Abstrak
Abstract
The Indonesia’s Millenium Development Goals (MDGs) has designated “the Eradication of
Poverty and Hunger” as the first target of achievement. The main obstacle is the lack of
capability to escape from the poverty line because community institutions in the neighborhood
do not sufficiently provide access for social inclusion, empowerment, and security. This
research aims at, first, finding the Model of Slums Settlement Community Empowerment
Concept as an effort for Sustainable Urban Poverty Alleviation (PMPKB), and second,
implementing the PMPKB concept model. The method used in this research is Participatory
Action Research (PAR) where the researchers and the object of research are put in one
process framework. This model was implemented in 5 districts in Surakarta municipality. The
implementation of the model at Joyosuran district shows that the PMPKB model which begins
with the mapping of participative problems until community action plan and ends with the
integration with the rolling plan at the municipality level, can become an instrument to
accommodate community aspiration through bottom-up planning that can guarantee and
ensure the integration of bottom-up planning at the district level in the planning document at
the city level.
147
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
148
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
149
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
150
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
aktivitas yang mereka lakukan dalam kegiatan demikian pembangunan harus membuka
tersebut. Dalam model pembangunan yang kemungkinan berbagi kekuasaan secara setara,
top-down, peran dan posisi masyarakat sering membangkitkan kesadaran dan kekuatan
disebutkan sebagai obyek pembangunan. politik, khususnya mereka yang paling lemah.
Masyarakat memiliki peran lebih sedikit dalam
pembangunan, hanya sebagai penerima dan Dalam arti sempit, partisipasi dapat diartikan
pemanfaat hasil-hasil pembangunan. Aktivitas sebagai keikutsertaan masyarakat dalam suatu
mereka dalam pembangunan ditentukan oleh proyek pembangunan, misalnya dengan
pemerintah, masyarakat tidak memiliki kehadiran masyarakat atau wakilnya dalam
pengaruh atau kebebasan untuk memilih peran rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan dalam
atau posisi apa yang mereka inginkan. rangka perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan. Keikutsertaan tersebut dapat
Berbeda dengan model pembangunan yang berupa sumber daya manusia dan ekonomi,
top-down, pembangunan partisipatif atau yang misalnya dengan menyumbangkan pikiran,
juga disebut dengan model pembangunan yang tenaga atau ikut serta membiayai
bottom-up memberikan kebebasan dan pembangunan yang dilaksanakan.
kesempatan pada masyarakat untuk memilih
peran sesuai dengan yang diinginkannya. Namun hingga saat ini belum ada definisi yang
Dengan demikian masyarakat memiliki kendali pasti mengenai partisipasi masyarakat.
dan pengaruh dalam proses pembangunan. Berbagai pengertian yang lebih kompleks,
Peran dan posisi masyarakat tidak lagi sebagai bermunculan melalui debat ilmiah sengit para
obyek, namun sebagai subyek. ahli sejak awal konsepsi ini diperkenalkan
tahun 1950-an.
Peran dan posisi masyarakat dalam
pembangunan partisipatif dapat dimaknai Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat akan
sebagai rangkaian tindakan dan fungsi yang bergantung pada mekanisme proyek dimana
dimiliki masyarakat berkaitan dengan masyarakat akan terlibat didalamnya.
tingkatan atau kedudukannya dalam kegiatan Selanjutnya, hal ini juga akan tergantung pada
tersebut. Dua hal pokok yang berkaitan dengan posisi dan peran yang diberikan oleh
pengertian diatas adalah aktivitas atau tindakan pemerintah pada masyarakat dalam proyek-
dalam keterlibatan (partisipasi) masyarakat dan proyek pembangunan.
kedudukan masyarakat dalam program.
Menurut White (1981) ada 10 bentuk
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan partisipasi masyarakat, yaitu 1) konsultasi, 2)
umumnya mempunyai makna yang kontribusi finansial, 3) bantuan pada proyek
berkonotasi politis, yaitu berkaitan dengan hak dari kelompok atau penerima manfaat, 4)
untuk ikut menentukan, mempengaruhi atau bantuan proyek yang melibatkan seluruh
mengambil keputusan. Masyarakat harus ikut anggota masyarakat, 5) bantuan tenaga ahli
mempengaruhi inisiatif keputusan-keputusan dari masyarakat, 6) kegiatan massal, 7)
dan sumberdaya pembangunan yang akan Komitmen bersama untuk perubahan perilaku,
menentukan kehidupan mereka. Untuk itu 8) endogenous development, 9) proyek
masyarakat harus mempunyai kemampuan otonomi masyarakat dan 10) pendekatan pada
untuk mempengaruhi dan/atau bernegosiasi pemenuhan kebutuhan masyarakat secara
dalam proses pengambilan keputusan. Dengan mandiri. Selanjutnya Davis (dalam
151
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
Sastropoetro, 1988) mengelompokkan bentuk- baik masyarakat maupun pemerintah dan relasi
bentuk partisipasi masyarakat menjadi lima, yang dibangun antara masyarakat dan
yaitu partisipasi buah pikiran, partisipasi pemerintah dalam proyek/program
keterampilan/keahlian, partisipasi tenaga, pembangunan yang melibatkan masyarakat di
partisipasi harta benda dan partisipasi uang. dalamnya.
152
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
153
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
154
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
masyarakat di lingkungan tersebut kurang untuk memanfaatkan sumber daya dan potensi
memberi akses bagi Social Inclusion, yang ada untuk pada akhirnya mereka bisa
empowerment maupun security. meraih bantuan sendiri.
64
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Bunga and Methods. Technical Paper 17, The Hague:
Rampai. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada WHO
Surbakti. Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. World Bank Institute, 2005. Introduction to Poverty
Jakarta; Gramedia Pustaka Utama. Analysis
UN Habitat, 2002. Cities Without Slums. World
Urban forum
White, Alastair T., 1981. Community Participation
in Water and Sanitation: Concepts, Strategies,
65