Tinjauan Pustaka
A. Burnout
1. Definisi Burnout
Menurut Tuner dan Helms (1995) burnout adalah konsep
yang terkait dengan diskusi stres kita yang lebih lama dan
mengacu pada menipisnya kebangkitan fisik, emosional, dan
mental karena tekanan yang berulang-ulang.
Menurut Porteous (1997) burnout adalah konsep yang
relatif baru yang berkaitan erat dengan pengalaman stres.
Menurut Lubis (2009) burnout adalah keadaan seseorang di
tempat kerja yang ditandai dengan menurunnya produktivitas
karena stres di tempat kerja yang terus-menerus. Biasanya
seseorang dengan burnout menunjukkan gejala depresi.
Menurut Cordes dan Dougherty (dalam Aamodt, 2010)
burnout adalah keadaan diliputi oleh stres, biasanya dialami
oleh para profesional yang bermotivasi tinggi menghadapi
tuntutan pekerjaan yang tinggi. Selama bertahun-tahun, definisi
tersebut telah meluas hingga mencakup jenis pekerjaan lain
yang menjadi lelah secara emosional dan tidak lagi mereka
merasa memiliki dampak positif pada orang lain atau pekerjaan
mereka. Orang yang merasa burnout kekurangan energi dan
dipenuhi dengan frustasi dan ketegangan. Gejala emosional
kelelahan termasuk ketakutan datang untuk bekerja setiap hari.
Menurut Schaufeli dan Enzmann (dalam Tanner, 2011)
burnout didefinisikan sebagai reaksi stres kronis dan dalam
praktiknya, akar teori burnout terutama dalam teori stres
umum, yang menekankan interaksi antara karakteristik kerja
dan karyawan.
Menurut Maslach, Jackson dan Leiter (dalam Peeters,
Jonge dan Taris, 2014) burnout adalah sindrom kelelahan
emosional, depersonalisasi, dan berkurangnya pencapaian
pribadi yang dapat terjadi diantara individual yang bekerja dan
semacamnya.
Menurut Maslach dan Leiter (dalam Cooper, Camphell, dan
Schbracq, 2015) burnout adalah masalah kronis yang
mencerminkan hubungan tidak nyaman antar individu dan
pekerjaan mereka.
Berdasarkan definisi dari tokoh diatas dapat disimpulkan
bahwa burnout adalah kelelahan emosional yang berkaitan erat
dengan pengalaman stres dimana individu mencerminkan
hubungan tidak nyaman antar individu dan pekerjaan mereka.
Termasuk dalam keadaan kelelahan emosional dipersonalisasi
dan berkurangnya pencapaian pribadi, ini bisa dialami oleh
para profesional yang bermotivasi tinggi.
2. Dimensi – Dimensi Burnout
Menurut Maslach, Schaufeli dan Leiter (dalam Peeters,
Jonge dan Taris, 2014) ada tiga dimensi burnout, yaitu:
a. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion)
Dimensi burnout yang ditandai dengan perasaan letih
atau perasaan seluruh energi habis digunakan baik
secara fisik (sakit kepala, flu, insomnia, dan lain – lain).
Mental (tidak bahagia, tidak berharga, rasa gagal), dan
emosional (bosan, sedih, tertekan). Ketika seseorang
mengalami kelelahan emosional seseorang mencoba
mengurangi stres emosional terhadap orang lain dengan
cara memisahkan diri dari orang lain. Mereka mulai
menjaga jarak emosional dengan orang lain.
b. Depersonalization
Seseorang dengan burnout melihat orang lain sebagai
objek atau nomor. Mereka perlakukan orang lain
dengan kasar dan kritis. Hal ini bisa berupa sikap sinis
terhadap orang-orang yang berada dalam lingkup
pekerjaan dan kecenderungan untuk menarik diri serta
mengurangi keterlibatan diri dalam bekerja. Perilaku
tersebut diperlihatkan sebagai upaya melindungi diri
dari perasaan kecewa, karena penderitanya menganggap
bahwa dengan berperilaku seperti itu, maka mereka
akan aman dan terhindar dari ketidakpastian dalam
pekerjaan.
c. Berkurangnya Pecapaian Pribadi (Reduced Personal
Accomplisment)
Seseorang dengan burnout mencoba mengurangi beban
kerjanya dengan menghindari kerja, absen,
mengerjakan sesedikit mungkin, tidak mengerjakan
tugas tertentu yang dianggap lebih berat dan memakan
waktu lama. Biasanya ditandai juga dengan perasaan
tidak puas terhadap diri sendiri, perkerjaan bahkan
terhadap kehidupan. Mereka merasa bahwa dunia luar
dirinya menentang upaya untuk melakukan perbaikan
dan kemajuan sehingga kondisi tersebut akhirnya
membuat mereka merasa kehilangan kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri dan juga kehilangan
kepercayaan dari orang lain akibat perilakunya.
3. Karakteristik Burnout
Menurut Baron dan Greenberg (1995) menguraikan
mengenai karakteristik burnout ke dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kelelahan fisik yang ditandai dengan serangan sakit
kepala, mual, susah tidur, dan kurangnya nafsu makan.
b. Kelelahan emosional yang ditandai dengan depresi,
perasaan tidak berdaya, merasa terperangkap dalam
pekerjaannya, mudah marah serta cepat tersinggung.
c. Kelelahan mental yang ditandai dengan sikap sinis
terhadap orang lain, bersikap negatif terhadap orang,
cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, organisasi,
dan kehidupan pada umumnya.
d. Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri yang
ditandai dengan tidak pernah puas terhadap hasil kerja
sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
4. Tahapan Burnout
Menurut Girdano, Everly, Dusek (1993), ada tiga tahapan
burnout, yaitu:
a. Rangsangan stres
1) Lekas marah yang konstan
2) Kecemasan yang terus-menerus
3) Periode tekanan darah tinggi
4) Bruxism (menggertakan gigi di malam hari)
5) Insomnia
6) Kelupaan
7) Jantung berdebar
8) Irama jantung yang tidak biasa (detak jantung
terlewati)
9) Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
10) Sakit
b. Konservasi Energi
1) Terlambat untuk bekerja
2) Penundaan
3) Diperlukan tiga hari akhir pekan
4) Menurunkan hasrat seksual
5) Lelah yang konsisten di pagi hari
6) Mengaktifkan kerja terlambat
7) Penarikan sosial (dari teman dan atau keluarga)
8) Sikap sinis
9) Perhatian
10) Meningkatkan konsumsi alkohol
11) Meningkatkan konsumsi kopi, teh, atau cola
12) Sikap “saya tidak peduli”
c. Kelelahan
1) Kesedihan atau depresi kronis
2) Masalah perut atau usus kronis
3) Kelelahan mental kronis
4) Kelelahan fisik kronis
5) Sakit kepala kronis
6) Keinginan untuk “keluar” dari masyarakat
7) Keinginan untuk pindah dari teman, bekerja,
dan bahkan mungkin keluarga
8) Mungkin ingin melakukan bunuh diri
5. Aspek-Aspek Burnout
Menurut Lubis (2009) ada lima aspek burnout, yaitu:
a. Membuat lebih banyak ekspresi dan lebih dapat
menikmati sesuatu (walaupun sedikit energi untuk
melakukan pekerjaan tersebut).
b. Jarang kehilangan berat badan, menjadi lamban, atau
melaporkan keinginan bunuh diri.
c. Memiliki perasaan yang lebih realistis mengenai rasa
bersalah jika mereka bersalah.
d. Cenderung menganggap kesulitan mengambil
keputusan karena capai daripada karena penyakit.
e. Kesulitan untuk tidur, sedangkan pada kasus depresi
seseorang cenderung bangun terlalu pagi.
6. Faktor-Faktor Burnout
Menurut Cherniss, Maslach, dan Sullivan (dalam Lubis,
2009) ada empat faktor burnout, yaitu:
a. Keterlibatan Dengan Pelanggan
Dalam beberapa pekerjaan tertentu, para pekerjanya
memiliki keterlibatan langsung dengan objek kerja atau
kliennya, keterlibatan yang tinggi dengan pelanggan
dan disertai masalah dalam berhubungan dengan
pelanggan dapat menyebabkan burnout.
b. Lingkungan Kerja
Berkaitan dengan beban kerja yang berlebihan, konflik
peran, ambiguitas peran, dukungan sosial dari rekan
kerja yang tidak memadai, dukungan sosial dari atasan
tidak memadai, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan,
peraturan-peraturan yang kaku, dan kurangnya stimulasi
dalam pekerjaan.
c. Individu
Meliputi faktor demografik (jenis kelamin, latar
belakang etnis, usia, status perkawinan, latar belakang
pendidikan), dan karakteristik kepribadian (konsep diri
rendah, kebutuhan dan motivasi diri terlalu besar,
kemampuan yang rendah dalam mengendalikan emosi,
locus of control eksternal, introvert).
d. Sosial Budaya
Meliputi keseluruhan nilai yang dianut masyarakat
umum berkaitan dengan profesi yang diambil.
B. Kecerdasan Emosional
1. Mahasiswa
a. Definisi Mahasiswa
Menurut Tilaar (1998) mahasiswa adalah manusia muda yang
mulai mengarungi ilmu pengetahuan serta manangani masalah-
masalah sosial oleh sebab itu adalah suatu yang wajar apabila
mahasiswa ikut prihatin terhadap problema-problema masyarakat
dewasa ini.
Menurut Budiman (2006) mahasiswa adalah orang yang belajar
di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya
bagi suatu keahlian tingkat sarjana.
Menurut Antoni (2012) mahasiswa adalah insan yang
dipercaya untuk mengemban tugas-tugas keilmuan sesuai potensi
dan kadar intelektual yang dimiliki masing-masingnya.
Menurut Sanit (dalam Elfani, 2013) mahasiswa adalah
gerakan moral yang tulus pembelaannya.
Menurut Rizki (2018) mahasiswa adalah pemuda yang
berusia produktif maka wajar bila ia merupakan aset, cadangan,
harapan bangsa untuk masa depan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa adalah orang yang sekolah di perguruan tinggi
bertujuan untuk mempersiapkan diri bagi suatu keahlian tingkat
sarjana dan mengaruhi ilmu serta problema-problema sosial.
b. Fungsi Mahasiswa
Menurut Budiman (2006), fungsi mahasiswa ada dua, yaitu:
1) Fungsi Primer : Belajar dan mempersiapkan diri
untuk suatu keahlian tertentu.
2) Fungsi Sekunder : Selain menjadi seorang
mahasiswa mereka juga aktif sebagai olahragawan
dan lain sebagainya disebut fungsi sekunder.
c. Peran Mahasiswa
Menurut Rizki (2018) peran adalah sesuatu yang harus
dipenuhi oleh sebab mengagungkan peran tersebut. Secara
umum peran mahasiswa ada tiga, yaitu:
1) Iron Stock atau Generasi Penerus
Sebagai tulang punggung bangsa di masa depan,
mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia
tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia
yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi
sebelumnya. Mahasiswa itu pemuda yang berusia
produktif maka wajar bila ia merupakan aset, cadangan,
dan harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat
dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan
bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian
kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh
karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus.
Sehingga kampus dianggap juga sebagai pencetak calon
penerus bangsa yang ideal karena mereka dibekali ilmu
yang sangat dibutuhkan dari masa ke masa untuk
mengembangkan suatu peradaban.
2) Agent Of Change atau Generasi Perubahan
Mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen-agen
pembawa perubahan di masyarakat. Agen perubahan
ini berarti mereka bergerak bisa bersama-sama ataupun
sendiri-sendiri namun yang jelas mereka bisa memulai
sesuai dengan disiplin ilmunya masing - masing dalam
membantu pembangunan bangsa untuk menjadi lebih
baik ke depannya.
3) Social Control atau Pengontrol Sosial
Mahasiswa menjadi pengontrol dalam masyarakat,
berlandasan dengan pengetahuannya, dengan tingkat
pendidikannya, dan norma-norma yang berlaku
disekitarnya. Jadi, selain pintar dalam bidang akademis,
mahasiswa juga harus pintar dalam bersosialisasi dan
memiliki kepekaan dengan lingkungan. Mahasiswa
diupayakan agar mampu mengkritik,memberi saran dan
memberi solusi jika keadaan sosial bangsa sudah tidak
sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa ,memiliki
kepekaan, kepedulian, dan kontribusi nyata terhadap
masyarakat sekitar tentang kondisi yang teraktual.
Asumsi yang kita harapkan dengan perubahan kondisi
sosial masyarakat tentu akan berimbas pada perubahan
bangsa. Intinya mahasiswa diharapkan memiliki sense
of belonging yang tinggi sehingga mampu melakukan
hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Tugas inilah
yang dapat menjadikan dirinya sebagai harapan
bangsa, yaitu menjadi orang yang senantiasa
mencarikan solusi berbagai masalah yang sedang
menyelimuti mereka.
d. Ciri-Ciri Mahasiswa
Menurut Kartono (dalam Ulfah, 2010) terdapat empat ciri-
ciri mahasiswa, yaitu:
1) Memiliki kemampuan dan juga kesempatan untuk
belajar di perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan
dalam golongan intelegensia.
2) Dengan memiliki kesempatan yang ada, mahasiswa
diharapkan kelak bisa bertindak sebagai pemimpin
yang mampu serta terampil, baik sebagai pemimpin
masyarakat maupun dalam dunia kerja nantinnya.
3) Mahasiswa diharapkan dapat menjadi daya penggerak
yang dinamis bagi proses modernisasi dalam kehidupan
mayarakat.
4) Mahasiswa diharapkan mampu memasuki dunia kerja
sebagai tenaga yang berkualitas serta profesional.
2. Tugas-Tugas Mahasiswa
Menurut Merdekawati (2015) tugas-tugas sebagai
mahasiswa ada tiga, yaitu:
a. Melakukan pendidikan
Tugas mulia yang pertama sebagai mahasiswa adalah
dengan melakukan kegiatan pendidikan. Pendidikan di
sini adalah mahasiswa yang menutut kepada pihak
lembaga pendidikan dalam hal ini kampus untuk
memberikan pendidikan, pengajaran, dan fasilitas yang
maksimal dalam proses kegiatan belajar dan mengajar.
b. Melakukan penelitian
Tugas yang kedua untuk mahasiswa adalah penelitian.
Tugas ke-dua mahasiswa ini terbilang medium hard,
karena mahasiswa kali ini dituntut dapat menemukan
solusi dari suatu permasalahan, sehingga menciptakan
solusi baru dalam menyelesaikan permasalahan yang ia
temukan di dalam masyarakat.
Hasil penelitian mahasiswa pun dituntut agar
profesional, bukan hasil jiplakan karya orang lain dan
bukan dari hasil penelitian prematur. Keberadaan
mahasiswa dituntut sebagai agent of change dalam
melakukan perubahan di masyarakat. Sehingga
mahasiswa ini dapat berfungsi sebagai “penyambung
lidah” antara masyarakat bawah dengan pemerintah
yang tengah berkuasa.
c. Pengabdian kepada masyarakat
Tugas terakhir sebagai mahasiswa adalah mengabdi
kepada masyarakat. Banyak mahasiswa yang saat ini
belum menyadari bahwa tugas utama dari seorang
mahasiswa adalah mengabdi pada masyarakat.
Keberadaan mahasiswa di Indonesia adalah diharapkan
menjadi agent of change at local distric, atau menjadi
pioner untuk perubahan di daerahnya.
Keberadaan mahasiswa di beberapa negara maju,
mereka menjadi para pembaharu di lingkungan tempat
tinggalnya. Mereka yang lulus menjadi sarjana,
berupaya membangun daerahnya dengan jerih payah
mereka, dengan idenya, dengan gagasannya, dengan
hasil karya mereka. Sehingga masyarakat tidak
berbondong-bondong menuju kota besar.
3. Asisten
a. Definisi Asisten
Menurut Setiawan (dalam Afwah, 2012) asisten adalah
orang yang bertugas membantu orang lain dalam melaksanakan
tugas profesional, misalnya dalam pekerjaan, profesi, dan
kedinasan.
Menurut Patisa (2018) asisten adalah seseorang yang
bertugas untuk membantu orang lain yang memiliki jabatan
lebih tinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Asisten
memiliki banyak tanggung jawab, dan pekerjaan ini
membutuhkan keterampilan yang bagus pula.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
asisten adalah individu yang bertugas membantu seseorang
untuk menyelesaikan sebuah pekerjaannya. Dan asisten harus
memiliki tanggung jawab, keterampilan yang bagus, harus
menjaga diri tetap jernih dalam berpikir, mampu menangangi
banyak tugas sekaligus dan memiliki keterampilan mengelola
sebuah pekerjaan dengan cepat dan tepat.
4. Laboratorium
a. Definisi Laboratorium
Menurut Moedjadi (1979) laboratorium adalah tempat
dimana percobaan dan penyelidikan dilakukan. Tempat ini
dapat merupakan suatu ruang tertutup,kamar, atau ruang
terbuka.
Menurut Emha (2002) laboratorium adalah suatu tempat
untuk mengadakan percobaan, penyelidikan, dan sebagainya
yang berhubungan dengan ilmu fisika, kimia, dan biologi atau
bidang ilmu lain.
Menurut Ketut (dalam Salman, 2010) laboratorium adalah
tempat bagi peserta didik untuk melakukan eksperimen-
eksperimen dari teori yang telah diberikan di kelas.
Menurut Koesmadji (dalam Afwah, 2012) laboratorium
adalah tempat yang dapat berbentuk ruangan terbuka, ruangan
tertutup, kebun sekolah, rumah kaca atau lingkungan lain untuk
melakukan percobaan atau penelitian.
Menurut Rizky (dalam Afwah, 2012) laboratorium adalah
tempat mengadakan percobaan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
laboratorium adalah suatu ruangan yang di dalamnya
dilengkapi sarana dan prasaranan, baik peralatan maupun
bahan-bahan yang digunakan untuk kepentingan praktikum.
b. Fungsi Laboratorium
Menurut Amien (1998) ada tiga fungsi laboratorium,yaitu:
1) Tempat mempraktekkan sesuatu yang diketahui.
2) Tempat untuk membuktikan benar tidaknya faktor-
faktor atau fenomena-fenomena tertentu. Suatu
fenomena dapat dijadikan suatu hukum atau dalil,
apabila sudah dibuktikan kebenarannya. Pembuktian
suatu fenomena melalui tahap-tahap tertentu sesuai
dengan kaidah metode ilmiah.
3) Tempat untuk menentukan hubungan antara sebab
akibat.
5. Asisten Laboratorium
a. Definisi Asisten Laboratorium
Menurut Efendy (2008) asisten laboratorium adalah
mahasiswa yang diberi tugas oleh pembimbing laboratorium
untuk membantu kelancaran pelaksanaan laboratorium, dan
bertanggung jawab kepada pembimbing laboratorium.
Menurut Rachmat (2011) asisten laboratorium adalah
seseorang yang mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang
berkaitan dengan perangkat dan seluruh peralatan yang
dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar, disertai dengan
adanya perawatan dan perbaikan pada seluruh kelengkapan
perangkat pembelajaran di laboratorium.
Menurut Mallafi (2015) asisten laboratorium adalah asisten
yang diberi tugas untuk membantu dosen melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan praktikum mahasiswa. Dan umumnya
yang menjadi asisten laboratorium adalah mahasiswa yang
telah mencapai semester III dan memiliki nilai yang cukup baik
untuk menjadi asisten laboratorium.
Menurut Tsuryani (2018) asisten laboratorium adalah
mahasiswa yang didaulat mendampingi kegiatan praktikum.
Berdasakan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asisten
laboratorium adalah seseorang yang berdasarkan persyaratan
pendidikan dan keahlian ditugaskan membantu dosen dalam
kegiatan praktikum dan berhubungan langsung dengan
mahasiswa (praktikan).
C. Hipotesis