BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau
Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan
negara Papua Nugini atau East New Guinea. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh
wilayah Papua bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi di mana
bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua
Barat. Papua memiliki luas 808.105 KM persegi dan termasuk pulau terbesar kedua di dunia
dan pulau terbesar pertama di Indonesia[1].
Pulau Papua memiliki luas sekitar 421.981 km2, pulau Papua berada di ujung timur dari
wilayah Indonesia, dengan potensi sumber daya alam yang bernilai ekonomis dan strategis,
dan telah mendorong bangsa bangsa asing untuk menguasai pulau Papua. Kabupaten
Puncak Jaya merupakan kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan kota yang terendah adalah
kota Merauke. Sebagai daerah tropis dan wilayah kepulauan, pulau Papua memiliki
kelembaban udara relative lebih tinggi berkisar antara 80-89% kondisi geografis yang
bervariasi ini mempengaruhi kondisi penyebaran penduduk yang tidak merata. Pada tahun
1990 penduduk di pulau Papua berjumlah 1.648.708 jiwa dan meningkat menjadi sekitar 2,8
juta jiwa pada tahun 2006[2].
Belakang Sudah lama Tanah Papua menjadi tanah konflik. Selain konflik horizontal
antar warga sipil,konflik vertikal yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan orang asli
Papua telah mengorbankan banyak orang. Konflik ini hingga kini belum diatasi secara tuntas.
Masih adanya konflik ini secara jelas diperlihatkan oleh adanya tuntutan Merdeka dan
Referendum, serta terjadinya pengibaran bendera bintang kejora, dan berlangsungnya aksi
pengembalian Undang-undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua. Konflik yang belum diselesaikan ini sangat mempengaruhi kadar relasi diantara orang
asli Papua, orang Papua dengan penduduk lainnya, antara orang asli Papua dan Pemerintah
RI. Disatu pihak, orang Papua dicurigai sebagai anggota atau pendukung gerakan separatis.
Adanya stigma separatis membenarkan hal ini. Di pihak lain, orang Papua juga tidak
mempercayai Pemerintah. Dalam suasana kecurigaan dan ketidakpercayaan satu sama lain
ini, dialog konstruktif tidak pernah akan terjadi antara Pemerintah dan orang Papua. Apabila
berbagai masalah yang melatar belakangi konflik ini tidak dicarikan solusinya, maka Papua
tetap menjadi tanah konflik. Korban akan terus berjatuhan. Hal ini pada gilirannya akan
menghambat proses pembangunan yang dilaksanakan di Tanah Papua. Dari tengah situasi
konflik inilah, para pemimpinan agama Kristen, Katolik, Islam, Hindudan Budha Provinsi
Papua melancarkan kampanye perdamaian. Kampanye ini dilakukandengan dengan
moto: Papua Tanah Damai (PTD).
Dalam perkembangan selanjutnya, para pimpinan agama menjadikan Papua Tanah
Damai sebagai suatu visi bersama dari masa depan Tanah Papua yang perlu diperjuangkan
secara bersama oleh setiap orang yang hidup di Tanah Papua. Sekalipun diakui oleh banyak
orang bahwa damai merupakan hasrat terdalam dari setiap orang, termasuk semua orang yang
hidup di Tanah Papua, kenyataan memperlihatkan bahwa banyak orang belum merasa penting
untuk melibatkan diri dalam upaya menciptakan perdamaian di Tanah Papua. Orang asli
Papua, baik yang tinggal di kota maupun di kampung-kampung, belum terlibat secara penuh
dalam kampanye perdamaian ini. Pada hal mereka sebagai pemilik negeri ini sudah
semestinya memimpin atau minimal terlibat dalam berbagai upaya untuk mewujudkan
perdamaian di tanah leluhurnya. Kini orang Papua bangkit dan bertekad untuk berpartisipasi
secara aktif dalam upaya menciptakan perdamaian di Papua. Mereka ingin memperbaharui
tanah leluhurnya menjadi tanah damai, dimana setiap orang yang hidup diatasnya menikmat
suatu kehidupan yang penuh kedamaian[3].
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah konflik sosial Papua?
2. Apakah penyebab konflik sosial di Papua?
3. Bagaimana solusi konflik papua?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana dinamika masyarakat Papua.
2. Untuk mengetahui apa penyebab konflik sosial di Papua.
BAB II
PEMBAHASAN
- Solusi Komprehensif
Penyebab utama dari belum tuntasnya penyelesaian konflik Papua melalui kebijakan-
kebijakan di atas, menurut saya, karena belum ada solusi yang komprehensif. Konflik Papua
lebih sering diidentikkan dengan masalah ekonomi. Dengan berasumsi konflik Papua akan
hilang dengan sendirinya ketika orang Papua menikmati kesejahteraan ekonomi, pemerintah
lebih memperhatikan bidang ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur dasar. Perlu disadari bahwa selain masalah ekonomi, konflik
Papua mengandung masalah ke-Indonesiaan. Masih ada orang Papua yang belum mengakui
dirinya sebagai orang Indonesia. Masalah ini merupakan beban politik bagi pemerintah dan
setiap Presiden Indonesia.
Ada juga persoalan benturan budaya antara Melayu versus Melanesia. Ada perbedaan
penafsiran atas sejarah bergabungnya Papua dengan Indonesia. Papua juga merupakan satu-
satunya daerah yang bergabung dengan Indonesia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Dengan demikian, konflik Papua mempunyai dimensi ekonomi, politik, budaya,
sejarah, keamanan, dan internasional. Oleh karena itu, solusi parsial tidak akan
menyelesaikan konflik Papua. Kompleksitas dan multidimensionalitas konflik Papua
menuntut suatu solusi komprehensif yang mengakomodasi dan mampu menjawab semua
dimensi permasalahan. Pemerintah tidak boleh memandang dirinya sebagai satu-satunya
pihak yang mampu mengatasi konflik Papua. Hal ini karena pemerintah terbukti tidak
berhasil menyelesaikan konflik Papua melalui berbagai kebijakan yang ditetapkannya tanpa
keterlibatan pihak lain.
Apabila konflik Papua mau diselesaikan secara permanen, pemerintah harus merangkul
semua pemangku kepentingan agar secara bersama-sama mencari solusi yang komprehensif.
Perlu ditetapkan mekanisme inklusif yang dapat memungkinkan keterlibatan semua pihak
yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan. Secara khusus, pemerintah tidak perlu
takut melibatkan orang Papua yang bergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Perlu disadari bahwa sebagus apa pun kebijakan pemerintah, tidak dapat menyelesaikan
konflik Papua apabila tidak berkonsultasi dengan kelompok OPM.
OPM terdiri atas tiga kelompok, yakni orang Papua yang melakukan perlawanan di
kota dan kampung, mereka yang bergerilya di hutan dengan nama Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat (TPN PB), dan orang Papua yang hidup di luar negeri. Ketiga
kelompok ini harus dilibatkan semuanya dalam pembahasan solusi yang komprehensif.
Pemerintah perlu mendorong mereka untuk berkumpul, berdiskusi, dan merumuskan
pandangan kolektifnya tentang kebijakan yang komprehensif bagi penyelesaian konflik
Papua.
Dengan demikian, solusi komprehensif untuk Papua dicari dan ditetapkan secara bersama,
serta diterima semua pemangku kepentingan, termasuk kelompok OPM[10].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas bisa dimengerti bahwa konflik social papua merupakan
peristiwa yang sangat kompleks. Baik dimensi sejarah, penyebab, maupun solusi. Namun
bukan berarti komplesiksisitas konflik social papua harus mengurungkan niat pemerintah
untuk bersikap apatis terhadap konflik yang terjadi di Papua. Diatas telah dijelaskan pula
bagaimana solusi terhadap konflik social papua, yang mana solusi-solusi yang ditawarkan
bias menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengakhiri konflik papua sehingga
masyarakat papua bias merasakan perdamaian di tanahnya.