Anda di halaman 1dari 10

DESENTRALISASI SALAH

KAPRAH DAN POITIK


ELIT DI PAPUA
Secara garis besar terdapat dua tipe penyelenggaraan
pemerintahan. Pertama, sentralistik dan kedua adalah
desentralistik. Sentralisasi pemerintahan adalah pemusatan
wewenang pada pemerintah pusat dalam hubungan pusat dan
daerah. Sebaliknya, desentralisasi adalah penyerahan segala
urusan, baik pengaturan dalam arti pembuatan peraturan
perundangundangan, maupun penyelenggaraan pemerintahan itu
sendiri. Penyerahan urusan tersebut dilakukan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, yang untuk selanjutnya akan
menjadi urusan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.
Pengertian desentralisasi sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah, adalah “penyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem negara kesatuan republik Indonesia”
MERDEKA DAN MEMORIA PASSIONIS

Historis substansial yang penuh gejolak di wilayah Papua dari saat tertinggal sebagai sisa
terakhir kolonialisme Belanda pada awal tahun 1960-an sampai sejarah penuh derita
(memoria passionis) yang berikutnya setelah integrasi dengan Indonesia, dan kulminasi
dalam Papuan Spring (kebangkitan Papua) pada tahun 1999-2000. Strategi-strategi
yang diterapkan oleh anggota-anggota elit birokrasi Papua untuk menangguk keuntungan
sebesar-besarnya dari kesempatan-kesempatan yang disodorkan oleh otonomi khusus
dan pemekaran, sementara pada saat yang sama berusaha menjaga kepercayaan rakyat
yang sudah terlanjur tidak percaya pada negara yang bagi mereka dalam banyak hal
terbukti gagal.
MERDEKA DAN MEMORIA PASSIONIS

Ketika presiden Soekarno membulatkan tekad utuk merebut Netherlands New Guinea
untuk melengkapi perjuangan nasionalis, dan muncul resistensi di antara elit Papua
terhadap pemerintah Belanda. Sebelum masa itu sedikit sekali orang Papua
berpendidikan yang aktif secara Politis yang menghayati gagasan-gagasan tentang
merdeka. Misalnya, di serui di pulau Yapen, Silas Papare mendirikan Partai
Kemerdekaan Indonesia pada pada tahun 1946, dan anggota-anggotanya membaca
koran-koran Republiken di gereja-gereja desadi pulau tersebut, sementara diluar
gereja-gereja itu orang orang meneriakkan “merdeka”.
MERDEKA DAN MEMORIA PASSIONIS

Memoria Passionis (ingatan penderitaan) mengacu pada kenangan akan trauma akibat marjinalisasi sosial dan
ekonomis secara umum, pengingkaran terhadap harga diri yang sering dilakukan, dan kadang-kadang teror
secara terbuka. Politik elit dan respon-respon diantara orang-orang lokal terutama berkisar di seputar masalah-
masalah ini.desentralisasi mengarah pada diversifikasi kepedulian-kepedulian politis yang terkait dengan
identitas-identitas lokal yang pada gilirannya cenderung berkemang menjadi lebih ekstrim. Kondisi yang di
akibatkannya bisa dilabeli “desentralisasi salah kaprah”, meminjam istilah “akulturas salah kaprah” orang-
orang Papua yang dilontarkan oleh Gubernur kedua sebelum terakhir dari Netherlands New Guinea, Van Baal.
PAPUANISASI DAN ADAPTASI
Identitas Papua bahwa Papua ada dalam suatu ruang lingkup budaya dan rasial terbatas
yang didefinisikan sebagai Melanesia sebagaimana dipertentangkan dengan Indonesia
atau Asia sulit sekali di ekspresikan, mengingat aneka ragamnya latar belakang budaya
dan sejarah yangsudah berabad-abad menghubungkan Papua dengan Maluku. Kurangnya
perhatian pada aneka ragam dan perubahan-perubahan dalam pandangan-pandangan
dunia orang Papua sejak tahun 1960-an adalah sangat mencengangkan, sebab identitas-
identitas yang baru saja muncul serta keprihatinan-keprihatinan dan strategi-strategi yang
terkait dengannya mengarah pada ketegangan-ketegangan di dalam dan di antara
komunitas-komunitas lokal, dan sangat mempengaruhi pembentukan politik para elit.
PARA PROTAGONIS

Opsi untuk pemekaran di dukung, meskipun tidak dirangsang oleh sejumlah


anggota delegasi Papua yang bertemu dengan Presiden Megawati, Departemen
Dalam Negeri, dan BIN pada tahun sepanjang 2002. Elemen-elemen politik di
Papua yang kecewa dikerahkan oleh orang-orang diatas, termasuk Ijie, Brigadir
Jenderal Marinir (purnawirawan) Abraham Atururi, yang kalah bersaing
memperebutkan kursi Gubernur melawan Jaap Solossa dalam pemilu 1999.
PARA PROTAGONIS

Persis satu tahun kemudian, Mahkamah Konstitusi menyimpulkan Bahwa pembentukan


Irian Jaya Barat tetap sah meskipun UU No. 45/1999 tidak lagi berlaku. Pembentukan
provinsi baru Irian Jaya Tengah di daerah Timika itu dianjurkan oleh Bupati Timika,
Clemens Tinal, dan kepala DPRD Timika, Andreas Anggaibak. Sebagaimana Anggaibak
katakan sendiri, ia didorong oleh BIN unutk jalan terus dengan pembentukan provinsi baru
itu. Di kawasan itu ia memperoleh dukungan dari sebuah kelompok yang disebut
“Kelompok Tujuh Suku”.
OTONOMI DAN KESEMPATAN-
KESEMPATANNYA
Pemerintah Orde Baru dengan ambisinya untuk memaksakan suatu lapisan ke Indonesian keseluruh
Nusantara menyebarkan gagasan bahwa kehidupan warga di daerah-daerah terpencil dan terbelakng
seperti Papua harus di ubah menurt format-format yang sudah mapan. Dibanyak tempat terjadi
pengurasan sumber-sumber secara besar-besaran, misalnya pertambangan Freeport di daerah Timika dan
proyek Tangguh di Teluk Bintuni, maupun penebangan hutan dan bisnis perikanan, komunitas-komunitas
lokal mengorganisir diri menentang kelompok-kelompok tetangga beserta elit mereka yang juga
mengklaim sumber-sumber alam dan kompensasi.

Anda mungkin juga menyukai