Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH SUBTITUSI TEPUNG BIJI ASAM (Tamarindus Indica L)

TERHADAP KUALITAS COOKIES

Disusun Oleh :
Lalu Muhammad Adha Hidayatullah
1715011018

PRODI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi yang terus


berkembang pesat di bidang pengolahan makanan, bahan pangan dapat
dimodifikasi menjadi produk makanan yang beraneka ragam. Salah satunya
produk makanan ringan cookies. Cookies populer di Indonesia karena merupakan
makanan yang bergizi, praktis dan dapat disimpan lama dengan pengemasan yang
baik. Salah satu penilitian tentang kandungan gizi cookies dilakukan oleh
Lailiyana (2012). Dalam penelitiannya tersebut menggunakan tiga jenis cookies
yaitu cookies plain, cookies kaya gizi tuna, dan cookies kaya gizi non tuna. Dari
ketiga jenis cookies tersebut didapatkan hasil kandungan gizi cookies sebesar
karbohidrat 60-65%, Lemak 22-25%, Protein 6,5-7,7%, dan Vitamin 0,25-0,68%.

Cookies memiliki rasa, warna, dan bentuk yang bermacam-macam


tergantung pada bahan yang digunakan dalam pembuatan. Bahan utama dalam
pembuatan cookies adalah terigu, telur, dan gula. Adapun bahan tambahan
lainnya berfungsi untuk memberikan rasa dan warna yang menarik. Menurut
Utami (dalam Yasinta, dkk, 2017) cookies merupakan salah satu produk bakery
yang populer di semua kalangan, terbuat dari tepung terigu namun tidak
memerlukan pengembangan (unleavened product) melalui proses pencetakan dan
pemanggangan serta diutamakan kerenyahan teksturnya dengan kadar air yang
harus kurang dari 5%. Cookies merupakan penganan yang rasanya manis,
berstektur renyah yang terbuat dari tepung terigu protein rendah, gula, lemak
dan telur (Zulhera, dkk, 2016).

Tepung yang digunakan sebagai bahan baku utama produk olahan cookies
adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum. Sementara itu, gandum
merupakan bukan komoditas pangan asli Indonesia dan hanya bisa tumbuh di
daerah subtropis. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus mengimpor gandum
dari luar negeri. Tahun ke tahun keperluan masyarakat Indonesia terhadap tepung
terigu semakin tinggi, oleh karena itu impor gandum untuk memenuhi kebutuhan
tersebut semakin meningkat. Mengutip data Badan Pusat Statistik (2019) jumlah
impor komoditas gandum-ganduman pada tahun 2019 mencapai 10,69 juta ton.
Angka tersebut sangat besar dan berpotensi bertambah setiap tahunnya seiring
kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.

Ketergantungan bahan baku industri pengolahan pangan termasuk cookies


terhadap gandum yang harus diimpor akan menjadi beban bagi Negara. Semakin
meningkatnya jumlah penduduk, pemerintah juga harus meningkatkan
penyediaan gamdum/terigu. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif komoditas
pangan yang dapat tumbuh di Indonesia dan dapat mensubtitusi gamdum/terigu
(Katresna, 2017).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan


terhadap tepung terigu adalah dengan memanfaatkan komoditas pangan lokal
yang dapat menghasilkan tepung dan mengganti terigu dalam pembuatan produk-
produk makanan yang menggunakan terigu. Disini penulis mencoba untuk
mengurangi pemakaian impor terigu yaitu dengan pemanfaatan tepung biji asam.

Biji asam merupakan komoditas pangan yang berlimpah dan tumbuh subur
di Indonesia. Biji asam merupakan limbah jenis pakan lokal yang potensial dan
menjadi salah satu komoditif unggulan non-kayu sektor kehutanan di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Stastik Nasional (2015) Produksi asam jawa tahun 2015
mengalami turun naik dalam kurun waktu setahun. Jumlah produksi biji asam
jawa sempat turun pada triwulan II dengan produksi sebesar 0,35 ribu ton setelah
sebelumnya pada triwulan I produksi asam sebesar 0,55 ribu ton. Produksi biji
asam mengalami peningkatan signifikan pada triwulan III hingga 8,76 ribu ton.
Kemudian pada triwulan IV produksi asam turun menjadi sebesar 3,79 ribu ton.
Jumlah kesuluruhan pruduksi biji asam di Indonesia pada tahun 2015 mencapai
13,44 ribu ton.

Meskipun biji asam sangat berlimpah di Indonesia, namun pemanfaatan


biji asam masih terbatas dikarenakan kulit keras dan memiliki kandungan
antinutrisi. Subagio (dalam Widiyawati, dkk 2020) menyatakan bahwa
kandungan antinutrisi pada biji asam meliputi tannin, asam fitat dan trypsin
inhibitor. Dengan adanya kandungan antinutrisi tersebut biji asam tidak dapat
digunakan lansung secara mentah dan utuh tampa diolah terlebih dahulu.
Menurut Bidura (2017) pengaruh yang nampak dari konsumsi zat antinutrisi
adalah dapat menyebabkan kekurangan gizi atau keadaan nutrisi marginal.
Karena efek negatif dari zat antinutrisi tersebut merugikan bagi tubuh manusia
sehingga perlu suatu rekayasa teknologi dengan tujuan penghilangan kandungan
antinutrisi tersebut sehingga biji asam tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pangan alternatif yang dapat menggantikan terigu. Pugalenthi, dkk (dalam Seran,
dkk 2019) mengatakan bahwa pengolahan secara fisik seperti pemanasan terbukti
tidak mampu secara maksimal mengeliminasi tanin dalam biji asam. Kandungan
tanin pada biji asam dapat dikurangi dengan berbagai macam cara, diantaranya
adalah dengan metode pengukusan. Berdasarkan Vadivel V, dan Pugalenthi M.
(2010) melaporkan bahwa proses pengukusan dapat menurunkan aktivitas tripsin
inhibitor Berdasarkan hasil penilitian Wahyuni dan Sjofjan (2018) tentang
pengaruh pengukusan terhadap kandungan nutrisi biji asam jawa (tamarindus
indica l) sebagai bahan pakan unggas menunjukan bahwa di dalam penilitiannya
mendapatkan hasil terbaik dengan pengukusan selama 10 menit untuk
menghilangkan zat antinutrisi yang berupa tripsin inhibitor, asam fitat dan tanin
pada biji asam.

Biji asam (Tamarindus Indica L) dapat menggantikan terigu karena


memiliki kandungan gizi yang tinggi dan cukup lengkap. Menurut Kumar &
Bhattacharya (2008) kandungan gizi biji asam jawa berkisar antara karbohidrat
65,1-72,2%, protein 15,0-20,9%, dan lemak 3,9-4,5%. Disamping kandungan gizi
biji asam yang tinggi, biji asam tidak mengandung senyawa gluten, artinya cocok
untuk bahan baku pembuatan cookies yang tidak memerlukan proses
pengembangan adonan. Selain itu dapat membuat cookies aman untuk dikonsumsi
untuk penderita penyakit intoleran terhadap gluten seperti autisme, penyakit
seliak, dan lain sebagainya.

Pengolahan biji asam menjadi produk makanan merupakan salah satu


bentuk usaha memanfaatkan limbah biji asam. Tepung biji asam mengandung
nutrisi yang cukup tinggi dan cukup lengkap, maka tepung biji asam tidak hanya
sekedar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak saja seperti yang selama ini
dilakukan masyarakat di Nusa Tenggara Timur yang merupakan sentra penghasil
asam kawak di Indonesia. Dengan berkembangnya teknologi dalam pengolahan
pangan, peneliti mencoba memanfaatkan biji asam sebagai bahan substitusi
tepung terigu pada produk makanan cookies.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari


tepung biji asam sebagai agensia pensubtitusi tepung terigu terhadap kualitas
cookies. Pemanfaatan tepung lokal seperti tepung biji asam sebagai subtitusi
tepung terigu dalam pembuatan cookies diharapkan dapat meningkatkan kualitas
cookies dan mengangkat potensi pangan lokal. Formulasi yang tepat diperlukan
untuk mengetahui subtitusi antara terigu dengan tepung biji asam sebagai
optimalisasi potensi biji asam sebagai bahan pangan alternatif yang dapat
diperhitungkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai formulasi
subtitusi antara tepung terigu dan tepung biji asam terhadap kualitas cookies.

Anda mungkin juga menyukai