Anggota Kelompok :
1. Marthinus Walum Ohoilulin
2. Rainerius Ben Gensa
3. Silvester Batmomolin
4. Venansius Agung
5. Ibrahum Lonthor
6. Notburga Maria Roswita Bhubu
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Adat Sasi Laut Dan Peranannya Dalam Melestarikan Sumber Daya Alam Di
Kepulauan Kei Maluku Tenggara
Kearifan local merupakan suatu kebiasaan atau tradisi masyarakat local yang
mengatur mengenai aspek kehidupan masyarakat local tersebut, mengenai hubungan social antar
masyarakat, ritual ibadah,kepercayaan atau mitos-mitos hingga hukum adat masyarakat local
tersebut. Di Kepulauan Kei dengan gugusan pulau-pulau kecil memilki adat dan budaya local
yang sangat kental dalam kehidupan bermasyarakat. Tatanan budaya di pulau Kei sudah
dibentuk dan dijalankan oleh para leluhur. Salah satu dari tatanan budaya di pulau Kei yang
dijelaskan adalah budaya sasi laut. Sasi laut merupakan hukum adat yang dibuat dengan tujuan
untuk mengelola dan menjaga kelestarian dan kekayaan alam laut.
Hukum adat sasi laut bernilai positif bagi lingkungan yaitu dalam pengelolaan
sumber daya alam dengan prinsip pemanfaatan yang berkelanjutan. Jika hukum Sasi laut tidak
ada maka akan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan sehingga dapat mengganggu
ketersediaan sumber daya alam. Adanya perebutan sumber daya alam antara masyarakat yang
terkadang menyebabkan konflik antar kampong menjadi dasar munculnya sebuah peraturan
dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam tersebut dalam bentuk sasi. Tujuan dari
sasi laut adalah :
1. Untuk menjaga ketertiban dalam pengelolaan ssumber daya alam dan lingkungan laut.
2. Mengatur penggunaan hak seseorang secara tepat menurut waktu yang ditentukan dalam
pengelolaan maupun pemanfaatan hasil produksi sumber daya alam laut
3. Menumbuhkan wawasan dan tingkah laku dan pola piker masyarkat yang berwawasan
lingkungan terhadap generasi berikutnya.
Hukum adat sasi pertama kali muncul di provinsi Maluku yang kemudian mulai
tersebar ke wilayah Papua Barat yang meliputi kepulauan Raja Ampat, Sorong, Manokwari,
Nabire, Biak,Yapen, Waropen, Sarmi, Kaimana, dan Fakfak. Walaupun memiliki perbedaan
namun prinsipnya tetaplah sama karena merupakan hasil adaptasi dari sasi laut di Maluku.
Hukum adat sasi
Sasi ditandai dengan upacara tutup sasi yakni pernyataan bahwa larangan itu
mulai berlaku dengan memberikan tanda sasi yaitu berupa kayu yang diikat dengan pucuk
daun kelapa muda ‘Hawear’ dan tanaman pada batas areal terlarang, dan pada akhirnya
diadakan upacara buka sasi dengan mengangkat tanda sasi tadi dengan upacara adat sebagai
tanda larangan itu tidak berlaku lagi. Setelah sesudah upacara itu, barulah si pemilik dapat
mengambil hasilnya yang sudah matang.
Sasi laut diletakan pada petuanan laut yang meliputi tanah, air, dan dasarnya,
mulai dari pesisir pantai atau dalam bahasa Kei (Ruat met soin) sampai dengan batas air yang
berwarna hitam (Tahit ni wear). Sasi laut sama seperti halnya sasi darat, ditandai dengan
memasang tanda atau lambang sasi berupa janur (daun kelapa mudah) yang disebut
‘Hawear’. Pada umumnya sasi laut berbentuk “Sasi Meti” (sasi yang diletakan pada zona
pasang surut air laut agar tanaman dan organisme laut lainya dapat beregenerasi dan
berkembang biak), dan sasi Lola (sasi pada kerang Lola yang menjadi salah satu komoditi
andalan yang bernilai jual tinggi di pasar Asia).
Kepulauan Kei Maluku Tenggara yang memiliki potensi perikanan dan kelautan
yang sangat menjanjikan, dengan mata pencaharian penduduk pulau ini yang di dominasi
oleh nelayan, sehingga upaya budidaya laut membuat masyarakat harus tetap menjaga dan
melestarikan alam laut yang ada dalam petuanan daerah tersebut. dengan adanya sasi laut
dapat menjaga kelestarian sumber daya alam laut seperti teripang, kerang Lola, dan jenis ikan
tertentu agar tidak punah.
Saran
Pelaksanaan sanksi sasi pada masa sekarang harusnya lebih rasional, contohnya
dalam hal denda, seharusnya juga ditingkatkan, disesuaikan dengan kondisi sosial dan
ekonomi masa sekarang. Dengan penyesuaian besarnya sanksi yang harus dibayarkan oleh
orang yang melanggar sasi baik yang dilakukan oleh orang dari dalam ataupun luar wilayah
sasi, maka diharapkan sasi dalam pelaksanaannya akan lebih ditaati.
Pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang
berbasis masyarakat, termasuk masyarakat adat, mulai dari sekarang harusnya dijadikan
paradigma acuan dalam menterjemahkan penghormatan hak-hak asasi masyarakat adat dan
pelestarian lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut dan pulaupulau kecil, sebagai jawaban
atas permasalahan dan konflik kepentingan yang selama ini terjadi dalam pemanfaatan
sumber daya alam di wilayah pesisir.