bisu. Kini jalan-jalan desa berwarna hitam, merata dengan bebatuan kecil yang berada di dalamnya.
Begitu juga dengan hidupku saat ini, entah bagaimana aku menggambarkan keadaanku saat ini, yang
pasti saat ini aku benar – benar buruk. Kakekku baru saja pergi menghadap sang pencipta ,
meninggalkan ku seorang diri. Aku adalah anak yang tidak memiliki orang tua entah pergi kemana
mereka, aku pun tak tau.
Aku baru saja tiba didepan sebuah nisan yang bertuliskan nama kakek, tiba – tiba ada yang
mengapai pundakku diri belakang. Aku terkejut dan menoleh tangan siapa yang mengapai
pundakku?
“ Grace ...” kata sang perempuan paru baya yang tak kukenal. Aku tak pernah melihat
perempuan paru baya ini sebelumnya, sehingga menjadi kebinggungan tersendiri bagiku untuk
menjawab panggilannya.
“ Ya “ jawabku singgkat. “ Grace ...” panggilnya sekali lagi. “ Ya, ada apa. Ada yang bisa
kubantu “ jawabku.
“ Ibu turut berduka atas meniggalnya kakek Grace” jawab ibu tersebut dengan tangis yang
membanjiri matanya. Aku semakn binggung dengan perempuan paru baya ini, yang menyebut
dirinya IBU.
“ Aku adalah ibumu nak,” jawab sang bu dengan tangis yang semakin deras dari pelupuk
matanaya.
Aku tak mempercayai apa yang terjadi saat ini, raca campur aduk dalam diriku berkumpul
menjadi satu. Antara marah, kecewa, bahagia, dan sedih saling berdominasi dalam lubuk hati ini.
Aku belum bisa menerima kenyataan ini, disatu sisi aku senang bahwa aku masih memiliki Ibu yang
selama ini aku impikan. Namun , disisi lain aku marah, kecewa, dan sedih mengapa baru sekarang Ia
datang , kemana selama ini Ia pergi. Aku bangkit dari makam kakek dan berlari sambil menangis
dalam diam.
“ Nak tunggu, aku ini ibumu” kata perempuan itu sambil berlari mendekatiku.
“ Aku tidak memiliki Ibu, selama ini aku tinggal bersama kakek “ jawabku dengan terus
berlari menjauhinya.
Aku telah sampai dirumah sederhana yang selama ini menjadi tempat melepas canda tawa
dengan kakek, aku melihat bingkai foto kakek dari atas tempat tidurku, dimeja belajar yang tak jauh
dari posisiku saat. Sambil meneteskan air mata aku masih ingat betul bagaimana kakek ada
bersamaku disaat susah dan senag. Tiba – tiba terbayang dikepalaku kejadian yang pagi tadi aku
alami, dimana aku bertemu dengan seorang perempuan paru baya yang mengakui bahwa Ia adalah
Ibuku. Tok ... tok ... tok, bunyi ketukan pintu memecahkan keheninggan malam dan bayanganku
tentang kejadian tadi. Aku bergegas untuk melihat siapa yang datang pada tengah malam seperti ini.