Anda di halaman 1dari 4

Judul : Berau tanpa sedotan plastik

Nama penulis : Muhammad Rizki Noor

Sekolah : SMA NEGERI 1 BERAU

Alamat : Jl. Murjani 2, Jl. H. Abdullah, No. 05

Isi :

Pernahkah kalian mendengar sebuah berita seekor ikan paus terdampar


di pantai dan perut yang penuh plastik? Dan juga, pernahkah kalian menonton
sebuah video yang memperlihatkan proses pengeluaran sedotan plastik dari
hidung seekor penyu? Apabila iya, apakah kalian tahu mengapa hal mengerikan
seperti itu bisa terjadi?

Yup, karena sedotan plastik. Bagaimana bisa benda sekecil itu membuat
masalah?

Saat tiba sebuah restoran, baik restoran berkelas maupun pinggir jalan,
pasti kita memesan sebuah minuman. Minuman dingin disebuah gelas kaca yang
berair kemudian sedotan plastik yang tertancap di dalamnya. Seolah - olah gelas
dan sedotan plastik menjadi barang komplementer atau pelengkap yang tidak
dapat dipisahkan.

Sedotan plastik yang dibuang setelah dipakai sekali, mudah berakhir di


lautan karena sifatnya yang ringan. Namun, sesampainya di sana, sedotan plastik
tidak terurai. Plastik membutuhkan 500 - 1.000 tahun untuk benar-benar terurai.
Sehingga plastik pertama yang diproduksi manusia, jika kini masih terombang-
ambing di lautan, tetap dalam bentuk yang sama seperti saat diproduksi.

Fakta menunjukkan bahwa 86 persen sampah plastik di dunia berasal dari


Asia dan salah satunya Indonesia. Situs lingkungan hidup, Ecowatch,
memprediksi pada 2025 Indonesia akan menjadi salah satu dari lima negara
penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. 

Kebanyakan sampah plastik di Indonesia adalah sedotan. Jumlahnya


mencapai 93,2 juta unit per hari. Jika sampah sedotan itu dibariskan bisa
mencapai 16.784 km. Itu sama dengan jarak Jakarta-Meksiko City. Jika
pemakaian sedotan dan plastik lainnya tak dikendalikan mulai dari sekarang,
kelangsungan lingkungan hidup dan Bumi bisa terancam.
Ancaman dari sedotan, alat-alat makan dan benda kecil dari plastik
semakin jelas, kelompok lingkungan juga terus mendorong pemerintah untuk
mengurangi penggunaannya lewat kebijakan.

Saat ini, sedotan plastik diperkirakan akan segera menghadapi


kepunahannya. Sebab, beberapa kota di Amerika Serikat (Seattle, Washington,
Miami Beach, Fort Myers Beach, Florida, Malibu, Davis, dan California) telah
melarang penggunaan sedotan plastik. Beberapa negara juga mulai membatasi
penggunaan plastik sekali pakai – termasuk sedotan plastik. Di antaranya Taiwan,
Belize, dan Inggris.

Mengapa mereka melarang penggunaan sedotan plastik?

Perdana Menteri Inggris, Theresa May, berkata bahwa di Inggris saja,


sebanyak 23 juta sedotan plastik digunakan dan dibuang setiap hari. Lalu,
laporan pemerintah Inggris mengenai masa depan kelautan menyebutkan bahwa
sebanyak 70 persen sampah di lautan berasal dari plastik.

Setiap tahun sebanyak 8,5 miliar sedotan plastik dibuang. Jumlah ini
berkontribusi pada 150 juta ton plastik dunia di lautan. Keberadaan sampah
plastik ini sering disorot oleh organisasi pecinta lingkungan, Sky Ocean's Rescue
dalam sejumlah kampanye. Kampanye tersebut menyebutkan jutaan burung dan
sekitar 100.000 mamalia laut mati setiap tahun lantaran menyantap dan terjerat
limbah plastik.

Bagaimana di Berau sendiri?

Berdasarkan data terakhir tahun 2016 Dinas Lingkungan Hidup dan


Kebersihan (DLHK) Berau, volume sampah di Berau, mencapai 100 ton per
harinya. Dan yang mendominasi adalah limbah rumah tangga. Hal ini terjadi
karena jumlah penduduk di Berau semakin meningkat dan juga penduduk yang
semakin konsumtif.

Dari data di atas, sudah tidak terhitung lagi jumlah plastik yang digunakan
oleh masyarakat Berau setiap harinya. Industri perhotelan di Berau menjadi
pengguna sedotan plastik terbanyak. Bagaimana tidak, jumlah hotel di Berau
selalu saja selalu bertambah. Hal ini dikarenakan jumlah wisatawan Berau
semakin meningkat setiap tahunnya. Baik wisatawan lokal maupun wisatawan
mancanegara.

Saat ini, masyarakat Berau sudah mulai peduli akan sampah plastik.
Contohnya saja di sekolah saya, SMA Negeri 1 Berau. Kami, mulai tahun 2016
sudah melaksanakan program kewirausahaan. Yang dimana pesertanya adalah
siswa/i kelas X dan XI. Kami dituntut untuk menjadi seorang pelajar sekaligus
berwirausaha. Nah dari itu, banyak teman - teman saya yang memilih untuk
mengolah kembali barang - barang yang tidak terpakai. Misalnya, sedotan
plastik. Hal ini tentu saja menjadi awal yang bagus untuk menjadikan Berau
bebas sampah. Karena, tidak hanya di sekolah saya, program kewirausahaan ini
sudah digerakkan di beberapa sekolah lainnya.

Dan juga, di sekolah saya, ada program Bank Sampah yang telah
dijalankan selama dua tahun hingga sekarang. Dimana, setiap kelas memisahkan
antara sampah botol plastik dengan sampah lainnya. Kemudian, sampah -
sampah dari kelas - kelas tersebut dikumpulkan, lalu ditimbang beratnya. Dan
pada hari tertentu, sampah - sampah tersebut akan diambil oleh Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). Dan kami? akan menerima imbalan
yang kemudian digunakan untuk hal - hal yang berhubungan dengan lingkungan
di sekolah kami.

Contoh lain adalah Balikpapan.

Balikpapan sudah menyusun rencana ini sejak bulan maret lalu. Sebab
Kota Balikpapan merupakan daerah yang maju mau peduli terhadap nasib
lingkungan hidupnya. Balikpapan sudah mampu menunjukkan komitmennya
dalam upaya pengurangan kantong plastik. Karena itu Balikpapan dipilih sebagai
kota percontohan pengurangan penggunaan sedotan plastik sekali pakai.

Apakah Berau bisa mengikuti Inggris yang melarang penggunaan


sedotan plastik?

Tentu saja bisa, apabila masyarakat Berau dan Dinas Lingkungan Hidup
dan Kebersihan (DLHK) mau bekerja sama dalam mewujudkan Berau bebas
sampah terutama sedotan plastik.

Yang membingungkan adalah, apabila tidak menggunakan sedotan


plastik, apakah ada penggantinya?

Tentu saja ada. McDonald baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka


akan berhenti menyajikan sedotan plastik di semua restoran mereka di Inggris
dan Irlandia. McDonald's Inggris melakukan uji coba untuk menggunakan
sedotan kertas daur ulang. Hal ini akan diterapkan di seluruh gerai di Inggris.
Jaringan makanan cepat saji asal Amerika, McDonald's memang sudah
berkomitmen untuk mengganti kemasan dengan bahan ramah lingkungan awal
tahun lalu.
Berau bisa saja mengikutinya. Dengan cara mengganti sedotan plastik
dengan sedotan yang berbahan ramah lingkungan. Seperti sedotan yang
berbahan bambu, jerami, kertas, akrilik, maupun kaca. Tentu saja, bahan bahan
tersebut lebih baik dari pada bahan plastik.

Tapi saya lebih menyarankan untuk Berau tanpa sedotan. Iya tanpa
sedotan sama sekali. Kalau dipikirkan sekali lagi, kita sebenarnya tidak terlalu
membutuhkan sedotan lho dan bisa meminumnya langsung dari wadahnya.
Memang ada beberapa wadah minuman yang didesain untuk lebih
menggunakan sedotan, namun tidak sedikit pula brand wadah minuman yang
sudah didesain tanpa sedotan untuk meminum isinya. Tak hanya lingkungan saja
yang menerima dampak negatif dari sedotan plastik ini, namun tubuh kita juga.
Salah satunya adalah bisa membuat kriput daerah sekitar bibir kita.
Kebiasaan mengerutkan bibir saat minum dari sedotan lambat laun akan
membuat lipatan di kulit area mulut. Efek lainnya adalah masalah pencernaan
seperti kembung dan rasa tak nyaman di perut akibat gas yang ikut tertelan dan
mengumpul di usus.

Jadi Berau, apakah masih mau menggunakan sedotan plastik?

Anda mungkin juga menyukai