Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 1

Organisasi Papua Merdeka Sebagai Bahaya Laten Ancaman Ketahanan


Bangsa Indonesia

MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MKDU 4111

Oleh :
Zulfikar Muhammad
NIM : 041728092

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah


menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mencakup daerah dari
Sabang sampai Merauke. Hal ini berdasarkan cakupan wilayah jajahan Hindia Belanda
sebelumnya. Bagian barat pulau Papua (Irian Barat) berarti masuk dalam wilayah yang
diklaim oleh Indonesia. Akan tetapi Belanda masih menganggap wilayah tersebut merupakan
salah satu provinsi Kerajaan Belanda yang berpusat di Amsterdam. Tercatat beberapa kali
pemerintah Indonesia dan Belanda melakukan perundingan untuk menyelesaikan sengketa
Irian Barat.

Demi mendapatkan wilayah Irian Barat tersebut, Presiden Soekarno kemudian membentuk
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan menggalakkan Tri Komando Rakyat
(Trikora). Pengumuman ini dilakukan Presiden di Alun-alun Utara Yogyakarta pada tanggal
19 Desember 1961. Pada tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat menjadi bagian Indonesia. United
Nations Temporary Executive Administration (UNTEA) menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia dengan persyaratan harus diadakan pungutan suara pendapat rakyat (Pepera) pada
tahun 1969. UNTEA merupakan sebuah badan yang dibentuk Persekrikatan Bangsa-bangsa
(PBB) untuk menyelesaikan masalah di Irian Barat. Tahun 1969 dilangsungkan Pepera.
Hasilnya, rakyat di Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Republik Indonesia. Nama Irian
Barat kemudian diganti dengan nama Irian Jaya dan menjadi provinsi ke-26 Republik
Indonesia.

Dalam masa-masa tersebut, berdirilah Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM yang
didirikan pada 28 Juli 1965 di Manokwari, Papua, adalah gerakan separatisme yang
menginginkan kemerdekaan Papua dari cengkraman pemerintah Indonesia. OPM merasa
bahwa referendum tersebut merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. OPM juga
menuduh pemerintah Indonesia sebagai penyebab berbagai masalah di Papua seperti
pembangunan yang lambat, tuduhan pelanggaran HAM atas masyarakat asli Papua yang
dilakukan pemerintah Indonesia, eksploitasi bumi Papua oleh perusahaan asing, dan isu-isu
kemiskinan.
pemberontakan dan ketidakpuasan OPM terhadap kebijakan pemerintah pusat menjadi masih
menjadi masalah utama Papua hingga saat ini. Lingkungan yang ekstrim dibandingkan
dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia dan letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan
atau kota-kota besar di Indonesia, pendekatan untuk memecahkan konflik OPM di Papua
haruslah ditangani secara hati-hati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional
dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang datang
dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat
membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Ketahanan
nasional diperlukan dalam rangka menjamin eksistensi bangsa dan negara dari segala
gangguan baik yang datangnya dari dalam maupun dari dalam negeri. Untuk itu bangsa
Indonesia harus tetap memiliki keuletan dan ketangguhan yang perlu dibina secara konsisten
dan berkelanjutan.

Menurut Otomar J. Bartos dan Paul Wehr, salah satu pemicu terjadinya konflik adalah
ketidaksesuaian tujuan (incompatibility goal) dari kubu-kubu yang terlibat dalam konflik.
Kubu-kubu tersebut seringkali bertikai dikarenakan tujuan yang tak bisa ditawar seperti;
sumber daya, peran, dan nilai. (Bartos & Wehr, 2002). Yang dimaksud dengan tujuan sumber
daya adalah dimana ketika pihak-pihak yang bersengketa memperebutkan sumber daya
seperti minyak bumi, batu bara, sumber makanan, energi terbarukan seperti angin, panas
bumi, air, dan lain sebagainya. Dengan keterbatasan sumber daya yang ada dan kebutuhan
yang terus meningkat, kubu yang memperebutkannya sulit untuk mencapai kesepakatan antar
mereka agar pemanfaatannya bisa dibagi dengan mekanisme yang adil dan wajar. Sumber
daya yang ada akan diperebutkan oleh kubu-kubu yang mengklaimnya dengan tujuan
dominasi total. Pemanfaatan sumber daya tersebut akan selalu diwarnai dengan gesekan antar
kubu yang berkepentingan.

Bartos dan Wehr berpendapat bahwa potensi konflik yang mengancam ketahanan nasional
bisa dikelola dengan baik hingga kemungkinan konflik pun bisa ditekan seminimal mungkin.
Kehadiran pemerintah bisa menjadi penengah dari konflik kepentingan yang terjadi antar
kelompok di wilayah tertentu. Belum lagi kehadiran para tokoh masyarakat yang dianggap
menjadi pengawal peraturan adat di daerah-daerah yang kebudayaan masyarakatnya masih
tradisional. Hal ini dikarenakan oleh karisma yang dimiliki mereka sangatlah dihormati para
penduduk asli.
BAB III

PEMBAHASAN

Wilayah Papua merupakan daerah konflik yang telah diperebutkan sejak dahulu. Berbeda dari
wilayah lain di Indonesia, Papua adaalah wilayah terakhir yang diserahkan Belanda kepada
Indonesia. Berawal dari Konfrensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, masalah penyelesaian
Irian Barat selalu ditunda pembahasannya. Hingga akhirnya pada 19 Desember 1961,
Presiden Soekarno mengumumkan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan juga Tri
Komando Rakyat (Trikora). Tahun 1969 dilangsungkan Penentuan Pendapat Rakyat Irian
Jaya (Pepera). Hasilnya, rakyat di Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Republik
Indonesia. Nama Irian Barat kemudian diganti dengan nama Irian Jaya dan menjadi provinsi
ke-26 Republik Indonesia.

Dalam masa-masa tersebut, berdirilah Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM yang
didirikan pada 28 Juli 1965 di Manokwari, Papua, adalah gerakan separatisme yang
menginginkan kemerdekaan Papua dari cengkraman pemerintah Indonesia. OPM merasa
bahwa referendum tersebut merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Situasi
mencekam tersebut menjadikan Papua daerah yang tidak aman selama bertahun-tahun.
Kelompok-kelompok yang berkepentingan di Papua tak jarang memanfaatkan rakyat biasa
untuk melancarkan terror dan aksi-aksi kekerasan lainnya. Hal ini ditambah pula dengan
perbedaan warna kulit, rambut, dan bahasa yang sangat bebeda dengan masyarakat Indonesia
dari daerah lain telah membuat garis batas dan pembeda antara Papua dengan daerah lain
sangat jelas. Konflik sosial yang terjadi karena unsur SARA di Indonesia mempersulit
lingkup gerak masyarakat Papua di luar daerah asalnya. Hal ini dimanfaatkan oleh orang-
orang yang menginginkan Papua merdeka untuk lepas dari naungan Indonesia.

Permasalahan utama yang terjadi di Papua yaitu masalah kesenjangan ekonomi dan masalah
pembangunan. Kemiskinan, kesulitan pangan, dan air bersih menjadi kendala dalam
pemenuhan kebutuhan primer bagi sebagian besar penduduk Papua. Belum lagi kebutuhan
obat-obatan, vaksinasi, pelayanan klinik bagi ibu dan anak, serta fasilitas-fasilitas kesehatan
lainnya yang jauh dari kata layak. Selain kesenjangan pembangunan, rakyat Papua juga
menderita akibat kualitas sumber daya manusianya yang tidak ditopang oleh fasilitas
pendidikan yang memadai. Sulitnya medan yang harus ditempuh ditenggarai sebagai sebab
utama tersendatnya distribusi guru, buku, dan berbagai alat penunjang pendidikan lainnya.
Hasilnya, putra asli Papua sulit bersaing dengan anak-anak daerah lainnya yang sudah
melaksanakan proses belajar mengajar dengan fasilitas yang mumpuni.

Pada setiap demonstrasi rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia selalu mengusung hal-
hal berikut : pertanggungjawaban pemerintah pusat atas terjadinya rangkaian pelanggaran
HAM di Papua, hak untuk berpartisipasi dalam jenjang kepegawaian di Papua, pengendalian
perampasan kekayaan alam di Papua; dan persoalan hak atas tanah adat masyarakat Papua.
Ketika tuntutan‐tuntutan itu tidak mendapat respon sebagaimana mestinya-bahkan seringkali
dihadapi dengan kekerasan-tuntutan keadilan itu berubah menjadi tuntutan kemerdekaan.
Pada awalnya demonstrasi dilancarkan oleh pemuda dan mahasiswa, kemudian mulai masuk
kelompok‐kelompok tua, cendekiawan dan tokoh‐tokoh agama dengan mengusung persoalan
lama, yaitu masalah Pepera. Akhirnya segala tuntutan demokratisasi kemudian bermuara
pada satu tuntutan: pelurusan sejarah.

Pergolakan di Papua pada akhir-akhir ini merupakan suatu akumulasi dari kekecewaan
masyarakat Papua sejak bergabung dengan Indonesia. Akumulasi itu diakibatkan karena
penderitaan secara politik, ekonomi, sosial dan budaya, pelanggaran HAM sebagai akibat dari
diberlakukannya Daerah Operasi Militer (DOM) di Papua pada masa lalu, dan stigmatisasi
OPM sebagai kelompok pengacau keamanan yang disematkan militer Indonesia kepada
orang‐orang Papua. Pandangan bahwa daerah yang begitu kaya yang dimiliki oleh orang
Papua telah dirampas dan dibawa ke Jakarta dan termarginalnya masyarakat Papua dalam
tekanan kekuasaan Jakarta.

Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah daerah Papua telah


diberikan otonomi khusus sejak 2001 untuk mengatur dan mengelola Papua secara mandiri
dan tidak bergantung dengan pemerintah pusat. Otsus ini merupakan dasar hukum yang kuat
serta jelas bagi berbagai kebijakan daerah Papua mengenai urusan lokalnya. Dengan adanya
landasan hukum ini diharapkan Papua bisa menentukan nasibnya sendiri dan bisa
mendapatkan keuntungan yang maksimal dari kekayaan potensi bumi Papua yang harusnya
dinikmati oleh masyarakat Papua.

Pemerintah Indonesia sudah banyak mengupayakan berbagai cara untuk mendorong


pertumbuhan serta pembangunan di sana. Baru-baru ini Presiden Joko Widodo
memberlakukan program BBM satu harga di Papua. Beberapa program lain adalah
pembangunan tol laut yang menghubungkan kota-kota pelabuhan di Papua, pembangunan
Pasar Mamamama di Jayapura, pembangunan Istana Presiden, dan pembangunan jalan
Nduga-Wamena menjadi bukti cara-cara pemerintah Indonesia memperlakukan Papua secara
adil. Meski nampak pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan hubungan harmonis antara Papua dan pusat, problematika yang ada di
masyarakat nampak belum akan hilang dalam waktu dekat ini.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Meski kemerdekaan Papua bukanlah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan permasalahan


dan konflik yang ada, OPM masih terus mendengungkan pentingnya Papua merdeka dari
Indonesia. Apalagi jika pemerintah Indonesia belum mampu menghadirkan solusi yang tepat
dan melakukan langkah nyata untuk memberikan kehidupan yang lebih layak kepada
masyarakat di sana, OPM akan terus mendapatkan simpati, baik dari lingkungan masyarakat
lokal Papua maupun tingkat regional Pasifik dan internasional.

Konflik dan kekerasan akan terus terjadi apabila pemerintah tidak duduk bersama dalam
melihat situasi dan kondisi Papua yang sedang terjadi. Yang dibutuhkan masyarakat Papua
adalah keterbukaan dari Jakarta untuk mendengar apa yang diinginkan oleh Papua atas situasi
politik di Papua.

Saran

Rencana dialog yang sedang dibangun di Papua dapat menjadi jalan awal untuk mengurai
konflik yang berkepanjangan di Papua.Untuk melakukan dialog, pemerintah juga telah
pernah mempunyai pengalaman dalam menyelesaikan konflik di Aceh. Dimana terjadi
perundingan damai antara pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun
kecurigaan dan pandangan bahwa dialog yang akan dilakukan mengarah kepada sikap atau
tuntutan kemerdekaan dari orang Papua harus di hilangkan dari pandangan pemerintah.
Dengan membuka diri dan duduk bersama dengan mempunyai posisi tawar yang sama kuat
dalam mengurai konflik yang berkepanjangan antara di Papua.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zainul Ittihad. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka

Kristiono, Natal dan Giri Harto Wiratomo. 2018. Pendidikan Kewarganegaraan Di


Perguruan Tinggi, Sumatra :Rizky Artha Mulia

Lemhanas. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta.

Parmono, R.1995. Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM

Pamuji S, 1985, Demokrasi Pancasila dan Ketahanan Nasional, Jakarta : Bina Aksara.

Wospakrik, Decky. 2018. Gerakan Separatisme di Papua mengurai konflik dan solusi
penyelesaian Papua - Jakarta. Jayapura : Universitas Cendrawasih.

https://news.detik.com/berita/d-4719982/ini-8-tuntutan-dprd-papua-dan-papua-barat-ke-
pemerintah?single=1 diakses 19 Oktober 2019

https://bangka.tribunnews.com/2018/07/14/sekelumit-sejarah-opm-pemberontak-warisan-
belanda-yang-kerap-cari-perhatian diakses tanggal 17 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai