Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak”


Dosen pengampu : Akde Triyoga, S.Kep., Ns., MM

Anggota Kelompok :
1. Ayu Ratantri (01.2.16.00524)
2. Cindy Nova (01.2.16.00528)
3. Della Irawanti (01.2.16.00530)
4. Diah ayu (01.2.16.00531)
5. Febinda Dwi A (01.2.16.00539)
6. Febri Tri H (01.2.16.00540)
7. Krismas Riko (01.2.16.00545)
8. Yunica Christianti (01.2.16.00569)

STIKES RS. BAPTIS KEDIRI


PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat dan
rahmatNya sehingga makalah Keperawatan Gerontik ini dapat tersusun
hingga selesai. Terima kasih kepada dosen mata kuliah Psikologi
Perkembangan atas bimbingan selama penyusunan makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penyusun,
penyusun merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah. Oleh
karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 20 September 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena
penyakit ini menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi
secara perlahan-lahan. Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga sampai
lima tahun menyerang lensa mata. Pada tahun 2020 diperkirakan penderita
penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan
didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang
dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan,
pada 2020 jumlah penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan
mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut menyebutkan, penyakit mata dan
kebutaan meningkat terutama bagi mereka yang telah berumur diatas 65 tahun.
Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata, WHO
memiliki catatan mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya
dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi
Negara tertinggi di Asia Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Menurut
spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr Ratna Sitompul SpM, tingginya
angka kebutaan di Indonesia disebabkan usia harapan hidup orang Indonesia
semakin meningkat, Karena beberapa penyakit mata disebabkan proses
penuaan. Artinya semakin banyak jumlah penduduk usia tua, semakin banyak
pula penduduk yang berpotensi mengalami penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah
katarak (0,8%), glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak
merupakan kelainan mata yang terjadi karena perubahan lensa mata yang
keruh. Dalam keadaan normal jernih dan tembus cahaya. Selama ini katarak
banyak diderita mereka yang berusia tua. Karena itu, penyakit ini sering
diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Departemen
Kesehatan Indonsia (Depkes) bahwa 1,5  juta orang Indonesia mengalami
kebutaan karena katarak dan rata-rata diderita yang berusia 40-55 tahun.
Penderita rata-rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak
diantara mereka tidak tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak
terjadi karena proses degeneratif atau semakin bertambahnya usia seseorang.
Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen orang berusia di atas 65 tahun
menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75-85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan :
1. Bagaimana Konsep Lansia yang meliputi batasan lansia, proses menua,
teori proses menua, permasalahan yang terjadi pada lansia, faktor-faktor
yang memperngaruhi ketuaan, perubahan-perubahan yang terjadi pada
lansia, penyakit yang sering dijumpai pada lansia?
2. Bagaimana Konsep Penyakit Katarak yang meliputi pengertian katarak,
etiologi katarak, patofisiologi katarak, Klasifikasi Katarak, Manifestasi
Klinis, Penatalaksanaan Katarak, Pencegahan, Pemeriksaan diagnostik,
Komplikasi?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak ?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang dapat di capai :
1. Mengetahui dan memahami Konsep dari lansia,
2. Mengetahui dan memahami Konsep dari penyakit katarak,
3. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak.

1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah memperoleh pengetahuan
tentang konsep lansia dan konsep penyakit katarak dengan lansia beserta
asuhan keperawatan penyakit katarak dengan lansia. Selain itu, pengetahuan
tersebut nantinnya dapat diterapkan secara tepat dalam memberikan
penanganan katarak pada klien dan dapat memberikan asuhan keperawatan
pada klien lansia dengan katarak dengan tepat.
BAB II
PEMBAHASAN

.1 Konsep Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

2.1.2 Proses Menua


Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
1996)

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan


yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto
(1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan
dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik
yang mendasar adalah perubahan gerak.

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat


terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu
menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut
diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan
bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya
terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan,
hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman
pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan
yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan
dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994)
adalah:
1)    Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2)    Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3)    Selalu mengingat kembali masa lalu
4)    Selalu khawatir karena pengangguran,
5)    Kurang ada motivasi,
6)    Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan 
7)    Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

2.1.3 Teori Proses Menua


1) Teori – teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi
dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan
sel-sel tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
2) Teori kejiwaan sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
1. Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
3. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :
1.    kehilangan peran
2.    hambatan kontak sosial
3.    berkurangnya kontak komitmen

2.1.4 Permasalahan yang terjadi pada lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan


1. Hereditas atau ketuaan genetik
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres

2.1.6 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


1. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito
urinaria, endokrin dan integumen.
2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.
3. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner, 1970)

2.1.7 Penyakit yang sering dijumpai pada lansia


Menurut the National Old People’s Welfare Council, dikemukakan 12
macam penyakit lansia, yaitu :
1)    Depresi mental
2)    Gangguan pendengaran
3)    Bronkhitis kronis
4)    Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5)    Gangguan pada koksa / sendi pangul
6)    Anemia
7)    Demensia

.2 Konsep Penyakit Katarak


2.2.1 Pengertian Katarak
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup
air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa,
sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan
yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya
berkaitan dengan penuaan (Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun
tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemis,
pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau kelainan mata
yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001).
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih
dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang
berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan
melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun didepan matanya (Ilyas, 2006)
hal 2. Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya
transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai
hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.

2.2.2 Etiologi Katarak


Katarak bisa disebabkan karena kecelakaan atau trauma.Sebuah benda
asing yang merusak lensa mata bisa menyebabkan katarak.Namun, katarak
paling lazim mengenai orang-orang yang sudah berusia lanjut. Biasanya kedua
mata akan terkena dan sebelah mata lebih dulu terkena baru mata yang
satunya lagi.
Katarak juga bisa terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur atau baru
mendapatkannya kemudian karena warisan dari orang tuanya.Namun kembali
lagi, katarak hanya lazim terjadi pada orang-orang yang berusia lanjut.Coba
perhatikan hewan yang berumur tua, terkadang bisa kita melihat pengaburan
lensa di matanya.Semua ini karena faktor degenerasi.
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan   beracun lainnya.  
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).  
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada
mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
Katarak akan berkembang secara perlahan-lahan. Orang-orang tua yang
hidup sendiri (sedikit orang-orang disekitarnya/kurang dirawat) lebih sering
terkena katarak.Karena kebanyakan dari mereka kurang minum air atau
cairan lainnya guna menjaga peredaran darahnya tetap mengalir sebagaimana
mestinya.

2.2.3 Patofisiologis Katarak


Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkanpenglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.

2.3.4 Klasifikasi Katarak


Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :
1.  Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur
2. Katarak anak-anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital
Yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin
terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau
metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom. Sejak sebelum
berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang
dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009).
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri,toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis,
penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan
megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital
diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada
kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan sistem saraf seperti retardas imental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
b. Katarak didapat
Yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul
maupun tembus. Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat,
diabetes dan obat
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan
nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau
gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan.
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di
dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat
lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative (benda morgagni)
pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh
karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal
tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi
hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah
cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan
akan lebih sempit. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran
air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium
ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan
bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali.
Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium (Ca). Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif. (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d. Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa
ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka
nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa
akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata
depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau
galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed.2,).
4. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda
asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi
putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum
masuk kedalam struktur lensa.
5. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit
intraokular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub
kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-
penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak
adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan
pelepasan retina.
6. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan - gangguan
sistemik berikut:
diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis
atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
7. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an
sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk
menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu
lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
8. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat
katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi
katarak ekstrakapsular 
9. Katarak juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai
terbentuk nya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan 
10. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat
terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat
vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
11. Katarak kortikal
Katarak kotikal ini biasanya terjadi pada korteks .mulai dengan
kekeruhan  putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehinnga
menggangu penglihatan. Banyak pada penderita DM
Tabel Perbedaan Karakteristik Katarak:
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Normal Bertambah Normal Berkurang
Lensa
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) <  <<  <<< 
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma

2.2.5 Manifestasi Klinis


Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur
atau redup. Pupil yang normalnya hitamcakan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1) Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2) Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e. Kesulitan melihat pada malam hari
f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa
menyilaukan mata
g. Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari)
2.2.6 Penatalaksanaan Katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat
dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih
terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak
diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga
saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid : Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung
otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang
terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan
retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh
lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin
terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu
kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya. Indikasi dilakukannya
operasi katarak :
1. Indikasi sosial : Jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optic : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3m didapatkan hasil visus 3/60.
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) Yaitu dengan mengangkat
semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah
teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan
lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja
dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru
dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3
mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal
atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening
mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi)
kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah
diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit
disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik
jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu,
ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan
kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien
akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup
tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca
operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular
terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat
menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang
keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

2.2.7 Pencegahan
Cara pencegahan penyakit katarak yang dapat dilakukan adalah dengan
menjaga penyakit yang memiliki hubungan dengan katarak sebaiknya
menghindari factor yang mempercepat terbentuknya pnyakit katarak.
Mengkonsumsi suplemen sebelum terjadi katarak dapat menunda
pembentukkan atau mencegah katarak. Sedangkan pada tahap awal katarak
suplemen dapat memperlambat petumbuhannya. Pada tahap berat tindakan
hanya bisa diatasi dengan operasi. Berikut ini beberapa suplemen yang jika
dikonsumsi dapat mencegah terjadinya katarak :
1. Vitamin C dan E, melindungi lensa mata dari kerusakan akibat asap rokok
dan sinar Ultraviolet. Minum vitamin C 250 mg 4 kali sehari, kurangi
dosis jika mengalami diare. Vitamin E 200 IU 2 kali sehari.
2. Selenium, membantu menetralisasi radikal bebas, 200 mcg 2 kali sehari.
3. Billberry, membantu membuang racun dari lensa maata dan retina.
Kombinasi billberry dan vitamin E sudah terbukti dapat menghentikan
pertumbuhan katarak pada 48 dari 50 orang yang di teliti. Dosis yang tepat
adalah 80 mg dan dikonsumsi 3 kali sehari
4. Alpha-lipoic acid, meningkatkan efektifitas vitamin C dan E, 150 mg
sehari (pagi sebelum makan)
5.  Ekstrak biji anggur ( grape seed ), menguatkan pembuluh darah halus
dibagian mata, 100 mg 2 kali sehari.
Kebiasaan yang perlu dilakukan adalah :
1. Stop merokok jika anda merokok.
2. Lindungi mata dari cahaya, matahari langsung, dengan menggunakan
kacamata matahari
3. Gunakan topi yang lebar, saat anda berada diluar.
4. Makanlah makanan yang cukup mengandung antioksidan seperti buah dan
sayuran segar.

2.2.8 Pemeriksaan diagnostik


Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka
1. Scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna
sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan
pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm 3, pasien ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan
implantasi IOL (Smeltzer, 2001)
2. Kartu mata snellen chart (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan)
3. Lapang penglihatan, penurunan mungkin di sebabkan oleh glukoma
4. Pengukira tonograpi (mengkaji TIO,N 12-25 mmHg)
5. Pengukuran gonoskopi, membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup  glukoma
6. Pemeriksaan oftalmologis,
mengkaji struktur internal okuler,pupil oedema,perdarahan
retina,dilatasi & pemeriksaan.belahan lampu memastikan Dx Katarak

2.2.9 Komplikasi
1. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan
resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan
mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera
mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca
operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
pembedahan.

.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali
masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan
masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan
kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter.
Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu
mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita
kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien
pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang
terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak? apakah pasien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh? apakah ada
keluhan dalam membaca atau menonton televisi? bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan
lateral atau perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama
atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap
refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci
dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia
biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan
lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara
lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya
atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James,
2005).
4. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah
sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan,
adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah
pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang
lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau
perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 =
perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain dan alat, 4 =
tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui : Aktifitas 0 1 2
34
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur
seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering
terbangun. 
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet
apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan
setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual
dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3
bulan terakhir.
e. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan
atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan
untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya
seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan
gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima
dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum
sakit hingga setelah sakit.
i. Pola seksual reproduksi.
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir
dan adakah masalah saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem
pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan
keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan
penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya
ketajaman.
2. Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan.
3. Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
4. Nyeri b.d Luka pasca operasi.
5. Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
6. Risiko infeksi b.d Prosedur invansif (operasi katarak)
2.3.3 Intervensi Keperawatan

N DX
NOC NIC
O Keperawatan
1 Gangguan persepsi sensori- Setelah dilakukan tindakan NEUROLOGIK MONITORING :
perseptual keperawatan selama ..........x 24 jam, 1. Monitor tingkat neurologis
penglihatan b.d Gangguan diharapakan gangguan persepsi sensori 2. Monitor fungsi neurologis klien
penerimaan sensori/status organ teratasi. 3. Monitor respon neurologis
indera ditandai Kriteria hasil:  Sensori function : 4. Monitor reflek-reflek meningeal
dengan menurunnya ketajaman vision 5. Monitor fungsi sensori dan persepsi :
penglihatan. - Menunjukan tanda dan gejala penglihatan, penciuman,
persepsi dan sensori baik : pendengaran, pengecapan, rasa
penglihatan baik. 6. Monitor tanda dan gejala penurunan
- Mampu mengungkapkan fungsi neurologis klien
persepsi dan sensori dengan tepat EYE CARE :
1. Kaji fungsi penglihatan klien
2. Jaga kebersihan mata
3. Monitor penglihatan mata
4. Monitor tanda dan gejala kelainan
penglihatan
5. Monitor fungsi lapang pandang,
penglihatan, visus klien
MONITORING VITAL SIGN :
1. Monitor TD, Suhu, Nadi dan
pernafasan klien
2. Catat adanya fluktuasi TD
3. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR sebelum dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas Nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. 12.  Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
brakikardi, peningkatan sistolik) 
2 Ansietas b.d Perubahan NOC NIC
pada status kesehatan. - Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
- Anxiety level kecemasan)
- Coping 1. Gunakan pendekatan yang
Kriteria Hasil : menenangkan
- Klien mampu mengidentifikasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
dan mengungkapkan gejala cemas. terhadap pelaku pasien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dan menunjukkan tehnik untuk dirasakan selama prosedur
mengontol cemas. 4. Pahami prespektif pasien terhadap
- Vital sign dalam batas normal. situasi stres
- Postur tubuh, ekspresi wajah, 5. Temani pasien untuk memberikan
bahasa tubuh dan tingkat aktivfitas keamanan dan mengurangi takut
menunjukkan berkurangnya 6. Dorong keluarga untuk menemani
kecemasan. anak
7. Lakukan back / neck rub
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10.Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11.Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
12.Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
13.Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan

3 Kurang pengetahuan b.d Kurang NOC NIC


informasi tentang penyakit - Knowledge : Disease Process Teaching : Disease Proses
- Knowledge : Health Hehavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
- Pasien dan keluarga menyatakan 2. Jelaskan patofisiologidari penyakit dan
pemahaman tentang penyakit, bagaimana hal ini berhubungan dengan
kondisi, prognosis, dan program anatomi dan fisiologi, dengan cara
pengobatan yang tepat.
- Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
melaksakan prosedur yang biasa muncul pada penyakit, dengan
dijelaskan secara benar cara yang tepat
- Pasien dan keluarga mampu 4. Identifikasi kemungkinan penyebab,
menjelaskan kembali apa yang dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan 5. Sediakan informasi pada pasien
lainnya tentang  kondisi, dengan cara yang
tepat
6. Hindari jaminan yang kosong
7. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan datang
dan ata proses pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10.Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11.Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas local, dengan cara yang
tepat
12.Intruksikan pasien mengenal tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat

4 Nyeri b.d Luka pasca operasi. NOC : NIC :


- Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
- pain control, komprehensif termasuk lokasi,
- comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
keperawatan selama …. Pasien tidak 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mengalami nyeri, dengan kriteria ketidaknyamanan
hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
- Mampu mengontrol nyeri (tahu mencari dan menemukan dukungan
penyebab nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk mengurangi ruangan, pencahayaan dan
nyeri, mencari bantuan) kebisingan
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
dengan menggunakan manajemen 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
nyeri menentukan intervensi
- Mampu mengenali nyeri (skala, 7. Ajarkan tentang teknik non
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) farmakologi: napas dala, relaksasi,
- Menyatakan rasa nyaman setelah distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri berkurang 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
- Tanda vital dalam rentang normal nyeri
- Tidak mengalami gangguan tidur 9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
5 Resiko tinggi terhadap cidera NOC NIC
b.d Keterbatasan penglihatan. - Risk Kontrol Environment Management
(Manajemen lingkungan)
Kriteria Hasil : 1. Sediakan Iingkungan yang aman
- Klien terbebas dari cedera untuk pasien
- Klien mampu menjelaskan 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
cara/metode untuk mencegah pasien, sesuai dengan kondisi fisik
injury/cedera dan fungsi kognitif pasien dan
- Klien mampu menjelaskan faktor riwayat penyakit terdahulu pasien
resiko dari lingkungan/perilaku 3. Menghindarkan lingkungan yang
personal berbahaya (misalnya memindahkan
- Mampu memodifikasi gaya hidup perabotan)
untuk mencegah injury 4. Memasang side rail tempat tidur
- Menggunakan fasilitas kesehatan 5. Menyediakan tempat tidur yang
yang ada nyaman dan bersih
- Mampu mengenali perubahan 6. Menempatkan saklar lampu
status kesehatan ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
11. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

6 Risiko infeksi b.d Prosedur NOC NIC


invansif (operasi katarak) - Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
- Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah
- Risk control dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil: 3. Batasi pengunjung bila perlu
- Klien bebas dari tanda dan gejala 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
- Mendeskripsikan proses penularan setelah berkunjung meninggalkan
penyakit, faktor yang pasien
mempengaruhi penularan serta 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
penatalaksanaannya cuci tangan
- Menunjukkan kemampuan untuk 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan
- Jumlah leukosit dalam batas 7. Gunakan baju, sarung tangan
normal sebagai alat pelindung
- Menunjukkan perilaku hidup sehat 8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Tingktkan intake nutrisi
10. Berikan terapi antibiotik bila perlu
11. Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
12. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
13. Monitor kerentangan terhadap
infeksi
14. Batasi pengunjung
15. Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
16. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
17. Dorong masukan cairan
18. Dorong istirahat
19. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
20. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
21. Ajarkan cara menghindari infeksi
22. Laporkan kecurigaan infeksi
23. Laporkan kultur positif

NANDA NOC NIC


Resiko Jatuh Fall Prevention Behaviour Environmental Manajement: Safety
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
Definisi: selama 3x24 jam, pasien tidak mengalami jatu berdasarkan kondisi fisik, fungsi kognitif dan
Peningkatan dengan indikator: riwayat perilaku
Kerentanan untuk No Indikator awal target 2. Identifikasi lingkungan yang dapat
jatuh yang dapat 1 Side rail 4 5 membahayakan
menyebabkan terpasang 3. Singkirkan barang-barang yang dapat
bahaya fisik untuk membahayakan pasien jika memungkinkan
mencegah 4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
Faktor Resiko: jatuh resiko
- Riwayat jatuh 2 Menggunakan 4 5 5. Sediakan peralatan yang adaptif untuk
- Prostesis ekstremitas restrain sesuai meningkatkan keamanan lingkungan
bawah kebutuhan 6. Gunakan peralatan untuk melindungi seperti
- Penurunan status 3 Memberikan 4 5 restrain dan side rail untuk membatasi mobilitas
mental bantuan saat fisik atau mengakses situasi yang membahayakan
- Ruang yang tidak bergerak Fall Prevention
dikenal 4 Kunci roda 5 5 1. Identifikasi keterbatasan kognitif atau fisik pada
pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh
- Anemia tempat tidur 2. Identifikasi perilaku dan faktor lain yang dapat
- Penurunan kekuatan selalu mengakibatkan resiko jatuh
ekstremitas bawah terkunci 3. Identifikasi karakteristik lingkungan yang
- Gangguan mobilitas mungkin meningkatkan potensi jatuh
fisik 4. Pastikan kunci roda terpadang dengan benar
- Neoplasma (letih/ 5. Gunakan side rail untuk mencegah jatuh dari
mobilitas terbatas) tempat tidur sesuai kebutuhan
Positioning
1. Sediakan bed/ matras yang sesuai
2. Monitor status oksigenasi sebelum dan setelah
berubah posisi
3. Imobilisasi bagian tubuh sesuai kebutuhan
4. Berikan penyangga pada area yang edema
misalnya dengan menaruh bantal di bawahnya
5. Hindari menempatkan pasien pada posisi yang
dapat meningkatkan nyeri
6. Hindari menempatkan daerah yang teramputasi
dengan posisi fleksi
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa
anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Akibat
perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan - perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus - menerus.
Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil maka timbullah berbagai masalah salah satunya keadaan sakit.
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan
nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun. Stadium awal (insipien), imatur,
Stadium matur, Stadium hipermatur. Diagnosa yang muncul pada
lansia seperti :
Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan
penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan menurunnya
ketajaman, Ansietas b.d Perubahan pada status kesehatan, Kurang
pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit, Nyeri b.d Luka
pasca operasi, Resiko tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan
penglihatan, Risiko infeksi b.d Prosedur invansif (operasi katarak).
Untuk intervensi dan implementasi disesuaikan dengan nanda nic noc
dan keadaan pasien.
1.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca mampu
memahami Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Daftar Pustaka

Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta


Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Herdman T.Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Bulechek. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Yogyakarta :
Mocomedia
Moorhead. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Yogyakarta :
Mocomedia

Anda mungkin juga menyukai