Anda di halaman 1dari 6

BAHASA INDONESIA

RESENSI NOVEL
GADING-GADING GANESHA

Disusun Oleh:
Dinda Theresa
Ririn Tanjung
Shinta Valentina
Yohana Lase
A. Identitas Buku
Judul Buku : Gading-Gading Ganesha ( 3G ) 
Penulis : Dermawan Wibisono
Tebal Buku : 390
Penerbit : Mizan
Tahun Terbit : 2009

B. Profil Singkat Penulis


Dermawan Wibisono, lahir di Semarang, 21 Juli 1965, alumni SMA 3 Semarang
tahun 1984, Sarjana-Teknik Industri ITB tahun 1989, Master in Manufacturing Systems
Engineering-RMIT Melbourne Australia tahun 1999, dan Doctor in Performance
Management-University  of Bradford-England tahun 2003. Salah seorang pendiri SBM
ITB pada tahun 2003 dan sebagai Ketua Program Study MBA ITB tahun 2006-2008, dan
2008-2009. Saat ini sebagai Dekan SBM ITB sejak September 2009 saampai sekarang.

Novel karyanya yang telah diterbitkan Sang Juara-Misteri: Hilangnya


Shirley (2008). Yang menunggu penerbitan Lentera Jiwa dan yang di tangan pembaca
ini 3G (2009) yang insya Allah akan diangkat ke layar lebar dengan penulis skenario
Arya Gunawan dan sutradara Ki Sujiwo Tejo.

Buku akademis karyanya yang telah terbit: Riset Bisnis: Panduan Bagi Praktisi
& Akademisi (2003), dan Manajemen Kinerja: Konsep, Desain dan Teknik
Meningkatkan Daya Saing Perusahaan (2006).

C. Sinopsis
Novel 3G merupakan mozaik perjalanan hidup enam anak manusia berlatar
belakang etnik yang beragam. Ke-enam tokoh dalam cerita tersebut adalah Slamet
(Trenggalek), Fuad (Surabaya), Poltak (Siantar), Gun Gun (Ciamis), Ria (Padang) dan
Benny (Jakarta) yang dipersatukan saat keenamnya masuk pada tahun yang sama
untuk menempuh study di perguruan tinggi yang sama, ITB.
Slamet, adalah putra Trenggalek pertama yang sanggup menembus ITB. Dia
berangkat ke Bandung dengan kereta api klutuk, kereta api kelas paling murah dan itulah
kali pertama dia naik kereta api, bercampur dengan para pedagang, buruh, ayam,
pindang, dan telor asin. Sesampai di Bandung, saat menuju ke ITB, Slamet tersesat
kesana kemari dan harus tidur di Mesjid Salman semalam, menjelang pendaftaran yang
harus dia lakukan, karena tidak memiliki seorang saudarapun di Bandung. Slamet yang
berasal dari desa mengalami inferior kompleks pada awal-awal perkuliahannya, namun
gemblengan di ITB membuat dia kuat dan lulus tercepat dengan Indeks Prestasi terbaik
dibandingkan dengan kelima kawannya. Setelah lulus kuliah, Slamet bekerja di Jakarta,
namun tidak bertahan lama karena perang batin terhadap praktik-praktik bisnis kotor, dan
akhirnya kembali ke almamaternya menjadi dosen. Slamet yang semula ingin
melabuhkan asmaranya pada seorang gadis kaya, karena pertimbangan brain, beauty,
body dan materi, akhirnya justru memilih gadis sedesanya yang lebih memberikan
ketentraman hati. Slamet melanjutkan kuliah sampai selesai S3 ke Australia, di mana dia
sempat beberapa saat berkumpul kembali dengan sahabat-sahabatnya itu di Kota
Melbourne yang kebetulan berada pada kota yang sama pada periode waktu tertentu
untuk masing-masing urusan yang berbeda. Kemiskinan tak menyurutkan langkahnya
untuk mencapai level pendidikan tertinggi. Intelektualitas yang dimiliki tak mencabutnya
dari akar budaya dan agama yang luhur. Bumi ganesha mendidiknya menjadi orang yang
berkarakter.
Fuad, asli Surabaya keturunan Arab-Madura, adalah seorang yang sangat percaya
diri dan dari sononya memiliki gen keturunan ahli dagang. Sejak hari pertama
penerimaan mahasiswa baru, Fuad yakin bahwa di ITB inilah dia mendapatkan muara
bagi pengembangan minat politiknya. Fuad yang sangat itungan dan pelit itu kemudian
tenggelam dalam eforia politik praktis dan sempat ditangkap dan dipenjara Poltabes,
digebuki. Musibah menimpa keluarga Fuad, rumah orang tuanya ludes terbakar, dan tak
sanggup membiayai lagi kuliah Fuad. Fuad harus kerja serabutan, dan akhirnya
mendapatkan pekerjaan yang cukup mapan saat kuliahnya belum selesai. Bisnis Fuad
lancar dan karirnya melaju, namun studynya tak tertolong, Fuad drop out dari ITB.
Pasang surut yang dialami membuat hidup Fuad penuh fluktuasi termasuk dalam prinsip-
prinsip yang dia pegang. Pada suatu titik akhirnya memberikan kesadaran pada diri Fuad
pula, bahwa ada hal lebih besar yang dapat dia kontribusikan. Drop out dari kuliah,
rumah orang tuanya yang hangus terbakar, harus berdikari di usia yang begitu muda tak
membuatnya terbuang dari kancah persaingan. ITB membekali dirinya dengan daya
juang dan daya tahan yang tiada duanya.
Poltak, mahasiswa asal Siantar yang dalam perjalanannya dari daerah asalnya ke
Bandung naik bis Lintas Sumatra, berniat akan memperbaiki jalanan yang mirip
kubangan kerbau sepanjang Siantar-Merak setelah lulus dari Teknik Sipil ITB. Namun
karena dorongan kebutuhan yang mendesak saat kuliah dan justru mendapatkan dunia
lain yang lebih menarik baginya, dia justru tidak mengabdikan ilmunya di Teknik Sipil,
melainkan menjadi eventorganizer yang kemudian justru membesarkan namanya pada
awal-awal membuka usahanya. Poltak yang pandai bicara itu menjadi pengusaha yang
sukses berkat kemampuannya membangun jaringan dan rasa setiakawannya yang begitu
kuat, serta emphatynya bagi orang-orang yang kurang beruntung. Poltak menjadi
pengusaha sukses yang mau berbagi dan peduli pada nasib rakyat banyak. Kekurangan
secara ekonomi tak harus membuatnya kehilangan kreativitas. Kemakmuran yang
kemudian dicapai tak harus membuatnya lupa akan asalnya. Cobaan yang dialaminya
istrinya yang nyaris dijebloskan ke penjara diluar negeri disikapi dengan kesabaran.
Lingkungan pendidikan di ITB membekalinya untuk selalu bersikap seimbang dan tidak
menjadikannya binatang ekonomi.
Benny, seorang anak mami dari Jakarta yang sekolah ke ITB karena dipaksa
kedua orang tuanya, bukan karena kemauannya sendiri. Benny adalah potret seorang
anak yang sejak kecil diplot dan dijadikan projek bagi kedua orang tuanya. Selesai kuliah
yang ditempuhnya dalam waktu maksimal, 7.5 tahun, dia menyerahkan ijazah yang
sudah diraihnya kepada kedua orang tuanya, dan menekuni musik yang menjadi
hobbynya. Saat kuliah, sikap bossy kedua orang tuanya menurun kepada Benny dalam
beberapa hal, misalnya dia akan dengan senang hati mensub-kontrakan tugas-tugas
kuliahnya kepada teman-temannya dengan sekedar mentraktir makan, nonton film atau
meminjamkan komputernya. Benny yang flamboyan, terbentur kenyataan bahwa Ria
yang ditaksirnya ternyata menolaknya dan membuat Benny tidak pernah serius membina
hubungan dengan wanita sampai kemudian menyadari bahwa usia telah merenggut masa
mudanya. Pergaulannya dengan Slamet, Fuad, Gun Gun dan Poltak dari kelas menengah
ke bawah, membuat Benny pada akhirnya berubah menjadi lebih matang, simpati dan
memilki karakter. Manusia dapat berubah seiring dengan usia dan dengan siapa dia
bergaul dalam waktu yang intens. Lingkungan ITB memberinya kesadaran bahwa masih
banyak orang yang kurang beruntung dibanding dengan dirinya dan lebih banyak lagi
orang yang lebih sukses dibanding dirinya. Menjadi orang simpati akan lebih
memudahkan segala urusan. Jadi, tak ada lagi gunannya bersikap sombong dan bossy.
Gun-gun, mahasiswa dari Ciamis yang sangat stereotype sebagai orang Sunda
yang merasa berada dicomfortzone tanah kelahirannya, dan tidak berniat ke luar dari
Bandung apapun yang terjadi. Walau Galunggung dan Tangkuban Prau meletus beribu
kali, Bandung tetaplah tempat berpijaknya. Setelah lulus dan bekerja di BUMN, Gun
Gun sempat sekolah S2 ke luar negeri dengan beasiswa dari grantt pemerintah Australia.
Di luar negeri, Gun Gun mengalami gegar budaya, dia yang semula relegius kemudian
justru tersangkut membina hubungan dengan wanita Thailand. Istrinya yang ditinggalnya
ditanah air, karena beasiswanya tak cukup, membuat Gun Gun kesepian dan akhirnya
tertambat serta terhempaskan oleh wanita Thailand itu. Kesadarannya timbul saat istri
dan putri tunggalnya meninggal dunia terkena wabah demam berdarah saat kuliah S2
Gun Gun belum selesai. Sekembali ke Indonesia, krisis moneter terjadi, perusahaannya
bangkrut dan Gun Gun terkena PHK. Berkat bantuan dan jaringan pertemanan yang
dibina dengan saling percaya dan saling membantu, Gun Gun tetap kokoh bahkan
merintis usahanya sendiri selepas PHK, menjadi manusia yang merdeka. Ditinggal mati
keluarga, perusahaan tempat bekerja bangkrut dan dia di-PHK tak membuat Gun
Gunnglokro, lemas tak berdaya, tapi justru membuatnya semakin tegar. Alumni ganesha
harus kuat dan tak mudah menyerah.
Ria, gadis Padang jelita yang menjadi bunga kampus, rebutan dari hampir semua
orang dan empat sekawan kos yang hanya berani berangan-angan itu, seorang tomboy
yang ternyata hatinya sangat lembut dan rapuh. Karena begitu cantik, pandai dan serba
berkecukupan, malah tak ada seorangpun yang berani mendekatinya, sampai kemudian
di usianya yang sudah tidak muda lagi, betul-betul terpanah oleh busur asmara yang
dilontarkan seorang cleaning service di tempat kerjanya. Ria yang semula sudah tidak
terlalu peduli lagi dengan kehidupan berumah tangga, justru mendapatkan kembali aura
semangatnya semasa mahasiswi dulu. Hidup menjadi begitu indah dan bergairah
baginya, apalagi saat mendapati bahwa dirinya tak bertepuk sebelah tangan. Namun
malang tak dapat ditolak, lelaki yang dicintainya meninggal dunia karena penyakit Lupus
sebelum naik ke pelaminan dengannya. Akhirnya kesadaran bahwa lebih baik dicintai
dari pada mencintai dan bahwa wanita diusia tak muda lagi lebih mengetengahkan logika
dari pada emosi dalam perjodohannya membuat Ria menerima cinta Benny yang setia
menunggunya dan memilih tidak menikah jika tidak dengan Ria. Allah tak selalu
menguji dengan kekurangan. Manusia biasanya sukses dalam mengadapi ujian akan
kegagalan tapi justru gagal jika diuji dengan kesuksesan. Ria yag memiliki segalanya,
cantik, pintar, kaya, merupakan sosok langka yang sukses menghadapi ujian jenis yang
kedua tersebut. ITB memberikan bekal yang cukup untuk bersikap tabah, sabar, tawadu,
dan namun tetap terus gigih berusaha, rasional dan realistis.
Kisah yang dimulai dengan keberangkatan masing-masing tokoh dari daerah
asalnya, diikuti dengan berbagai pergulatan hidup dan konflik batin pada diri masing-
masing tokoh tersebut, akhirnya diakhiri dengan pertemuan kembali 25 tahun kemudian
dengan satu kesadaran yang kembali mereka temukan. Cita-cita yang melambung tinggi
serta harapan yang menggunung dari orang tua masing-masing, saudara dan masyarakat
sejenak terlupakan karena kesibukan mencari materi dan survive dalam kehidupan penuh
konsumersime. Dalam pertemuan kembali setelah terpisah 25 tahun tersebut, mereka
menghitung kembali bahwa sudah terlalu banyak nikmat diserap, melewati titik nol atau
bahkan minus saat mereka masuk ITB, banyak waktu tersia-siakan oleh kesibukan
yang selfinterest dan ternyata tidak banyak karya nyata dan kontribusi mereka berikan ke
masyarakat dan kepada bangsa yang telah mensubsidi sekolah mereka. Timbul kesadaran
untuk membangun negeri dengan menjadi pelopor membangun jaringan seluruh alumni
dan orang-orang yang sepaham dari berbagai universitas untuk membuat karya nyata,
menanggalkan primordialisme baju alumni, dengan satu tekad: kelas menengah adalah
agen perubahan di manapun di dunia ini. Perubahan kepemimpinan dunia kepada tokoh-
tokoh yang berkarakter semacam Ahmad Dinejad Presiden Iran, Barack Obama Presiden
Amerika Serikat, Che Guevara Presiden Kuba, dan sepak terjang Muhammad Yunus
Pemenang Nobel dengan Grameen Banknya memberikan inspirasi untuk meretas
kembali jalan membangun pengabdian kepada bangsa diusia emas mereka.
Mengingatkan bahwa sejarah pernah mereka buat dimasa mahasiwa dulu, yang mungkin
kini terlupakan. Hidup tak dapat diputar ulang, sekali berarti sesudah itu mati!

D. Kelebihan dan Kekurangan Buku


a) Kelebihan buku
Di dalam novel ini dijelaskan sejarah ITB dan kemahasiswaan yang dapat
mengingatkan mahasiswa ITB khususnya ataupun masyarakat Indonesia pada
umumnya tentang apa tujuan dan hakikat dari mahasiswa. Ada cerita jaman 1978
dimana saat itu kampus diduduki oleh tentara. Cerita ini diambil dari catatan harian
mahasiswa ITB angkatan 1977. Dimana saat itu pula belum ada yang namanya
himpunan. Yang ada hanya unit-unit yang sesuai dengan minat mahasiswa serta
kemahasiswaan terpusat. Cerita didalamnya dapat membuat mahasiswa ITB saat ini,
percaya dengan apa yang terjadi saat itu. Cerita yang biasanya hanya didengar
sekilas lalu kemudian dilupakan karena terlena akan kenyamanan yang diberikan
ITB saat ini.
Menurut kami, buku ini sangat menggambarkan semangat juang seorang
remaja demi mencapai cita-citanya dengan berbagai macam daya upaya yang
disertai segala macam intrik-intrik yang ada. Buku ini sangat cocok dibaca oleh para
remaja yang semangatnya atau idealismenya masih berkobar-kobar. Alur cerita yang
sederhana dan menarik membuat orang mampu menikmati jalan ceritanya.
Bagi para mahasiswa dan alumnus ITB, novel ini mampu membangkitkan
kenangan yang unik akan ITB. Untuk pihak diluar ITB, dapat menambah wawasan
tentang ITB dan segala intrik dan karateristik yang ada pada sebagian mahasiswa
dan kondisinya. Bila diterjemahkan dalam peribahasa kurang lebih dikatakan ”Sekali
layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai”. Setelah membaca novel ini
semangat idealisme dan nasionalis kita akan bangkit kembali demi Indonesia Jaya.

b) Kekurangan buku
Novel memiliki makna yang baik dimana kita diminta berjuang untuk meraih
cita-cita kita. Namun dalam penyajiannya masih terdapat kekurangan seperti
penggunaan beberapa bahasa daerah dan bahasa ilmiah tanpa disertai maksud atau
artinya.
Kisah didalam novel ini sangat inspiratif. Namun, yang kurang menariknya
yaitu buku ini tidak fokus pada satu cerita. Banyaknya cerita yang dimuat dan
berganti-ganti tokoh yang diceritakan membuat pembaca sedikit bingung dan
memberi kesan bahwa novel ini hanya kumpulan cerita-cerita menarik yang
digabungkan.

E. Pendapat
Isinya sangat inspiratif. Memiliki makna filosofi yang luar biasa sehingga
termotivasi untuk pergi ke perguruan tinggi sang Ganesha. Disertai dengan kata-kata
bijak setiap chapternya, membuat kami semakin terdorong untuk berjuang agar dapat
berkuliah di ITB. Semoga buku ini dapat membuat masyarakat Indonesia mengetahui
betapa besar perjuangan yang diperlukan untuk menuju ITB.

Anda mungkin juga menyukai