Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu di indonesia masih cukup tinggi bahkan
tertinggi di Association of South East Asia Nations (ASEAN) yakni 307
kematian per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Filipina 170 kematian per
100.000 kelahiran hidup, di Thailand 44 kematian per 100.000 kelahiran
hidup, Brunai 39,0 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan di Singapura 6
kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (25%), eklampsia
(13%) dan sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet
(8%), komplikasi abortus tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%).
Penyebab tidak langsung kematian ibu merupakan akibat dari penyakit yang
sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh
terhadap kehamilan misalnya malaria, anemia, Human Immunodefisiensin
Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit
kardiovaskuler (Sarwono, 2008).
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak. Perdarahan
dapat terjadi pada setiap usia kehamilan, dan pada kehamilan muda sering
dikaitkan dengan kejadian abortus (Sarwono, 2008).
Diwilayah Asia Tenggara, World Health Organization (WHO)
memperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahunnya diantaranya
750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat abortus
tidak aman di wilayah Asia Tenggara di perkirakan antara satu sampai 250,
Negara maju hanya satu dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran
bahwa masalah abortus di Indonesia masih cukup tinggi ( Lusa, 2012).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh sebab akibat
tertentu sebelum kehamilan tersebut berusia 20 minggu dan berat janin
kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (Khumaira, 2012).
2

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada


kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus
(Wiknjosastro, 2010). Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan
muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
melalui kanalis servikalis yang tertinggal pada desidua atau plasenta
(Rukiyah, 2010).
Penanganan yang terpenting dalam menangani masalah abortus
adalah bidan mampu mengetahui gejala-gejala dari abortus agar dalam
mendiagnosa sesuatu masalah dengan tepat dan sebaiknya dalam hal ini
bidan melakukan kolaborasi dengan dokter dan ditunjang oleh fasilitas yang
memadai.
Berdasarkan kajian data pada tanggal 25 April 2016 pada pukul 10.25
WIB di RSUD Kota Padang Panjang Sumatra Barat didapatkan kasus abortus
inkomplit dan penanganan dengan kuretase.
Berdasarkan data di atas, penulis tertarik mengambil kasus dengan
judul “Menajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Pada Ny.”J”
G2P1A0H1 Usia Kehamilan 17-18 Minggu Dengan Abortus Inkomplit Di
Ruang Kebidanan RSUD Padang Panjang 25-28 April 2016”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil perumusan
masalah sebagai berikut : “Bagaimana penatalaksanaan Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Hamil Pada Ny.”J” G2P1A0H1 Usia Kehamilan 17-18 Minggu
Dengan Abortus Inkomplit Di Ruang Kebidanan RSUD Padang Panjang 25-
28 April 2016?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan ilmu kebidanan yang di peroleh
selama pendidikan dan memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan abortus inkomplit dan penerapan manajemen kebidanan.
3

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara lengkap pada ibu hamil Ny
“J” G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit.
b. Mampu melakukan interpretasi data yaitu meliputi diagnosa
kebidanan, merumuskan masalah, dan kebutuhan pada ibu hamil
Ny “J” G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit.
c. Mampu merumuskan diagnosa potensial pada ibu hamil Ny “J”
G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit.
d. Mampu mengidentifikasi antisipasi atau tindakan segera pada ibu
hamil Ny “J” G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit.
e. Mampu menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan
pada ibu hamil Ny “J” G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus
inkomplit.
f. Mampu menyusun rencana tindakan yang disusun dalam
kebutuhan pelaksanaan tindakan pada ibu hamil Ny “J” G 2P1A0H1
umur 32 tahun dengan abortus inkomplit.
g. Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan kebidanan dengan
teliti dan cermat pada ibu hamil Ny “J” G 2P1A0H1 umur 32 tahun
dengan abortus inkomplit.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan
pengalaman nyata dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan abortus inkomplit.

2. Bagi Instansi Pendidikan


a. Membimbing mahasiswa di lapangan agar dapat mengevaluasi
antara teori dan praktek yang dilakukan.
b. Menambah buku sumber terbaru tentang asuhan kebidanan agar
mempermudah mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan,
wawasan, dan teknologi terkini.
4

3. Bagi Instusi Rumah Sakit


Sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan
khususnya dalam bidang pelayanan asuhan kebidanan pada ibu hamil
dengan abortus inkomplit.

E. Metode Penulisan
1. Cover
2. Lembar Persetujuan
3. Kata Pengantar
4. Daftar Isi
5. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, dan metode penulisan.
6. Bab II Tinjauan Teori
Bab ini berisi tentang tinjauan teori yang meliputi kehamilan
dan abortus.
7. Bab III Tinjauan Kasus
Bab ini berisi tentang asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny “J”
G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit sesuai dengan
manajemen kebidanan menurut 7 langkah varney pada kunjungan I dan
pemeriksaan lanjutan dengan pendokumentasian SOAP.
8. Bab IV Pembahasan
Bab berisi pembahasan yang menjelaskan tentang masalah pada
ibu hamil Ny “J” G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit.
9. Bab V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan saran. Kesimpulan merupakan
jawaban dari tujuan dan merupakan ini dari pembahasan kasus pada ibu
hamil Ny “J” G2P1A0H1 umur 32 tahun dengan abortus inkomplit. Saran
merupakan alternatif pemecahan dan tanggapan dari kesimpulan.
10. Daftar Pustaka
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEHAMILAN
1. Defenisi
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin
intraurerin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan
(Manuaba, 2007). Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan
janin intra uterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan
persalinan (Khumaira, 2012).
2. Pembagian Masa Kehamilan
Masa kehamilan dibagi atas 3 trimester yaitu :
a. Trimester I : kehamilan antara 0-12 minggu
b. Trimester II : kehamilan antara 13-28 minggu
c. Trimester III : kehamilan antara 29-40 minggu
3. Fisiologis Proses Kehamilan
a. Oogenesis
Pada wanita yang mencapai pubertas terdapat sekitar
2.000.000 oosit dalam ovariumnya yang terbungkus oleh : ruang
perivitalium, zona pelusida, folikel primodial. Oosit berasal dari sel
induk yang telah mengalami pembelahan diri sehingga tercapai
bentuk “oosit ddengan 23 kromosom”.
Pada siklus dengan pelepasan ovum, setelah folikel de Graff
mencapai pembesaran maksimal, akan terjadi beberapa hal penting:
1) Ovum melepaskan diri dari komolus oophorus, tetapi sebagiannya
masih tetap dibungkus oleh sel granulose disebut korona radiata.
2) Pengeluaran estradiol akan mencapai maksimal dan tekanan
intrafolikel dapat semakin meningkat, terjadi devaskularisasi
permukaan folikel yang memudahkan folikel mengalami ruptur,
dengn melemparkan ovum yang terbungkus oleh korona radiata.
6

3) Fimbrie tuba fallopii mempunyai banyak sel dengan silianya yang


akan semakin aktif melakukan gerakan seolah-olah membungkus
ovarium.
4) Silianya semakin tegang dan kaku sehingga akan memudahkan
menangkap ovum yang terbungkus korona radiata.
5) Pengeluaran estradiol yang mencapai puncaknya akan merangsang
pengeluaran LH sehingga semakin meningkatkan tekanan
intrafolikuler.
6) Keadaan yang singkron antara gerakan fimbrie, tegak tegangnya
silia sel fimbrie, semprotan cairan folikel dengan tekanan tinggi,
dan relatif tekanan negatif pada tuba fallopii secara
keseluruhannya, membuat ovum tidak akan pernah lepas dari
tangkapan fimbrie yang selanjutnya membawa ovum menuju
ampula tuba.
7) Ampula tuba sebagai tempat yang paling luas, memberikan waktu
pertemuan antara ovum dan spermatozoa relatif paling lama
sehingga memberi peluang untuk terjadinya konsepsi atau
fertilisasi (Manuaba, 2007).
Masa hidup ovum tidak diketahui dengan pasti, tetapi
diperkirakan sekitar 24-48 jam sehingga jika melakukan hubungan
seksual disekitar masa ovulasi dengan interval 3 hari, kemungkinan
untuk hamil menjadi lebih besar karena umur spermatozoa sekitar 48-
72 jam (Manuba, 2007).
b. Spermatogenesis
Embrio spermatogeneum tumbuh dari sel primitif tubulus
seminiferus testis yang relatif berjumlah tetap sampai pubertas.
1) Sel spermatogenium membelah diri dengan spermatosit pertama.
2) Spermatosit pertama memecah diri menjadi spermatosit kedua.
3) Spermatosit kedua akan tumbuh dan berkembang menjadi dua
spermatoid karena mengalami pemecahan meiosis sehingga hanya
mempunyai 23 kromosom dengan pembawa tanda seksanya.
7

4) Spermatozoa dapat mencapai ampula tuba dalam waktu relatif


singkat, yaitu sekitar 5 menit.
5) Serviks dapat betindak sebagai penampung spermatozoa sampai
waktu 72 jam (Manuaba, 2007).
c. Fertilisasi
Fertilisasi adalah penyatuan ovum dan spermatozoa yang
biasanya berlangsung diampula tuba (Prawirohardjo, 2011).
d. Implantasi (Nidasi)
Implantasi adalah tertanamnya hasil konsepsi ke dalam
endometrium. Blastula diselubungi oleh suatu simpai yang disebut
trofoblast, yang mampu menghancurkan atau mencairkan jaringan
(Sulistyawati, 2011).
e. Pembentukan Plasenta
Pada hari ketiga setelah fertilisasi morula telah mencapai
kavum uteri. Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi,
trofoblast invasif telah melakukan pentrasi ke pembuluh darah
endometrium. Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu ruangan-
ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh-pembuluh darah
yang dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul
ruangan-ruangan interviler dimana vili korialis seolah-olah terapung-
apung diantara ruangan-ruangan tersebut sampai terbentuknya
plasenta (Prawirohardjo, 2011).
4. Perubahan Fisiologis pada Ibu Hamil
Dengan adanya kehamilan, maka akan terjadi perubahan pada ibu
baik secara fisiologis. Perubahan tersebut sebgaian besar adalah karena
pengaruh hormone yaitu peningkatan hormone estrogen dan progesterone
yang dihasilkan oleh korpus luteum yang berkembang menjadi korpus
graviditas dan dilanjutkan sekresinya oleh plasenta setelah terbentuk
sempurna (Sulistyawati, 2011).
a. Uterus
Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah 30x25x20
cm dengan kapasitas lebih dari 4000 cc. hal ini memungkinkan bagi
8

adekuatnya akomodasi pertumbuhan janin. Pada saat ini rahim


membesar akibat hipertopi dan hiperplasi otot polos rahim
(Sulistyawati, 2011).
Tabel 2.1
TFU Menurut Penambahan per Tiga Jari

Usia Tinggi Fundis Uteri (TFU)


Kehamilan
(Minggu)

12 3 jari diatas simfisis

16 Pertengahan pusat-simfisis

20 3 jari dibawah pusat

24 Setinggi pusat

28 3 jari diatas psat

32 Pertengahan pusat-prosesus xiphoideus (px)

36 3 jadi dibawah prosesus xiphoideus (px)

40 Pertengahan pusat- prosesus xiphoideus (px)

Sumber. (Hanifa, Prawirodohardjo, 2002)

b. Seviks
Terjadi hipervaskularisasi dan pelunakan pada serviks
peningkatan hormon esterogen dan progesteron. Peningkatan lendir
serviks yang disebut dengan operculum. Kerapuhan meningkat
sehingga mudah berdarah saat melakukan senggama (Sulistyawati,
2011).
c. Ovarium
Ovulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum
graviditas sampai terbentuknya plasenta yang akan mengambil alih
pengeluaran estrogen dan progesteron (Sulistyawati, 2011).
9

d. Vagina
Terjadi peningkatan produksi lendir oleh mukosa vagina,
hipervaskularisasi pada vagina. Oleh karena pengaruh estrogen,
terjadi hipervaskularisasi tersebut sehingga pada bagian tersebut
terlihat lebih merah atau kebiruan, kondisi ini disebut dengan tanda
Chadwick (Sulistyawati, 2011).
e. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan, jumlah darah yang dipompa oleh jantung
setiap menitnya atau biasanya disebut sebagai curah jantung
meningkat sampai 30-50%. Peningkatan ini dimulai terjadi pada usia
kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan
16-28 minggu. Oleh karena curah jantung yang meningkat maka
denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat (Sulistyawati,
2011).
Setelah mencapai kehamilan 30 minggu, curah jantung agak
menurun karena pembesaran rahim menekan vena yang membawa
darah dari tungkai karena pembesaran tahim menekan vena yang
membawa darah dari tungkai ke jantung (Sulistyawati, 2011).
f. Sistem Urinaria
Selama kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal
menyaring darah yang volumenya meningkat (30-50% atau lebih),
yang puncaknya terjadi pada usia kehamilan 16-24 minggu sampai
sesat sebelum persalinan. Pada akhir kehamilan, peningkatan aktivitas
ginjal yang lebih besar terjadi wanita hamil yang tidur miring. Tidur
miring mengurangi tekanan dari rahim pada selanjutnya akan
meningkatan aktivitas dan curah jantung (Sulistyawati, 2011).
g. Sistem Gastrointestinal
Rahim yang semakin memebesar akan menekan rektum dan
usus bagian bawah, sehingga terjadi sembelit atau konstipasi.
Sembelit semakin berat terjadi karena gerakan otot di dalam usus
diperlambat oleh tingginya kadar progesteron (Sulistyawati, 2011).
h. Sistem Metabolisme
10

Janin membutuhkan 30-40 gram kalsium untuk pembentukan


tulangnya dan ini diterjadi ketika trimester terakhir. Oleh karena itu
peningkatan asupan kalsium sangat diperlukan untuk menunjang
kebutuhan. Peningkatan kebutuhan kalsium mencapai 70% dari diet
biasanya.
Kebutuhan zat besi wanita hamil kurang lebih 1.000 mg,
500mg dibutuhkan untuk meningkatkan massa sel darah merah dan
300 mg untuk transportasi ke fetus ketika kehamilan memasuki usia
12 minggu, 200 mg sisanya untuk mengganti cairan yang keluar dari
tubuh. Wanita hamil membutuhkan zat besi rata-rata 3,5 mg/hari
(Sulistyawati, 2011).
Pada metabolisme lemak terjadi peningkatan kadar kolesterol
sampai 350 mg atau lebih per 100 cc. hormon somatotropin
mempunyai peranan dalam pembentukan lemak pada payudara
(Sulistyawati, 2011).
i. Sistem Muskuloskeletal
Estrogten dan progesteron memberi efek maksimal pada
relaksasi otot dan ligamen pelvis pada akhir kehamilan. Relaksasi ini
digunakan oleh pelvis untuk meningkatkan kemampuannya
menguatkan posisi janin pada akhir kehamilan dan pada saat
kelahiran.
Bagi wanita yang kurus lekukan lumbalnya lebih dari normal
menyebabkan lordosis dan gaya berpusat pada kaki bagian belakang.
Hal ini menyebabkan rasa sakit yang berulang terutama dibagian
punggung oleh karena rasa sakit ini membutuhkan waktu yang cukup
lama untuuk relaksasi, biasanya wanita hamil menganggap yang ia
rasakan adalah suatu penderitaan yang kadang mempengaruhi suasana
psikologisnya (Sulistyawati, 2011).
j. Kulit
Topeng kehamilan (cloasma gravidarum) adalah bintik bintik
pigmen kecoklatan yang tampak dikulit kening dan pipi. Peningkatan
pigmentasi juga terjadi disekeliling putting susu, sedangkan diperut
11

bawah bagian tengah biasanya tampak garis gelap, yaitu spider


angioma (pembuluh darah kecil yang memberi gambaran seperti laba-
laba) bisa muncul dikulit, dan biasanya diatas pinggang. Pelebaran
pembuluh darah kecil yang berdinding tipis sering kali tampak di
tungkai bawah (Sulistyawati, 2011).
Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan
menyebabkan robeknya serabut elastic dibawah kulit, sehingga
menimbulkan strie gravidarum/strie livide. Bila terjadi pergangan
yang hebat, misalnya pada polihidramnion dan gemeli, dapat terjadi
diastasis rekti bahkan hernia. Kulit perut pada linia alba bertambah
pigmentasinya dan disebut sebagai linia nigra (Sulistyawati, 2011).
k. Payudara
Payudara sebagai organ target untuk proses laktasi mengalami
banyak perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir. Beberapa
perubahan yang dapat diamati oleh ibu adalah sebagai berikut.
1) Selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang, dan berat.
2) Dapat teraba nodul-nodul, akibat hipertropi kelenjar alveoli.
3) Bayangan vena-vena lebih membiru.
4) Hiperpimentasi pada areola dan putting susu.
5) Keluar air susu jolong (kolostrum) berwarna kuning (Sulistyawati,
2011).
l. Sistem Endokrin
Selama siklus menstruasi normal, hipofisis anterior
memproduksi LH dan FSH. Follocle Stimulating Hormon (FSH)
merangsang folikel de graff untuk menjadi matang dan berpindah ke
permukaan ovarium dimana ia dilepaskan. Folikel yang kosong
dikenal sebagai korpus luteum dirangsang oleh LH untuk
memproduksi progesteron (Sulistyawati, 2011).
Progesteron dan estrogen merangsang poliferasi dari deisdua
(lapisan dalam uterus) dalam upaya mempersiapkan implantasi jika
kehamilan terjadi. Plasenta yang terbentuk secara sempurna dan
berfuungsi 10 minggu setelah pembuahan terjadi, akan mengambil
12

alih tugas korpus luteum untuk memproduksi estrogen dan


progesteron (Sulistyawati, 2011).
m. Sistem Pernapasan
Ruang abdomen yang membesar oleh karena meningkatnya
ruang rahim dan pembentukan hormone progestero menyebabkan
paru-paru berfungsi sedikit berbeda dari biasanya. Wanita hamil
bernapas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih
banyak oksigen untuk janin dan untuk dirinya. Lapisan saluran
pernapsan menerima lebih banyak darah dan menjadi agak tersumbat
oleh penumpukan darah (kongesti). Kadang hidung dan tenggorokan
mengalami penyumbatan parsial akibat kongesti ini (Sulistyawati,
2011).
n. Berat Badan
Pertambahan berat badan ibu hamil menggambarkan status
gizi selama hamil, oleh karena itu perlu dipantau setiap bulan. Jika
terdapat kelambatan dalam penambahan berat badan ibu, ini dapat
mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin intra uteri (Sulistyawati, 2011).
Perkiraan peningkatan berat badan yang dianjurkan :
1) 4 kg pada kehamilan trimester I
2) 0.5 kg/minggu pda kehamilan trimester II sampai III
3) Totalnya sekitar 15-16 kg (Sulistyawati, 2011).
5. Perubahan Psikologis Selama Masa Kehamilan
a. Perubahan Psikologis Trimester I
1) Ibu merasa tidak sehat dan kadang merasa benci dengan
kehamilannya.
2) Kadang muncul penolakan, kekecewaan, kecemasan, dan
kesedihan, bahkan kadang ibuu berharap agar dirinya tidak hamil
saja.
3) Ibu akan selalu mancari tanda-tanda apakah ia benar-benar hamil.
Hal ini dilakukan sekedar untuk memastikan dirinya hamil.
13

4) Setiap perubahan yang terjadi dalam dirinya akan selalu mendapat


perhatian dengan seksama.
5) Oleh karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan rahasia
seorang ibu yang mungkin akan diberitahukannya kepada orang
lain atau malah mungkin dirahasiakannya.
6) Hasrat untuk melakukan hubungan seksual berdeda-beda pada tiap
wanita, tetapi kebanyakan akan mengalami penurunan
(Sulistyawati, 2011).
b. Perubahan Psikolgis Trimester II
1) Ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormone
yang tinggi.
2) Ibu sudah bisa menerima kehamilannya.
3) Merasakan pergerakan anak.
4) Merasa terlepasnya ketidaknyamanan dan kekhawatiran.
5) Libido meningkat.
6) Menuntut perhatian dan cinta.
7) Merasa bahwa bayi sebagai individu yang merupakan bagian dari
dirinya.
8) Hubungan sosial meningkat denganwanita hamil lainnya atau pada
orang lain yang baru menjadi ibu.
9) Ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran,
dan persiapan untuk peran baru (Sulistyawati, 2011).
c. Perubahan Psikologis Trimester III
1) Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan
tidak menarik.
2) Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu.
3) Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat
melahirkan, khawatir akan keselamatannya.
4) Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal,
bermimpi yang mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya.
5) Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya.
6) Merasa kehilangan perhatian.
14

7) Perasaan mudah tersinggung.


8) Libido menurun (Sulistyawati, 2011).

6. Kebutuhan Dasar Ibu Hamil.


a. Nutrisi
Kebuutuhan makan pada ibu hamil mutlak harus dipenuhi.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, IUGR,
insersia uteri, perdarahn pacsa persalinan, dan lain-lain. Widya Karya
Pangan dan Gizi Nasional menganjurkan pada ibu hamil untuk
meninglatkan asupan energinya sebesar 285 kkal per hari. Tambahan
energi ini bertujuan untuk memasok kebutuhan ibu dalam memenuhi
kebutuhan janin (Sulistyawati, 2011).
1) Protein.
Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per
hari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh dari protein nabati dan
hewani.
2) Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 kg per hari. Klasium
dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi
pengembangan otot rangka.
3) Zat besi
Diperlukan asupan zat besi ibu hamil dengan jumlah 30 mg per
hari setelah trimester kedua.
4) Asam folat
Jumlah asam folat yang dibutuhkan ibu hamil sebesar 400
mikrogram per hari.kekurangan asam folat dapat menjadikan
anemia megaloblastik pada ibu hamil.
5) Air
Air menjaga keseimbangan tubuh, karena itu dianjurkan untuk
minum 6-8 gelas (1500-2000 ml) air, susu dan juas tiap 24 jam.
15

Tabel 2.2
Kebutuhan Makanan Sehari-Hari Wanita Tidak Hamil, Ibu
Hamil, dan Ibu Menyusui

Kalori dan Tidak Hamil Hamil Menyusui


Zat
Makanan

Kalori 2000 2300 3000

Protein 55 g 65 g 80 g

Kalsium 0,5 g 1g 1g

Zat besi 12 g 17 g 17 g

Vitamin A 5000 IU 6000 IU 7000 IU

Vitamin D 400 IU 600 IU 800 IU

Tiamin 0,8 mg 1 mg 1,2 mg

Riboflavi 1,2 mg 1,3 mg 1,5 mg


n
13 mg 15 mg 18 mg
Niasin
60 mg 90 mg 900 mg
Vitamin C

Sumber. (Mochtar, 2011)


b. Personal Hygiene (Kebersihan Pribadi)
Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan. Perubahan
anatomik pada perut, area genetalia/lipat paha, dan payudara
menyebabkan lipatan-lipatan kulit menjadi lebih lembab dan
memungkinkan tempat berkembangnya mikroorganisme. Sebaiknya
gunakan pancuran atau gayung pada saat mandi. Bagian tubuh lain
yang membutuhkan perawatan kebersihan adalah daerah vital, karena
saat hamil, bisanya terjadi pengeluaran sekret vagina yang berlebih.
Selain mandi, mengganti celana dalam secara rutin minimal sehari
dua kali sangat dianjurkan (Sulistyawati, 2011).
c. Pakaian
16

Hal yang harus diperhatikan untuk pakaian ibu hamil :


1) Pakaian harus longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang ketat
didaerah perut.
2) Bahan pakaian usahakan yang mudah menyerap keringat.
3) Pakailah bra yang menyongkong payudara.
4) Memakai sepatu dengan hak rendah.
5) Pakaian dalam harus selalu bersih (Sulistyawati, 2011).
d. Senam Hamil
Manfaat senam hamil:
1) Memperbaiki sirkulasi darah.
2) Mengurangi pembengkakan.
3) Memperbaiki keseimbangan otot.
4) Mengurangi resiko gangguan gastro intestinal termasuk sembelit.
5) Mengurangi kram/kejang kaki.
6) Menguatkan otot perut.
7) Mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan
(Sulistyawati, 2011).
e. Istirahat dan Rekreasi
Hal-hal yang dianjurkan apabila ibu hamil bepergian adalah
sebagai berikut :
1) Hindari pergi ke suatu tempat yang ramai, sesak, dan panas, serta
berdiri terlalu lama di tempat itu.
2) Hindari duduk dalam waktu lama karena menyebabkan
peningkatan risiko bekuan darah vena dalam dan tromboflebitis
selama kehamilan.
3) Wanita hamil dapat mengendarai mobil maskimal 6 jam dalam
sehari dan harus berhenti selama 2 jam lalu berjalan selama 10
menit.
4) Stocking penyangga sebaiknya dipakai apabila harus duduk dalam
jangka waktu lama di mobil atau pesawat.
17

5) Sabuk pengaman sebaiknya selalu dipakai, sabuk tersebut


diletakkan dibawah perut ketika kehamilan sudah besar
(Sulistyawati, 2011).
f. Perawatan Payudara
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perawatan
payudara adalah sebagai berikut :
1) Hindari pemakain bra dengan ukuran yang terlalu ketat, dan yang
menggunakan busa, karena akan mengganggu penyerapan keringat
payudara.
2) Gunakan bra dengan bentuk yang menyangga payudara.
3) Hindari membersihkan puting dengan sabun mandi karena akan
menyebabkan iritasi. Bersihkan putting susu dengan minyak kelapa
lalu bilas dengan air hangat.
4) Jika ditemukan pengeluaran cairan yang berwarna kekuningan dari
payudara berarti produksi ASI sudah dimulai (Sulistyawati, 2011).
g. Eliminasi
Keluhan yang muncul pada ibu hamil berkaitan dengam
konstipasi dan sering buang air kecil. Konstipasi terjadi karena adanya
pengaruh hormon progesteron yang mempunyai efek rileks terhadap
otot polos, salah satunya otot usus. Selain itu desakan usus oleh
pembesaran janin juga menyebabkan bertambahnya konstipasi. Sering
buang air kecil merupakan keluhan umum yang dirasakan oleh ibu
hamil, terutama trimester I dan III. Hal tersebut adalah kondisi yang
fisiologis. Ini terjadi karena awal kehamilan terjadi pembesaran uterus
yang mendesak kandung kemih sehingga kapasitasnya berkurang.
Sedangkan pada trimester III terjadi pembesaran janin yang juga
menyebabkan desakan pada kadung kemih (Sulistyawati, 2011).
h. Seksual
Hubungan seksual selama kehamilan tidak dilarang selama
tidak ada riwayat seperti berikut :
1) Sering abortus dan kelahiran prematur.
2) Perdarahan per vaginam.
18

3) Koitus harus dilakukan denga hati-hati terutama pada minggu


terakhir kehamilan.
4) Bila ketuban sudah pecah, koitus dilarang karena dapat
menyebabkan infeksi janin intrauteri (Sulistyawati, 2011).
i. Sikap Tubuh yang Baik (Body Mechanic)
Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, tubuh akan
melakukan penyesuaian fisik dengan pertambahan ukuran janin.
Perubahan tubuh yang paling jelas adalah tulang punggung bertambah
lordosis karena tumpuan tubuh bergeser lebih ke belakang
dibandingkan dengan sikap tubuh ketika tidak hamil. Keluhan yang
sering muncul dari perubahan ini adalah rasa pegal dipunggung dan
kram kaki ketika tidur di malam hari. Untuk mencegah dan
mengurangi keluhan ini perlu adanya sikap tubuh yang baik. Beberapa
hal yang harus diperhatikan :
1) Pakailah hak sepatu dengan hak yang rendah atau tanpa hak.
2) Posisi tubuh saat mengangkat beban, yaitu dalam keadaan tegak
dan pastikan beban terfokus pada lengan.
3) Tidur dengan posisi kaki ditinggikan.
4) Duduk dengan posisi punggung tegak.
5) Hindari duduk atau berdiri terlalu lama (Sulistyawati, 2011).
j. Imunisasi
Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk
mencegah penyakit Tetanus Toxoid (TT) yang dapat mecegah
penyakit tetanus (Sulistyawati, 2011).
Table 2.3.
Jadwal Pemberian Imunisasi TT

Pemberi Selang waktu pemberian Masa Persentase


an perlindungan perlindung
imunisa an
si

TT1 Pada kunjungan antenatal - -


pertama
19

TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun 80 %


TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95%
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 95%
TT5 1 tahun setelah TT4 25 99%
tahun/seumur
hidup
Sumber. (Kusmiyati,2009)
k. Persiapan Persalinan
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk persalinan adalah
sebagai berikut:
1) Biaya dan penentuan tempat serta penolong persalinan.
2) Anggota keluarga yang dijadikan sebagai pengambil keputusan
jika terjadi suatu komplikasi yang membutuhkan rujukan.
3) Baju ibu dan bayi beserta perlengkapan lainnya.
4) Surat-surat fasilitas kesehatan (misalnya ASKES, jaminan
kesehatan dari tempat kerja, Kartu Sehat, dan lain-lain)
5) Pembagian peran ketika ibu berada di RS (Sulistyawati, 2011).
l. Memantau Kesejahteraan Janin
Kesejahteraan Janin dalam kandungan ibu perlu dipantau
secara terus-menerus agar jika ada gangguan janin dalam kandungan
akan dapat segra terdeteksi dan ditangani. Gerakan janin dalam 24
jam nimimal 10 kali. Gerakan ini dirasakan dan dihitung oleh ibu
sendiri yang dikenal dengan menghitung “gerakan sepuluh”
(Sulistyawati, 2011).

B. ABORTUS
1. Defenisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh sebab akibat
tertentu sebelum kehamilan tersebut berusia 20 minggu dan berat janin
kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
diluar kandungan (Khumaira, 2012).
2. Etiologi
20

Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh


kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasannya
janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Kelainan pertumbuhan
hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada
kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan ialah sebagai berikut:
a. Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom yang sering ditemukan pada abortus
spontan adalah trisomy, poliploidi, dan kemungkinan pula kelainan
kromosom seks (Khumaira, 2012).
b. Lingkungan Kurang Sempurna
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi
kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu (Khumaira, 2012).
c. Pengaruh Dari Luar
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat
memperngaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya
dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alcohol, kafein dan
lainnya (Khumaira, 2012).
d. Kelainan Pada Plasenta
Endarteritis dapat terjadi dapat terjadi dalam vili koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasanya
terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun
(Khumaira, 2012).
e. Penyakit Ibu
1) Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia,
tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin,
bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke
janin, sehingga menyebabkan kematian janin kemudian terjadi
abortus (Khumaira, 2012).
21

2) Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan


derajat control metabolic pada trimester pertama, selain itu juga
hipotiroidisme dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus,
dimana autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi
abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata
(Khumaira, 2012).
f. Kelainan Traktus Genitalia
Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus
dapat menyebabkan abortus, tetapi harus diingat bahwa hanya
retroversion uteri gravid inkarserata atau mioma submukosa yang
memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke
dua ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi,
atau robekan serviks luas yang tidak dapat dijahit (Khumaira, 2012).
3. Patofisiologis
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi
koriales belum menembus desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi
mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehimalan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Perdarahan jumlahnya tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap (Khumaira, 2012).
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai
bentuk. Adakalanya kantong amnion kosong atau tanpak didalamnya
benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) atau janin telah mati
dalam waktu yang lama (missed abortion). Apabila mudigah yang mati
22

tidak dikeluarkan secepatnya, maka akan menjadi mola karneosa. Mola


karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan
darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales yang
telah berdegenarasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi
cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah
lama yang tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa, dalam hal ini
amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion
dan korion (Khumaira, 2012).
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan
janin karena cairan amnion berkurang akibat diserap, kemudian janin
menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut janin dapat
menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan
lain pada janin mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah terjadinya
maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh
cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero
atau dengan sentuhan ringan. Organ-organ dalam mengalami degenerasi
dan nekrosis (Khumaira, 2012).
4. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tindakan, abortus dibedakan menjadi 2 golongan
yaitu:
a. Abortus Spontan
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Kata lain yang luas
digunakan adalah keguguran (miscarriage) (Khumaira, 2012).
b. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20
minggu akibat suatu tindakan (Khumaira, 2012).
Abortus provokatus dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Abortus Provokatus Terapeutik/Artificialis
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah
sebelum janin mampu hidup (viabel). Beberapa indikasi untuk
abortus terapiutik diantaranya adalah penyakit jantung persisten
23

dengan riwayat dekompensasi kordis dan penyakit vaskuler


hipertensi tahap lanjut. Amerikan Collage Obstetricians and
Gynecologic menetapkan petunjuk untuk abortus provokatus
terapiutik:
a) Apabila berlanjutnya dapat mengancam nyawa ibu atau
mengganggu kesehatan secara serius. Dalam menentukan
apakah memang terdapat resiko kesehatan perlu
dipertimbangkan faktor lingkungan pasien.
b) Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Dalam
hal ini pada evaluasi wanita yang bersangkutan perlu
diterapkan kriteria medis yang sama.
c) Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar
menyebabkan lahirnya bayi dengan retardasi mental atau
deformitas fisik yang berat.
2) Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis adalah interupsi kehamilan
sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita yang
bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin atau
gangguan kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan
saat ini termasuk dalam kategori ini (Khumaira, 2012).
Secara klinik abortus dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Abortus Imminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
terus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus tanpa dilatasi serviks. Pada
kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau
dipertahankan (Khumaira, 2012).
b) Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peritiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks
uterus yang meningkat, tetapu hasil konsepsi masih dalam
uterus. Kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang
24

berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau


komplit (Khumaira, 2012).
c) Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus (Khumaira, 2012).
d) Abortus Komplit
Abortus komplit adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu (Khumaira, 2012).
e) Abortus Tertunda (Missed Abortion)
Abortus tertunda adalah kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin yang mati tersebut tidak dik eluarkan
selama 8 mingguatau lebih. Etiologi missed abortion tidak
diketahui, tetapi diduga adanya pengaruh hormone
progesterone. Pemakaian hormon progesterone pada abortus
imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion
(Khumaira, 2012).
f) Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali
atau lebih berturut-turut. Etiologi abortus habitualis pada
dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan. Selain itu
telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi
terhadap antigen limpocyte trophoblast cross reactive (TLX).
Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami
abortus (Khumaira, 2012).
g) Abortus Infeksiosa, Abortus Septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada
genitalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa
berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritoneum (Khumaira, 2012).
h) Abortus Servikalis
25

Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus


dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka,
sehingga semuanya terkumpul dalam sevikalis, dans erviks urti
menjadi besar dengan dinding yang menipis (Khumaira, 2012).
5. Diagnosis
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalai terlambat
haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan
muda pada pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan secara bilogis atau
imunologik. Sebagai kemungkinan diagnosis yang lain harus dipikirkan
kelainan pada serviks. Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel
retrouterina kadang sulit dibedakan dengan abortus dimana uterus posisi
retroversi (Khumaira, 2012).
Pada keduanya ditemukan amenorea disertai perdarahan
pervagina, rasa nyeri diperut bagian bawah, dan tumor dibelakang uterus.
Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik.
Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik terganggu, dapat
dilakukan kuldosintesis untuk memastikan diagnosisnya. Pada
molahidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya amenorea
dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap
molahidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (Khumaira,
2012).
Karsinoma serviks uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat
menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan ini dapat menyerupai
abortus. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi
dapat menentukan diagnosis dengan pasti (Khumaira, 2012).
a. Abortus Imminens
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena adanya
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit
atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan,
serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa
wanita hamil dapat timbul perdarahan sedikit pada saat haid yang
26

semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan


oleh penembusan villi koriales ke dalam desidua, pada saat
implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, darah
berwarna merah, dan cepat berhenti, serta disertai rasa mulas
(Khumaira, 2012).
Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis
abortus imminens salah satunya adalah dengan pemeriksaan USG.
Pada USG dapat ditemukan buah kehamilan masih utuh. Diagnosis
meragukan jika kantong kehamilan masih utuh, tetapi pulsasi jantung
janin belum jelas (Khumaira, 2012).
b. Abortus Insipiens
Diagnosis abortus insipiens ditentukan karena adanya
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules atau
adanya kontraksi uterus. Pada pemeriksaan dalam, ostium terbuka,
buah kehamilan masih dalam uterus, serta ketuban masih utuh dan
dapat menonjol. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya
perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan akan
lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan
pemberian infus oksitosin (Khumaira, 2012).
c. Abortus Inkomplit
Diagnonis abortus inkomplit ditentukan karena adanya
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules atau
adanya kontraksi uterus. Apabila perdarahan banyak dapat
menyebabkan syok perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
hasil konsepsi dikeluarkan. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum
(Khumaira, 2012).
Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi sering
berhubungan dengan aborsi yang tidak aman, oleh karena itu periksa
tanda-tanda komplikasi yang mungkin terjadi akibat abortus
27

provokatus seperti perforasi, dan tanda-tanda infeksi atau sepsis


(Khumaira, 2012).
d. Abortus Komplit
Pada abortus komplit ditemukan adanya perdarahan yang
sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus telah mengecil.
Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa
dan dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap
(Khumaira, 2012).
e. Abortus Tertunda (Missed Abortion)
Gejala subjektif kehamilan menghilang, mamae agak
mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes
kehamilan menjadi negatif seta denyut jantung janin menghilang.
Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin
sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu
diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai
gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga
pemeriksaan kearah ini perlu dilakukan (Khumaira, 2012).
f. Abortus Habitualis
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentuknan dengan
anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena
inkompetensia menunjukkan gambaran klinik yang khas yaitu dalam
kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai
mulas, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian
timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan
pemeriksaan yang vaginal setiap minggu. Penderita sering mengeluh
bahwa ia telah mengeluarkan banyak lendir vagina. Diluar
kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalfingografi yaitu ostium internum uteri melebar lebih dari 8
mm (Khumaira, 2012).
g. Abortus Infeksiosa, Abortus Septik
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya
abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia,
28

seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus


yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan adanya leukositosis.
Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang
menggigil. Demam tinggi, dan tekanan darah menurun. Untuk
mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah dan
getah pada serviks uteri (Khumaira, 2012).
h. Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uteru
dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka,
sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis, dan serviks
uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis. Pada pemeriksaan
ditemukan serviks membesar dan diatas ostium uteri eksternum
teraba jaringan (Khumaira, 2012).

6. Penanganan
a. Penilaian Awal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari:
1) Keadaan umum pasien.
2) Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan,
tekanan sistolik <90 mmHg, nadi >112x/menit
3) Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut
bahwa, adanya cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan
kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu.
4) Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret
berbau pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri
goyang portio, dehidrasi, gelisah, atau pingsan.
5) Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana
pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (Khumaira, 2012).
b. Penanganan Spesifik
1) Abortus Imminens
29

a) Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah


baring total.
b) Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara
berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
c) Bila perdarahan:
(1) Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan
penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.
(2) Terus berlangsung: nilai kondisi janin. Lakukan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain (kehamilan ektopik
atau mola).
(3) Pada fasilitas kesehatan dengan saraan terbatas,
pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan
hasil pemeriksaan ginekologis (Khumaira, 2012).
2) Abortus Insipiens
a) Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi. Bila usia gestasi 16
minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan aspirasi vakum
manual (AVM) setelah bagian-bagian janian dikeluarkan. Bila
usia 16 minggu, evaluasi dilakukan dengan prosedur dilatasi
dan kuretase (D&K)
b) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau
usia gestasi lebih dari 16 minggu, lakukan tindakan
pendahuluan dengan:
(1) Infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai
dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40
tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus
sehingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
(2) Ergomterin 0,2 mg IM yang diulangi setiap 15 menit
kemudian.
(3) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan,
dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari
dosis awal.
30

c) Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat


dikeluarkan dengan AVM ( Aspirasi Vakum Manual) atau
D&K (Khumaira, 2012).
3) Abortus Inkomplit
a) Tentukan besar uterus (taksir usia
gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat,
syok, infeksi, atau sepsis).
b) Hasil konsepsi yang tertangkap pada
serviks yang disertai dengan perdarahan hingga ukuran sedang,
dapat dikeluarkan. Setelah itu evaluasi perdarahan:
(1) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau
misprostol 400 mg per oral.
(2) Bila perdarahan terus berlangsung, sisa hasil konsepsi
dengan AVM atau D&K (pilihan tergantung dari usia
gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan bagian-bagian
janin).
c) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi,
beri antibiotik profilaksis (ampisilin 500 mg oral atau
doksisiklin 100 mg)
d) Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 gr
dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.
e) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia
gestasi dibawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan
AVM.
f) Bila pasien tampak anemia, berikan
sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu atau transfusi
darah bila anemia berat (Khumaira, 2012).
4) Abortus Komplit
a) Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet ergometrin
3x1 tablet/hari untuk 3 hari
b) Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran
31

mengkonsumsi makanan bergizi. Untuk anemia berat berikan


transfusi darah.
c) Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi
antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi
antibitok profilaksis (Khumaira, 2012).
5) Abortus Infeksiosa
a) Kasus ini beresiko untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas
kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai,
rujuk pasien ke RS.
b) Sebelum merujuk pasien lakukan restorasi cairan yang hilang
dengan NS atau RL melalui infuse dan berikan antibiotika
(misalnya ampisislin 1 gr dan metronodazol 500 mg).
c) Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT.
d) Pada fasilitas kesehatan yang lengkap, dengan perlindungan
antibiotik berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga
kondisipasien memadai, dapat dilakukan pengosongan uterus
dengan segera (lakukan secara hati-hati karena tingginya
kejadian perforasi pada kondisi ini) (Khumaira, 2012).
Tabel 2.4.
Kombinasi Antibiotik untuk Abortus Infeksiosa

Kombinasi antibiotika Dosis oral Catatan


Ampisilin dan 3x1 gr oral Berspektrum luas
Metronidazol 3x500 mg dan mencakup
untuk gonorrhea dan
bakteri anaerob
Tetrasiklin dan 4x500 mg Baik utnuk
Klindamisin 2x300 mg klamidia,
gonorrhea,
bakteroides fragilis
Trimethoprim dan 160 mg Spektrum cukup
Sulfamethoksazol 800 mg luas dan harganya
relatif murah

Sumber. (Khumaira, 2012)


32

Tabel 2.5.
Antibiotika Parental untuk Abortus Septik

Antibiotika Cara Pemberian Dosis


Sulbenisilin IV 3x1 gr
Gentamisin 2x80 mg
Metronidazol 2x1 gr
Seftriaksone IV 1x1 gr
Amoksisiklin + IV 3x500 mg
klavulkanik acid
Klindamisin 3x600 mg

Sumber.(Khumaira, 2012

6) Abortus Tertunda (Missed Abortion)


Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas
pertimbangan:
a) Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga
prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko
perforasi lebih tinggi.
b) Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup
sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria
selama 12 jam.
c) Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenia yang berlanjut
dengan pembekuan darah.
7) Abortus Habitualis
a) Penyebab abortus habitualis sebagian besar tidak diketahui
oleh karena itu penanganannya terdiri dari: memperbaiki
keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna,
mengajurkan untuk istirahat yang cukup, larangan koitus dan
olahraga.
b) Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid,
dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis
karena penderita mendapat pesan penderita diobati.
33

c) Apabila pada pemeriksaan histerosalfinografi yang dilakukan


di luar kehamilan menunjukkan kehamilan miom submukosa
atau uterus bikornu maka kelainan dapat diperbaiki dengan
pengeluaran miom atau penyatuan kornu uterus dengan operasi
menurut strasaman.
d) Pada servik inkompten apabila pederita telah hamil maka
operasi untuk mengecilkan ostium uteri internum sebaiknya
dilakukan pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar
operasi adalah memperkuat jaringan serviks yang lemah
dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan
benang sutra atau dakron yang tebal. Bila terjadi gejala dan
tanda abortus insipiens maka benang harus segera diputuskan,
agar pengeluaran janin tidak terhalangi. Apabila operasi
berhasil, maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir
cukup bulan dan benang dipotong pada kehamilan 38 minggu.
Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shierodkar atau
cara Mac Donald.
8) Abortus Servikalis
Terapi terdiri atas dilatasi servik dengan busi hegar dan kerokan
untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
7. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,
perforasi, infeksi, syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-
sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian
karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan
pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada
uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini,
pendertita perlu diamati dengan teliti. Jika ada bahaya, perlu segera
34

dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,


penjahitan luka perforasi, atau perlu histerektomi.
c. Infeksi
Biasanya pada abortus kriminalis infeksi kandung sampai
sepsis dan infeksi tulang yang dapat menimbulkan kemandulan.
d. Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

C. Abortus Inkomplit
1) Pengertian Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus (Wiknjosastro, 2010). Abortus inkomplit adalah
perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis yang tertinggal
pada desidua atau plasenta (Rukiyah, 2010).

2) Tanda dan Gejala Abortus Inkomplit


1) Perdarahan sedang, hingga masih banyak setelah terjadi abortus.
2) Serviks terbuka, karena masih adan benda di dalam uterus yang
dianggap corpus alliem maka uterus akan berusaha mengeluarkannya
dengan mengadakan kontraksi tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama,
servik akan menutuo kembali.
3) Kram atau nyeri perut bagian bawah dan terasa mules-mules.
4) Ekspulsi sebagai hasil konspesi.
3) Diagnosis Abortus Inkomplit
Pada pemeriksaan vaginalis, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit
dapat banyak sekali, sehingga syok dan perdarahan tidak akan berhenti
sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan (Wiknjosastro, 2010).
35

4) Penanganan Abortus Inkomplit


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan abortus inkomplit:
1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dalam kehamian kurang dari 16
minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam
ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks.
Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mcg per oral.
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan:
a) Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode evakuasi yang
terpilih. Evaluasi dengan kuretase tajam sebaiknya hanya
dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
b) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergomterin 0,2
mg IM (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam jika perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Beruikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garan
fisiologis atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit
sampai terjadi ekspulsi hasil konspesi.
b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
c) Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
5) Terapi Abortus dengan Kuretase
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat
kuretase. Sebelum melakukan kuretase harus melakukan pemeriksaan
dalam untuk menentukan letka uterus, keadaan serviks dan besarnya
uterus.
1) Persiapan sebelum kuretase
a) Persiapan pasien
b) Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
c) Pasang infus cairan sebagai profilaksis
d) Persiapan alat kuretase
36

Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak instrumen


dalam keadaan steril terdiri dari:
(1) Spekulum 2 buah
(2) Sonde uterus
(3) Cunam porsio
(4) Berbagai ukuran busi hegar
(5) Bermacam-macam ukuran sendok kuretase
(6) Cunam abortus kecil dan besar
(7) Pinset dan klem
(8) Kain steril
(9) Sarung tangan
e) Pasien tidurkan dalam posisi litotomi.
f) Pada umumnya diperlukan anastesi infiktrasi lokal atau umum
secara intravena dengan ketalar.

2) Teknik kuretase
a) Tentukan letak rahim yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam
alat-alat yang dipakai umunya terbuat dari metal yang biasanya
melengkung karena itu memasukan alat-alat ini harus disesuikan
dengan letak rahim. Gunakanlah supaya jangan terjadi salah arah
(fase route) dan perforasi.
b) Penduga rahim (sandoge). Masukkanlah penduga rahim sesuai
dengan letak rahim dan tentukan panjamnya atau dalamnya
penduga rahim. Caranya adalah setelah ujung sonde terasa
membentur fundus uteri, telunjuk tangan kangan diletakkan atau
dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar. Lalu baca
berapa cm dalamnya rahim.
c) Dilatasi. Bila pembukaan serviks belum cukup untuk memasukan
sendok kuretase. Lakukanlah terlebih dahulu dilatasi dengan
dilatator atau busi hegar. Pandanglah busi seperti memegangi
37

pensil dan masukkanlah hati-hati sesuai letak rahim. Untuk sendok


kuret terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai hegar nomor 7,
untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakanlah memakai
sendok kuret yang agak besar, dengan dilatasi lebih besar.
d) Kuretase. Seperti telah dikatakan, pakailah sendok kuretase yang
agak besar. Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan
melakukan kerokan biasanya mulailah di bagian tengah. Pakailah
sendok kuretase yang tajam (ada tanda bergerigi) karena pada
dinding rahim dalam (seperti bunyi pengukur kelapa).
e) Cunam abortus.pada abortus inkomplit, dimana sudah kelihatan
jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang
biasa diikuti oleh jaringan lain. Dengan demikain sendok kuretase
dapat dipakai untuk membersihkan sisa-sisa yang ketinggalan saja.
f) Perhatian. Mengapa memasukan dan menarik alat-alat haruslah
hati-hati, lakukanlah dengan lembut (with lady’s hand) sesuai
dengan arah dan letak rahim.

6) Perawatan Pasca Tindakan


Perawatan pasca tindakan meliputi :
a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera beri tindakan dan instruksi
apabila terjadi kelainan/ komplikasi.
b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang
tersedia.
c. Buat intruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien.
d. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah
selesai dilakukan tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
e. Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperlukan, lama
perawatan dan kondisi yang harus dilaporkan.
7) Pemantauan Pasca Abortus
38

Sebelum ibu diperbolehkan pulang beri tahu bahwa abortus


spontan merupakan hal yang biasa terjadi dan terjadi paling sedikit 15%
(satu dari tujuh kehamilan) dari seluruh kehamilan keberhasilan untuk
kehamilan berikut kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab
abortus yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.
Beberapa wanita mungkin ingin hamil langsung setelah suatu
abortus inkomplit. Ibuini sebaiknya diminta untuk menunda kehamilan
berikut sampai ia benar-benar pulih. Untuk ibu dengan riwayat abortus
tidak aman, konseling merupakan hal yang penting. Jika kehamilan
tersebut merupakan kehamilan yang tidak diinginkan beberapa metode
konsepsi dapat segera dimulai dengan syarat:
a. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih
lanjut.
b. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih
metode kontrasepsi yang paling aman.

Anda mungkin juga menyukai