‫ع َملْ بِ ِه َكبِ ْيرًا‬ ْ ‫ص ِغ ْيرًا َوا‬ َ ‫( تَ َعلَّ َم ْن‬Belajarlah di waktu kecil dan amalkanlah di waktu besar)
 ‫ع ِة‬ َ ‫( ُأ ْد ُخلُوا ِإلَى القَا‬Masuklah kalian ke dalam ruangan)
 ‫را‬ ًّ ‫ق َولَوْ َكانَ ُم‬ َ ‫( قُ ِل‬Katakanlah yang benar, meskipun itu pahit)
َّ ‫الح‬
 ‫ي َأبَدًا‬ ْ ‫( ُك ْن َع ْبدًا َشا ِكرًا اَل يَ ْشتَ ِك‬Jadilah hamba yang bersyukur, yang tidak pernah
mengeluh)
Contoh fi’il amr dalam ayat-ayat Al-Qur’an:
 ‫ك‬ َ َ‫( َربَّنَا َواجْ َع ْلنَا ُم ْسلِ َم ْي ِن ل‬Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk
patuh kepada Engkau.) (QS. Al-Baqarah ayat 128)
 ‫ي‬ ْ ِ‫اخ َشوْ ن‬ ْ ‫( فَاَل ت َْخ َشوْ هُ ْم َو‬Maka jangan kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-
Ku.) (QS. Al-Baqarah ayat 150)
 ‫ه َوآ َءهُ ْم‬ ْ ‫( فَا ْعلَ ْم َأنَّ َما يَتَّبِعُونَ َأ‬Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanya mengikuti
hawa nafsu mereka belaka.) (QS. Al-Qashash ayat 50)
 ‫( َواحْ فَظُوا َأ ْي َمانَ ُك ْم‬Dan jagalah sumpahmu.) (QS. Al-Maidah ayat 89)
 ‫عبُدُوا َربَّ ُك ْم‬ ْ ‫( ِإرْ َكعُوا َوا ْس ُجدُوا َوا‬Ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu.)
(QS. Al-Hajj ayat 77)
Sekarang coba buatlah kalimat menggunakan fi’il amar dengan contoh-contoh yang
kami berikan berikut.

2
50 Contoh Fi’il Amar

No Fi’il Amr Arti

1 ْ‫ُأ ْنصُر‬ Tolonglah!

2 ‫ُم َّد‬ Bentangkanlah!

3 ‫ص ُْن‬ Jagalah!

4 ‫ُأ ْغ ُز‬ Sergaplah!

5 ْ‫ُأوْ ُمل‬ Berharaplah!

6 ْ‫ِإضْ ِرب‬ Pukullah!

7 ‫فِ َّر‬ Larilah!

8 ‫ِع ْد‬ Berjanjilah!

9 ْ‫ِإ ْش َرب‬ Minumlah!

10 ْ‫ِسر‬ Berjalanlah!

11 ‫ُأصْ ُد ْم‬ Benturkanlah!

12 ْ‫ِإ ْفتَح‬ Bukalah!

13 ‫ض ْع‬
َ Letakkanlah!

14 ‫ِإ ْعلَ ْم‬ Ketahuilah!

15 ْ‫ِإ ْي َجل‬ Takutlah!

16 ْ
‫خَف‬ Khawatirlah!

17 َ ْ‫ِإر‬
‫ض‬ Ridhalah!

18 ‫ُأحْ س ُْن‬ Baguskanlah!

19 ْ‫طُل‬ Panjangkanlah!

20 ْ‫ِإجْ لِس‬ Duduklah!

21 ‫قُ ْم‬ Berdirilah!

22 ْ‫ُأ ْكتُب‬ Tulislah!

23 ْ‫ِإحْ ِسب‬ Hitunglah!

24 ْ‫َدحْ ِرج‬ Gulirkanlah!

25 ‫تَرْ ِج ْم‬ Terjemahkanlah!

26 ْ‫بِ ْس ِمل‬ Ucaplah “bismillah” !

27 ْ‫َسب ِْحل‬ Ucaplah “subhanallah” !

28 ْ‫َح ْم ِدل‬ Ucaplah “alhamdulillah” !

29 ْ‫هَ ْيلِل‬ Ucaplah “lailah illallah” !

2
50 Contoh Fi’il Amar

30 ْ‫َج ْلبِب‬ Berjilbablah!

31 ْ‫َأب ِْطل‬ Batalkanlah!

32 ْ‫َجه ِْور‬ Bersuara keraslah !

33 ‫َأ ْخ ِم ْد‬ Padamkanlah!

34 ْ‫فَرِّ ح‬ Berbahagialah!

35 ْ‫ن َِّور‬ Terangilah!

36 ‫َأ ْك ِر ْم‬ Muliakanlah!

37 ‫َأ ْع ِط‬ Memberilah!

38 ‫تَبَا َع ْد‬ Menjauhlah!

39 ‫تَبَي َّْن‬ Jelaskanlah!

40 ِ َّ‫ِإت‬
ْ‫صل‬ Kaitkanlah!

41 ْ‫ِإ ْست َْخ ِرج‬ Tarik keluarlah !

42 ْ‫ِإ ْست َِجب‬ Kabulkanlah!

43 ْ‫ِإ ْق َع ْن ِسس‬ Mundurlah!

44 ‫َأتِ َّم‬ Sempurnakanlah!

45 ْ ‫ِإ‬
‫ط َمِئ َّن‬ Tenteramkanlah!

46 ‫ِإحْ ت َِج ْز‬ Mencegahlah!

47 ‫تَ َكلَّ ْم‬ Bercakaplah!

48 ‫تَبَ َّس ْم‬ Tersenyumlah!

49 ‫َعقِّ ْم‬ Sterilkanlah!

50 ْ ِ‫ِإ ْستَ ْيق‬


‫ظ‬ Bersiap-sedialah!

Kesimpulan
Fi’il amr adalah kata yang menunjukkan arti perintah/permohonan kepada seseorang
untuk melakukan apa yang kita kehendaki.
Dalam tata bahasa Arab, fi’il amr (kata perintah) memiliki dua ciri-ciri, yaitu:
1. Menerima adanya nun taukid.
2. Menunjukkan makna perintah secara mandiri.
Fi’il amr dihukumi mabni secara mutlak, yang mengikuti keadaan akhir fi’il mudhari
ketika menduduki tempat jazm. Sehingga dapat dirinci bahwa tanda mabninya fi’il amr
adalah:
1. Mabni sukun, apabila shahih akhir dan tidak bertemu dengan dhamir apapun,
tidak pula dengan nun taukid.
2. Mabni fathah, apabila disambung dengan nun taukid.
3. Mabni hadzfu nun, apabila bertemu alif tasniyah, wawu jamak, dan ya’
mukhathabah.

2
4. Mabni hadzfu harfi illah, apabila berupa fi’il mu’tal akhir.
Sedangkan tashrif fi’il amr hanya berjumlah enam khusus untuk dhamir mukhatthab.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bentuk kata perintah dalam bahasa Arab
hanya berlaku untuk kata ganti orang kedua mulai dari “ َ‫ ”َأ ْنت‬hingga “‫”َأ ْنتُ َّن‬. Semoga
mengedukasi dan menginspirasi.

Isim Dhomir: Kata Ganti Bahasa Arab dan


Contoh Penggunaannya dalam Kalimat
Dalam bahasa Arab, kata ganti disebut dengan isim dhomir. Pembahasan tentang isim
dhamir ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan lainnya, karena terdapat istilah kata
ganti untuk mudzakkar (maskulin), muannats (feminin), kata ganti mufrad (tunggal), dua
atau ganda (mutsanna) dan jamak (plural).

Pengertian Isim Dhomir


Dhomir merupakan kategori isim yang ma'rifah, yaitu kata yang menunjukkan kepada
sesuatu yang sudah jelas. Secara bahasa kata ad-dhamir (‫ )الضمير‬adalah bentuk mufrad
dari kata ad-damair (‫)الضمائر‬, artinya: 1) suara hati, pikiran, paling dalam; 2) kata ganti
atau pronoun. Ada juga yang mengartikan ad-dhamir atau ad-damair sebagai kata yang
digunakan untuk mengganti nama seseorang, atau sesuatu agar tidak terjadi
pengulangan kata yang sama secara berurutan.
Menurut istilah ilmu nahwu, ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ulama tentang isim dhomir, antara lain:
ٍ ‫ب َأوْ غَاِئ‬
‫ب‬ ٍ َ‫ َما يُكنى بِ ِه ع َْن ُمتَ َكلِّ ٍم َأوْ ُمخَ اط‬:‫ض ِم ْي ُر‬ َّ ‫ال‬
Artinya: isim dhomir adalah suatu kata yang terdiri dari mutakallim (pembicara),
mukhathab (orang yang diajak bicara), atau ghaib (orang yang dibicarakan).
‫ب‬ٍ ‫ب َأوْ غَاِئ‬ٍ َ‫ض ِم ْي ُر هُ َو ِإ ْس ٌم َم ْبنِ ٌّي يَدُلُّ َعلَى ُمتَ َكلِّ ٍم َأوْ ُمخَاط‬
َّ ‫ال‬
Artinya: isim dhomir adalah isim mabni yang menunjukkan kepada arti mutakallim
(pembicara), mukhathab (orang yang diajak bicara), atau ghaib (orang yang dibicarakan).
Dari beberapa pengertian di atas, bisa dikatakan bahwa isim dhomir adalah kata ganti
dalam bahasa Arab yang dipakai untuk menunjukkan pada mutakallim/orang yang
berbicara (kata ganti orang pertama), mukhathab/lawan bicara (kata ganti orang kedua),
dan ghaib/obyek yang dibicarakan (kata ganti orang ketiga). Serta berfungsi untuk
menggantikan penyebutan kata-kata yang banyak dan menempati kata-kata itu dengan
sempurna tanpa merubah makna yang dimaksud.

Macam-macam Isim Dhomir


Secara garis besar, isim dhomir atau kata ganti dalam bahasa Arab ini dikelompokkan
menjadi 2 bagian. Akan tetapi, secara keseluruhan ada 14 bentuk isim dhamir. 14
macam kata ganti tersebut memiliki fungsi atau kegunaan yang berbeda-beda sesuai
dengan konteks yang diinginkan.
Macam-macam isim dhomir (kata ganti) yang dimaksud yaitu:
1. Dhamir bariz.
2. Dhamir mustatir.
1. Dhamir Bariz (Munfashil dan Muttashil)

2
Menurut istilah ulama ahli nahwu, dhamir bariz adalah kata ganti yang tampak secara
jelas dalam pelafadzannya, baik ketika berdiri sendiri atau tidak bersambung dengan
kata/kalimah lainnya (munfashil), maupun saat disambung dengan kalimah lainnya
(muttashil).
‫ار ُز َما لَهُ صُوْ َرةٌ فِى اللَّ ْف ِظ َويَ ْنقَ ِس ُم َعلَى قِ ْس َما ِن‬
ِ َ‫ض ِم ْي ُر الب‬
َّ ‫ال‬
“Dhamir bariz adalah kata ganti yang memiliki bentuk dalam pelafadzannya, dan terbagi
menjadi dua bagian (munfashil dan muttashil)”.
Dari pengertian di atas, maka kita tahu bahwa jenis dhomir yang satu ini dibedakan
menjadi dua macam, yaitu dhamir munfashil (terpisah) dan muttashil (sambung).
Berikut adalah contoh isim dhomir munfashil ketika rafa’ !
No Kata Arti Jenis dan Kegunaan
ganti Jumlah
1 ‫هُ َو‬ Dia Lk (1) Ghaib (kata ganti orang ketiga untuk laki-laki)
2 ‫هُ َما‬ Dia Lk (2)
3 ‫هُ ْم‬ Mereka Lk (>2)
4 ‫ِه َي‬ Dia Pr (1) Ghaibah (kata ganti orang ketiga untuk
perempuan)
5 ‫هُ َما‬ Dia Pr (2)
6 ‫ه َُّن‬ Mereka Pr (>2)
7 َ‫َأ ْنت‬ Kamu Lk (1) Mukhathab (kata ganti orang kedua untuk
laki-laki)
8 ‫َأ ْنتُ َما‬ Kamu Lk (2)
9 ‫َأ ْنتُ ْم‬ Kalian Lk (>2)

ِ ‫َأ ْن‬
10 ‫ت‬ Kamu Pr (1) Mukhathabah (kata ganti orang kedua untuk
perempuan)
11 ‫َأ ْنتُ َما‬ Kamu Pr (2)
12 ‫َأ ْنتُ َّن‬ Kalian Pr (>2)
13 ‫َأنَا‬ Saya Sendiri Lk/Pr Mutakallim (kata ganti orang pertama)
14 ُ‫نَحْ ن‬ Kita Lk/Pr >1 Mutakallim ma’al ghair (kata ganti orang
pertama >1)
Untuk membuat contoh kalimat isim dhomir dalam bahasa Arab, kita dapat memakai
rumus dalam tabel di atas sebagai pedomannya. Misalnya kita ingin membuat contoh
kata ganti untuk orang ketiga (ghaib) berjumlah lebih dari dua berjenis laki-laki, maka
menggunakan kata ganti ‫هُ َما‬. Jika ingin membuat contoh kata ganti untuk orang kedua
(mukhathab) berjumlah 1 dengan jenis perempuan, maka memakai kata ganti dalam
bahasa Arab berupa ‫ ِه َي‬. Dan seterusnya.
Contoh penggunaan dhomir munfashil ketika rafa’:
 ‫َن بُ ْع ٍد‬ ْ ‫ْض ال َّش ْيِئ ع‬ َ ‫( ِه َي َج ِم ْيلَةٌ َبع‬Dari jauh dia agak cantik).
 ‫( َأ ْنتَ لَ ْم تَ ُع ْد ِط ْفاًل‬Kamu bukan lagi anak kecil).
 ‫سابَهُ ْم‬ َ ْ‫( هُ ْم يَقُصُّ ونَ َأح‬Mereka menceritakan silsilah keluarga mereka).
Untuk penggunaan dhomir munfashil ketika nashab, maka memakai rumus dalam tabel
berikut !

2
No Kata ganti Dalam kalimah Arti

1 ُ‫ه‬ ُ‫ِإيَّاه‬ Kepadanya (lk 1)


2 ‫هُ َما‬ ‫ِإيَّاهُ َما‬ Kepadanya (lk 2)
3 ‫هُ ْم‬ ‫ِإيَّاهُ ْم‬ Kepada mereka (lk >2)
4 ‫هَا‬ ‫ِإيَّاهَا‬ Kepadanya (pr 1)
5 ‫هُ َما‬ ‫ِإيَّاهُ َما‬ Kepadanya (pr 2)
6 ‫ه َُّن‬ ‫ِإيَّاه َُّن‬ Kepada mereka (pr >2)
7 ‫ك‬
َ ‫ك‬
َ ‫ِإيَّا‬ Kepadamu (lk 1)
8 ‫ُك َما‬ ‫ِإيَّا ُك َما‬ Kepadamu (lk 2)
9 ‫ُك ْم‬ ‫ِإيَّا ُك ْم‬ Kepada kalian (lk >2)
10 ‫ِك‬ ‫َّاك‬
ِ ‫ِإي‬ Kepadamu (pr 1)
11 ‫ُك َما‬ ‫ِإيَّا ُك َما‬ Kepadamu (pr 2)
12 ‫ُك َّن‬ ‫ِإيَّا ُك َّن‬ Kepadamu kalian (pr >2)
13 ‫نِ ْي‬ ‫ِإيَّانِ ْي‬ Kepadaku (lk/pr)
14 ‫نَا‬ ‫ِإيَّانَا‬ Kepada kita (lk/pr >1)
Rumus kata ganti dalam tabel di atas dapat kita jadikan pedoman dalam penyusunan
suatu kalimat. Misal kita ingin menggunakan kati ganti untuk seseorang berjumlah 1
jenis laki-laki, maka menggunakan kata ganti berupa ُ‫ِإيَّاه‬. Jika menghendaki kata ganti
untuk laki-laki berjumlah 2 maka menjadi ‫ِإيَّاهُ َما‬, begitu juga dengan jenis perempuan.
Contoh penggunaan dhomir munfashil ketika nashob:
 َ‫( ِإيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوِإيَّاكَ نَ ْستَ ِع ْين‬Kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami meminta
pertolongan).
 ‫زقُهَا َوِإيَّا ُك ْم‬ ُ ْ‫( هّللَا ُ يَر‬Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kalian).
 ‫زق ُ ُك ْم َوِإيَّاهُ ْم‬ُ ْ‫( نَحْ نُ نَر‬Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka).
Adapun contoh isim dhomir muttashil ketika rafa’ bisa dilihat dalam tabel berikut !
No Kata ganti Dalam kalimah Arti

1 ‫هُ َو‬ َ َ‫َجل‬


‫س‬ Dia duduk (lk 1)
2 ‫هُ َما‬ ‫َجلَ َسا‬ Dia duduk (lk 2)
3 ‫هُ ْم‬ ‫َجلَسُوا‬ Mereka duduk (lk >2)
4 ‫ِه َي‬ ْ ‫َجلَ َس‬
‫ت‬ Dia duduk (pr 1)
5 ‫هُ َما‬ ‫َجلَ َستَا‬ Dia duduk (pr 2)
6 ‫ه َُّن‬ َ‫َجلَ ْسن‬ Mereka duduk (pr >2)
7 َ‫َأ ْنت‬ َ‫َجلَسْت‬ Kamu duduk (lk 1)
8 ‫َأ ْنتُ َما‬ ‫َجلَ ْستُ َما‬ Kamu duduk (lk 2)
9 ‫َأ ْنتُ ْم‬ ‫َجلَ ْستُ ْم‬ Kalian duduk (lk >2)

2
No Kata ganti Dalam kalimah Arti

10 ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬ ِ ‫َجلَ ْس‬
‫ت‬ Kamu duduk (pr 1)
11 ‫َأ ْنتُ َما‬ ‫َجلَ ْستُ َما‬ Kamu duduk (pr 2)
12 ‫َأ ْنتُ َّن‬ ‫َجلَ ْستُ َّن‬ Kalian duduk (pr >2)
13 ‫َأنَا‬ ُ ‫َجلَس‬
‫ْت‬ Aku duduk
14 ُ‫نَحْ ن‬ ‫َجلَ ْسنَا‬ Kita duduk (lk/pr >1)
Dhamir muttashil mahal rafa’ adalah kata ganti yang disambung/menempel pada fi’il
atau kana dan saudaranya. Rumus penggunaan kata ganti ini sama halnya dengan kata
ganti sebelumnya. Misal kita ingin menyusun kalimat dengan kata sifat atau kata kerja
untuk jenis laki-laki berjumlah 2, maka memakai kata berupa ‫( َجلَ َسا‬untuk ghaib)
atau ‫( َجلَ ْستُ َما‬untuk mukhathab).
Contoh penggunaan dhomir muttashil ketika rafa’:
 َ‫ت الصُّ حُف‬ ُ ‫( قَ َرْأ‬Aku sudah membaca koran).
 َ‫ات نَ َجحْ ن‬ ُ َ‫( الطَّالِب‬Para siswi sudah lulus).
 ‫ر ُأ َّم ٍة‬ َ ‫( ُك ْنتُ ْم َخ ْي‬Kalian adalah umat terbaik).
Berikut ini rumus isim dhomir muttashil ketika nashab !
No Kata ganti Dalam kalimah Arti

1 ُ‫ه‬ ُ‫صرْ تُه‬


َ َ‫ن‬ Aku menolongnya (lk 1)
2 ‫هُ َما‬ ‫صرْ تُهُ َما‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongnya (lk 2)
3 ‫هُ ْم‬ ‫صرْ تُهُ ْم‬
َ َ‫ن‬ Aku menolong mereka (lk >2)
4 ‫هَا‬ ‫صرْ تُهَا‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongnya (pr 1)
5 ‫هُ َما‬ ‫صرْ تُهُ َما‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongnya (pr 2)
6 ‫ه َُّن‬ ‫صرْ تُه َُّن‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongnya (pr >2)
7 ‫ك‬
َ َ ُ‫صرْ ت‬
‫ك‬ َ َ‫ن‬ Aku menolongmu (lk 1)
8 ‫ُك َما‬ ‫صرْ تُ ُك َما‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongmu (lk 2)
9 ‫ُك ْم‬ ‫صرْ تُ ُك ْم‬
َ َ‫ن‬ Aku menolong kalian (lk >2)
10 ‫ِك‬ ‫صرْ تُ ِك‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongmu (pr 1)
11 ‫ُك َما‬ ‫صرْ تُ ُك َما‬
َ َ‫ن‬ Aku menolongmu (pr 2)
12 ‫ُك َّن‬ ‫صرْ تُ ُك َّن‬
َ َ‫ن‬ Aku menolong kalian (pr >2)
13 ‫نِ ْي‬ َ َ‫ن‬
‫ص َرنِ ْي‬ Dia menolongku (lk/pr)
14 ‫نَا‬ َ َ‫ن‬
‫ص َرنَا‬ Dia menolong kita (lk /pr >1)
Dhamir muttashil mahal nashab adalah kata ganti dalam bahasa Arab yang
penggunaannya disambung dengan kalimah fi’il dan inna beserta saudaranya. Jika
disambung dengan fi’il, maka kedudukannya adalah maf’ul (obyek), apabila
disambungkan dengan inna maka berkedudukan menjadi isimnya.
Contoh penggunaan dhomir muttashil ketika nashob:
َ ‫( تَقَ َّد َم ال ُجنُوْ ُد نَحْ َو ال َعد ُِّو َو َحا‬Para tentara maju ke arah musuh dan mengepungnya).
 ُ‫صرُوه‬

2
‫الوطَانِيَّةُ تَه ُُّزنَا‬َ ‫( اَألنَا ِش ْي ُد‬Lagu-lagu nasional menggetarkan kami).
 َ‫( َأاَل ِإنَّهُ ْم هُ ُم ال ُم ْف ِس ُدوْ ن‬Ingatlah ! sesungguhnya mereka itu orang-orang yang membuat
kerusakan).
Sedangkan untuk isim dhomir muttashil ketika jer/khafadh maka memakai rumus
berikut !
No Kata ganti Dalam kalimah Arti

1 ‫ِه‬ ‫بِ ِه‬ Dengannya (lk 1)


2 ‫ِه َما‬ ‫بِ ِه َما‬ Dengannya (lk 2)
3 ‫ِه ْم‬ ‫بِ ِه ْم‬ Dengan mereka (lk >2)
4 ‫هَا‬ ‫بِهَا‬ Dengannya (pr 1)
5 ‫ِه َما‬ ‫بِ ِه َما‬ Dengannya (pr 2)
6 ‫ِه َّن‬ ‫بِ ِه َّن‬ Dengan mereka (pr >2)
7 ‫ك‬
َ ‫ك‬
َ ِ‫ب‬ Denganmu (lk 1)
8 ‫ُك َما‬ ‫بِ ُك َما‬ Denganmu (lk 2)
9 ‫ُك ْم‬ ‫بِ ُك ْم‬ Dengan kalian (lk >2)
10 ‫ِك‬ ‫بِ ِك‬ Denganmu (pr 1)
11 ‫ُك َما‬ ‫بِ ُك َما‬ Denganmu (pr 2)
12 ‫ُك َّن‬ ‫بِ ُك َّن‬ Dengan kalian (pr >2)
13 ْ‫ي‬ ‫بِ ْي‬ Denganku (lk/pr)
14 ‫نَا‬ ‫بِنَا‬ Dengan kita (lk/pr >1)
Dhamir muttashil mahal jer adalah kata ganti yang disambung dengan kata/kalimah
lainnya (dalam tempat majrur). Kata ganti ini ada kalanya disambung dengan isim
berkedudukan majrur sebagai mudhaf ilaih, dan ada kalanya bersambung dengan huruf
jer berstatus majrur.
Contoh penggunaan dhomir muttashil ketika jer:
 ُ‫الع ْل ُم لَه ُ فَ َواِئ ُده‬
ِ (Ilmu itu memiliki banyak faedah atau fungsi).
 ‫ك‬ َ ‫ك ِم ْن‬
َ ‫ت قَلَ َم‬ ْ ‫( َأ‬Aku mengambil penamu darimu).
ُ ‫خَذ‬
 ‫ع َملْ بِ ِه َكبِ ْيرًا‬ َ ‫( تَ َعلَّ َم ْن‬Belajarlah diwaktu kecil dan amalkanlah diwaktu besar).
ْ ‫ص ِغ ْيرًا َوا‬
2. Dhamir Mustatir (Wujub dan Jawaz)
Isim dhamir mustatir adalah kata ganti yang tidak terlihat dalam penulisannya atau tidak
terbaca, kebalikan dari dhamir bariz.
‫ْس لَهُ صُوْ َرةٌ فِي اللَّ ْف ِظ‬ َ ‫الض ِم ْي ُر ال ُم ْستَتِ ُر َما لَي‬
َ
“Dhamir mustatir adalah kata ganti yang tidak memiliki bentuk dalam pelafadzannya”.
Isim dhomir ini tidak tampak atau tidak tercatat secara jelas dalam pelafadzannya, akan
tetapi terselinap pada suatu kalimah (fi’il) dan kehadirannya dapat dijumpai dengan
melihat wujud dari kalimah (fi’il) itu sendiri.
Ada dua macam dhamir mustatir (kata ganti yang tersimpan), yaitu:
1. Dhomir mustatir wujub (kata ganti yang wajib disimpan).
2. Dhomir mustatir jawaz (kata ganti yang boleh disimpan dan boleh ditampakkan
dalam kalimat).

2
Kata ganti yang wajib disimpan (dhamir mustatir wujub) adalah kata ganti yang tidak
dapat digantikan oleh isim dhahir. Kata ganti yang wajib disimpan ini terdapat pada :
1. Fi’il amar untuk mufrad mudzakkar mukhathab (orang kedua laki-laki tunggal).
2. Fi’il mudhari’ yang diawali dengan ta’ khithab wahid (orang kedua laki-laki
tunggal), hamzah (orang pertama tunggal), dan nun (orang pertama >1).
Berikut contoh isim dhomir mustatir wujub dalam bentuk tabel !
No Kata ganti Arti Bentuk kalimah

1 ) َ‫ِإجْ لِسْ (َأ ْنت‬ Duduklah! (lk 1) Fi’il amar


2 ) َ‫تَجْ لِسُ (َأ ْنت‬ Kamu sedang duduk (lk 1) Fi’il mudhari’
3 )‫َأجْ لِسُ (َأنَا‬ Aku sedang duduk (lk/pr)
4 ) ُ‫نَجْ لِسُ (نَحْ ن‬ Kita sedang duduk (lk/pr >1)
Semua fi’il yang terdapat pada tabel di atas merupakan fi’il yang memuat isim dhomir
yang wajib disimpan (dhamir mustatir wujub), tidak boleh ditampakkan dalam
pelafadzannya. Contohnya kata ْ‫( ِإجْ لِس‬duduklah), dhamir َ‫ َأ ْنت‬yang tersimpan pada fi’il
tersebut tidak boleh ditampilkan. Apabila kita mengatakan َ‫ِإجْ لِسْ َأ ْنت‬, maka
kedudukan َ‫ َأ ْنت‬dalam perkataan tersebut bukan sebagai fa’il, melainkan menjadi taukid
(penguat) dari isim dhamir yang berkedudukan sebagai fa’il.
Adapun dhamir mustatir jawaz ( kata ganti yang boleh disimpan dan boleh ditampakkan)
adalah kata ganti yang tempat atau keberadaannya boleh digantikan oleh isim dhahir
ataupun dhamir munfashil. Dhomir yang seperti ini terdapat pada:
1. Fi’il madhi dan mudhari’ untuk mufrad mudzakkar ghaib (orang ketiga laki-laki
tunggal)
2. Fi'il madhi dan mudhari' untuk mufrad muannats ghaibah (orang ketiga
perempuan tunggal).
Berikut tabel untuk isim dhomir mustatir jawaz !
No Kata ganti Arti Bentuk

1 )‫ب (هُ َو‬


َ ‫ض َر‬
َ Dia telah memukul (lk/pr 1) Fi’il madhi
2 ْ َ‫ض َرب‬
)‫ت ( ِه َي‬ َ
3 )‫يَضْ ِربُ (هُ َو‬ Dia akan memukul (lk/pr 1) Fi’il mudhari’
4 )‫تَضْ ِربُ ( ِه َي‬

Contoh Isim Dhomir


Supaya lebih menajamkan lagi pemahaman kita tentang isim dhomir, coba perhatikan
beberapa contoh isim dhomir dalam kalimat Al-Qur'an berikut ini.
Contoh isim dhomir dalam QS. Al-Mu'minun ayat 115:
َ‫َأفَ َح ِس ْبتُ ْم َأنَّ َما خَ لَ ْقنَا ُك ْم َعبَثًا َوَأنَّ ُك ْم ِإلَ ْينَا اَل تُرْ َجعُون‬
Artinya: Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?, (QS.
Al-Mu'minun: 115).
Penjelasan:
 ‫ خَ لَ ْقنَا ُك ْم‬: nun yang terdapat pada kalimat ini adalah contoh isim dhomir yang
muttashil (sambung) dengan kata lainnya, mabni sukun bermahal rafa' karena
menjadi fa'il (subyek).

2
 ‫ ُك ْم‬: begitu juga lafadz ‫ ُك ْم‬yang termasuk dhomir muttashil. Hukumnya mabni
sukun bermahal nashab karena menjadi maf'ul bih (obyek).
Contoh isim dhomir dalam QS. Ar-Rum ayat 25:
َ‫ض ِإ َذا َأ ْنتُ ْم ت َْخ ُرجُون‬
ِ ْ‫ثُ َّم ِإ َذا َدعَا ُك ْم َد ْع َوةً ِمنَ اَأْلر‬
Artinya: Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu
(juga) kamu keluar (dari kubur), (QS. Ar-Rum: 25).
Penjelasan:
 ‫ َدعَا ُك ْم‬: kata ‫ َدعَا‬merupakan fi'il madhi yang memuat dhomir mustatir jawaz dan
berkedudukan sebagai fa'il. Sedangkan lafadz ‫ ُك ْم‬adalah obyeknya (maf'ul bih)
yang berupa dhomir munfashil.
 ‫ َأ ْنتُ ْم‬: lafadz ini merupakan dhamir munfashil (terpisah) dari kata lainnya.
Hukumnya mabni sukun bermahal rafa' sebab menjadi mubtada'.
Contoh isim dhomir dalam QS. Al-Isra' ayat 14:
َ ‫ك ْاليَوْ َم َعلَ ْي‬
‫ك َح ِسيبًا‬ َ َ‫ا ْق َرْأ ِكتَاب‬
َ ‫ك َكفَ ٰى بِنَ ْف ِس‬
Artinya: Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab
terhadapmu, (QS. Al-Isra': 14).
Penjelasan:
 ‫رْأ‬ َ ‫ ا ْق‬: fi'il amr mabni sukun dan fa'ilnya berupa dhomir mustatir wujub (wajib
disimpan), takdirnya yaitu َ‫( َأ ْنت‬kamu).

Kesimpulan
Itulah penjelasan tentang isim dhomir kata ganti bahasa Arab yang secara garis besarnya
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kata ganti yang tampak (dhamir bariz) dan
kata ganti yang tersimpan/tersembunyi (dhamir mustatir). Terdapat dua macam isim
dhomir (kata ganti) yang tampak dalam pelafadzannya, yaitu kata ganti yang disambung
dengan kata/kalimah lain (muttashil) dan kata ganti yang berdiri sendiri (munfashil).
Demikian halnya dengan kata ganti yang tersimpan (dhamir mustatir), ada yang wajib
tersimpan (mustatir wujub) dan ada juga yang boleh disimpan boleh ditampakkan
(mustatir jawaz).
Dalam praktiknya, isim dhomir yang disambung dengan kata lainnya (muttashil) tidak
dapat berada pada awal suatu kalimat dan tidak bisa terjatuh setelah illa ( ‫)ِإاَّل‬. Kebalikan
dari dhamir munfashil, yaitu kata yang bisa diletakkan pada awal kalimat dan dapat pula
bersanding dengan illa ( ‫)ِإاَّل‬.
Dan untuk isim dhomir yang wajib disimpan (mustatir wujub), kedudukannya tidak
dapat digantikan baik oleh isim dhahir maupun dhamir munfashil. Adapun isim dhomir
yang boleh disimpan dan ditampakkan (mustatir jawaz) itu sebaliknya dhamir mustatir
wujub, yang keberadaannya bisa digantikan baik oleh isim dhahir ataupun dengan
dhamir munfashil.

2
Dhomir Bariz Muttashil dan Munfashil beserta
Contohnya
Dalam bahasa Arab, kata ganti disebut dengan isim dhomir, adalah isim yang berfungsi
sebagai pengganti sebuah kata atau untuk mewakili seseorang atau benda. Secara
keseluruhan, isim dhomir memiliki 14 macam bentuk dengan penggunaan yang
berbeda-beda. Ke-14 macam isim dhomir tersebut kemudian dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu dhomir bariz dan dhomir mustatir. Berikut penjelasan tentang dhomir bariz
meliputi pengertian, macam-macam, dan contoh penggunaannya dalam kalimat.

Pengertian Dhomir Bariz


Secara etimologi (bahasa) kata al-bariz (‫ )البارز‬berasal dari kata baroza (‫)برز‬, artinya
yang terkemuka, terlihat, mencolok, atau menonjol. Di dalam QS. Ghafir ayat 16 Allah
SWT berfirman:
‫ار ُز ۡو ۖنَ اَل يَ ۡخ ٰفى َعلَى هّٰللا ِ ِم ۡنهُمۡ َش ۡى ٌء‬
ِ َ‫يَ ۡو َم هُمۡ ب‬
Artinya: (yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada sesuatu pun dari keadaan
mereka yang tersembunyi di sisi Allah, (QS. Ghafir: 16).
Kata َ‫ار ُز ۡون‬ ِ َ‫ ب‬pada ayat di atas bermakna َ‫ ظَا ِهرُوْ ن‬yang berarti kelihatan, terang, atau jelas.
Maksudnya, kelak di hari kiamat manusia akan keluar dari kuburnya dan tidak ada satu
pun dari perbuatan mereka yang tersembunyi di sisi Allah, semuanya diketahui-Nya.
Sedangkan menurut terminologi (istilah), ada beberapa pengertian tentang dhomir bariz
yang dikemukakan oleh para ulama ahli nahwu, di antaranya:
‫ت‬ ُ ‫ َعلِ ْم‬:‫َما لَهَا صُوْ َرةٌ فِى الكَاَل ِم َكالتَّا ِء فِى‬
Artinya: dhomir bariz adalah kata ganti yang memiliki bentuk (tampak) di dalam kalimat,
seperti huruf ta’ pada contoh ‫ت‬ ُ ‫( َعلِ ْم‬aku sudah mengetahui).
‫ار ُز َما لَهُ صُوْ َرةٌ فِى اللَّ ْف ِظ َويَ ْنقَ ِس ُم َعلَى قِ ْس َما ِن‬ ِ َ‫ض ِم ْي ُر الب‬
َّ ‫ال‬
Artinya: dhomir bariz adalah kata ganti yang memiliki bentuk dalam lafadznya, dan
dibagi menjadi dua macam.
Definisi di atas dirasa sudah memberikan gambaran yang jelas tentang pengertian
dhomir bariz. Bahwa yang dimaksud dengan dhamir bariz adalah kata ganti yang
nampak dalam kalimat, kebalikan dari dhamir mustatir (kata ganti yang tersimpan).
Seperti kalimat ‫ْت‬ ُ ‫( َجلَس‬aku menulis), huruf ta’ yang terdapat pada kalimat barusan
merupakan contoh penggunaan dhomir bariz untuk mutakallim (kata ganti orang
pertama).
Adapun dua macam pembagian dhomir bariz yang dimaksud adalah:
1. Dhomir muttashil: bersambung dengan kalimat lain.
2. Dhomir munfashil: berdiri sendiri, tidak bersambung dengan kalimat lain.

Dhamir Muttashil
Kata muttashil (‫ )متّصل‬merupakan bentuk isim fa’il dari madhi ittashala (‫)إتّصل‬, artinya
bersambung. Dalam kamus Arab-Indonesia, kata al-muttashil memiliki keselarasan
makna dengan al-muqtarin (‫)المقترن‬, yaitu yang sambung, bertemu.
Dhomir muttashil adalah isim dhomir yang selalu disambung dengan kata yang terjatuh
sebelumnya, tidak bisa diletakkan pada awal kalimat atau terjatuh setelah lafadz ‫ِإاَّل‬.
Jenis kata ganti ini terbagi ke dalam 3 macam, yaitu:
1. Dhamir rafa’ muttashil

2
Dhomir ini terjadi bilamana bertemu dengan fi’il atau kana beserta saudaranya, dan
kedudukannya sebagai fa’il (subyek). Ketika bersambung dengan kana dan
saudaranya maka berkedudukan menjadi isimnya. Contohnya sebagaimana dalam tabel
berikut:
Contoh Dhomir Arti
ُ ‫َجلَس‬
‫ْت‬ Mutakallim Aku duduk
‫َجلَ ْسنَا‬ Kami duduk
َ‫َجلَسْت‬ Mukhathab Kamu (lk) duduk
‫َجلَ ْستُ َما‬ Kalian berdua duduk
‫َجلَ ْستُ ْم‬ Kalian (lk) duduk

ِ ‫َجلَ ْس‬
‫ت‬ Kamu (pr) duduk
‫َجلَ ْستُ َّن‬ Kalian (pr) duduk

َ َ‫َجل‬
‫س‬ Ghaib Dia (lk) duduk
‫َجلَ َسا‬ Mereka berdua (lk) duduk
‫َجلَسُوا‬ Mereka (lk) duduk
ْ ‫َجلَ َس‬
‫ت‬ Dia (pr) duduk
‫َجلَ َستَا‬ Mereka berdua (pr) duduk

َ‫َجلَ ْسن‬ Mereka (pr) duduk


2. Dhamir nashab muttashil
Dhomir ini terjadi ketika bertemu dengan fi’il atau inna beserta saudaranya, dan
berkedudukan sebagai maf’ul bih (obyek). Jika bersambung dengan inna dan
saudaranya, maka kedudukannya sebagai isimnya. Contohnya seperti kalimat berikut:
Contoh Dhamir Arti

‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمنِي‬ Mutakallim Allah merahmatiku


‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمنَا‬ Allah merahmati kita
‫ك‬ َ ‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُم‬ Mukhathab Allah merahmatimu (lk)
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُم ِك‬ Allah merahmatimu (pr)
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُم ُك َما‬ Allah merahmati kalian berdua
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُم ُك ْم‬ Allah merahmati kalian (lk)
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُم ُك َّن‬ Allah merahmati kalian (pr)
ُ‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمه‬ Ghaib Allah merahmatinya (lk)
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمهَا‬ Allah merahmatinya (pr)
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمهُ َما‬ Allah merahmati mereka berdua
‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمهُ ْم‬ Allah merahmati mereka (lk)

2
Contoh Dhamir Arti

‫هّٰللا ُ يَرْ َح ُمه َُّن‬ Allah merahmati mereka (pr)


3. Dhamir jar muttashil
Dhomir ini terjadi ketika bertemu dengan isim (kata benda) atau huruf jar, dan
berkedudukan sebagai mudhaf ilaih atau majrur. Contohnya seperti kalimat berikut:
Contoh Dhamir Arti

‫ِكتَابِي‬ Mutakallim Bukuku


‫ِكتَابُنَا‬ Buku kita
‫ك‬
َ ُ‫ِكتَاب‬ Mukhathab Bukumu (lk)
‫ِكتَاب ُِك‬ Bukumu (pr)
‫ِكتَابُ ُك َما‬ Buku kalian berdua
‫ِكتَابُ ُك ْم‬ Buku kalian (lk)
‫ِكتَابُ ُك َّن‬ Buku kalian (pr)
ُ‫ِكتَابُه‬ Ghaib Bukunya (lk)
‫ِكتَابُهَا‬ Bukunya (pr)
‫ِكتَابُهُ َما‬ Buku mereka berdua
‫ِكتَابُهُ ْم‬ Buku mereka (lk)
‫ِكتَابُه َُّن‬ Buku mereka (pr)

Dhamir Munfashil
Secara lughat (bahasa) kata al-munfashil (‫ )المنفصل‬berasal dari kata infashala (‫)إنفصل‬,
artinya yang dipisahkan, dilepaskan, atau diputuskan. Kata al-munfashil (‫ )المنفصل‬juga
memiliki keserasian makna dengan al-munfarid (‫)المنفرد‬, artinya yang terpisah dari yang
lain.
Menurut para linguis Arab, definisi dhamir munfashil adalah dhomir yang berdiri sendiri,
tidak bersambung dengan kata lain, dan bisa dijadikan permulaan kalimat atau terjatuh
setelah ‫ِإاَّل‬. Dhamir ini juga dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Dhamir rafa’ munfashil
Dhamir rafa' munfashil kata ganti yang berdiri sendiri dan bermahal rofa’ sebagai
mubtada’, khobar, fa’il atau na’ibul fa’il. Contohnya:
Contoh Dhamir Arti

‫هُ َو‬ Ghaib Dia (lk)


‫هُ َما‬ Mereka berdua (lk)
‫هُ ْم‬ Mereka (lk)
‫ِه َي‬ Dia (pr)
‫هُ َما‬ Mereka berdua (pr)
‫ه َُّن‬ Mereka (pr)

2
Contoh Dhamir Arti
َ‫َأ ْنت‬ Mukhathab Kamu (lk)
‫َأ ْنتُ َما‬ Kalian berdua (lk)
‫َأ ْنتُ ْم‬ Kalian (lk)

ِ ‫َأ ْن‬
‫ت‬ Kalian (pr)
‫َأ ْنتُ َما‬ Kalian berdua (pr)
‫َأ ْنتُ َّن‬ Kalian (pr)
‫َأنَا‬ Mutakallim Saya
ُ‫نَحْ ن‬ Kami, kita
2. Dhamir nashab munfashil
Dhamir nashab munfashil adalah kata ganti yang berdiri sendiri dan dibaca nashab
sebagai maf’ul bih (obyek). Contohnya:
Contoh Dhamir Arti

ُ‫ِإيَّاه‬ Ghaib Kepadanya (lk)


‫ِإيَّاهُ َما‬ Kepada mereka berdua (lk)
‫ِإيَّاهُ ْم‬ Kepada mereka (lk)
‫ِإيَّاهَا‬ Kepadanya (pr)
‫ِإيَّاهُ َما‬ Kepada mereka berdua (pr)
‫ِإيَّاه َُّن‬ Kepada mereka (pr)
‫ك‬
َ ‫ِإيَّا‬ Mukhathab Kepadamu (lk)
‫ِإيَّا ُك َما‬ Kepada kalian berdua (lk)
‫ِإيَّا ُك ْم‬ Kepada kalian (lk)
‫َّاك‬
ِ ‫ِإي‬ Kepadamu (pr)
‫ِإيَّا ُك َما‬ Kepada kalian berdua (pr)
‫ِإيَّا ُك َّن‬ Kepada kalian (pr)
‫ي‬
َ ‫ِإيَّا‬ Mutakallim Kepadaku
‫ِإيَّانَا‬ Kepada kita
Demikianlah penjelasan tentang dhamir bariz dalam bahasa Arab yang secara garis
besar dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Dhamir muttashil, yaitu kata ganti yang selalu
bersambung dengan kata lainnya, berkedudukan menjadi fa’il, maf’ul bih, mudhaf ilaih,
majrur, isimnya kana, dan isimnya inna. 2) Dhamir munfashil, yaitu kata ganti yang
berdiri sendiri, tidak bersambung dengan kata lain. Kedudukannya bisa sebagai fa’il atau
na’ibul fa’il, mubtada’, khobar, dan maf’ul bih

2
Pengertian Dhomir Mustatir
Secara leksikal, kata al-mustatir (‫ )المستتر‬berasal dari madhi istataro (‫)إستتر‬, artinya yang
samar, tersimpan. Kata al-mustatir (‫ )المستتر‬juga memiliki keserasian makna dengan al-
ghaib (‫)الغائب‬, artinya yang tersembunyi, tertutup.
Menurut istilah ulama ahli nahwu, pengertian dhamir mustatir adalah kata ganti yang
tidak nampak bentuk lafadz aslinya dalam suatu kalimat. Mustofa al-Ghalayaini dalam
kitab “Jami’ al-Durus al-Arabiyyah” mendefinisikan dhomir mustatir sebagai berikut:
" ْ‫ض ِمي ِْر ال ُم ْستَتِ ِر فِى "ُأ ْكتُب‬ َ ِ‫ َو َذل‬،‫ بَلْ َكانَ ُمقَ َّدرًا فِى ال ِّذ ْه ِن َو َم ْن ِويًّا‬،‫ َما لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ صُوْ َرةٌ ِفى الكَاَل ِم‬:‫ض ِم ْي ُر ال ُم ْستَتِ ُر‬
َّ ‫ك َكال‬ َّ ‫ال‬
َ‫ ُأ ْكتُبْ َأ ْنت‬:‫فَِإ َّن التَّ ْق ِد ْي َر‬
Artinya: dhamir mustatir adalah dhamir (kata ganti) yang tidak mempunyai bentuk
dalam sebuah kalimat tetapi terdapat taksiran dan ketentuan dalam memahaminya.
Contohnya seperti kalimat “ ْ‫( ”ُأ ْكتُب‬menulislah !), maka maksudnya adalah “ َ‫”ُأ ْكتُبْ َأ ْنت‬
(menulislah kamu !).
Ada dua macam dhamir mustatir (kata ganti tersimpan), yaitu mustatir wujub (wajib
tersimpan), dan mustatir jawaz (boleh tersimpan).

Dhomir Mustatir Wujub


Dalam kamus Arab-Indonesia, kata al-wujub (‫ )الوجوب‬berarti kewajiban atau keharusan.
Dengan demikian, yang dimaksud dhamir mustatir wujub adalah kata ganti yang
keberadaannya wajib disembunyikan, dan tidak bisa digantikan oleh isim dhahir.
Dhomir mustatir wujub ini terdapat pada:
1. Fi’il amr dilalah mufrad mudzakkar mukhathab (kata ganti orang kedua untuk
laki-laki tunggal).
2. Fi’il mudhori dilalah mufrad mudzakkar mukhathab (kata ganti orang kedua
untuk laki-laki tunggal), mutakallim wahdah atau ma’al ghair (kata ganti orang
pertama).
Perhatikan contoh dhomir mustatir wujub pada fi’il amar berikut:
Contoh Arti

) َ‫ُأ ْخرُجْ (َأ ْنت‬ Keluarlah (kamu) !

) َ‫ِإ ْق َرْأ (َأ ْنت‬ Bacalah (kamu) !

) َ‫ُأ ْنظُرْ (َأ ْنت‬ Pandanglah (kamu) !

) َ‫تَ َعلَّ ْم (َأ ْنت‬ Belajarlah (kamu) !


Semua fi’il amr dalam tabel di atas merupakan contoh kalimat yang menyimpan dhamir,
dan dhamir ini wajib tersimpan, tidak boleh dimunculkan dalam pengucapan atau
penulisannya. Misalkan kata ‫( تَ َعلَّ ْم‬belajarlah), maka dhamir َ‫( َأ ْنت‬kamu) sebagai fa’il
(subyek) sudah terkandung di dalam fi'il tersebut. Tanpa menyebutkannya pun
mukhathab (lawan bicara) bisa memahami tanpa harus bertanya kembali.
Sekarang perhatikan contoh dhomir mustatir pada fi’il mudhori untuk kata kerja ‫س‬ َ َ‫َجل‬
(duduk) dalam tabel berikut:

2
Contoh Dhamir Arti

ُ‫تَجْ لِس‬ َ‫َأ ْنت‬ Kamu sedang duduk (lk)

ُ‫َأجْ لِس‬ ‫َأنَا‬ Saya sedang duduk (lk/pr)

ُ‫نَجْ لِس‬ ُ‫نَحْ ن‬ Kami sedang duduk (lk/pr)


Fa’il berupa dhamir pada fi'il mudhari' di atas wajib disimpan, tidak boleh ditampakkan
pada kalimat. Misalkan untuk kata ُ‫( َأجْ لِس‬saya sedang duduk), tidak boleh diucapkan
menjadi َ‫َأجْ لِسُ َأ ْنت‬. Jika demikian, maka lafadz َ‫ َأ ْنت‬pada kalimat barusan berfungsi sebagai
taukid atau penguat dhomir mustatir dari fi’il mudhari ُ‫َأجْ لِس‬, bukan sebagai fa'il (subyek).

Dhomir Mustatir Jawaz


Dhamir mustatir jawaz adalah kata ganti yang disimpan, namun tidak wajib. Artinya, ia
juga diperbolehkan untuk ditampakkan dalam suatu kalimat, dan keberadaan atau
kehadirannya bisa digantikan dengan isim dhahir, bahkan dhamir munfashil.
Dhomir mustatir jawaz ini terdapat pada:
1. Fi’il madhi dan mudhari’ dilalah mufrad mudzakkar ghaib (kata ganti orang ketiga
untuk laki-laki tunggal).
2. Fi’il madhi dan mudhari’ dilalah mufrad muannats ghaibah (kata ganti orang
ketiga untuk perempuan tunggal).
Perhatikan contoh dhamir mustatir jawaz pada fi’il madhi dan mudhori’ dalam tabel
berikut:
Contoh Dhamir Arti

َ ‫َذه‬
‫َب‬ ‫هُ َو‬ Dia telah pergi (lk)
ْ َ‫َذهَب‬
‫ت‬ ‫ِه َي‬ Dia telah pergi (pr)

ُ‫يَ ْذهَب‬ ‫هُ َو‬ Dia sedang pergi (lk)

ُ‫ت َْذهَب‬ ‫ِه َي‬ Dia sedang pergi (pr)


Kata ‫ت‬ْ َ‫ َذهَب‬/‫َب‬
َ ‫ َذه‬pada tabel di atas merupakan fi’il madhi mabni fathah. Sementara fa’il
atau subyeknya berupa dhomir ‫ ِه َي‬/‫ ه َُو‬yang disimpan. Diperbolehkan juga untuk
dimunculkan, menjadi ‫َب هُ َو‬ َ ‫ َذه‬atau ‫َب ِه َي‬
َ ‫ َذه‬. Jika demikian, maka dhamir yang terjatuh
setelahnya merupakan dhamir bariz yang munfashil (kata ganti yang tidak sambung).
Bisa juga keberadaan dhomir mustatir pada fi’il ‫ت‬ ْ َ‫ َذهَب‬/‫َب‬
َ ‫ َذه‬digantikan oleh isim dhahir,
menjadi ‫َب زَ ْي ٌد‬َ ‫( َذه‬Zaid pergi) atau ُ‫اط َمة‬
ِ َ‫ت ف‬ْ َ‫( َذهَب‬Fatimah pergi) misalnya. Ketentuan ini juga
berlaku bagi fi’il mudhari ُ‫يَ ْذهَب‬/ ُ‫ ت َْذهَب‬sebagaimana madhinya.

Contoh Dhomir Mustatir


Untuk menunjang penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, sekarang perhatikan
contoh dhomir mustatir dalam ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini !
Contoh penggunaan dhomir mustatir wujub:
 َ‫( فَا ْستَقِ ْم َك َما ُأ ِمرْ ت‬Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu), {QS. Hud: 112}.
‫هّٰللا‬
 ِ ‫ى اِلَى‬ ۤۡ ‫( َواُفَ ِّوضُ اَمۡ ر‬Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah), {QS. Ghafir: 44}.
ِ
 ‫ص‬ِ ‫ص‬ َ ‫( نَحْ نُ نَقُصُّ َعلَ ْيكَ َأحْ َسنَ الق‬Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik),
َ ْ
{QS. Yusuf: 3}.

2
 ‫( تُ ۡؤتِى ۡال ُم ۡلكَ َم ۡن تَ َشٓا ُء‬Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau
kehendaki), {QS. Ali Imran: 26}.
Contoh penggunaan dhomir mustatir jawaz:
 ‫ز‬ َ ‫ار َوُأ ْد ِخ َل ْال َجنَّةَ فَقَ ْد فَا‬
ِ َّ‫( فَ َم ْن ُزحْ ِز َح ع َِن الن‬Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung), {QS. Ali Imran:
185}.
 ‫ختِ ِه قُصِّي ِه‬ ْ ‫ت ُأِل‬ْ َ‫( َوقَال‬Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan),
{QS. Al-Qasas: 11}.
 ِ ‫ل آ َمنَّا بِاهَّلل‬ ُ ‫اس َم ْن يَقُو‬ِ َّ‫( َو ِمنَ الن‬Di antara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman
kepada Allah), {QS. Al-Baqarah: 8}.
Demikianlah penjelasan dhomir mustatir atau kata ganti tersimpan dalam bahasa Arab
yang telah diklasifikasikan oleh para ilmuan nahwu menjadi dua macam, yaitu: 1)
Dhamir mustatir wujub, yang terdapat pada fi’il amr untuk mufrad mudzakkar
mukhathab, fi’il mudhari yang dimulai dengan ta’ khitob, hamzah, dan nun. 2) Dhamir
mustatir jawaz, terdapat pada fi’il madhi dan mudhori dilalah mufrad mudzakkar
ghaib dan muannats ghaibah.

2
Mufrad Musanna Jamak
Isim Mufrad
Isim mufrad adalah kata benda yang tidak bermakna ganda atau jamak. Dengan kata lain
isim mufrad merupakan kalimah isim yang memiliki makna tunggal. Contohnya seperti
kata “ٌ‫ ُم ْسلِ َمة‬/‫( ” ُم ْسلِ ٌم‬muslim/muslimah), “‫( ”َأ َس ٌد‬singa), dan “ ٌ‫( ” ِكتَاب‬buku).
Isim Tasniyah/Mutsanna
Isim tasniyah/mutsanna adalah isim yang menunjukkan makna dua atau ganda, ditandai
dengan adanya tambahan huruf alif+nun ketika rofa’ dan ya+nun ketika keadaan nashob
dan jernya. Isim ini merupakan suatu istilah yang agak sulit mencari padanannya dalam
bahasa Indonesia. Karena dalam bahasa sehari-hari, kita hanya menemukan istilah kata
untuk tunggal dan jamak. Barang kali istilah dalam bahasa kita yang mendekati maksud
dari isim tasniyah adalah ganda.
Contoh isim tasniyah/mutsanna seperti kata “ ‫َان‬ ِ ‫ ُمْؤ ِمنَت‬/‫َان‬ ِ ‫( ” ُمْؤ ِمن‬dua orang
mukmin/mukminah), “‫َان‬ ِ ‫ ُم ْسلِ َمت‬/‫( ” ُم ْسلِ َما ِن‬dua orang muslim/muslimah). Contoh ini adalah
kata yang digunakan untuk isim tasniyah yang menduduki kedudukan rofa’, jika dipakai
untuk keadaan nashob dan jer maka menggunakan tambahan berupa ya+nun di akhir
katanya, menjadi “‫ ُمْؤ ِمنَتَ ْي ِن‬/‫ ” ُمْؤ ِمنَي ِْن‬dan “‫ ُم ْسلِ َمتَي ِْن‬/‫” ُم ْسلِ َمي ِْن‬.
Isim Jamak
Isim jamak adalah kata benda yang menunjukkan kepada makna lebih dari dua atau tiga
ke atas. Dalam bahasa Arab, isim jamak dibagi lagi menjadi tiga macam, yaitu jamak
mudzakkar salim, jamak muannats salim, dan jamak taksir.
Jamak mudzakkar salim adalah isim jamak untuk jenis laki-laki dengan tambahan huruf
wawu+nun ketika rofa’ dan ya+nun ketika nashob dan jer. Contoh jamak mudzakkar
salim ketika rofa’ seperti “ َ‫( ” ُمْؤ ِمنُون‬orang-orang mukmin), dan “ َ‫ ” ُمْؤ ِمنِ ْين‬untuk keadaan
nashob dan jer. Sedangkan jamak muannats salim adalah isim jamak untuk jenis
perempuan yang memakai tambahan berupa huruf alif+ta’ di akhir katanya. Contohnya
seperti “‫ت‬ ٌ ‫( ” ُم ْسلِ َم‬orang-orang muslimah), harokat dhommah untuk keadaan rofa’
ٍ ‫ ُم ْسلِ َما‬/‫ات‬
dan kasrah dalam keadaan nashob atau jernya.
Adapun yang dimaksud jamak taksir adalah isim jamak yang dapat digunakan baik untuk
mudzakkar maupun muannats dengan memakai pola kalimat khusus (tidak memakai
aturan baku). Contoh jamak taksir adalah kata “ ٌ‫( ” ُكتُب‬kitab-kitab), “‫”ر َجا ٌل‬ ِ (para lelaki),
dan “ ٌ‫( ”طُاَّل ب‬para murid).
Cara Membuat Isim Tasniyah/Mutsanna dan Jamak dari
Mufrad
Untuk dapat membuat perubahan dari isim mufrad ke jamak mudzakkar salim atau
jamak muannats salim memiliki kaidah (aturan) dan rumus tertentu. Adapun jamak
taksir tidak mempunyai aturan yang baku. Supaya mudah dalam memahaminya, berikut
rumus membuat isim tasniyah/mutsanna dan jamak dari bentuk mufradnya.
Rumus membuat isim tasniyah/mutsanna :
 Menambahkan huruf alif+nun (aani) saat keadaan rofa’. Contohnya “ ‫( ”قَلَ ٌم‬pulpen)
menjadi “‫( ”قَلَ َما ِن‬dua pulpen).
 Menambahkan huruf ya+nun (aini) ketika nashob dan jer, serta huruf yang
terjatuh sebelum huruf tambahan dibaca fathah. Contohnya kata “ ٌ‫( ” ِكتَاب‬buku)
menjadi “‫( ” ِكتَابَي ِْن‬dua buku).

2
Rumus membuat isim jamak mudzakkar salim :
 Memakai tambahan huruf berupa wawu+nun ketika rofa’. Contohnya “‫ل‬ ٌ ‫” ُمرْ ِس‬
(pengutus) menjadi “ َ‫( ” ُمرْ ِسلُون‬para pengutus).
 Menambahkan huruf ya+nun saat dalam keadaan nashob/jer, dan huruf yang
terjatuh sebelum huruf tambahan dibaca kasroh. Contohnya “ ‫” ُمحْ ِس ٌن‬
(penyumbang) menjadi “ َ‫( ” ُمحْ ِسنِ ْين‬para penyumbang).
Rumus membuat isim jamak muannats salim :
 Menambahkan huruf tambahan berupa alif+ta’ di akhir kalimahnya, baik keadaan
rofa’, nashob, dan jer. Contohnya kata “ٌ‫( ” ُم ْسلِ َمة‬seorang muslimah) menjadi “
ٌ ‫( ” ُم ْسلِ َم‬para muslimah).
‫ات‬
 Ketika rofa’ huruf ta’ dibaca dhommah, seperti kata “ ‫ات‬ ٌ ‫” ُم ْسلِ َم‬.
 Ketika nashob dan jer huruf ta’ dibaca kasroh, seperti kata “ ‫ت‬ ٍ ‫” ُم ْسلِ َما‬.
Rumus membuat isim jamak taksir :
Untuk dapat membuat perubahan pada isim mufrad menuju jamak taksir, mau tidak
mau kita harus menghafalkan pola kalimat yang menjadi patokan dalam bab jamak
taksir. Seperti “ ٌ‫( ” ُكتُب‬mengikuti wazan ‘‫)’فُ ُع ٌل‬, “ ٌ‫( ”طُاَّل ب‬mengikuti wazan ‘ٌ‫)’فُعَّال‬, “ٌ‫”ر َجال‬ ِ
(mengikuti wazan ‘ٌ‫)’فِ َعال‬, dan lain sebagainya.
Itulah penjelasan sekaligus jawaban atas pertanyaan bagaimana cara membuat isim
tasniyah/mutsanna dan jamak dari bentuk mufrad. Agar lebih mudah memahaminya,
mari kita terapkan rumus-rumus tersebut ke beberapa kata dalam tabel berikut :
Mufrad Tasniyah

‫ُم ْسلِ ٌم‬ ِ ‫ُم ْسلِ َم‬


‫ان‬

‫ُم ْسلِ َمي ِْن‬


Tabel 2.1 Rumus Perubahan Isim Tasniyah

Mufrad Jamak Mudzakkar/Muannats

‫ُم ْسلِ ٌم‬ َ‫ُم ْسلِ ُموْ ن‬

َ‫ُم ْسلِ ِم ْين‬


ٌ‫ُم ْسلِ َمة‬ ٌ ‫ُم ْسلِ َم‬
‫ات‬

ٍ ‫ُم ْسلِ َما‬


‫ت‬
Tabel 2.2 Rumus Perubahan jamak mudzakkar/muannats salim

Mufrad Jamak Taksir

ٌ‫ِكتَاب‬ ٌ‫ُكتُب‬

‫قَلَ ٌم‬ ‫َأ ْقاَل ُم‬


Tabel 2.3 Rumus Perubahan Isim Jamak Taksir

Anda mungkin juga menyukai