Abstract
This article aims to elaborate the influences of the modernization of education that occurred in
Minangkabau since the middle of the 19 th century to advance of Minangkabau women in the early 20 th
century. The progress of Minangkabau women is clear in the birth of educated female figures thatwill
become to spearhead the emergence of the Minangkabau women's movement. The opening of women’s
schools, publication of women's newspapers, the establishment of women's organizations and associations
and the active participation in the politics of the national movement are clear proofs of the size of the
Minangkabau women's want to appear on the public spaces they never have before.
Abstrak
Politik Etis yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda terhadap masyarakat Sumatera Barat
memberi peluang yang besar terhadap kemajuan pendidikan masyarakat Minangkabau. Penelitian ini
bertujuan untuk menguraikan pengaruh modernisasi pendidikan yang terjadi di Minangkabau sejak
pertengahan abad ke-19 untuk memajukan wanita Minangkabau di awal abad ke-20. Kajian ini
menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yakni: heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemajuan perempuan Minangkabau sangat jelas dalam
kelahiran tokoh perempuan terdidik yang menjadi ujung tombak munculnya gerakan perempuan
Minangkabau. Pembukaan sekolah perempuan, publikasi surat kabar wanita, pembentukan organisasi dan
asosiasi perempuan dan partisipasi aktif dalam politik gerakan nasional adalah bukti nyata ukuran
perempuan Minangkabau yang ingin tampil di ruang publik yang belum pernah mereka miliki
sebelumnya.
147
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
148 Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau …
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau … 149
dan surat kabar yang terbit antara abad ke- anak-anak, suami dan mengatur kehidupan
19 hingga abad ke-20. Fakta-fakta yang di dalam rumah tangga, namun juga
telah terkumpul dari berbagai sumber bertugas sebagai pemegang kelangsungan
tersebut kemudian diuji otentisitas atau garis keturunan. Tugas sebagai pewaris
keakuratannya pada tahap kritik (kritik garis keturunan yang dibebankan kepada
eksternal dan internal).Tahap selanjutnya perempuan Minangkabau, berimplikasi
adalah menginterpretasikan faktar-fakta pada kewajiban mereka untuk menjaga
yang telah diperoleh dan mencari hubungan harta pusaka kaum yang diwariskan
dari setiap fakta tersebut melalui analisis berdasarkan garis keturunan ibu yang
(menguraikan) dan sintesis (menyatukan), disebut dengan harta perempuan atau
sehingga keseluruhan fakta menjadi harato padusi (Korn, 1941: 18). Dalam hal
harmonis, masuk akal dan kredibel.Tahapan ini, perempuan yang paling dituakan diberi
yang terakhir dari penulisan ini adalah gelar kehormatan sebagai amban puruekun
tahap penulisan atau disebut dengan citagueh (peti simpanan pusaka berkunci
historiografi. Di tahap penulisan ini, art of kukuh). Amban purue ini diberikan
writing dari penulis sangat menentukan tanggung jawab untuk menjaga harta
hasil dari tulisan yang dihasilkan (Herlina, pusaka kaum persukuan berupa areal
2011: 15-16) persawahan lahan basah dan kering, tanah,
rumah gadang, hewan ternak, termasuk
KEHIDUPAN PEREMPUAN tenaga kerja yang menjadi bagian dari harta
MINANGKABAU SEBELUM ABAD pusaka kaum persukuan (Blackwood,
KE-20 2001).
Kendali yang dimiliki oleh
Gambaran perempuan Minangkabau perempuan Minangkabau dalam
sebelum abad ke-20 tidak jauh berbeda pengelolaan harta pusaka kaum membawa
dengan perempuan-perempuan lainnya mereka ikut terlibat aktif di sektor ekonomi.
yang ada di Hindia-Belanda masa itu. Karakteristik ekonomi pedesaan yang
Siklus hidup mereka sepenuhnya terpaku didominasi oleh pertanian yang berlaku
pada aktivitas internal di dalam rumah umum di Minangkabau dan juga di Asia
sebagai anak perempuan, isteri, ibu dan Tenggara, yang telah ada sebelum abad ke-
nenek. Pendidikan yang mereka dapatkan 20 memberi andil kepada perempuan untuk
hanya sebatas pendidikan agama dan ikut bekerja di sawah dan ladang bersama
pendidikan kerumahtanggaan sebagai bekal dengan kaum laki-laki. Oleh karena itu
untuk menjadi seorang isteri dan ibu. Pola perempuan Minangkabau terlibat dalam
kehidupan dan tingkah laku perempuan pengolahan tanah, menyemai benih,
sangat dikendalikan dan dibatasi oleh adat menanam padi, memanen, bahkan mereka
istiadat yang dianut oleh masyarakatnya. juga ikut membawa dan memasarkan hasil
Dalam hal ini perempuan sama sekali tidak pertanian di pasar-pasar yang disebut
diberi kebebasan dan kemandirian dalam dengan pecan atau pakan. Di samping itu,
merepresentasikan dirinya seperti yang perempuan Minangkabau sebelum abad ke-
mereka inginkan, namun lebih dominan 20 juga telah bergiat dalam industri
kepada “apa yang boleh” dan “tidak kerajinan seperti menenun kain dan tikar,
dibolehkan” mereka lakukan dalam menganyam, pemintalan, pembuatan renda,
pandangan adat dan kebiasaan. penyaringan emas, pewarnaan kain,
Sistem kekerabatan matrilineal yang pembuatan tembikar, dan industri rumah
dianut oleh masyarakat Minangkabau tangga lainnya (Loeb, 2013). Hal ini tidak
membawa peran ganda yang harus dipukul hanya terjadi di Minangkabau saja, namun
oleh kaum perempuannya. Mereka tidak berlaku umum di kawasan Asia Tenggara.
hanya menjadi ibu yang wajib merawat (Dobbin, 2008; Reid, 1992) menegaskan
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
150 Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau …
bahwa memintal benang, mewarnai kapas, sudut pasarnya ada pedagang perempuan
mencelup kain, dan menenun adalah Minangkabau. Banyaknya jumlah pedagang
pekerjaan yang hanya dilakukan oleh kaum perempuan tersebut tidak terlepas dari
perempuan. sistem matrilineal yang memberikan
Tingginya aktivitas ekonomi yang peluang kepada perempuan untuk terlibat
dilakukan oleh perempuan Minangkabau aktif dalam kegiatan ekonomi di pasar-
tersebut membawa keterlibatan mereka pasar nagari (Yati, 2014: 111).
secara langsung untuk ikut berdagang di
pasar-pasar nagari yang ada di Aktivitas perempuan Minangkabau di Pasar
Minangkabau. Mereka umumnya adalah
perempuan-perempuan yang telah menikah
dan memiliki anak. Pedagang perempuan
Minangkabau ini biasanya memperjual-
belikan barang-barang kebutuhan sehari-
hari dari hasil pertanian dan perkebunan
serta berbagai barang kerajinan tangan yang
dibawa dari rumah.
Kemunculan perempuan Fort de Kock(1939)
Minangkabau di berbagai pasar-pasar Sumber: www.kitlv.nl, diakses,
nagari di Minangkabau sebelum abad ke-20 Senin, 9 Juni 2014.
tertulis dalam berbagai literatur kolonial.
Pistorius dalam (Dobbin, 2008) Di saat perempuan yang telah
menyebutkan bahwa pada 1838, pedagang menikah dan mencapai usia paruh baya
perempuan Minangkabau banyak yang terlibat aktif dalam aktivitas ekonomi di
menjual hasil kerajinan tangan berupa kain luar Rumah Gadang, kondisi yang berbeda
katun lokal, sarung biru dan merah dengan terjadi pada anak perempuan yang dianggap
kotak-kotak seperti kain Bugis di pasar telah memasuki masa pubertas (di usia dua
Lima Kaum yang terletak di Payakumbuh. belas atau tiga belas tahun), dimana mereka
Pedagang perempuan Minangkabau ini ada tidak lagi diperbolehkan untuk beraktivitas
juga yang menjual beras dalam kantung- dengan bebas di luar rumah pada usia
kantung kecil, buah-buahan, dahan pohon tersebut. Seperti yang tertulis dalam
kopi, hewan ternak (ayam dan itik) serta schoolscriften (Hadler, Berlian, &
berbagai penganan yang mereka buat Abdullah, 2010) bahwa “Djekalau anak
sendiri. perempoean itoe soedah naek ramboet
Partisipasi perempuan Minangkabau [gadis], maka ia tiada pergi ka soerau lagi,
dalam hiruk pikuk aktifitas perdagangan di melainkan, doedoek berkoeroenglah ia;
pasar-pasar nagari di Sumatra’s Westkust agak soekar melihatnja”. Dengan
juga disinggung oleh (Asnan, 2007) yang pertimbangan untuk melindungi dari hal-hal
mengklasifikasikan pedagang perempuan buruk yang ada di luar rumah, khususnya
Minangkabau sebagai pedagang kelas dua dari laki-laki. Gadis-gadis yang sudah
yang tinggal di daerah sekitar lokasi pasar. memasuki masa pubertas ini akan dijaga
Para pedagang perempuan ini umumnya dengan sangat ketat oleh pihak keluarga dan
adalah pedagang-pedagang kecil dengan persukuannya (Loeb, 2013).
modal sendiri dan juga keuntungan yang Akibat dari pembatasan aktivitas
sangat kecil (Dobbin, 2008). tersebut, pergerakan anak-anak perempuan
Hingga dekade ke tiga dan keempat Minangkabau tidak diberi akses untuk
abad ke-20 eksistensi dari para pedagang sekolah sehingga mereka sama sekali tidak
perempuan ini masih terjadi dalam jumlah memiliki keterampilan membaca, menulis,
yang besar. Salah satunya tampak di pasar dan berhitung. Kehidupan mereka hanya
FortdeKock (Bukittinggi) yang disetiap
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau … 151
berputar di dalam rumah gadang tanpa bisa tuan kulareh (golongan bangsawan) yang
melepaskan diri dari peran sebagai anak sama sekali tidak berkeinginan untuk
perempuan, remaja perempuan, isteri, serta sekolah. Prestise dan kekayaan milik orang
ibu bagi anak-anak mereka. Di penghujung tua yang nantinya akan mereka warisi,
abad ke-19, ketika daerah “Minangkabau” membuat anak-anak golongan bangsawan
muncul sebagai pusat kelahiran kaum ini menganggap sekolah tidak penting.
intelektual di luar Pulau Jawa yang paling Tanpa sekolah pun mereka tetap menduduki
maju, kaum perempuannya sama sekali status sosial yang dihormati dan mewarisi
tidak ada yang bersekolah. Sekolah adalah harta kekayaan yang berlimpah dari orang
hal yang sangat tabu dan sangat dilarang tuanya. Karena itulah tidak heran jika anak-
bagi perempuan Minangkabau saat itu anak bangsawan Minangkabau ini masuk ke
(Hadler et al., 2010). Realitas ini Sekolah Kelas II berbahasa Melayu, bukan
menegaskan bahwa pendidikan yang Sekolah Kelas I (bahasa pengantar bahasa
dijalani oleh anak perempuan di Belanda) yang diperuntukan bagi kelas
Minangkabau sebelum abad ke-20 hanya bangsawan (Graves, 2007: 235). Politik Etis
pendidkan agama dan pendidikan yang dicanangkan oleh Pemerintah
kerumahtanggaan seperti mengurus rumah, Kolonial Belanda dipermulaan abad XX
memasak, dan berbagai keterampilan telah merangsang modernisasi pendidikan
seperti menjahit, menganyam menenun, dan yang lebih luas dibandingkan dengan
menyulam oleh ibu, nenek, dan kerabat periode sebelumnya.
perempuan mereka. Ledakan jumlah elite terpelajar
Minangkabau di awal abad ke-20 secara
PEREMPUAN MINANGKABAU tidak langsung juga berpengaruh terhadap
MENAPAKI ERA KEMAJUAN DI kaum perempuannya. Perempuan
SUMATRA’SWESTKUST Minangkabau yang berasal dari keluarga
elite terpelajar dan pegawai pemerintah
Awal abad XX adalah dimulainya kolonial seperti guru, jaksa, dan pegawai
era kemajuan bagi masyarakat gudang kopi adalah generasi pertama yang
Minangkabau di Sumatra’s Westkust. menikmati akses pendidikan modern. Iklim
Kemajuan ini ditandai dengan kemunculan akademis yang terbentuk di dalam rumah
elite baru dan berkembangnya gaya hidup para birokrat dan pegawai kolonial ini yang
modern. Elit baru ini adalah lulusan sekolah mulanya hanya memberi kesempatan
formal kolonial yang menggunakan bahasa kepada anak laki-laki untuk bersekolah,
Belanda sebagai bahasa pengantar. Anak- pada akhirnya ikut berdampak secara
Anak petani dan pedagang adalah golongan langsung bagi anak-anak perempuan. Hal
yang paling bergairah untuk masuk ke ini terlihat dari kemampuan baca-tulis dan
sekolah-sekolah ini. Hal ini dibuktikan berhitung dengan huruf latin serta bahasa
dengan hasil penelitian Graves, (2007) Belanda yang didapatkan di sekolah-
bahwa murid-murid di sekolah-sekolah sekolah modern kolonial yang mereka
formal Belanda di nagari dataran tinggi masuki, maupun yang belajar mandiri di
Sumatra’s Westkust didominasi oleh anak- rumah bersama ayah dan saudara laki-laki
anak petani dan pedagang. mereka.
Tidak ajeknya stratifikasi sosial di Perempuan Minangkabau terpelajar
Minangkabau membuat masyarakat generasi pertama di awal abad ke-20 di
golongan menengah ke bawah menjadikan antaranya adalah Sjarifah Nawawi, Sitti
pendidikan sebagai kendaraan untuk Djanewar Bustami Aman, dan Ainsjah
menaikkan status sosial-ekonomi kepada Jahya, puteri dari Demang Jahja Datoek
tingkat yang lebih tinggi. Realitas ini Kajo dari Koto Gadang. Sjarifah Nawawi
berbeda dengan anak-anak pangulu dan menempuh pendidikan di Europeesche
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
152 Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau …
Langere School (ELS) Fortde Kock yang perkembangan lembaga pendidikan Islam di
kemudian dilanjutkan ke sekolah Sumatra’s Westkust pada awal abad ke-20.
pendidikan guru Kweekschool Fortde Kock Sekolah Adabijah (1909), Dinnijah School
pada 1907. Ia adalah murid perempuan (1915), dan Sumatera Thawalib adalah
pertama yang mampu bersekolah di lembaga pendidikan Islam modernis
Kweekschool Fortde Kock (Hadler et al., pertama yang berhasil mencetak lulusan
2010). Selepas menyelesaikan dan menyebar luaskan pemikiran-pemikiran
pendidikannya di Kweekschool Sjarifah baru yang digagas oleh golongan Islam
masuk ke Salemba School di Batavia modernis Minangkabau. Haji Abdullah
(Suryadi dalam harian Singgalang, 27 Ahmad (pendiri Sekolah Adabijah) dan
Februari 2011). Zainuddin Labai (penggagas Dinnijah
Perempuan terpelajar Minangkabau School) adalah dua tokoh Islam pembaharu
selanjutnya adalah Sitti Djanewar yang yang mempelopori akses pendidikan bagi
merupakan puteri dari Chatib Maharadja kaum perempuan Minangkabau di sekolah-
Sutan Dilawit, Larashoofd Sumpur Kudus sekolah Islam modernis (Noer, 1991).
dan Buo Lintau. Saat berusia enam tahun Kehadiran sekolah Islam modernis
Sitti Djanewar berhasil diterima sebagai tersebut tidak hanya berhasil
murid Hollandsch Inlansche School (HIS) memperkenalkan proses pembelajaran
Solok dan kemudian melanjutkan ke Meijes dengan sistem kelas yang dilengkapi
Kweek school Salatiga (MKS) di Jawa dengan meja, kursi dan papan tulis, namun
Tengah (Aman, 2006: 5-7). Sementara itu, juga menggabungkan murid laki-laki dan
Ainsjah Jahja, puteri Demang Jahja perempuan dalam satu kelas (sistem ko-
Daetoek Kajo pada tahun 1918 tercatat edukasi). Sistem ko-edulasi yang meniru
sebagai salah satu murid di MULO Katolik sekolah sekuler Belanda ini memberi
Padang (Hatta, 2013: 61). peluang yang semakin besar kepada anak-
Sjarifah Nawawi, Sitti Djanewar dan anak perempuan untuk mengakses sekolah-
Ainsjah Jahya merupakan segelintir dari sekolah kaum modernis. Rahmah el-
perempuan-perempuan Minangkabau yang Junussijah dan Rasoena Said yang
berhasil mengakses pendidikan formal merupakan tokoh pelopor pergerakan
Belanda di awal abad ke-20. Dalam perempuan Minangkabau di awal abad XX
laporannya ( Lekkerkerker, C. 1914; adalah lulusan dari sekolah tersebut.
Subadio & Ihromi, 1978) menyebutkan
bahwa dari 8980 jumlah siswa yang LAHIRNYA PERGERAKAN
terdaftar di semua sekolah kelas II yang ada PEREMPUAN DI MINANGKABAU
di Sumatra’s Westkust tahun 1913, terdapat ABAD KE-20
926 murid perempuan. Sementara itu di
Sekolah Kelas I murid perempuannya ada Pergerakan perempuan pertama kali
sebanyak 98 orang dan murid laki-laki 657 muncul pada abad ke-15 yang digagas oleh
orang. Meskipun perbedaan jumlah murid Christine de Pizan. Ia berpandangan bahwa
perempuan dan laki-laki sangat tinggi, “Apabila gadis-gadis kecil diajari dengan
jumlah ini menunjukkan peningkatan luar baik, mereka akan memahami seluk beluk
biasa jika diamati dari jangka waktunya semua seni dan ilmu pengetahuan sebaik
yang sangat singkat sejak akses pendidikan yang dipahami oleh anak laki-laki”
diperbolehkan bagi perempuan (Beauvoir, 2003). Kecaman akan
Minangkabau. ketidakadilan bagi perempuan dilanjutkan
Munculnya kaum muda yang oleh Mary yang mengkritik tradisi dan
berperan sebagai motor penggerak kebiasaan masyarakat di Inggris saat itu
kebangkitan Islam modernis di yang menjadi alat pembodohan bagi
Minangkabau juga berdampak langsung perempuan. Wollstonecraft menuding
kepada kemajuan yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan sebagai
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau … 153
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
154 Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau …
1917. Kecintaan Roehana akan pendidikan berhitung di sekolah ini (Noer, 1991).
telah mendorongnya untuk mengajarkan Untuk anak-anak dan remaja putri waktu
baca-tulis kepada teman-temannya dan juga belajar dilakukan pada pagi hari, sementara
anak-anak dan remaja di Simpang Tonang, untuk ibu-ibu rumah tangga kegiatan
Talu Pasaman di saat ia masih berumur 8 belajar dilaksanakan pada malam hari
tahun (tahun 1892). Adat istiadat yang (Peringatan 55 tahun Diniyah Puteri, 1989:
berkembang saat itu di masyarakat 44).
menganggap perempuan bersekolah seperti Semangat kemajuan dalam bidang
laki-laki sebagai tindakan yang tidak lazim. pendidikan untuk mencerdaskan perempuan
Hal inilah yang menyebabkan meskipun Minangkabau di awal abad XX semakin
Roehana adalah anak seorang hoofdjaksa, ia meluas dengan berdirinya sekolah-sekolah
sama sekali tidak dapat masuk sekolah. khusus perempuan seperti Sekolah
Kepandaiannya dalam tulis baca ia Kautamaan Isteri Minangkabau, yang
dapatkan dari ayah dan saudara-saudaranya merupakan cabang dari Sakolah Kautamaan
di rumah. Secara otodidak Roehana berhasil Isteri Dewi Sartika di Bandung, sekolah
mengasah dirinya tidak hanya mampu baca- tenun dan Vrouwen Normal School yang
tulis huruf Latin, Arab, Arab-Melayu dan dibuka oleh pemerintah kolonial di Padang
berhitung, namun juga mampu berbahasa Panjang tahun 1918 (Yati, 2014: 228;
Belanda (Fitriyanti, 2013: 11). Sebuah Martam(Naldi, 2009)in, dkk., 1997: 82).
pencapaian luar biasa dari seseorang yang Akses pendidikan modern
sama sekali tidak pernah menginjakkan membawa kemunculan sosok perempuan
kakinya di sekolah formal. Minangkabau di ranah publik dengan
Jika Roehana Koeddoes fokus pada diterbitkannya surat kabar khusus
pendidikan baca tulis dan keterampilan perempuan. Soenting Melajoe adalah surat
perempuan yang bersifat umum, Rahmah kabar perempuan Minangkabau pertama
el-Junusiyah memfokuskan pengembangan yang diterbitkan oleh Roehana Koeddoes
pendidikan perempuan berlandaskan pada pada 1912. Surat kabar ini tercatat sebagai
agama Islam. Pada tahun 1923 Rahmah el- surat kabar perempuan pertama yang ada di
Junusiyah mendirikan Al Madrasatud Hindia-Belanda. Dalam perkembangan
Dinijjah Lil Banaat di Padang Panjang yang selanjutnya, suratkabar perempuan Asjraq
merupakan cikal bakal dari Dinnijah School diterbitkan oleh Organisasi Sarekat Kaoem
Puteri. Dinnijah School Puteri tercatat Iboe Sumatera tahun 1925. Pada tahun yang
sebagai sekolah Islam modernis khusus sama Organisasi Soeara Kaoem Iboe
perempuan pertama yang didirikan di Soematera (S.K.I.S) di Padang Panjang juga
Hindia-Belanda (Vreede-de, Rosa, menerbitkan sebuah surat kabar bernama
Ayuningtyas, Istiani, & Fauzi, 2008) Sama Soeara Kaum Iboe Soematera (Naldi,
seperti Roehana, Rahmah el-Junusiyah 2009).
mendedikasikan hidupnya untuk Surat kabar membawa refleksi dan
meningkatkan kualitas perempuan interpretasi berbeda bagi perempuan
Minangkabau melalui pendidikan. Untuk Minangkabau akan eksistensi dan peranan
itu, Rahmah el-Junusiyah membuka mereka di tengah-tengah masyarakat. Jika
Sekolah Menyesal yang tujuannya pada periode sebelumnya pola hidup
memberantas buta huruf di kalangan mereka hanya terkungkung di dalam
perempuan Minangkabau saat itu. Rumah Gadang dan aktif secara ekonomi,
Keberadaan sekolah ini disambut dengan surat kabar yang identik dengan modernitas
sangat antusias oleh ibu-ibu dan remaja mendorong perempuan Minangkabau untuk
puteri. Jumlah perempuan yang belajar di mengambil bagian dalam pergerakan
Sekolah Menyesal mencapai 125 orang. nasional pada tataran nasional dan
Mereka dengan sangat bersemangat untuk kosmopolitan. Mereka menyadari bahwa
mengikuti pelatihan baca-tulis dan pengaruh mereka di zaman kemajuan jauh
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau … 155
melampaui satu generasi dari rumah tangga, 2013: 90). Pada periode selanjutnya
kampung dan nagari-nagari yang dulunya dibentuk organisasi Sarekat Kaoem Iboe
sama sekali tidak bisa mereka gapai (Hadler Sumatera dan Soeara Kaoem Iboe
et al., 2010). Di samping itu, surat kabar Soematera (S.K.I.S) pada 1920 (Blackburn,
juga membawa keberanian bagi perempuan 2007). Sementara itu, di kalangan
Minangkabau untuk vokal dalam menuntut perempuan modernis Minangkabau, digagas
hak-hak mereka yang selama ini dipasung pendirian Aisyiah cabang Minangkabau
oleh adat istiadat yang berlaku. Eksistensi yang merupakan sayap dari
Soenting Melajoe menurut (Samry & Omar, Muhammadiyah Minangkabau.
2012) layaknya sinar dalam kegelapan, Gairah akan peralihan kehidupan
mikrofon yang menyuarakan suara-suara perempuan Minangkabau dari urusan-
perempuan yang terkurung di bilik Rumah urusan domestik rumah tangga ke
Gadang. Penerbitan surat kabar khusus partisipasi aktif dalam ranah politik sangat
perempuan adalah akar dari pergerakan didorong oleh semangat nasionalisme kala
yang kemudian mencuat dan semakin itu yang tersebar luas di seluruh Hindia-
menggelora saat perempuan Minangkabau Belanda. Kebangkitan nasional yang
terjun dalam dunia politik. ditandai dengan aktivitas politik yang lebih
Puncak dari lahirnya pergerakan progresif dalam menghadapi kolonisasi
perempuan Minangkabau ditandai dengan pemerintah kolonial Belanda ikut membawa
keterlibatan mereka secara aktif dalam keberanian perempuan untuk tampil di
bidang politik untuk memperjuangkan depan publik guna menyampaikan
kemerdekaan bangsa. Aktivitas ini dimulai gagasannya tentang perjuangan
dengan keikutsertaan perempuan kemerdekaan bangsa. Abdullah
Minangkabau dalam organisasi (200(Anwar, 2004, 2011)9: 209-210)
kepemudaan dan pergerakan di Sumatra’s mencatat di tahun 1933 dari 11.000 orang
Westkust seperti Jong Sumatranen Bond anggota aktif Partai Permi (Persatuan
(JSB) Cabang Padang, Persatuan [Partai] Muslimin Indonesia), PSII atau PNI Baru,
Muslimin Indonesia (Permi), Perhimpunan 30% nya adalah perempuan. Kedudukan
Murid Dinijjah School (PMDS), dan PNI anggota perempuan Minangkabau ini tidak
Baru. Dalam hal ini, (Hadler et al., 2010) hanya sebagai anggota biasa namun juga
menegaskan bahwa tuntutan akan ruang aktif menjabat sebagai pengurus cabang dan
diskursif bagi perempuan Minangkabau pengurus pusat Partai Permi.
dilingkup politik dan publik dimulai setelah Rasoena Said adalah salah satu
peristiwa Pemberontakan Pajak 1908. kader perempuan Permi yang paling vokal
Upaya memperluas hak politik bagi dan paling berpengaruh. Ia dijuluki sebagai
perempuan Minangkabau diteruskan “Singa Minangkabau” atas keberaniannya
dengan pembentukan perserikatan- dalam mengkritik kebijakan eksploitasi
perserikatan perempuan Minangkabau, pemerintah colonial di berbagai forum
yang kemudian dilanjutkan dengan akbar dan pertemuan Permi. Pidato-pidato
pendirian organisasi khusus perempuan. yang disampaikan oleh Rasoena Said dalam
Organisasi perempuan Minangkabau ini berbagai forum publik sangat tajam dan
memiliki hubungan dengan organisasi bahkan lebih bersemangat dibandingkan
pergerakan perempuan di daerah lainnya di dengan kaum laki-laki (Anwar, 2011).
Hindia-Belanda. (Kahin, 2005) bahkan menyebut Rasoena
Vereeniging Karadjinan Amai Satia Said sebagai orator yang berani dan terus
adalah perkumpulan perempuan terang menyerukan kemerdekaan Indonesia
Minangkabau pertama yang dibentuk pada saat menentang Ordonansi Sekolah Liar di
11 Februari 1911 dengan Roehana sebuah rapat umum Permi.
Koeddoes sebagai pelopornya (Fitriyanti,
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
156 Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau …
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau … 157
laki terpelajar (baik lulusan sekolah formal Aisjah Jahja adalah segelintir dari tokoh-
Belanda maupun sekolah Islam modernis) tokoh perempuan Minangkabau yang
yang menyadari pentingnya emansipasi berhasil menancapkan kukunya di arena
dikalangan perempuan turut serta menjadi politik Minangkabau dan juga politik
motor penggerak kemajuan bagi kaum nasional. Mereka bergerak lebih jauh lagi,
perempuan termasuk di Minangkabau. tidak hanya memperjuangkan kemajuan
Mereka mendukung perempuan bersekolah, kaumnya namun ikut terlibat dalam
perempuan menulis dalam surat kabar, dan perjuangan kemerdekaan bangsa.
perempuan terjun dalam dunia politik
perjuangan kemerdekaan. Referensi
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
158 Risa Marta Yati, Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau …
© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)