Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia


seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan
kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan
peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan. Membahas tentang ketenagakerjaan tidak luput dari pengangguran,
pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan,
kriminalitas dan masalah - masalah sosial politik yang juga semakin meningkat.Dengan
jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus mengalir, serta dampak
krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat permasalahan tenaga kerja
menjadi sangat besar dan kompleks.

Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai
dengan pasar kerja.Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari
kerja.Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan
kerja, yang disebabkan antara lain, perusahaan yang menutup / mengurangi bidang usahanya
akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat
inventasi, hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain- lain.

1.2 Kajian Pustaka

Tenaga kerja adalah penduduk yang siap melakukan pekerjaan, penduduk yang telah
memasuki usia kerja (working age population), angkatan kerja adalah penduduk yang
berumur 15 sampai dengan 65 tahun yang sedang bekerja atau mencari pekerjaan.
Susunan penduduk menurut umurnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1
a). Penduduk produktif (usia kerja): umur 15 – 65 tahun
b). Penduduk nonproduktif (dibawah usia kerja): umur 14 tahun kebawah
c). Penduduk nonproduktif (diatas usia kerja : umur 65 tahun keatas

A. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan


Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia diatur dalam UU No.13 Tahun 2003. Jadi
hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga
kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai sarana
pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sara
pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang diharapkan
oleh pembangunan. Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketenagakerjaan
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan
manusia ke arah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan
ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan
pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan
yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk
mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai
dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi
tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan
perlindungan tenaga kerja.
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak terlepas dari
banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran. Masalah tersebut menghadirkan
implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia dan bila ditelusuri lebih jauh bahwa
akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional.
Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah
memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan
perlindungan terhadap buruh/pekerja. Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat
karya manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia seperti hidup seperti dalam
ancaman bom waktu. Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah.

2
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semena-mena dan perlindungan hukum yang tidak
memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi
munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan radikal harus dilakukan untuk
menambah percepatan investor baru.
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu masalah
dalam ketenagakerjaan kita. MeIalui undang-undang ketenagakerjaan seharusnya para
pekerja akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan
yang layak, melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak)
sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu pekerja dapat juga
mendirikan Serikat Buruh. Sekalipun undang-undang ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh
tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB ). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang
berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah bukan
melalui LSM ataupun partai politik bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di
luar ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah
sistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK danburuh pensiunan
akan mendapat tunjangan layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil keuntungan
apapun dari Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang bertanggungjawab, harus
memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh bisa hidup layak. Dengan sistem
Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan mengurangi kriminalitas sosial.
B. Hak-hak Tenaga Kerja
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang
dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan
yang berlaku. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a) Kesepakatan kedua belah pihak;
b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d) ekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
dapat dibatalkan. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a) Keselamatan dan kesehatan kerja;

3
b) Moral dan kesusilaan; dan
c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja


yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan
sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh tersebut
meliputi :
a) Upah minimum;
b) Upah kerja lembur;
c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f) Bentuk dan cara pembayaran upah;
g) Denda dan potongan upah;
h) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i) Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j) Upah untuk pembayaran pesangon; dan
k) Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus
disusun kebijakan nasional di semua sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara optimal.
Agar kebijakan nasional tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan
masyarakat bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak pekerja yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan upah
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

4
3. Hak untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
4. Hak atas pembinaan keahlian, kejuruan, untuk memperoleh serta
menambah keahlian dan ketrampilan.
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja serta perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama.
6. Hak atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama menjalani istirahat.
7. Hak untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja.
8. Hak untuk mendapat jaminan sosial.

Kewajiban pekerja, yaitu :


1. Melakukan pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan tempat
bekerja.
2. Mematuhi peraturan pemerintah.
3. Mematuhi peraturan perjanjian kerja.
4. Mematuhi peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian perburuhan.
5. Mematuhi peraturan-peraturan majikan.
6. Menjaga rahasia perusahaan.
7. Memakai perlengkapan bagi keselamatan kerja.
Bagi buruh putusanya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan
segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup kaum buruh
seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak terjadi. Karena itulah pemerintah
mengundangkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 yang dalam pasal 1 ayat (1) secara
tegas menyatakan bahwa: “ Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja jika setelah usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat
dihindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja
dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak
menjadi anggota salah satu organisai buruh”.

C. Dampak Rendahnya Kualitas Tenaga Kerja


Rendahnya kulitas tenaga kerja di Indonesia dapat mengakibatkan banyaknya
pengangguran. Pengangguran adalah penduduk usia kerja yang sedang mencari pekerjaan.
Orang semacam ini merugikan negara dan secara khusus memberatkan keluarga karena

5
kebutuhan menjadi beban atau tanggungan keluarga yang sudah bekerja. Indikator tingkat
beban disebut dependency ratio (DR).

D. Usaha Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia


Pada dasarnya ada beberapa upaya peningkatan kualitas kerja, antara lain sebagai
berikut :
1. Magang di suatu lembaga-lembaga atau instansi pemerintah maupun swasta.
2. Pelatihan-pelatihan atau job training agar mempunyai kesempatan kerja yang baik.
3. Belajar di BLK (Balai Latihan Kerja) di suatu daerah atau kota.
4. Kursus-kursus keterampilan.
5. Penataran dan seminar atau lokakarya.
6. Menekuni ilmu yang dipelajari untuk meningkatkan kualitas diri dengan
menekuni bidang yang diminati.
7. Meningkatkan tenaga kerja terampil dengan meningkatkan pendidikan formal maupun
informal bagi setiap penduduk.
8. Mengintensifkan pekerjaan di daerah pedesaan yang bersifat padat karya untuk
mengurangi pengangguran tenaga kerja kasar di pedesaan.
9. Mendirikan pusat-pusat atau balai latihan kerja, untuk menyapkan tenaga
terampil dan kreatif.
10. Meningkatkan transmigrasi untuk mengurangi pengangguran di daerah padat
penduduk dan memeratakan tenaga kerja.
11. Industrialisasi untuk menyerap tenaga kerja.
12. Menggiatkan program keluarga berencana, untuk mengurangi atau menghambat
pertambahan jumlah penduduk sehingga pertambahan jumlah angkatan kerja bisa
terkendali.
13. Mengadakan proyek SP3 untuk menyerap lulusan perguruan tinggi yang
diharapkan jadi pelopor pembangunan dan pembaharuan di pedesaan. SP3 singkatan
dari Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan.
14. Mendorong pembangunan di daerah pedesaan untuk bisa menyerap tenaga kerja di
pedesaan.
15. Penyediaan dana kredit secara lebih meluas dan merata bagi peningkatan kegiatan
produksi padat karya.
16. Tingkat kurs devisa yang realistis dan memberikan intensif bagi peningkatan ekspor.

6
17. Pengeluaran pemerintah ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja produktif
sebanyak mungkin.
18. Pendidikan umum melalui pendidikan formal guna meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.
19. Kursus-kursus keterampilan, baik yang dilaksanakan pemerintah atau masyarakat.
20. Pelatihan pendidikan
21. Penataran-penataran, seminar, lokakarya.
22. Meningkatkan kegiatan pembangunan yang banyak diserap tenaga kerja dan
mendirikan industri di daerah.
23. Wajib belajar 9 tahun.
24. Mencanangkan gerakan orang tua asuh.
25. Memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengangguran


Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,sedang
mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah
angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu
menyerapnya. Pengangguran sering kali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang
sehingga dapat menyebabkan timbulnyakemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada
sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan
kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri
perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan
tingkat suku bunga kecil yang mendukung. Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang
saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Gerakan Nasional
Penanggulangan Pengangguran (GNPP), Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh
kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan
dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak. International
Labor Organization ( ILO ) memberikan definisi pengangguran yaitu :

1. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia


kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan,
serta sedang mencari pekerjaan.
2. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh
karyawan dan pekerja mandiri ( berusaha sendiri ) yang selama periode tertentu secara
terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain
atau masih bersedia mencari pekerjaan lain / tambahan ( BPS, 2001: 4 ).

Pengangguran berdasarkan penyebabnya:

8
1. Pengangguran Struktural, Pengangguran structural adalah pengangguran yang
disebababkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi.
2. Pengangguran Friksional, Pengangguran friksional adalah pengangguran yang
disebabkan pergeseran yang tiba-tiba pada penawaran dan permintaan tenaga
kerja, sehingga sulit mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja.
3. Pengangguran Musiman, Pengangguran musiman adalah pengangguran yang
disebabkan oleh perubahan musim.
4. Pengangguran Voluntary, Pengangguran jenis ini terjadi karena adanya orang
yang sebenarnya masih dapat bekerja, tetapi dengan sukarela ia tidak bekerja
( minta berhenti bekerja)
5. Pengangguran Teknologi, Pengangguran jenis ini karena adanya mekanisme atau
penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin.
6. Pengangguran Deflasioner, Pengangguran Deflasioner di sebabkan oleh pencarin
kerja lebih banyak dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia.

2.2 Tingkat pengangguran di Indonesia

Semasa pemerintahan Orde Baru, pembangunan ekonomi mampu menambahkan


banyak pekerjaan baru di Indonesia, yang dengan demikian mampu mengurangi angka
pengangguran nasional. Sektor-sektor yang terutama mengalami peningkatan tenaga kerja
(sebagai pangsa dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia) adalah sektor industri dan jasa
sementara sektor pertanian berkurang: pada tahun 1980-an sekitar 55 persen populasi tenaga
kerja Indonesia bekerja di bidang pertanian, tetapi belakangan ini angka tersebut berkurang
menjadi di bawah 40 persen.

Namun, Krisis Keuangan Asia (Krismon) yang terjadi pada akhir tahun 1990-an


merusak pembangunan ekonomi Indonesia (untuk sementara) dan menyebabkan angka
pengangguran di Indonesia meningkat menjadi lebih dari 20 persen dan angka tenaga kerja
yang harus bekerja di bawah level kemampuannya (underemployment) juga meningkat,
sementara banyak yang ingin mempunyai pekerjaan full-time, hanya bisa mendapatkan
pekerjaan part-time.

Sementara itu, sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah
perkotaan karena Krismon pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam sektor informal (terutama
di bidang pertanian).

9
Walaupun Indonesia telah mengalami pertumbuhan makro ekonomi yang kuat sejak
tahun 2000-an (dan Indonesia telah pulih dari Krismon), sektor informal ini - baik di kota
maupun di desa - sampai sekarang masih tetap berperan besar dalam perekonomian
Indonesia. Walau agak sulit untuk menentukan jumlahnya secara pasti, diperkirakan bahwa
sekitar 55 sampai 65 persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal. Saat ini sekitar
80 persen dari pekerjaan informal itu terkonsentrasi di wilayah pedesaan, terutama di sektor
konstruksi dan pertanian.

Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah negara
berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat).
Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah
dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut
digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang
besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka menekankan
pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Statistik Tenaga Kerja dan Pengangguran (Absolut) di Indonesia:

dalam juta orang 2016 2017 2018¹

Tenaga Kerja 127.8 128.1 133.9

- Bekerja 120.8 121.0 127.1

- Menganggur   7.0   7.0   6.9

Penduduk Usia Kerja,Bukan Angkatan Kerja  63.7  64.0  59.6

- Sekolah  15.9  16.5  15.6

- Mengurus Rumah Tangga  39.3  39.9  36.0

- Lainnya   8.4   7.6 8.0

 ¹ data dari Februari 2018

10
dalam juta 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Tenaga Kerja 116.5 119.4 120.3 120.2 121.9 122.4

- Bekerja 108.2 111.3 113.0 112.8 114.6 114.8

- Menganggur   8.3 8.1   7.3   7.4   7.2   7.6


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Pengangguran Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia:

2014 2015 2016 2017

Pengangguran Nasional
 5.9  6.2 5.6  5.5
(% dari total tenaga kerja)

- Pengangguran Perkotaan
 7.1  7.3  6.6  6.8
(% dari total tenaga kerja perkotaan)

- Pengangguran Perdesaan
 4.8  4.9  4.5  4.0
(% dari total tenaga kerja perdesaan)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Sementara itu, relatif sedikit perempuan yang bekerja di Indonesia (di sektor formal).
Hanya sekitar separuh dari perempuan Indonesia yang di usia kerja yang jadi bekerja dalam
pekerjaan formal. Namun, angka ini sebenarnya sedikit lebih tinggi dari tingkat (rata-rata)
partisipasi angkatan kerja perempuan dunia sebesar 49 persen pada tahun 2017 (data dari
Bank Dunia). Namun, dibandingkan dengan pria Indonesia, tingkat partisipasi tenaga kerja
wanita rendah. Sekitar 83 persen pria Indonesia (di usia kerja) bekerja di sektor formal.

Ada dua penjelasan dasar untuk situasi ini:

1. Tradisi/budaya; wanita Indonesia lebih cenderung (daripada pria) untuk mengurus


rumah tangga, terutama setelah melahirkan anak.
2. Ke(tidak)setaraan gender; perempuan Indonesia cenderung bekerja di sektor informal
(dua kali lebih banyak daripada laki-laki). Ada banyak contoh pekerja perempuan
informal di pabrik (misalnya pabrik garmen) atau yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga atau yang buka usaha informal di rumah (misalnya menjual masakan
dimasak sendiri). Juga patut dicatat bahwa sebagian besar pekerja perempuan
informal ini adalah pekerja yang tidak dibayar. Dan mereka yang menerima

11
penghasilan biasanya mendapatkan bayaran kurang dari pria untuk pekerjaan yang
sama. Sebagaimana disebutkan di atas, bekerja di sektor informal membawa risiko
karena pekerja sektor informal biasanya memiliki pendapatan yang rendah dan tidak
stabil, apalagi mereka tidak memiliki akses ke perlindungan dan layanan (kesehatan)
dasar.

Penurunan yang terjadi secara perlahan dan berkelanjutan, khususnya angka


pengangguran wanita. Pengangguran wanita berkurang secara drastis, bahkan mulai
mendekati angka pengangguran pria. Meskipun demikian, masalah persamaan gender, seperti
di negara-negara lain, masih menjadi isu penting di Indonesia. Meski sudah ada kemajuan
dalam beberapa sektor utama (seperti pendidikan dan kesehatan), wanita masih cenderung
bekerja di bidang informal (dua kali lebih banyak dari pria), mengerjakan pekerjaan tingkat
rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria yang melakukan pekerjaan yang sama.
Meskipun banyak kemajuan telah dicapai di beberapa bidang (teritama pendidikan dan
kesehatan), perempuan masih lebih mungkin bekerja di sektor informal, dalam pekerjaan
yang bayarannya rendah, dan dibayar lebih rendah daripada laki-laki untuk pekerjaan serupa.

Sebenarnya, Bank Dunia mendeteksi penurunan cepat pengangguran perempuan di


Indonesia pada akhir tahun 2000an di tengah boom komoditas (mungkin karena penurunan
ini berasal dari low base). Bahkan, pengangguran perempuan turun jauh lebih cepat daripada
tingkat pengangguran laki-laki Indonesia pada waktu itu. Sayangnya, Bank Dunia berhenti
merilis tingkat pengangguran perempuan Indonesia setelah tahun 2010.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Laki-Laki dan Perempuan:

  2016 2017

Pengangguran Total
5.61 5.50
(% dari angkatan kerja)

TPAK
66.34 66.67
(% dari angkatan kerja)

TPAK Laki-Laki
81.97 82.51
(% dari total angkatan kerja laki2)

TPAK Perempuan
50.77 50.89
(% dari total angkatan kerja perempuan)

12
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi
yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka
rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa
sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja
nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah
sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam
kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat
adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa
pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.

           
 
2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pengangguran Muda Pria


           
(persentase tenaga kerja pria 
27.7 23.8 21.8 21.6 21.1 19.3
15-24 tahun)

Pengangguran Muda Wanita


           
(persentase tenaga kerja wanita 
34.3 27.3 25.5 23.0 22.0 21.0
15-24 tahun)
Sumber: Bank Dunia

Dipekerjakan di sektor informal menyiratkan risiko tertentu karena pekerja sektor


informal biasanya memiliki pendapatan yang lebih rendah dan tidak stabil. Lagipula mereka
tidak memiliki akses ke perlindungan dan layanan dasar. Sementara itu, arus uang di sektor
informal tidak dikenakan pajak dan kegiatan informal tidak dapat dimasukkan dalam
perhitungan produk nasional bruto (PNB) atau produk domestik bruto (PDB). Oleh karena
itu, pada dasarnya, sektor informal tidak baik bagi pekerja dan tidak baik bagi perekonomian.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional ditambah terseoknya nilai rupiah


terhadap dolar memicu terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di seluruh
Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah karyawan yang dirumahkan
26.506 orang sepanjang September 2015. Pemerintah sudah mengeluarkan paket kebijakan
ekonomi yang diharapkan bisa menarik investasi dan membuka lapangan pekerjaan.

13
Pemerintah memberi banyak insentif bagi penanaman modal, salah satunya kemudahan
berinvestasi di kawasan industri.

2.3 Pengangguran di TanjungpinangX

Tingkat pengangguran di Provinsi Kepulauan Riau berfluktuatif, ada di bawah rata-


rata nasional, namun beberapa kali di atas nasional. Pengurangan pengangguran selama tahun
2008- 2014 cenderung lambat, bahkan kembali meningkat tahun 2015. Jumlah pengangguran
yang meningkat menunjukkan angkatan kerja tidak mampu diserap oleh lapangan kerja yang
tersedia. Pengembangan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja dibutuhkan di daerah
ini. Pengurangan pengangguran selama tahu 2008- 2014 cenderung lambat, bahkan kembali
meningkat tahun 2015 (Gambar di bawah) . Jumlah pengangguran yang meningkat
menunjukkan angkatan kerja tidak mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia.
Pengembangan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja dibutuhkan di daerah ini.

Wilayah Tingkat Pengangguran Terbuka (Persen)


2014 2015 2017
Kota Tanjungpinang 31% 27% 30%

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang membuat sebuah Program
Kebijakan yang tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tanjungpinang No. 38 ahun 2015 tentang Kegiatan Pelatihan Tahun anggaran 2015
yang menjadi landasan hukum untuk menjalankan Program Kegiatan pelatihan yang
dilaksanakan oleh pihak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang. Sebagaimana

14
mana yang menjadi acuan didalam Undang Undang No. 13Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tanjungpinang adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berperan penting
dalam menangani masalah pengangguran di Kota Tanjungpinang. Salah satu tupoksi Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang dalam menanggulangi pengangguran adalah
sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas sumber daya ketenagakerjaan.
b. Meningkatkan peran pembinaan dan pelatihan
c. Meningkatkan upaya penepatan dan perlindungan tenaga kerja
d. Meningkatkan pemecahan masalah penyandang kesejahteraan sosial
e. Optimalisasi sumber-sumber potensi kesejahteraan sosial.
Dalam melaksanakan tugas serta tanggungjawab sebagaimana dimaksud sebelumnya,
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan kebijakan teknis dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, evaluasi dan lapoan penyelenggara sebagai urusan pemerintah di
bidang sosial tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan ketentuan dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang sosial tenaga
kerja dan transmigrasi sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dinas dalam menyelenggarakan sebagai urusan
pemerintah di bidang sosial tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan ketentuan
dan/atau peraturan perundangundangan yang berlaku, dan
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan
fungsi Dinas.
Pada saat ini, pemerintah belum bisa meminimalisir jumlah pengangguran di
tanjungpinang dan semakin meningkat, sedangkan Perguruan Tinggi terus mencetak lulusan
lulusan sarjana setiap tahunnya. Sehingga dampak dari pengangguran ini menambah
peningkatan pengangguran tidak hanya lulusan SMP,SMA Sederajat melaikan juga kelompok
calon pekerja terdidik. Pemerintah harus bisa mendorong mereka untuk mendapatkan
sertifikat keahlian, jadi tidak hanya memiliki ijazah formal. Para sarjana lulusan perguruan
tinggi sebaiknya juga menambah keahlian sendiri di luar kampus sesuai dengan jurusan yang
mereka kuasai. Para sarjana itu konsepnya dipersiapkan justru untuk membuka lapaangan
kerja dan didukung oleh pemerintah.

15
2.4 Penyebab Terjadinya Pengangguran
a) Pendidikan rendah. Pendidikan yang rendah dpat menyebabkan seseorang kesulitan
dalam mencari pekerjaan. Di karenakan semua perusahaan membutuhkan pegawai
seminimal SMA.
b) Kurangnya keterampilan. Banyak mahasiswa atau lulusan SMA yang sudah
mempunyai kriteria dalam bekerja,namun dalam teknisnya keterampilannya masih
kurang. Sehingga susah dalam mencari pekerjaan.
c) Kurangnya lapangan pekerjaan. Setiap tahunnya, Indonesia memiliki jumlah lulusan
sekolah atau kuliah yang begitu tinggi. Jumlah yang sangat besar ini tidak seimbang
dengan lapangan pekerjaan yang ada, baik yang di sediakan oleh pemerintah maupun
swasta.
d) Kurangnya tingkat EQ masyarakat. Tingkat EQ meliputi kemampuan seseorang
dalam mengandalikan emosi, yang berpengaruh terhadap keterampilan
berbicara/berkomunikasi, bersosialisasi, kepercayaan diri, dan sifat lainnya yang
mendukung dalam hidup di masyarakat. Orang yang pandai berkomunikasi dan
pandai bersosialisasi lebih mudah mendapatkan pekerjaan di banding orang yang
selalu pendiam dan tidak berani mengeksplor potensi diri.
e) Rasa malas dan ketergantungan diri pada orang lain. Misalnya ada seorang lulusan
sarjana yang kemudian tidak mau bekerja dan lebih suka menggantungkan hidup
kepada orang tua atau pasangannya bila sudah menikah. Ia termasuk pengangguran,
selain itu ia melewatkan peluang untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan bagi
orang lain.
f) Tidak mau berwirausaha. Umumnya sesorang yang baru lulus sekolah/kuliah terpaku
dalam mencari pekerjaan, seolah itu adalah tujuan yang sangat mutlak. Sehingga
persaingan mencari pekerjaan lebih besar di bandingkan membuat suatu usaha.

2.5 Mengatasi Pengangguran


1. Meningkatkan peran pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja dan
menyedikan infrastruktur perekonomian
2.   Bank sentral menurunkan suku bunga untuk mendorong investasi
3.   Meningkatkan mutu pendidikan,

16
4. Meningkatkan latihan kerja untuk memenuhi kebutuhan keterampilan sesuai
tuntutan industri modern,
5. Meningkatkan dan mendorong kewiraswastaan,
6. Mendorong terbukanya kesempatan usaha - usaha informal,
7. Meningkatkan pembangunan dengan sistem padat karya, 
8. Membuka kesempatan kerja ke luar negeri

Pengangguran struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah:
1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang
kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong, dan
4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami
pengangguran.

Pengangguran friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara
sebagai berikut:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru,
terutama yang bersifat padat karya.
2. Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang
timbulnya investasi baru.
3. Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor
agraris dan sektor formal lainnya.
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan
jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap
tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari
kalangan swasta.

Pengangguran musiman

Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut:

17
1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain.
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu
ketika menunggu musim tertentu.

Pengangguran deflasioner

1. Pelatihan tenaga kerja


2. Menarik investor baru

Pengangguran teknologi

Pengenalan teknologi yang ada sejak usia dini Pelatihan tenaga pendidik untuk
menguasai teknologi baru yang harus disampaikan pada anak.

2.6 Dampak Pengangguran

1. Pendapatan Per Kapita


Orang yang menganggur berarti tidak memiliki penghasilan sehingga
hidupnya akan membebani orang lain yang bekerja. Dampaknya adalah
terjadinya penurunan pendapatan per-kapita. Dengan kata lain, bila tingkat
pengangguran tinggi maka pendapatan per kapita akan menurun dan
sebaliknya bila tingkat pengangguran rendah pendapatan per kapita akan
meningkat, dengan catatan pendapatan mereka yang masih bekerja tetap.
2. Pendapatan Negara
Orang yang bekerja mendapatkan balas jasa berupa upah/gaji,
Upah/gaji tersebut sebelum sampai di tangan penerima dipotong pajak
penghasilan terlebih dahulu. Pajak ini merupakan salah satu sumber
pendapatan negara sehingga bila tidak banyak orang yang bekerja maka
pendapatan negara dari pemasukan pajak penghasilan cenderung berkurang.
3. Beban Psikologis
Semakin lama seseorang menganggur semakin besar beban psikologis
yang ditanggungnya. Orang yang memiliki pekerjaan berarti ia memiliki status
sosial di tengah-tengah masyarakat. Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan
dalam jangka waktu lama akan merasa rendah diri ( minder ) karena statusnya
yang tidak jelas.
4. Munculnya Biaya Sosial

18
Tingginya tingkat pengangguran akan menimbulkan pengeluaran
berupa biaya-biaya sosial seperti biaya pengadaan penyuluhan, biaya
pelatihan, dan biaya keamanan sebagai akibat kecenderungan meningkatnya
tindak kriminalitas.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengangguran merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia. Oleh karena itu, harus
ditangani lebih serius agar kestabilitasan pemerintah tidak terganggu. Karena penanganan
masalah pengangguran yang tidak serius dapat mengancam kestabilitasan semua instansi
kepemerintahan.

Untuk itu masalah ini bukan hanya tanggung jawab dari Departemen Ketenaga Kerjaan dan
Transmigrasi, tetapi menjadi tanggung jawab kita semua demi meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan memperbaiki perekonomian Indonesia. Untuk itu dalam hal ini dibutuhkan
kerjasama dari semua pihak yang terkait sangat dibutuhkan demi tercapainya tujuan untuk
mengurangi tingkat pengangguran di Tanjungpinang.

3.2 Saran

Untuk mengurangi tingkat pengangguran, maka harus ada peran pemerintah. Pemerintah
harus bisa mengeluarkan kebijakan yang bisa terciptanya lapangan pekerjaan, serta
menjalankan kebijakan yang konsisten tersebut dengan sungguh-sungguh sampai terlihat
hasil yang maksimal. Pemerintah memberikan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kerja
kepada masyarakat untuk bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sesuai dengan
kemampuan dan minatnya masing-masing untuk mengembangkan kompetensi kerja guna
meningkatkan kemampuan, produktifitas dan kesejahteraan. Selain dari pemerintah,
masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dalam upaya pengurangan jumlah pengangguran
yang terjadi di Indonesia dan khususnya Tanjungpinang.

20
Referensi

https://tanjungpinangkota.bps.go.id/dynamictable/2018/05/17/37/tingkat-pengangguran-
terbuka-kota-tanjungpinang.html
http://simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/Analisis%20Provinsi%20Kep.
%20Riau%202015_ok.pdf
http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-
ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2016/08/e-journal-word.pdf
https://www.scribd.com/document/250978143/Makalah-Ekonomi-Pembangunan
http://rachmatsibali.blogspot.co.id/2014/05/makalah-tentang-ketenagakerjaan.html
https://taenyoli.blogspot.co.id/2016/06/paper-perekonomian-indonesia.html
https://materiips.com/upaya-pemerintah-dalam-mengatasi-pengangguran
https://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-
makro/pengangguran/item255

21

Anda mungkin juga menyukai