Historis substansial yang penuh gejolak di wilayah Papua dari saat tertinggal sebagai sisa
terakhir kolonialisme Belanda pada awal tahun 1960-an sampai sejarah penuh derita
(memoria passionis) yang berikutnya setelah integrasi dengan Indonesia, dan kulminasi
dalam Papuan Spring (kebangkitan Papua) pada tahun 1999-2000. Strategi-strategi
yang diterapkan oleh anggota-anggota elit birokrasi Papua untuk menangguk keuntungan
sebesar-besarnya dari kesempatan-kesempatan yang disodorkan oleh otonomi khusus
dan pemekaran, sementara pada saat yang sama berusaha menjaga kepercayaan rakyat
yang sudah terlanjur tidak percaya pada negara yang bagi mereka dalam banyak hal
terbukti gagal.
MERDEKA DAN MEMORIA PASSIONIS
Ketika presiden Soekarno membulatkan tekad utuk merebut Netherlands New Guinea
untuk melengkapi perjuangan nasionalis, dan muncul resistensi di antara elit Papua
terhadap pemerintah Belanda. Sebelum masa itu sedikit sekali orang Papua
berpendidikan yang aktif secara Politis yang menghayati gagasan-gagasan tentang
merdeka. Misalnya, di serui di pulau Yapen, Silas Papare mendirikan Partai
Kemerdekaan Indonesia pada pada tahun 1946, dan anggota-anggotanya membaca
koran-koran Republiken di gereja-gereja desadi pulau tersebut, sementara diluar
gereja-gereja itu orang orang meneriakkan “merdeka”.
MERDEKA DAN MEMORIA PASSIONIS
Memoria Passionis (ingatan penderitaan) mengacu pada kenangan akan trauma akibat marjinalisasi sosial dan
ekonomis secara umum, pengingkaran terhadap harga diri yang sering dilakukan, dan kadang-kadang teror
secara terbuka. Politik elit dan respon-respon diantara orang-orang lokal terutama berkisar di seputar masalah-
masalah ini.desentralisasi mengarah pada diversifikasi kepedulian-kepedulian politis yang terkait dengan
identitas-identitas lokal yang pada gilirannya cenderung berkemang menjadi lebih ekstrim. Kondisi yang di
akibatkannya bisa dilabeli “desentralisasi salah kaprah”, meminjam istilah “akulturas salah kaprah” orang-
orang Papua yang dilontarkan oleh Gubernur kedua sebelum terakhir dari Netherlands New Guinea, Van Baal.
PAPUANISASI DAN ADAPTASI
Identitas Papua bahwa Papua ada dalam suatu ruang lingkup budaya dan rasial terbatas
yang didefinisikan sebagai Melanesia sebagaimana dipertentangkan dengan Indonesia
atau Asia sulit sekali di ekspresikan, mengingat aneka ragamnya latar belakang budaya
dan sejarah yangsudah berabad-abad menghubungkan Papua dengan Maluku. Kurangnya
perhatian pada aneka ragam dan perubahan-perubahan dalam pandangan-pandangan
dunia orang Papua sejak tahun 1960-an adalah sangat mencengangkan, sebab identitas-
identitas yang baru saja muncul serta keprihatinan-keprihatinan dan strategi-strategi yang
terkait dengannya mengarah pada ketegangan-ketegangan di dalam dan di antara
komunitas-komunitas lokal, dan sangat mempengaruhi pembentukan politik para elit.
PARA PROTAGONIS