PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas pertanian
utama dan menjadi unggulan di Indonesia (Alviodinasyari et al, 2015). Menurut
GAPKI (2019), produksi kelapa sawit mencapai 51,8 juta ton CPO atau sekitar
9% lebih tinggi dari 2018. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan poduksi
kelapa sawit adalah serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang
disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense (Kuniawan et al., 2017). Penyakit
busuk pangkal batang (BPB) merupakan penyakit yang sangat merusak di
perkebunan kelapa sawit Indonesia (Priwiratama et al., 2014). Paterson (2019)
melaporkan bahwasannya jamur G. boninense dapat mengurangi hasil produksi
mencapai 50-80%.
Jamur G. boninense merupakan patogen tular tanah. Patogen tular tanah
mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi dan parasitik fakultatif dengan
kisaran inang yang luas pada habitat alami di hutan, G. boninense menyerang
tanaman berkayu seperti kelapa, karet, teh, kakao, serta berbagai macam jenis
1
pohon tanaman hutan seperti Acacia, Populus dan Madacadamia (Ariffin et al.,
2000). Jamur G. boninense memiliki beberapa macam struktur patogen untuk
bertahan hidup dalam keadaan lingkungan yang mendukung seperti miselium
melanisa, basidiospora, klamidospora, pseuudosklerotia serta dapat bertahan lama
didalam tanag meskipun tidak terdapat inang (Susanto et al., 2005). Penyakit
busuk pangkal batang (BPB) bersifat sistemik dan monosiklik (Susanto 2002;
Sinaga et al., 2003).
Di lapangan, sangat sulit dalam menentukan gejala serangan dini pada
tanaman kelapa sawit. Darmono (1996) melaporkan, bahwasannya gejala dari
penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) akan terlihat setelah 6 sampai 12 bulan
setelah menginfeksi. Pangkal batang yang telah terinfeksi akan membusuk dan
dapat menyebabkan tumbang sebelum masa produktif berakhir. Jamur G.
boninense tidak hanya menyerang pada tanaman tua, tetapi juga menyerang
tanaman muda. Laju infeksi penyakit BPB sangat cepat, terutama pada anah
dengan tekstur pasir (Priwiratama et al., 2014).
Metode pengendalian penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) pada kelapa
sawit telah banyak ditemukan, dimulai dari pengendalian secara kultur teknis,
hayati, dan kimiawi (Priwiratama et al., 2014). Pengendalian secara kultur teknis
dilakukan sejak proses tanam ulang seperti sanitasi sisa batang dan akar yang
terinfeksi Ganoderma. Pengendalian hayati dilakukan dengan pemanfaatan agens
hayati seperti Trichoderma sp. dan endomikoriza. Pengendalian kimiawi
menggunakan bahan aktif fungisida (Priwiratama et al., 2014). Menurut Idris et
al., (2004) ; Durand-Gasselin et al., (2005) dalam mengendalikan penyakit Busuk
Pangkal Batang yang ideal adalah menggunakan tanaman toleran G.boninense.
Salah satu pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman
terna. Tanaman terna adalah tanaman yang tidak berkayu dan bersifat perdu.
Dilaporkan bahwasannya tanaman terna ini bertujuan untuk menekan potensi
serangan patogen. Yulianti et al., (2017) melaporkan bahwa tanaman terna
bersifat antagonis dan alelopati terhadap Jamur jamur Akar akar Putih putih (JAP)
yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus. Suwandi, (20032006)
melaporkan bahwasannya JAP juga dapat menyerang menginfeksi tanaman non
kayutidak berkayu dan yaitu herba terna seperti tanaman nanas, pisang, dan
2
lengkuas. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya patogen G.
boninense yang satu ordo dengan JAP diduga juga dapat menyerang tanaman
terna sehingga berpotensi untuk menekan serangan patogen G. boninense pada
tanaman kelapa sawit.
Tanaman yang termasuk kedalam tanamaan terna salah satunya adalah
tanaman ganyong. Menurut Yulianti et al., (2017) ganyong merupakan tanaman
terna yang efektif menekan potensi inokulum JAP. Tanaman ganyong
mengandung amilosa pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati ubi kayu,
ubi jalar, dan kentang. Pati ganyong mempunyai kandungan protein kasar, lemak
kasar, serat dan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan pati umbi garut
(Damayanti et al., 2007). Kandungan yang terdapat pada tanaman ganyong dapat
memberikan nutrisi kepada jamur G. boninense. Pada tanaman ganyong
mengandung metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid, dan steroid (Noriko
& Pambudi, 2015). Metabolit sekunder berfungsi sebagai pelindung dari serangan
baik hama maupun penyakit (Noriko & Pambudi, 2015). Selain itu tanaman ini
mudah tumbuh, murah dan mudah didapatkan.Penelitian ini menggunakan batang
kayu karet sebagai sumber inokulum patogen G. boninense dengan ukuran yang
beda. Breton et al., (2006) menyatakan bahwasannya ukuran inokulum
mempengaruhi tingkat serangan patogen G. boninense.
Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh infeksi ganda G. boninense pada bibit kelapa sawit
dan ganyong menggunakan sumber inokulum kayu karet pada ganyong dan
kelapa sawit dengan ukuran berbeda terhadap keparahan penyakit pada kelapa
sawit ?
Tujuan
Untuk melihat pengaruh infeksi ganda G. boninense pada bibit kelapa
sawit dan ganyong menggunakan sumber inokulum kayu karet dengan ukuran
berbeda terhadap keparahan penyakit pada kelapa sawit.
3
Hipotesis
Diduga infeksi G. boninense pada ganyong dapat menekan infeksi pada
kelapa sawit dan penekanan infeksi pada kelapa sawit akan semakin rendah
dengan semakin besar ukuran inokulum kayu karet.
Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian untuk menjadikan acuan dalam pengendalian
Ganoderma boninense dengan menggunakan tanaman sela/tumpamg sari tanaman
ganyong.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
faktorialpetak terbagi (RALFsplit-plot) yang disusun secara acak lengkap dengan
5 ulangan., dengan 2 faktor yaitu faktor A dan faktor B. Faktor A Petak utama
adalah tanaman inang yang terdiri dari 4 taraf yaitu (Sawit + AntagonisGanyong,
Sawit, Antagonis Ganyong dan Sawit + Sawit). Anak petak dan faktor B adalah
ukuran inokulum yang terdiri dari 4 taraf yaitu: (Tanpa inokulum (BKK saja), 1/4
4
BKK dikoloni Ganoderma G. boninense, 1/2 BKK dikoloni Ganoderma G.
boninense dan 1 BKK dikoloni Ganoderma G. boninense) yang diulangi sebanyak
5 ulangan. (Gambar 1). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
Faktorial (RALF) dengan 2 Faktor yaitu Faktor A: Sawit+Sawit, Sawit,
Antagonis, Sawit+Antagonis. Faktor B: Tanpa Inokulum, ¼ BKK dikoloni G.
boninense, ½ BKK dikoloni G. boninense, 1 BKK dikoloni G. boninense dengan
jumlah ulangan 5, sehingga terdapat 80 unit
Cara Kerja
Persiapan Isolat, Inokulum G. boninense dan Persemaian Bibit Kelapa Sawit
Isolate Ganoderma boninense
Isolate Ganoderma boninense diperoleh dari kultur muni koleksi
laboratorium. Perbanyakan jamur dilakukan pada media selektif Malt Extract
Agar (MEA) 2% pada suhu 24-27℃ dan diinkubasikan selama 3x24 jam
5
Penyemaian dilakukan pada baki. Benih kelapa sawit yang digunakan adalah
benih yang tersertifikasi. Setelah bibit sawit berumur 1 bulan dipindahkan ke
polybag besar ukuran 30x35 cm. Media tanam yang digunakan berupa pasir:tanah
dengan perbandingan 1:1 dan memasang peneduh sawit (paranet).
Persiapan Tanaman
Polybag yang digunakan penelitian berukuran 30x35 cm berisi tanah dan pasir
dengan perbandingan 1:1 sebanyak 5 kg. Polybag diatur sesuai dengan perlakuan
yang mana satu faktor terdapat 4 perlakuan dan 5 ulangan.
Pemberian Perlakuan
Tanaman Sawit dan Tanaman Antagonis
Tiga akar tanaman sawit dan tanaman antagonis dipotong sepanjang 10 cm,
kemudian diikat secara bersamaan pada BKK yang telah dikoloni oleh G.
boninense.
Tanaman Sawit
Tiga akar tanaman sawit dipotong sepanjang 10 cm, kemudian diikat pada
BKK yang telah dikoloni oleh G. boninense.
Tanaman Antagonis
Tiga akar tanaman antagonis dipotong sepanjang 10 cm, kemudian diikat pada
BKK yang telah dikoloni oleh G. boninense.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyulaman. Penyiangan,
pengairan, pemupukan dan pemangkasan. Penyiangan dilakukan jika terdapat
6
gulma disekitaran tanaman. Penyulaman dilakukan jika terdapat tanaman yang
mati. Pengairan dilakukan setiap hari, pagi dan sore hari. Pemupukan dilakukan
setiap seminggu sekali menggunakan melalui penyiraman larutan 1% pupuk NPK
-(16x16x1616-16-16-). Pemangkasan dilakukan untuk tanaman antagonis.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama 3 bulan dengan peubah yang diamati adalah:
7
a = Jumlah panjang bagian akar primer yang mengalami nekrosis
b = Jumlah panjang akar primer pada satu tanaman.
Potensi Inokulum
Pelapukan BKK
Mengamati tingkat pelapukan BKK sebagai sumber energi bagi patogen
untuk menginfeksi tanaman. Pengamatan dilakukan setelah 3 bulan. yang dihitung
dengan menggunakan rumus :
8
W 1−W 2
P= ×100 %
W1
Keterangan:
P = Persentase Pelapukan
W1 = Berat Kering awal
W2 = Berat Kering setelah pengamatan.
Karakteristik basidiokarp –
Basidiokarp yang diamati meliputi jumlah, panjang, lebar, tebal, luas
permukaan pori, berat segar diamati setelah 3 bulan.
Sporulasi –
Jumlah spora yang dihasilkan basidiocarp diamati dengan cara
menampung spora selama 3 hari dan dihitung jumlahnya dengan hemasitometer.
Pengamatan dilakukan satu bulan sekali.
Tinggi
Pengamatan tinggi tanaman diukur dengan menggunakan meteran kain, dan
tanaman diukur pada posisi tanaman yang menyentuh permukaan tanah hingga
kuncup daun tertinggi. Pengamatan ini dilakukan setiap sebulan sekali.
9
Luas Daun
Luas daun yang diamati sebulan sekali diprediksi dari panjang, lebar dan
konstanta dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
A=P x L x 0.52
Keterangan:
A = Luas daun
P = Panjang Daun
L = Lebar Daun
0.52 = Konstanta
Analisis Data
10
DAFTAR PUSTAKA
11
Rahmadhani, T. P., Suwandi, S., Suparman, S. 2020. Growth responses of oil
palm seedling inoculated with Ganoderma boninense under competition with
edible herbaceous plants. Journal of Scientific Agriculture 4:45-49.
https://doi.org/10.25081/jsa.2020.v4.6231
Susanto, A., Sudharto, P. S., & Purba, R. Y. 2005. Enhancing Biological Control
of Basal Stem Rot Disease (Ganoderma boninense) in Oil Palm Plantations.
Mycopathologia, 159(1), 153–157. https://doi.org/10.1007/s11046-004-4438-
0
Suwandi. 2003. Mode of Dispersal and Variation in Population of White Root
Fungus Rigidoporus microporus as Revealed by Mycelial Incompatibility.
Biosantifikasi, 5(1), 68–75.
Yulianti, S., Suwandi, S., & Nurhayati, N. 2017. Kemampuan Tumbuhan Terna
dalam Menekan Potensi Inokulum Rigidoporus microporus. Jurnal
Fitopatologi Indonesia, 13(3), 81–88. https://doi.org/10.14692/jfi.13.3.81
12