Anda di halaman 1dari 10

Winny Astuti dan Ana Hardiana

Model Perencanaan Partisipatif Pada Level Kelurahan


Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Pada Permukiman Kumuh Perkotaan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 20 No.2, Agustus 2009, hlm. 146-154

PERENCANAAN PARTISIPATIF PADA TINGKAT KELURAHAN


SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN
PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

Winny Astuti dan Ana Hardiana

Pusat Informasi dan Pembangunan Wilayah PIPW LPPM UNS


Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Fakultas Teknik Universitas Negeri Solo
winnyast@yahoo.com

Abstrak

Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia menetapkan “Penanggulangan Kemiskinan


dan Kelaparan” sebagai target pencapaian yang pertama. Kendala utama adalah kurangnya
kemampuan untuk keluar dari garis kemiskinan karena biasanya kelembagaan masyarakat di
lingkungan tersebut kurang memberi akses bagi penyertaan sosial, pemberdayaan, maupun
keamanan. Penelitian ini bertujuan, pertama untuk mencari Konsep Model Pemberdayaan
Masyarakat Permukiman Kumuh Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Perkotaan Yang
Berkelanjutan (PMPKB) dan kedua, untuk menerapkan konsep Model PMPKB. Metode yang
digunakan adalah Participatory Action Research (PAR) yang menempatkan peneliti dan yang
diteliti dalam satu kerangka proses. Model PMPKB diterapkan di 5 kelurahan di kota
Surakarta. Hasil di kelurahan Joyosuran menunjukkan bahwa Model PMPKB yang dimulai
dari pemetaan masalah partisipatif sampai dengan rencana tindak komunitas serta diakhiri
dengan pengintegrasian dengan rolling plan perencanaan pada tingkat kota, bisa menjadi
instrumen untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat melalui perencanaan dari bawah
(bottom-up planning) yang bisa menjamin dan memastikan terintegrasinya proses bottom-up
planning pada level kelurahan (sub kota) di dalam dokumen perencanan pada level kota

Kata Kunci: Perencanaan Partisipatif; Kelurahan; Kemiskinan; Pemukiman Kumuh;


Perkotaan; Model ; Pemberdayaan Masyarakat

Abstract

The Indonesia’s Millenium Development Goals (MDGs) has designated “the Eradication of
Poverty and Hunger” as the first target of achievement. The main obstacle is the lack of
capability to escape from the poverty line because community institutions in the neighborhood
do not sufficiently provide access for social inclusion, empowerment, and security. This
research aims at, first, finding the Model of Slums Settlement Community Empowerment
Concept as an effort for Sustainable Urban Poverty Alleviation (PMPKB), and second,
implementing the PMPKB concept model. The method used in this research is Participatory
Action Research (PAR) where the researchers and the object of research are put in one
process framework. This model was implemented in 5 districts in Surakarta municipality. The
implementation of the model at Joyosuran district shows that the PMPKB model which begins
with the mapping of participative problems until community action plan and ends with the
integration with the rolling plan at the municipality level, can become an instrument to
accommodate community aspiration through bottom-up planning that can guarantee and
ensure the integration of bottom-up planning at the district level in the planning document at
the city level.

Keywords: Participative planning, District, Poverty, Slums Settlement, Urban, Model,


Community Empowerment

147
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

I. Pendahuluan miskin ditempatkan sebagai stakeholder yang


terlibat di dalam proses pengambilan
Menurut the World Bank (2005), “poverty is keputusan dalam perencanaan pembangunan
pronounced deprivation in well-being.” permukiman perkotaan .
Sedangkan well being menyangkut “kapasitas
untuk berfungsi di lingkungan sosialnya”. Berkembangnya pendekatan baru dan arah
Kemiskinan akan muncul karena adanya kebijakan perumahan dan permukiman untuk
kekurangan kapasitas, rendahnya tingkat masyarakat berpenghasilan rendah telah
pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, menempatkan housing policy bergeser dari
kurang keamanan (security); kurang percaya structural adjustment programmes to poverty
diri dan kurangnya hak-hak seseorang (hak reduction strategies serta Addressing poverty
untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat alleviation through linking income generation
misalnya). Bisa juga diartikan and shelter provision (UN habitat, 2002). Hal
“ketidakmampuan untuk memperoleh standar mendasar adalah bahwa masyarakat miskin
hidup yang minimal (Mikkelsen 2001). tidak lagi hanya berperan sebagai penerima
Sementara itu pencapaian MDGs Indonesia bantuan (dana) tetapi keterlibatan mereka
menyatakan bahwa tahun 2003 prosentase sebagai STAKEHOLDER” serta peningkatan
penduduk miskin adalah 17,4 % dan akan kondisi rumah dan instratruktur merupakan
dicapai 7,5% pada tahun 20151. peluang kunci untuk peningkatan kondisi
kehidupan masyarakat miskin perkotaan.
Disamping tingginya angka kemiskinan, Disamping itu pendekatan baru Housing
Indonesia juga menghadapi masalah tingginya Policy juga mengarah pada Strengthening
luasan dan sebaran permukiman kumuh. local authorities. Ini berarti diperlukan
Sebagian penduduk miskin perkotaan tinggal Rencana Aksi secara lokal (local level actions)
di lingkungan permukiman kumuh yang pada di dalam kerangka peningkatan situasi dan
tahun 2009 mencapai sekitar 57.800 ha lingkungan yang kondusif untuk pemenuhan
tersebar di 10.000 lokasi di Indonesia. hunian bagi masyarakat miskin kota. Dari
Permukiman Kumuh sendiri didefinisikan oleh situasi tersebut maka perspektif
UN habitat sebagai “a contiguous settlement penanggulangan kemiskinan perlu
where the inhabitants are characterized as diintegrasikan di dalam pembangunan
having inadequate housing and basic services permukiman perkotaan. Kunci dari hal tersebut
(UN habitat 2002). Beberapa hal yang adalah diperlukannya metode/tools/model
seringkali menjadi kendala di dalam pemberdayaan masyarakat pada tingkat
pengentasan kemiskinan permukiman kumuh kelurahan dimana masyarakat bisa terintegrasi
kota adalah kurangnya kemampuan untuk dan berpartisipasi di dalam pengentasan
keluar dari garis kemiskinan karena biasanya kemiskinan melalui perencanaan pembangunan
kelembagaan masyarakat di lingkungan permukiman perkotaan sebagai stakeholder.
tersebut kurang memberi akses bagi social Penelitian ini akan menjawab rumusan
inclusion, empowerment maupun security. masalah: Konsep Model Pemberdayaan
Kunci dari pengentasan kemiskinan adalah Masyarakat Permukiman Kumuh Sebagai
pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat Upaya Pengentasan Kemiskinan Perkotaan
Yang Berkelanjutan (PMPKB) seperti apakah
1
Laporan perkembangan Pencapaian MDGs yang akan bisa menjawab permasalahan
Indonesia, Februari 2004

148
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

pengentasan kemiskinan perkotaan yang


berkelanjutan? Pada dasarnya tangga partisipasi yang
II. Tinjauan Pustaka dibangun oleh Abad (Abad, 2004) merupakan
pengembangan dari konsep tangga partisipasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan yang telah dibangun oleh Paul (Paul, 1987),
bahwa peran adalah sebagai seperangkat untuk menganalisa tingkat partisipasi
tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang kelompok masyarakat dalam Program Strategi
yang berkedudukan dalam masyarakat. Dari Pengentasan Kemiskinan (Poverty Reduction
sisi sosial, peran setiap orang berbeda dan Strategy Papers Programme). Pengembangan
berasal dari pola pergaulan kehidupannya. dilakukan pada proses pengambilan keputusan
Lebih lanjut, Soekanto (1990:269) (decision making) dengan membaginya ke
menyebutkan bahwa peranan menentukan apa dalam empat gradasi, yaitu total decision
yang diperbuatnya bagi masyarakat serta making, dominant decision making, balanced
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan decision making dan partial decision making.
oleh masyarakat kepadanya. Peranan Namun tangga partisipasi yang dibangun oleh
menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan Abad tidak mencantumkan tingkat initiating
sebagai suatu proses. action seperti halnya Paul, hal ini disesuaikan
dengan konteks situasi dimana penilaian akan
Gonzalez (2001) menyebutkan bahwa konsep dilakukan, yaitu pada Program Strategi
pembangunan partisipatif dapat diilustrasikan Pengentasan Kemiskinan, dimana masyarakat
dalam bentuk hubungan antara pemerintah dan miskin dipandang tidak mampu untuk
masyarakat dalam pembangunan kota. merencanakan dan melaksanakan proyek
Hubungan ini dinyatakan dalam bentuk mereka sendiri, sehingga tingkatan yang paling
pelibatan masyarakat dalam pembangunan. tinggi adalah tanggung jawab penuh pada
Pelibatan masyarakat dapat dinyatakan sebagai pengambilan keputusan dengan fasilitasi dan
proses dimana perhatian, kebutuhan, nilai- dukungan dari pemerintah. Dengan demikian
nilai, harapan-harapan dan persoalan-persoalan tangga partisipasi Abad disusun ke dalam
dari masyarakat diperhitungkan oleh enam anak tangga.
pemerintah dalam proses pengambilan
keputusan. Hal ini dinyatakan dengan adanya Sama seperti Paul, konsep ini juga
hubungan timbal balik/dua arah antara menekankan pada kualitas relasi antara
pemerintah dan masyarakat, dimana dalam pemerintah dan masyarakat, namun lebih
hubungan ini terdapat pembagian peran dan ditekankan pada pemberian kesempatan pada
tanggung jawab dalam pembangunan. masyarakat untuk melibatkan diri pada
pengambilan keputusan mengenai
Pemikiran mengenai manfaat dan tujuan program/proyek yang akan dilaksanakan di
partisipasi masyarakat, pada umumnya wilayahnya.
dikaitkan dengan kinerja dari proyek
pembangunan, yaitu dalam meningkatkan Pendekatan pembangunan partisipatif
efektivitas dan efisiensi proyek yang merupakan koreksi atas model pembangunan
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sebelumnya yang bersifat top-down. Dalam
masyarakat. Hal ini didasarkan pada asumsi pendekatan top-down keputusan ditentukan
bahwa masyarakat lebih mengetahui apa yang oleh pemerintah, penyandang dana dan para
terbaik bagi dirinya. ahli (perencana). Dengan pendekatan

149
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

pembangunan partisipatif, masyarakat sebagai terjadi melalui hubungan timbal balik/dua


pemanfaat pembangunan didorong untuk arah, namun lebih menekankan pada
terlibat dalam intervensi yang akan kesetaraan peran dan posisi antara pemerintah
mempengaruhi kehidupannya. Dalam model dan masyarakat.
pembangunan sebelumnya mereka tidak
mempunyai pengaruh dan kendali atas Relasi sosial dalam pembangunan partisipatif
intervensi tersebut. Mereka ini terutama adalah tidak hanya menggambarkan hubungan antara
kelompok yang secara ekonomi dan sosial pemerintah dan masyarakat, hal ini juga
termarjinalkan dalam berbagai keputusan yang digunakan untuk menggambarkan berbagai
menyangkut kehidupannya. hubungan-hubungan sosial yang ada di dalam
masyarakat. Relasi sosial dalam masyarakat
GAMBAR 2.1 diciptakan oleh adanya struktur dan tatanan
TIPE RELASI DAN MEKANISME sosial dalam masyarakat yang menimbulkan
PELIBATAN MASYARAKAT perbedaan peran dan posisi masyarakat.
Perbedaan peran dan posisi tersebut dapat
Tipe relasi Mekanisme Pelibatan terjadi karena faktor budaya yang selanjutnya
masyarakat menempatkan anggota masyarakat dalam
posisi-posisi tertentu berdasarkan status
Satu arah Informasi
sosialnya, atau karena munculnya sistem sosial
Konsultasi baru yang menimbulkan perubahan struktur
Dua Arah Dialog dan tatanan sosial dalam masyarakat yang
kemudian memunculkan peran dan posisi
Tindak kolektif
masyarakat baru. Relasi sosial dalam
Tergantung pada Koalisi masyarakat akan menciptakan perbedaan
Kemitraan struktural dengan melakukan penempatan
Sumber : Gonzalez (2001) peranan dan kedudukan individu-individu
masyarakat. Hal ini menyebabkan adanya pola
Gonzalez (2001: 11) menggambarkan peranan dan kedudukan yang khas dalam
hubungan antara tipe relasi dengan mekanisme sistem sosial masyarakat.
pelibatan masyarakat tersebut dalam suatu
gradasi tingkatan, semakin kebawah semakin Peranan dan kedudukan dalam masyarakat
baik. Rumusan di atas menunjukkan tingkatan tidak dapat dipisahkan. Peranan merupakan
relasi antara pemerintah dan masyarakat aspek dinamis dari kedudukan, yaitu apabila
melalui bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat seseorang melaksanakan hak dan
dalam pembangunan. Tingkatan terendah kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
adalah informasi, dimana relasi antara maka dia akan menjalankan suatu peranan.
pemerintah dan masyarakat hanya berlangsung Dengan demikian peranan seseorang tidak
satu arah yaitu dari pemerintah ke masyarakat berdiri sendiri dalam suatu sistem sosial
atau sebaliknya. Sedangkan tingkatan paling masyarakat. Karena peranan yang dimiliki
tinggi adalah koalisi yang mencerminkan seseorang juga akan tergantung pada peranan
adanya kemitraan yang dibangun antara orang lainnya.
pemerintah dan masyarakat. Dalam mekanisme
pelibatan yang berbentuk koalisi ini, relasi Peran dan posisi masyarakat dalam
antara pemerintah dan masyarakat tidak hanya pembangunan selalu dihubungkan dengan

150
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

aktivitas yang mereka lakukan dalam kegiatan demikian pembangunan harus membuka
tersebut. Dalam model pembangunan yang kemungkinan berbagi kekuasaan secara setara,
top-down, peran dan posisi masyarakat sering membangkitkan kesadaran dan kekuatan
disebutkan sebagai obyek pembangunan. politik, khususnya mereka yang paling lemah.
Masyarakat memiliki peran lebih sedikit dalam
pembangunan, hanya sebagai penerima dan Dalam arti sempit, partisipasi dapat diartikan
pemanfaat hasil-hasil pembangunan. Aktivitas sebagai keikutsertaan masyarakat dalam suatu
mereka dalam pembangunan ditentukan oleh proyek pembangunan, misalnya dengan
pemerintah, masyarakat tidak memiliki kehadiran masyarakat atau wakilnya dalam
pengaruh atau kebebasan untuk memilih peran rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan dalam
atau posisi apa yang mereka inginkan. rangka perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan. Keikutsertaan tersebut dapat
Berbeda dengan model pembangunan yang berupa sumber daya manusia dan ekonomi,
top-down, pembangunan partisipatif atau yang misalnya dengan menyumbangkan pikiran,
juga disebut dengan model pembangunan yang tenaga atau ikut serta membiayai
bottom-up memberikan kebebasan dan pembangunan yang dilaksanakan.
kesempatan pada masyarakat untuk memilih
peran sesuai dengan yang diinginkannya. Namun hingga saat ini belum ada definisi yang
Dengan demikian masyarakat memiliki kendali pasti mengenai partisipasi masyarakat.
dan pengaruh dalam proses pembangunan. Berbagai pengertian yang lebih kompleks,
Peran dan posisi masyarakat tidak lagi sebagai bermunculan melalui debat ilmiah sengit para
obyek, namun sebagai subyek. ahli sejak awal konsepsi ini diperkenalkan
tahun 1950-an.
Peran dan posisi masyarakat dalam
pembangunan partisipatif dapat dimaknai Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat akan
sebagai rangkaian tindakan dan fungsi yang bergantung pada mekanisme proyek dimana
dimiliki masyarakat berkaitan dengan masyarakat akan terlibat didalamnya.
tingkatan atau kedudukannya dalam kegiatan Selanjutnya, hal ini juga akan tergantung pada
tersebut. Dua hal pokok yang berkaitan dengan posisi dan peran yang diberikan oleh
pengertian diatas adalah aktivitas atau tindakan pemerintah pada masyarakat dalam proyek-
dalam keterlibatan (partisipasi) masyarakat dan proyek pembangunan.
kedudukan masyarakat dalam program.
Menurut White (1981) ada 10 bentuk
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan partisipasi masyarakat, yaitu 1) konsultasi, 2)
umumnya mempunyai makna yang kontribusi finansial, 3) bantuan pada proyek
berkonotasi politis, yaitu berkaitan dengan hak dari kelompok atau penerima manfaat, 4)
untuk ikut menentukan, mempengaruhi atau bantuan proyek yang melibatkan seluruh
mengambil keputusan. Masyarakat harus ikut anggota masyarakat, 5) bantuan tenaga ahli
mempengaruhi inisiatif keputusan-keputusan dari masyarakat, 6) kegiatan massal, 7)
dan sumberdaya pembangunan yang akan Komitmen bersama untuk perubahan perilaku,
menentukan kehidupan mereka. Untuk itu 8) endogenous development, 9) proyek
masyarakat harus mempunyai kemampuan otonomi masyarakat dan 10) pendekatan pada
untuk mempengaruhi dan/atau bernegosiasi pemenuhan kebutuhan masyarakat secara
dalam proses pengambilan keputusan. Dengan mandiri. Selanjutnya Davis (dalam

151
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

Sastropoetro, 1988) mengelompokkan bentuk- baik masyarakat maupun pemerintah dan relasi
bentuk partisipasi masyarakat menjadi lima, yang dibangun antara masyarakat dan
yaitu partisipasi buah pikiran, partisipasi pemerintah dalam proyek/program
keterampilan/keahlian, partisipasi tenaga, pembangunan yang melibatkan masyarakat di
partisipasi harta benda dan partisipasi uang. dalamnya.

Surbakti (1992) mengemukakan bahwa Beberapa ahli telah mencoba merumuskan


kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan tingkatan dalam partisipasi masyarakat, guna
sebagai partisipasi masyarakat adalah: mengevaluasi program/proyek partisipasi yang
a. Ikut mengajukan usul-usul mengenai suatu telah dilaksanakan. Umumnya tingkatan
kegiatan. partisipasi yang mereka rumuskan sangat
b. Ikut serta bermusyawarah dalam kontekstual dengan kondisi dan situasi dimana
mengembil keputusan tentang alternatif pengukuran tingkatan partisipasi masyarakat
program yang paling baik. tersebut akan dilakukan. Tingkatan partisipasi
c. Ikut serta dalam melaksanakan apa yang tersebut disusun dengan memperhatikan
telah diputuskan, termasuk disini memberi karakteristik program/proyek yang
iuran atau sumbangan materiil. dilaksanakan dan situasi dimana pengukuran
d. Ikut serta mengawasi pelaksanaan tersebut akan dilakukan. Oleh sebab itu para
keputusan. ahli kemudian merumuskan tangga partisipasi
secara berbeda satu sama lain.
Hingga kini belum ada model yang sempurna
untuk mengukur tingkatan partisipasi III. Metodologi
masyarakat sebab partisipasi masyarakat dapat
dipengaruhi oleh keseluruhan lingkungan dan Jenis penelitian ini merupakan Penelitian
konteks sosial yang unik, di tempat kegiatan Tindak Partisipatif (Participatory Action
tersebut dilakukan. Partisipasi merupakan Research) dimana peneliti didudukkan sebagai
suatu proses yang dinamis dan multi bagian yang diteliti, dan sebaliknya yang
dimensional dalam bentuk yang beragam serta diteliti juga menjadi “peneliti”. Mahmudi
mengalami perubahan selama masa siklus (2004) menyatakan bahwa PAR harus
proyek dan sesudahnya, menurut kepentingan ditempatkan sebagai pendekataan untuk
dan kebutuhan. memperbaiki praktek-praktek sosial dengan
cara merubahnya dan belajar dari perubahan
Penggunaan tingkatan partisipasi untuk tersebut. PAR merupakan partisipasi murni
mengukur/menilai suatu program/proyek dimana akan membentuk spiral yang
dimaksudkan untuk menunjukkan dimana letak berkesinambungan mulai perencanaan
partisipasi masyarakat pada suatu program/ (planning); tindakan; evaluasi; refleksi.
proyek partisipasi masyarakat berada, terhadap Disamping itu PAR merupakan kolaborasi
kualitas partisipasi masyarakat yang semua yang bertanggungjawab atas tindakan
diharapkan. Dengan demikian dapat digunakan perubahan, dimana mereka dilibatkan sebagai
untuk merumuskan strategi untuk mendorong upaya meningkatkan kemampuan. Pada
peningkatan partisipasi masyarakat pada umumnya jenis penelitian ini dipakai untuk
proyek/program tersebut. Pada dasarnya solusi-solusi pembangunan, dalam hal ini
tingkatan partisipasi yang telah dirumuskan menyangkut solusi pengentasan kemiskinan
oleh para ahli menunjukkan peran dan posisi

152
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

berbasis perumahan dan permukiman melalui penanggulangan kemiskinan “poverty


pemberdayaan masyarakat. alleviation strategy”
Area Studi adalah Kota Surakarta dengan - Kebijakan Permukiman sebagai alat
pemilihan sampel area penerapan konsep (instrument) untuk pencapaian MDGs
model didasari atas pertimbangan (purposive terutama terkait dengan pengentasan
sampling) bahwa: Merupakan lokasi pilot kemiskinan; peningkatan kualitas
survey untuk pengentasan kemiskinan yaitu lingkungan; peningkatan peran gender dalam
yang ditetapkan oleh Tim Penanggulangan pembangunan; peningkatan derajat
Kemiskinan Perkotaan Kota Surakarta, kesehatan dan peningkatan kualitas
sehingga dari pertimbangan tersebut ditetapkan pendidikan.
5 area penelitian yaitu: Kelurahan Keprabon - Penguatan otoritas dan kapasitas
Kecamatan Banjarsari; Kelurahan Sudiroprajan perencanaan pada level kota
Kecamatan Jebres; Kelurahan Joyosuran - Penempatan masyarakat miskin tidak sebagai
Kecamatan Pasar Kliwon; Kelurahan “penerima bantuan” (recipient of aids) tetapi
Joyotakan Kecamatan Serengan dan Kelurahan dari pelibatan dan keterkaitan mereka
Pajang Kecamatan Laweyan. Artikel ini sebagai “stakeholder” dalam perencanaan
mengambil kelurahan Joyosuran sebagai studi pembangunan di wilayahnya
kasus dengan melibatkan 30 orang stakeholder
kelurahan terdiri dari: aparat kelurahan; LPMK Aksi di tingkat lokal
(Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan); pengurus RW/RT; PKK; wakil Aksi di tingkat lokal dapat dibagi menjadi
KTI (Karang Taruna Indonesia); Fasilitator tahap awal (early), tahap aksi (action stage)
PNPM; komunitas warga. Peneliti berperan dan tahap akhir. Terdapat beberapa langkah
sebagai FASILITATOR yang mendampingi untuk masing-masing tahap ini.
proses perencanaan.
Pada tahap awal, dilakukan penyamaan
III. Hasil dan Pembahasan persepsi kepada komunitas permukiman akan
pentingnya “participatory planning” dan
3.1. Konsep Model Perencanaan Partisipatif keterlibatannya sebagai stakeholder di dalam
pada Tingkat Kelurahan sebagai Upaya perencanaan (tidak hanya sebagai penerima
Pengentasan Kemiskinan pada bantuan saja)
Permukiman Kumuh Perkotaan dengan - Identifikasi stakeholder termasuk pihak-
Model PMPKB pihak yang rentan, perempuan; pemuda dan
pihak lain yang akan terkena dampak dari
Hasil dari eksplorasi teori serta evaluasi perencanaan pembangunan
program dan kebijakan pengentasan - Membawa bersama seluruh kepedulian
kemiskinan berbasis permukiman stakeholder kelurahan akan adanya
menghasilkan konsep model PMPBK sbb permasalahan lingkungan, sosial, ekonomi
(Astuti, 2009) yang ada di lingkungannya.
- Peningkatan kapasitas masyarakat kelurahan
di dalam mengenali masalahnya sendiri dan
Policy level (Tingkat Kebijakan) merencanakan lingkungan mereka sebagai
bagian dari pemecahan masalah di
- Kebijakan Perumahan dan Permukiman lingkungan mereka.
sebaiknya dilihat sebagai bagian dari strategi

153
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

- Penguatan otoritas dan kapasitas perencanaan pada level kelurahan


Pada tahap aksi dilakukan - Masyarakat mempunyai kemampuan yang
- Adanya forum sebagai bagian dari cukup memadahi dan kritis dalam
mekanisme pengenalan permasalahan yang mendefinisikan kemiskinan
terjadi di lingkungan kelurahan serta - Hasil pendefinisian kemiskinan
sebagai forum pengambilan keputusan menunjukkan bahwa indikator kemiskinan
dengan metode participatory planning. menurut komunitas terbagi dalam 3
kategori : kemiskinan dari aspek rumah dan
Final stage (Tahap akhir) lingkungan (Menyangkut rendahnya
- Mencari dan menemukan potensi wilayah kesadaran lingkungan, keterbelakangan,
(kelurahan) untuk membantu pemecahan rendahnya kualitas lingkungan, rendahnya
masalah kondisi permukiman (tidak layak huni dan
- Penguatan akses masyarakat kelurahan ke di bawah standar (banjir) dan kumuh);
sumber daya yang ada di luar lingkungannya Aspek penggunaan waktu (Menyangkut
serta mengintegrasikannya dengan program- kesulitan untuk menyekolahkan anak,
program kecamatan; kota; propinsi bahkan kurangnya tingkat pendapatan; kurag
nasional dan international. berdaya dalam segala hal, banyaknya
- Mencari legalitas pendukung dan kerangka pengangguran dan kemalasan serta belum
regulasi untuk melegalkan proses tercapainya kesejahteraan lahir bain) ; dan
perencanaan partisipatif dan hasilnya yang Aspek Dana (ekonomi) menyangkut
telah dibangun rendahnya upah ; kurangnya lapangan
- Implementasi rencana, monitoring dan pekerjaan serta pekerjaan yang tidak tetap,
evaluasi yang berkelanjutan. pengangguran serta ketidakmampuan
- mencukupi kebutuhannya sehari-hari;
3.2 Tinjauan Kritis Implementasi Model kurangnya modal usaha. Pendapatan
PMPKB di Kelurahan Joyosuran keluarga rendah
Kota Surakarta - Permukiman kumuh merupakan ekspresi
kemiskinan dari sisi fisik lingkungan
Terdapat beberapa tahapan di dalam penerapan
- Penyamaan persepsi tentang definisi
Model PMPKB. Tahap pertama adalah
kemiskinan menjadi diskusi panjang
persiapan yang mencakup proses penyusunan
mengingat banyaknya definisi kemiskinan
profil area dan dilakukan secara
yang ditebitkan oleh berbagai institusi yang
komprehensive oleh tim surveyor (tidak
berbeda di Indonesia. Oleh karenanya
dilakukan partisipatif).
perlu pendefinisian kemiskinan yang
- Pendefinisian kemiskinan, Dilakukan
bersifat nasional maupun lokal
dengan penerapan model PMPKB,
melibatkan stakeholder kelurahan
IV. Kesimpulan
berjumlah 30 orang terdiridari : aparat
kelurahan; LPMK (Lembaga Kebijakan permukiman terkait dengan
Pemberdayaan Masyarakat Keluraham); permukiman kumuh perkotaan seharusnya
pengurus RW/RT; PKK ; wakil KTI diintegrasikan dengan perspektif pengentasan
(karang Atruna Indonesia); Fasilitator kemiskinan perkotaan. Salah satu kendala
PNPM; komunitas warga. Peneliti komunitas kumuh kota di dalam keluar dari
berperan sebagai FASILITATOR yang garis kemiskinan adalah bahwa kelembagaan
mendampingi proses perencanaan

154
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

masyarakat di lingkungan tersebut kurang untuk memanfaatkan sumber daya dan potensi
memberi akses bagi Social Inclusion, yang ada untuk pada akhirnya mereka bisa
empowerment maupun security. meraih bantuan sendiri.

Model PMPKB yang dimulai dari pemetaan V. Referensi


masalah partisipatif sampai dengan rencana
Abad, F.B. 2004. Education Secretary Address.
tindak komunitas serta diakhiri dengan Paper presented at the 2004 Philippines
peningkatan kapasitas dalam perencanaan Education Congress, Bocolod City
partisipatif untuk bisa memetakan masalahnya Astuti, Winny. Ana Hardiana. 2009. Mencari
Model Pemberdayaan Masyarakat
sendiri, mengeksplorasi potensi pengatasan Permukiman Kumuh Sebagai Upaya
masalah serta menyusun program serta Pengentasan Kemiskinan Perkotaan yang
mengintegrasikannya dengan kota sebagai Berkelanjutan: Studi Kasus Kota Surakarta.
Laporan Penelitian. Surakarta: LPPM UNS
potensi/peluang pengatasan masalah. Untuk Bappenas. 2004. Laporan Perkembangan
itu pengintegrasian dengan rolling plan pencapaian MDGs Indonesia, Februari 2004)
perencanaan pada tingkat kota, bisa menjadi BPS Propinsi Jawa Tengah, 2007.
Depdagri. 2005. UU 72/2005 tentang Desa
instrumen untuk mengakomodasi aspirasi Depdagri. 2005. UU 73/2005 tentang Kelurahan
masyarakat melalui perencanaan bottom-up Depdagri. 2007. Permendagri 66/ 2007 tentang
(bottom-up planning) yang bisa menjamin dan Perencanaan Pembangunan Desa
Depdagri. 2007, Permendagri 67/ 2007 Pendataan
memastikan terintegrasinya proses bottom-up Program Pembangunan desa/ kelurahan
pada tingkat kelurahan (sub kota) di dalam Depdagri. 2004. UU 32 / 2004 tentang
dokumen perencanan pada tingkat kota Pemerintahan Daerah
Depdagri. 2004. UU 33/ 2004 tentang Perimbangan
sebagai percepatan upaya pengentasan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
kemiskinan. Daerah
Depdagri. 2007. PP 38/ 2007 tentang Pembagian
Community capacity (kapasitas masyarakat) Kewenangan/Urusan Pemerintah Pusat/
Propinsi dan Kab/ Kota
akan menjadi tolok ukur yang menentukan Global Observatory, 2003. Guide to Monitoring
kualiats perencanaan pada level kelurahan. target 11: Improving the lives of 100 million
Untuk itu diperlukan pemberdayaan slum dwellers.
Gonzalez, Eduardo. 2001. Participative Design in
masyarakat pada tingkat kelurahan terkait Basin News No. 22/2001
dukungan kepala kelurahan dan tokoh Goodman, , Identifying and defining the Dimension
masyarakat sangat diperlukan. of Community Capacity to provide a Basis for
Measurement
Mahmudi. 2004. Metode penelitian Kritis dan
Kendala penerapan model adalah masih prinsip-prinsip participatory Action Research
adanya persepsi masyarakat bahwa masyarakat (PAR). Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi
Agama Islam Swara Ditpertais no 19 th 2
sebagai penerima bantuan (recipient of aids)
Nopember 2004
bukan sebagai aktor perencanaan yang mampu Mikkelsen, B. 2001. Metode Penelitian
mengambil keputusan terhadap apa yang Partisipatoris dan Upaya-upaya
Pemberdayaan – Sebuah buku pegangan bagi
mereka butuhkan dan apa yang seharusnya
Praktisi Lapangan. Yayasan Obor Indonesia
dilakukan untuk memecahkan masalah sesuai Paul, Samuel. 1987. Community Participation in
dengan potensinya. Oleh karenanya sosialisasi Development Projects. Washington, DC:
kegiatan menjadi penting. Seringkali kegiatan World Bank Discussion Paper, No. 6
Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi,
pemberdayaan masyarakat ditangkap sebagai Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
kegiatan yang berujung pada pemberian Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit
bantuan bukan pada peningkatan kemampuan Alumni

64
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 20/No.2 Agustus 2009

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Bunga and Methods. Technical Paper 17, The Hague:
Rampai. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada WHO
Surbakti. Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. World Bank Institute, 2005. Introduction to Poverty
Jakarta; Gramedia Pustaka Utama. Analysis
UN Habitat, 2002. Cities Without Slums. World
Urban forum
White, Alastair T., 1981. Community Participation
in Water and Sanitation: Concepts, Strategies,

65

Anda mungkin juga menyukai