OLEH :
D3 KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................................1
KESIMPULAN .............................................................................................23
3
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di
berbagai jaringan tubuh. Hal tersebut dapat dicapai dengan serangkaian manuver fisika-kimia
yang kompleks. Air menempai posisi yang besar dalam tubuh. Air menyusun 75% berat bayi,
70% berat badan pria dewasa, dan 55% tubuh pria. Total cairan tubuh 50%-60% dari berat
badan, plasma darah 5%, cairan interstisial 10%-15%, cairan ekstraseluler 15%-20% berat
badan dan cairan seluler 35%-40% dari berat badan. Elektrolit tubuh terdiri dari Anion dan
Kation. (Mubarak.dkk, 2009)
Cairan mempunyai beberapa peran penting yaitu pembentuk sel dan cairan tubuh, air
adalah komponen utama sel sekitar 70 - 80 % kecuali sel lemak. Air mempunyai peran untuk
pembentukan cairan tubuh seperti cairan lambung, darah, hormon dan enzim. Sebagai
pelarut,sebagai pengeluaran zat sisa metabolisme, sebagai pengatur suhu, media transfortasi,
air membawa oksigen dan karbondioksida yang membantu pertumbuhan dan regenerasi sel
dan sebagai pelumas. (Tarwoto. Wartonah, 2010)
Air merupakan komponen penting dalam kehidupan, namun seringkali kurang
diperhatikan. Anak – anak yang pergi bersekolah selama beberapa jam atau beraktivitas lama
di luar rumah seringkali kurang mendapat asupan cairan yang cukup. Padahal, air pada tubuh
anak menempati persentase yang besar dari berat badannya. Persentase air dalam tubuh anak
lebih besar dibanding dewasa karena luas permukaan tubuhnya yang lebih besar dan
kandungan lemak yang lebih sedikit. (Yolanda.dr, 2016).
Kebutuhan cairan harian pada anak umumnya menggunakan beberapa metode yaitu
berdasarkan berat badan, metode berdasarkan BSA (Body Surface Area/ luas Permukaan
Tubuh). Sementara kebutuhan Elektrolit padaanak yaitu Natrium dengan rumatan: 2-3
mEq/kg/hari dan Kalium dengan rumatan pada anak yaitu 1-2 mEq/kg/hari. ( Oktiawati.dkk,
2017)
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempetahankan homeostatis tubuh.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
sebab, cairan tubuh terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan
anorganik yang vital untuk hidup. (Haswita.dkk, 2017)
Masalah atau gangguan yang terjadi pada kebutuhan cairan dan elektrolit salah
satunya yaitu kelebihan volume cairan. Hipervolemia adalah kondisi dimana terjadi
peningkatan retensi dan edema. Edema itu sendiri adalah kelebihan cairan dalam ruang
interstisial yang terlokalisasi. Hipervolemia dan edema bisa terjadi pada anak-anak salah satu
nya pada penyakit Sindom Nefrotik.
Sindrom Nefrotik adalah suatu manifestasi dari banyak gangguan glomerulus yang
ditandai oleh proteinuria > 50 mg/kg/hari, hipoalbuminemia <2,5 gr/dL, edema, serta dapat
disertai hiperkolesterolemia < 250 mg/uL. (Pramana.dkk,2013)
Sindrom Nefrotik terjadi karena defek pada permeabilitas pembuluh darah glomerulus.
Sekitar 75% kasus terjadi karena glomerulonefritis primer (idiopatik). Prognosis sindrom
nefrotik sangat bervariasi dan bergantung pada penyebab yang melatari. Sindrom nefrotik
primer lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, insidensinya
4
adalah 3 anak per 100.000 anak pertahun. Beberapa bentuk sindrom nefrotik pada akhirnya
berlanjut menjadi gagalginjal stadium terminal. (Kowalak.dkk 2017).
Di Indonesia, insiden SN dilaporkan 6 per 100.000 anak pertahun pda anak usia
kurang dari 14 tahun. Data penyakit ginjal anak di indonesia yang dikumpulkan dari tujuh
Pusat Pendidikan Dokter Spesialis Anak memperlihatkan bahwa SN merupakan penyakit
yang paling sering dijumpai 35 % di poliklinik nefrologi (UKK Nefrologi,2008).
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Cairan Pada
Pasien
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Definisi kebutuhan cairan dan elektrolit
2. Untuk mengetahui Volume cairan
3. Untuk mengetahui fungsi cairan
4. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
5. Untuk mengetahui pengaturan keseimbangan cairan
6. Untuk mengetahui pengaturan keseimbangan elektrolit
7. Untuk mengetahui apa saja bagian dalam pengeluaran cairan
8. Untuk mengetahui apa saja masalah keseimbangan cairan
9. Untuk mengetahui masalah kebutuhan elektrolit
10. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit
1.3. Manfaat
5
BAB II
KONSEP
2.1.1 Defenisi
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon terhadap stressor fisiologi dan
lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri
sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang
memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan. Sementara
itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh.
Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme, seperti karbondioksida,
yang semuanya disebut dengan ion (Hidayat, 2006).
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira 60% dari berat badan
pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak
badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan, lemak pada wanita lebih
banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan wanita lebih rendah dari pria. Usia juga
berpengaruh terhadap jumlah volume cairan, semakin tua usia semakin sedikit kandungan
airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir jumlah cairan tubuhnya 70-80% dari BB, usia 1 tahun
60% dari BB, usia pubertas sampai dengan usia 39 tahun untuk pria 60% dari BB dan wanita
52% dari BB, usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan wanita 47% dari BB, sedangkan
pada usia di atas 60 tahun untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
d. Transpor hormon
e. Pelumas antar-organ
a. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah sebagai berikut:
1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya menimbulkan
produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat
neural yang bertanggung jawab terhadap sensasi haus.
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari hipofisis posterior.
Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan
ekstrasel. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian
dapat menghemat air.
c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk
meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi
kalium , natrium serum, dan sistem angiotensin renin serta sangat efektif dalam
mengendalikan hiperkalemia.
a. Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai pengaturan osmolaritas
serta volume cairan tubuh. Pengaturan konsentrasi ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron.
Aldosteron dihasilkan olehsuprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
7
konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. ADH mengatur
sejumlah air yang diserap ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur
keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Ekskresi dari natrium dapat
dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata. Normalnya
sekitar 135-148 mEq/lt.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel yang berfungsi sebagai
exitability neuromukuler dan kontraksi otot. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan
mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron
juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Nilai
normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
c. Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi, penghantar impuls
kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah) dan membantu beberapa enzim pankreas.
Kalsium diekresi melalui urine, keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung
oleh hormon paratiroid pada reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar
paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan
jumlah kalsium darah.
d. Magnesium
e. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu
dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.
Normalnya sekitar 95-105 mEq/lt.
f. Bikarbonat
Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan ekstrasel dan
intrasel. Bikarbonat diatur oleh ginjal.
g. Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat berfungsi untuk
meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolisme kabohidrat, pengaturan asam basa.
8
2.1.7 Cara Pengeluaran Cairan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ
seperti:
a. Ginjal
Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah untuk
disaring setiap hari. Hasil penyaringan ginjal tersebut dikeluarkan dalam bentuk urine.
Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1500
ml/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
Universitas Sumatera Utara 12
b. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang aktivitas kelenjar
keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan yang meningkat, dan demam. Hilangnya cairan melalui kulit disebut juga dengan
Isensible Water Loss (IWL), yaitu sekitar 15-20 ml/24 jam.
c. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang sebagai
respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal (melalui feses) setiap hari
sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kg BB/24 jam,
dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius.
a. Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES), dan
dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan
sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah
Universitas Sumatera Utara 13
9
peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan
tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang
berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi
dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun,
lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata
cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air
mata. Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan oliguri.
b. Hipervolemik
Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi pada saat stimulasi
kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal abnormal dengan penurunan
ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial
ke plasma. Gejala yang mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan
tekanan darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan
irama gallop.
a. Hiponatremia
Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah
ditandai dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung,
kejang perut, denyut nadi cepat dan lembab, hipotensi, konvulsi, membran mukosa kering,
kadar natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien yang
mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama tanpa terkontrol, diare jangka panjang.
b. Hipernatremia
Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma tinggi yang ditandai
dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit buruk dan permukaan kulit
membengkak, kulit kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam plasma lebih
dari 148 mEq/lt. Dapat terjadi pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan sedang
intake garam sedikit.
c. Hipokalemia
Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah ditandai
dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah,
perut kembung, otot lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan
bising usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
d. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar kalium dalam darah tinggi
yang ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas
10
e. Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah yang ditandai
dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium dalam plasma
kurang dari 4,3 mEq/lt dan kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh
pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi
intestinal.
f. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, yang ditandai
dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar
kalsium dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/lt. Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami
pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D yang berlebihan.
g. Hipomagnesia
Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah yang ditandai dengan
adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki tangan, takikardi, hipertensi, disoriensi dan
konvulsi. Kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,5 mEq/lt.
h. Hipermagnesia
Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam darah yang ditandai
dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/lt.
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan, dan berat
badan.
b. Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui
keringat sebanyak 15-30 g/hari
c. Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini
menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraseluler.
d. Stres
11
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot,
mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan
produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
e. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan
mengganggu keseimbangan cairan.
2.2.1 Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
2. Pengukuran Klinik
a. Berat badan
1) ± 2% : ringan
2) ± 5% : sedang
3) ± 10% : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
12
b. Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu, pengukuran
tingkat kesadaran.
Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang diberikan melalui NGT dan oral,
cairan parenteral termasuk obat-obatan IV, makanan yang cenderung mengandung air yang
dikonsumsi oleh dan cairan yang digunakan untuk irigasi kateter atau NGT.
Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan kejernihan/kepekatan urine, jumlah dan
konsistensi feses, muntah, tube drainase, dan IWL (Insensible Water Loss)
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200 cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah keadaan turgor kulit, edema,
kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah distensi vena jugularis,
tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantung.
c. Mata
Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak, air mata kering atau tidak.
d. Neurologi
Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah refleks, gangguan motorik dan
sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal
Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah keadaan mukosa mulut dan
lidah, muntah-muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, pH, berat jenis
urine, dan analisis gas darah.
2.2.2 Diagnosis
13
Setelah melakukan pengkajian, Tarwoto & Wartonah (2006) merumuskan diagnosa yang
muncul dari masalah yang ditemukan pada pasien. Diagnosa yang dapat ditemukan oleh
perawat pada klien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antara
lain:
Defenisi: kondisi seorang pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada ekstraseluler dan
vaskuler.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, Tarwoto & Wartonah (2006) menyusun
intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa, yang terdapat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Intervensi keperawatan dengan diagnosa Aktual/risiko defisit volume cairan
INTERVENSI RASIONAL
14
4. Berikan dukungan verbal dalam pemberian muntah
cairan 4. Meningkatkan konsumsi yang lebih
5. Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
6. Ubah posisi pasien setiap 4 jam 5. Meningkatkan nafsu makan
7. Berikan pendidikan kesehatan tentang:
a. Tanda dan gejala dehidrasi 6. Meningkatkan sirkulasi
b. Intake dan output ciran
c. Terapi 7. Meningkatkan informasi dan kerja sama
INTERVENSI RASIONALISASI
1. Ukur dan monitor 1. Dasar pengkajian kardiovaskuler dan
• Intake dan output cairan, berat badan, respons terhadap penyakit
tensi, CVP, distensi vena jugularis, dan
bunyi paru. 2. Mengetahui adanya edema paru
2. Monitor rontgen paru 3. Kerja sama disiplin ilmu dalam
3. Kolaborasi dengan dokter dalam perawatan
pemberian cairan 4. Mengurangi kelebihan cairan
4. Hati-hati dalam pemberian cairan 5. Mengurangi edema
5. Pada pasien yang bedrest
a. Ubah posisi setiap 2 jam
b. Latihan pasif dan aktif 6. Mencegah kerusakan kulit
6. Pada kulit yang edema berikan losion,
hindari penekanan yang terus menerus 7. Pasien dan keluarga mengetahui dan
7. Berikan pengetahuan kesehatan tentang: kooperatif
Intake dan output cairan, edema, berat
badan, dan pengobatan
2.3.1 Pengkajian
Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktik di rumah sakit dr.
Pirngadi Medan, pada tanggal 2 Juni 2014 mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan
pada pasien Tn. R. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap
terdapat di lampiran 1.
1. Biodata
Seorang pasien laki-laki, bernama Tn. R berusia 26 tahun, belum menikah, beragama Islam
dirawat di ruang XXI Asoka 1 Penyakit Dalam Pria, kamar II, bad 29 dengan diagnosa medis
15
Chronic Kidney Desease Stage V (Gagal Ginjal Kronis derajat V). Pasien anak pertama dari
tiga orang bersaudara, pasien tidak bekerja dengan pendidikan terakhir adalah SMK. Pasien
dan keluarga bertempat tinggal di Jl. Panca no.89 C, Medan. Pasien masuk rumah sakit pada
tanggal 20 Mei 2014 dengan nomor rekam medik 00.92.63.31 dan tidak pernah mengalami
operasi sebelumnya
2. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian pasien mengatakan sangat terganggu dengan kondisinya, sering haus,
buang air kecil dengan volume yang sedikit-sedikit, setiap hari BAK 3-4 kali/hari. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan suhu tubuhnya yang panas. Keluhan utama pasien masuk rumah
sakit adalah sesak napas, kaki bengkak, dan merasa lemah. Hal ini dialami pasien sejak ± 2
minggu ini, sesak semakin lama semakin berat jika banyak minum. Riwayat mual muntah
tidak ada, BAK sedikit ± 1 gelas aqua per hari. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke
rumah sakit lain dan disebut menderita sakit ginjal, sudah pernah dianjurkan untuk cuci darah
namun pasien menolak.
16
Dua minggu yang lalu, pada tanggal 20 Mei 2014 pasien datang ke rumah sakit dengan
keluhan sesak napas, bengkak pada kedua kaki, dan lemah, yang telah dialaminya selama satu
minggu. Sebelumnya pasien telah berobat ke rumah sakit lain dan disebut menderita sakit
ginjal, sudah pernah dianjurkan untuk cuci darah namun pasien menolak karena tidak percaya
dengan hal itu. Klien mengatakan mengalami sesak jika minum air terlalu banyak. Jika
kambuh pasien bisa mengalami sesak napas seharian. Bila sesak napas yang bisa dilakukan
pasien di rumah yaitu tidur di dekat kipas angin sehingga udara lebih cepat masuk dan sesak
berkurang, di rumah sakit jika sesak kambuh pasien meminta ibunya untuk mengipas dengan
kertas sehingga sesak berkurang, pasien tidak menggunakan selang oksigen. Selain itu pasien
juga mengalami bengkak pada tangan dan kakinya dengan derajat edema +1 serta mengalami
gangguan dalam BAK, yaitu BAK 3-4 kali/hari tetapi sekali miksi hanya sedikit yang keluar.
Karena pada saat periksa keadaan pasien memburuk sehingga dokter memutuskan untuk
rawat inap.
Pasien mengatakan tidak terlalu memperhatikan kondisi kesehatannya, baik dari pola makan,
minum, dan olahraga. Mulai dari sekolah dasar pasien lebih suka minum minuman yang
berwarna dan bersoda, jarang minum air putih hanya 3-4 gelas per hari. Pasien makan 3 kali
sehari dengan komposisi makanan nasi, ikan/daging, dan sayur. Pasien jarang berolahraga,
kegiatan sehari-hari hanya menjaga adik di rumah dan kadang kala membantu ibu berjualan
di kantin sekolah. Pasien jarang memeriksa status kesehatannya ke pelayanan kesehatan. Jika
pasien sakit, misalnya batuk dan demam, ibu pasien membeli obat di warung dan
menganjurkan pasien meminum obat tersebut. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami
penyakit tertentu yang membutuhkan perawatan khusus. Penyakit ginjal ini mulai dirasakan
pasien dalam tiga minggu terakhir ini dan baru kali ini di rawat di rumah sakit.
6. Pemeriksaan Fisik
Secara umum didapati pasien dalam keadaan sadar, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak
menggunakan kateter, tidak menggunakan oksigen,tidak mendapat cairan infus, dengan
tanda-tanda vital: suhu tubuh 40,1oC, tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 135
x/menit, frekuensi pernafasan 35 x/ menit, skala nyeri 2 (0-10), TB 180 cm dan BB 80 Kg.
Pada saat pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data
pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dari pemeriksaan kepala dan rambut didapati bentuk kepala
simetris, tidak ada benjolan pada ubun-ubun, kebersihan kepala kurang terjaga karena pasien
tidak cuci rambut saat dirawat di rumah sakit. Rambut tumbuh tidak merata, dengan bau
rambut yang tidak enak, kulit kepala tidak bersih.
Pada pemeriksaan wajah, warna kulit sawo matang, struktur wajah lengkap dan simetris.
Mata lengkap dan simetris, palpebra tidak ada kelainan, konjungtiva pucat, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, kornea tidak ada kelainan, iris berwarna cokelat dan berbatas jelas,
ketajaman penglihatan baik.
Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung dan posisi septum nasi simetris dan tepat di medial,
lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Bentuk telinga normal dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga
paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik.
17
Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati, bibir sedikit kering, keadaan gusi dan gigi sehat,
keadaan lidah bersih tidak ada jamur, pita suara baik. Posisi trachea normal, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba, Pada pemeriksaan integumen kebersihan
integumen kurang terjaga dengan baik karena pasien tidak bisa mandi seperti biasa, kulit
pasien tampak kering seperti bersisik. Akral hangat, warna kulit sawo matang, tidak ada
cianosis, turgor kulit tidak elastis, CRT > 2 detik, kelembaban kulit tidak baik.
Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris, frekuensi pernapasan 35 kali/menit dan
tidak ada tanda kesulitan saat bernapas, napas dangkal, irama pernapasan reguler. Saat
palpasi pemeriksaan paru gerak dada simetris/normal, saat diperkusi suara redup dan saat
auskultasi suara napas ronchi.
Pada pemeriksaan jantung tidak didapati sianosis, pulsasi teraba, suara dullnes saat perkusi,
bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris,
tidak ada ascites, tidak ditemukan benjolan, ada nyeri saat di tekan.
Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) otot tampak
simetris, edema pada kedua tangan dan kaki, klien tidak mengalami penurunan kekuatan otot
ekstremitas bawah.
Sebelum sakit: pasien makan 3 kali sehari, makan habis 1 porsi mengkonsumsi nasi, sayur,
lauk, buah, nafsu makan baik, minum 3-4 gelas air putih perhari dan lebih suka minum
minuman yang berwarna dan bersoda.
Selama sakit: pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak habis 1 porsi, minum dibatasi,
kurang lebih 1000 ml perhari.
b. Perawatan diri
Sebelum sakit : pasien mandi 2 kali sehari, menggosok gigi 2 kali sehari, menjaga kebirsihan
kuku jari tangan dan jari kaki.
Selama sakit: pasien dilap oleh ibunya 2 kali sehari, menggosok gigi ke kamar mandi dibantu
oleh ibunya 1 kali sehari, kebersihan kuku kurang terjaga, kuku tampak panjang dan kotor.
Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan dari orang lain dan tidak ada gangguan rasa sakit.
Selama sakit: aktivitas klien dibantu oleh keluarga, karena lemah dan kadang sesak napas
pasien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Pola Eliminasi
Sebelum sakit: pasien BAB 1 kali perhari, warna kuning, konsistensi lunak, BAK 4-5 kali
perhari, warna kuning jernih.
Selama sakit: pasien BAB 1 kali perhari tetapi sedikit, konsistensi agak lembek, warna agak
cokelat. BAK 3-4 kali perhari, sekali miksi urine yang keluar sedikit warna kuning keruh.
18
2.3.2 Masalah Keperawatan dan Analisa Data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 02 Juni 2014, dari data-data yang
diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari
analisa data yang dilakukan, ditemukan dua masalah keperawatan yaitu: Kelebihan volume
cairan dan pola nafas tidak efektif. Secara lengkap terdapat pada tabel berikut ini:
NO DATA ETIOLOGI/PATOFISIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS : Banyak minum minuman berwarna Kelebihan volume
Pasien mengatakan dan bersoda, jarang minum air putih cairan
sebelum sakit jarang (3-4 gelas perhari)
minum air putih, Nefropati toksik
hanya 3-4 gelas Kerusakan fungsi ginjal
perhari dan lebih suka Kerusakan glomerulus
minum minuman yang Filtrasi glomerulus menurun
berwarna dan bersoda. (GFR menurun)
Pasien mengatakan Retensi cairan
BAK tidak lancar, air Edema
kencing sedikit dan
warnanya kuning
keruh, tangan dan
kaki membengkak.
DO :
Edema pada tangan
dan kaki derajat 1
Turgor kulit tidak
elastis
CRT pada ekstremitas
atas dan bawah lebih
dari 2 detik, BB 80 kg
2 Banyak minum minuman berwarna Perubahan pola
DS: dan bersoda, jarang minum air putih nafas
Pasien mengatakan (3-4 gelas perhari)
sesak napas, sesak Nefropati toksik
semakin parah jika Kerusakan fungsi ginjal
banyak minum air. Kerusakan glomerulus
DO: Filtrasi glomerulus menurun
TD: 150/90 mmHg (GFR menurun)
FP: 35 kali/menit Retensi cairan
FN: 135 kali/menit Edema
S: 40,1oC Cairan masuk ke paru
Perkusi paru: redup Edema paru
Napas dangkal Difusi O2 dan CO2 paru terganggu
(dispnea) Hiperventilasi
Bibir pucat
Hasil rontgen pulmo :
adanya cairan di
19
rongga alveolus
2. Pola penapasan tidak efektif berhubungan dengan edema paru ditandai dengan frekuensi
pernafasan 35 kali/menit, nafas dangkal, pasien mengeluhkan sesak.
Setelah melakukan pengkajian keperawatan dari data yang diperoleh, perawat melakukan
analisa data dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian menegakkan diagnosa
keperawatan. Setelah itu, perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk
memberi asuhan keperawatan kepada Tn. R. Perencanaan keperawatan dan rasional dari
setiap diagnosa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.4 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa: kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal, input cairan lebih besar dari pada output
ditandai dengan edema pada tangan dan kaki, CRT > 2 detik, turgor kulit tidak elastis,
oliguria.
N RENCANA KEPERAWATAN
O
D
X
Tujuan:
Kelebihan volume cairan dapat dikurangi
Mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan
Kriteria Hasil:
Tidak ada edema, keseimbangan antara output dan input cairan
INTERVENSI RASIONALISASI
a. Kaji status cairan dengan menghitung keseimbangan a. Mengetahui status cairan meliputi
masukan dan haluaran, turgor kulit, edema, dan tanda- input dan output
tanda vital
b. Batasi masukan cairan b. Pembatasan cairan akan
menentukan BB ideal, haluaran
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang urine, dan respon terhadap terapi
pembatasan c. Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan keluarga
d. Ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan dalam pembatasan cairan
terutama pemasukan dan haluaran. d. Untuk mengetahui keseimbangan
input dan output.
20
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan, e. Kerja sama disiplin ilmu dalam
obat, dan efek pengobatan perawatan
f. Pada pasien yang bedrest
• Ubah posisi setiap 2 jam f. Mengurangi edema
• Latihan pasif dan aktif
g. Beri pendidikan kesehatan tentang asupan protein g. Mengurangi kerja ginjal
yang boleh dikonsumsi pasien setiap hari
Tabel 1.5 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa: pola pernapasan tidak efektif
berhubungan dengan edema paru ditan
dai dengan frekuensi pernafasan 35 kali/menit, napas dangkal, pasien mengeluhkan sesak.
NO PERENCANAAN KEPERAWATAN
DX
DX Tujuan:
2 Menunjukkan pola pernapasan efektif
Kriteria Hasil:
Pasien tidak mengalami dispnea, frekuensi pernapasan dalam batas normal (14-
20 kali/menit)
INTERVENSI RASIONALISASI
22
Perawat telah menyusun tindakan keperawatan yang akan diimplementasikan kepada pasien.
Namun, ada tindakan yang telah diajarkan oleh perawat tidak dilakukan pasien dengan baik
sehingga memperburuk keadaan pasien. Untuk diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
kelebihan volume cairan, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji status cairan dengan
menghitung keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit, dan tanda-tanda vital,
membatasi masukan cairan, menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pembatasan
cairan, mengajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan
haluaran, mengubah posisi pasien setiap dua jam dan latihan gerakan aktif dan pasif dan
dimodifikasi dengan menganjurkan keluarga untuk menjauhkan air minum dari tempat yang
mudah dijangkau oleh pasien. Setelah dievaluasi selama perawatan, masalah untuk diagnosa
pertama belum teratasi, kaki pasien masih edema, turgor kulit tidak elastis, pasien jarang
merubah posisi secara mandiri padahal klien mampu melakukannya secara mandiri di atas
tempat tidur. Hal tersebut terjadi karena pasien sering merasa haus, ibu pasien sering
mengeluhkan sikap pasien yang tidak menjalankan nasihat dan pendidikan kesehatan yang
diberikan perawat. Ketika ibu pasien mandi, sholat, dan tidur pasien sering mencuri-curi
kesempatan untuk minum banyak ±500 ml air mineral sekali teguk. Setelah dikaji oleh
perawat, pasien melakukan hal tersebut karena tidak dapat menahan rasa haus yang
dialaminya dan tidak percaya kalau kedua ginjalnya sudah rusak. Tetapi, setelah mendengar
penjelasan ulang yang diberikan oleh perawat pasien dapat menerima keadaannya dan akan
membatasi asupan cairan yang akan dikonsumsi. Dengan intervensi modifikasi yaitu
menjauhkan air minum dari tempat yang mudah dijangkau oleh pasien maka edema yang
dialami pasien berkurang. Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu pola napas tidak
efektif, tindakan yang dilakukan adalah memonitor frekuensi pernapasan, penggunaan otot
bantu pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital, mengajarkan pasien teknik relaksasi,
mengatur posisi klien senyaman mungkin, memberitahu klien untuk membatasi aktivitas,
menganjurkan klien makan makanan yang tidak banyak mengandung air untuk mengurangi
edema paru yang dapat mengakibatkan sesak napas. Setelah dievaluasi selama perawatan,
masalah untuk diagnosa kedua sudah teratasi sebagian. Hal tersebut dapat dilihat dari pasien
tidak menggunakan O2, frekuensi napas semakin hari semakin mendekati batas normal.
Namun, kadang kala pasien mengeluhkan sesak napas tetapi tidak terlalu berbahaya dan tidak
membutuhkan penggunaan terapi O2. Setelah dikaji ulang oleh perawat, pasien mengalami
sesak karena minum terlalu banyak ketika tidak dilihat oleh perawat dan ibu pasien. Oleh
karena itu, perawat menjelaskan lebih serius lagi agar pasien mau dan mampu menjalankan
setiap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan yang merawatnya
khususnya yang diajarkan oleh perawat demi kesehatan pasien. Setelah mendengar kembali
penjelasan dari perawat, pasien berjanji akan melakukannya dengan baik
23
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon terhadap stressor fisiologi dan
lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri
sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan. Volume Cairan Tubuh
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira 60% dari berat badan pria dan
50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan lemak badan
dan usia. Fungsi cairan fungsi cairan bagi tubuh adalah sebagai berikut mempertahankan
panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh transpor nutrien ke sel ,transpor hasil sisa
metabolisme ,transpor hormon,pelumas antar-organ ,mempertahankan tekanan hidrostatik
dalam sistem kardiovaskuler.
24
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba medika.
Kayra, N. 2013. Menghitung Balance Cairan. (online). Tersedia:
http://www.nurkayat.wordpress.com/ratna/menghitung-balance-cairan. (12 Juni 2014)
Kusnadi & Atoilah. 2013. Askep Pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia.
Garut: In media.
Potter dan perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol 1 edisi 4. Jakarta: EGC.
Pranata, A. E. 2013. Manajemen Cairan & Elektrolit. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, S. C & Bare, B G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.
Tamsuri, Anas. 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Wilkinson, M Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Universitas
25
26
27