nasional wanita dari negara Indonesia yang berasal dari daerah Aceh. Cut Nyak Dien telah lahir pada tahun 1848 dalam sebuah keluarga bangsawan yang beragama di daerah Aceh Besar. Cut Nyak Dien merupakan dari garis keturunan pada ayahnya adalah keturunan langsung dari sebuah Sultan Aceh. Ketika berusia 12 tahun, Cut Nyak Dien menikah pada 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, yang juga berasal dari keluarga bangsawan. Pasangan muda ini diberkati dengan seorang anak. Dia, mulai ikut mengangkat senjata dan berperang melawan Belanda pada 1880. Itu tidak lepas dari tewasnya suami Cut Nyak Dien, Teuku Cek Ibrahim Lamnga saat bertempur pada 29 Juni 1878. Kematian suaminya membuat Cut Nyak Dien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda. Pada 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar dan mempersilahkan ikut bertempur di medan perang. Namun itu membuat rakyat Aceh marah dan menganggap Teuku Umar sebagai penghianat karena telah bekerjasama. setelah beberapa tahun bergabung dengan Belanda, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien balik menyerang Belanda. Naas, saat perang yang terjadi pada 11 Februari 1899 membuat Teuku Umar tewas tertembak. Meski suaminya meninggal, Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh. Kondisi Cut Nyak Dien semakin renta. Matanya mulai rabun dan terkena encok. Mereka tetap berperang matia-matian, tapi berhasil digagalkan oleh pasukan Belanda. Cut Nyak Dien pun akhirya tertangkap. Sementara anak Cut Nyak Dien bernama Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan. Setelah ditangkap Cut Nyak Dien kemudian dibawa ke Banda Aceh. Setelah ditangkap dan mendapatkan perawatan, Cut Nyak Dien selanjutnya dibuang atau dipindahkan ke Sumedang, Jawa Barat. Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai “Ibu Perbu”. Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam Cut Nyak Dien atau “Ibu Perbu” baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. “Ibu Perbu” diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.