Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH

STUDI TEKS ISLAM (HADITS AHKAM)

PENERAPAN AKAD WADIAH, QARDH DAN RAHN


PADA PERBANKAN SYARIAH

Disusun oleh:
AHMAD SYAFAAT
NIM. 180311020052

DOSEN PENGASUH:

Prof. Dr. H.A. Hafiz Anshari AZ, MA


Dr. Dzikri Nirwana, M.Ag

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S-3 ILMU SYARIAH
BANJARMASIN
2019

0
PENERAPAN AKAD WADIAH, QARDH DAN RAHN
PADA PERBANKAN SYARIAH

1. PENDAHULUAN

Koch dan Donald1 mengatakan bahwa “Bank berfungsi lembaga intermediasi.

Intermediasi keuangan adalah proses pembelian surplus dana dari unit ekonomi yaitu sektor

usaha, pemerintah dan individu atau rumah tangga, untuk disalurkan kepada unit ekonomi

defisit. Dengan kata lain, intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan dana dari

penabung, atau kreditur (ultimate lenders) kepada peminjam, atau debitur (ultimate

borrowers)”.

Dari definisi pakar tersebut, dapat disimpulkan tiga fungsi utama bank dalam

pembagunan ekonomi, yaitu ; (a) lembaga penghimpun dana, (b) lembaga penyalur dana, dan

(c) lembaga yang memperlancar perdagangan.

Sehingga, pada umumnya produk yang ditawarkan oleh perbankan konvensional ataupun

perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu:2

a. Produk Penyaluran Dana (financing)

b. Produk Penghimpunan Dana (funding)

c. Produk Jasa (Service)

Perbankan syariah dalam menyalurkan dananya (pembiayaan) pada nasabah

menggunakan empat skema yaitu skema jual-beli, skema sewa, skema bagi hasil dan skema

akad pelengkap yang salah satunya yaitu akad Qardh dan Rahn. Sedangkan dalam

melakukan penghimpunan dana menggunakan 2 skema yaitu akad Wadiah dan akad

1
Deddy Takdir Syaifuddin, Manajemen Perbankan (Pendekatan Praktis) (Kendari: UNHALU Press, 2007), 10.
2
Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 97.

1
Mudharrabah. Makalah ini akan membahas penjelasan hukum dari hadits-hadits yang

menjadi dalil penggunaan akad Wadiah, Qardh dan Rahn. Kemudian bagaiman para ulama

kontemporer menggunakannya dalam perbankan syariah.

2. AKAD WADIAH, QARDH DAN RAHN DALAM KITAB HADIST

A. AKAD WADIAH

Kata al wadii’ah mengikuti bentuk fa'iilah. la berasal dari kata dasar wad’ yang

artinya meninggalkan (mengingat barang titipan adalah barang yang ditinggalkan kepada

penerima titipan). Ia bisa juga berasal dari bentuk mashdar iida', yang artinya mewakilkan

penyimpanan.

Secara syara', wadii'ah adalah perwakilan oleh penitip kepada seseorang yang

menyimpan hartanya tanpa kompensasi.3

1. Redaksi Hadits4

2. Terjemah

835. Dari Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya RA dari Nabi SAW Beliau
bersabda, " Siapa yang dititipi suatu titipan maka ia tidak terkena jaminan." (HR. Ibnu
Majah dengan sanad dha'if).

3. Peringkat Hadits

3
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Syarah Bulughul Maram (Pustaka Azzam, t.t.), 246.
4
Ibnu Hajar Al-’Asqalani, Bulughul Maram (Terjemah) (Yogyakarta: Ar-Birr Press, 2009), 337.

2
Hadits ini termasuk kategori hadits hasan lighairih. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah

dengan sanad Ayub bin suwaid dari Al-Mutsanna bin Ash-shabah dari Amru bin Syu'aib

dari ayah dari kakeknya. Kakeknya berkata; Rasulullah SAW bersabda, (lalu beliau

menyebutkan haditsnya). Sanad hadits ini dha'if. Adz-Dzahabi menuturkannya dalam

Adh-Dhu'afa'. Dia berkata, "Hadits ini dinilai dha'if oleh Ibnu Ma'in. An-Nasa' i

menilainya sebagai hadits matruuk. Hadits senada diriwayatkan dalam tiga sanad lain

yang semuanya dha'if . Hanya saja keseluruhannya membuatnya dapat diterima dan naik

menjadi peringkat hasan lighairih."

4. Istilah penting yang berkaitan:

1. Al Muudi',yaitu pemilik titipan.

2. Al Muuda', yaitu orang yang memegang titipan untuk disimpan tanpa kompensasi

(penerima).

3. Al-Wadii'ah, harta yang dititipkan kepada al muuda'.

5. Hal-hal penting dari hadits

Al Wadii'ah merupakan amanat. Untuk itu, al muuda' tidak menjamin jika timbul

kerusakan kecuali karena pelanggaran (ta'addii) oleh al muuda' atau keteledorannya.

Sebaliknya jika kerusakan terjadi bukan karena ta'addii maka ia tidak bertanggungjawab.

B. AKAD QARDH

Al Qardh Secara etimologi berarti membatasi dan memutuskan.5

Al Qardh secara terminologi adalah memberikan harta untuk dimanfaatkan oleh orang

lain, di mana kelak orang tersebut akan mengembalikannya.

5
Al-Bassam, Syarah Bulughul Maram.

3
Al Qardh dibolehkan oleh Al Qur'an, sunnah, Ijma dan Qiyas yang benar.

1. Redaksi Hadits

2. Terjemah
a. 738. Dan dari Ali R.A ia berkata Rasulullah SAW bersabda, "setiap pinjaman
yang manarik manfaat maka ia riba. "(HR. Al Harits bin Abi Usamah) dan
sanadnya ada yang gugur. Ia memiliki syahid yang dha'if dari Fudhalah bin Ubaid
RA menurut Al Baihaqi. dan Hadits lain berupa hadits mauquf dari Amullah bin
Salam RA menurut Bukhari.

3. Peringkat Hadits6
a. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baghawi, ia berkata, "Siwar bin Mash'ab dari

Imarah dari Ali bin Abi Thalib berupa hadits mar'fu. Ini adalah sanad yang sangat

dha'ifsekali." Ibnu Amilhadi berkata, "lni adalah sanad yang gugur. Siwar adalah

orang yang meriwayatkan hadits matruk." Umar Al Mushali berkata, "Sama sekali

tidak shahih."

b. Hadits ni dha'if, tetapi ia memiliki beberapa syahid yang masyhur yang

merupakan riwayat dari Ibnu Mas'ud , Ubay Bin Ka'ab, Abdullah bin Salam, Ibnu

Abbas dan Fudhalah bin Ubaid. Hadits ini didukung oleh Ijma' ulama dan

pengamalan mereka dengannya.

6
Al-Bassam, Syarah Bulughul Maram.

4
4. Hal-hal penting dari hadits
1. Tujuan dari qardhul hasan adalah sikap toleransi dan memberikan manfaat kepada

orang yang meminjam yang membutuhkan. Sementara buahnya milik orang yang

meminjamkan, yaitu berupa kebajikan dan mengharapkan pahala dari Allah SWT.

2. Oleh karena itu haram hukumnya memberikan tambahan atau mengambil manfaat

dari pinjaman ini.

3. Oleh karena itu Nabi SAW bersabda, " Setiap pinjaman yang manarik manfaat, maka

ia riba”. Ibnu Mas'ud berkata: "Setiap pinjaman yang dapat menarik manfaat, maka

ia merupakan riba; Al Wazir menceritakan hal tersebut berdasarkan kesepakatan

Ulama. Al Muwaffaq berkata, “Setiap pinjaman dengan syarat adanya pemberian

tambahan, maka ia haram hukumnya tanpa ada perbedaan pendapat."

C. AKAD RAHN

Ar-Rahnu secara etimologi adalah ketetapan dan kelanggengan.7

Secara terminologi: Kepercayaan memberikan utang dengan jaminan berupa barang, di

mana utang tersebut dapat dilunasi dengan barang tersebut atau utangnya separuh dari nilai

barang apabila utang yang menjadi tanggungan orang tersebut tidak dapat dilunasi .

Gadai diperbolehkan oleh Al Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas. Allah SWT berfirman,

"Maka hendaklah ada barang tangguhan yang dipegang." (Qs. Al-Baqarah (2):283)

7
Al-Bassam.

5
1. Redaksi Hadits

2. Terjemah

735. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Punggung hewan
yang dinaiki harus diberikan nafkah apabila ia merupakan barang gadaian, susu binatang
ternak yang diminum wajib diberikan nafkah apabila ia barang gadaian dan bagi orang
yang menaiki serta orang yang meminum susunya bertanggungjawab terhadap
nafkahnya." (HR. Bukhari).

3. Hal-hal penting dari hadits8

1. Hadits diatas menunjukkan prinsip dasar pegadaian dan ia merupakan jenis akad yang

legal secara hukum syari'at yang dapat menjaga hak-hak orang lain di mana barang

yang digadaikan dapat menjadi jaminan utang saat orang yang berutang tidak mampu

membayar utangnya.

2. Diperbolehkannya menggadai hewan, karena syarat menggadai adalah mengetahui

jenis barang yang digadai, kriteria dan ukurannya. Ini semua terdapat pada hewan.

3. Sesungguhnya pegadaian apabila barang gadai merupakan jenis hewan yang dapat

dinaiki, maka penerima gadai boleh menaikinya dan harus menanggung nafkahnya

dalam rangka mencari keadilan dalam hal tersebut.

8
Al-Bassam.

6
4. Apabila hewan tersebut dapat diperah susunya, maka ia boleh memerahnya dan

mengambil susunya sambil ia memberikan nafkah dalarn rangka mencari keadilan.

3. AKAD WADIAH, QARDH DAN RAHN PADA PERBANKAN SYARIAH


DAN KRITIK ATASNYA
A. Akad Wadiah.

Akad wadiah merupakan salah satu akad yang digunakan dalam kegiatan

penghimpunan dana pada perbankan syariah. Sesuai dengan buku kodifikasi produk

perbankan syariah yang dikeluarkan Bank Indonesia (2008). Produk perbaankan yang

diikat dengan akad wadiah diantaranya adalah tabungan,giro wadiah dan SWBI. 9

1. Giro Wadiah

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan chek /bilyet giro dan sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan

pemindahbukuan. Fatwa Syariahnya Fatwa Dewan Syariah Nasional No 01/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Giro.

2. Tabungan Wadiah

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan

syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan chek atau bilyet giro

dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Fatwa Syariahnya Fatwa Dewan

Syariah Nasional No 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan.

3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank

Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip Wadiah. Fatwa

Syariahnya Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 36 /DSN-MUI/X/2002


9
Bambang Murdadi, “MENGUJI KESYARIAHAN AKADWADIAH PADA PRODUK BANK SYARIAH,” Maksimum 5, no. 1
(2016).

7
Akad wadiah umum harus memiliki kriteria : 10

1. Bersifat titipan

2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)

3.Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang

bersifat sukarela dari pihak bank.

Ulama kontemporer Indonesia memasukkan transaksi tabungan dalam akad

wadi’ah karena mereka membagi aqad wadi’ah menjadi dua macam yaitu wadi’ah yad

amanah dan wadi’ah yad dhamanah.11

1. Wadi’ah Yad Al Amanah,12 dengan karakteristik yaitu: merupakan titipan murni,

barang/dana yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip,

sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya,

jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak

dibebani tanggung jawab, sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan dapat

dikenakan biaya titipan.

2. Wadiah Yad dhamanah13 dengan karakteristik yaitu: merupakan pengembangan dari

wadi’ah yad al amanah yang disesuaikan dengan aktivitas perekonomian. penerima titipan

diberi izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut. Penyimpan

mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan/kerusakan barang

tersebut. Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima

10
Murdadi.
11
Mufti Afif, “TABUNGAN: IMPLEMENTASI AKAD WADI’AH ATAU QARD? (Kajian Praktik Wadi’ah di Perbankan
Indonesia),” Jurnal Hukum Islam (JHI) 12, no. 2 (2014).
12
Siti Aisyah, “PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT DENGAN AKAD WADI’AH DAN PENERAPANNYA PADA
PERBANKAN SYARIAH,” Jurnal Syari’ah 5, no. 1 (2016).
13
Aisyah.

8
titipan. Sebagai imbalan kepada pemilik barang/dana bank dapat diberikan semacam

insentif berupa bonus yang tidak disyaratkan sebelumnya.

Dalam penerapannya, produk bank Syariah dengan akad wadiah menerapkan

prinsip wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah. Terkait dengan kedua produk

tersebut, dalam pelaksanaannya perbankkan Syariah lebih menerapkan prinsip wadiah yad

dhamanah.14

Majma’ al-Fiqh al-Islami di bawah Liga Muslim Dunia memberikan keputusan

No. 86, 3/9 tentang tabungan sebagai berikut: “Tabungan Bank, baik di Bank Islam

maupun Bank Umum adalah pinjaman (qard) dari sudut pandang fikih. Bank penerima

tabungan adalah pihak yang bertangung jawab dan secara sah mengharuskan dirinya untuk

mengembalikannya kepada penabung saat dia menariknya dan keadaan Bank yang kaya

tidak mempengaruhi hukum pinjaman.”Keputusan ini dinyatakan berdasarkan dua alasan,

yaitu: 15

Pertama, lembaga memegang tabungan (rekening) dan memiliki hak untuk

beraktivitas dengan dana yang ia kumpulkan. Disamping itu ia mengikat diri untuk

mengembalikan uang yang senilai saat pemiliknya meminta haknya. Dengan demikian

status tabungan ini semakna dengan pinjaman (qard atau salaf). Kalaupun lembaga

memaksakan diri agar dinamakan titipan (wadi’ah), sesungguhnya penamaan ini tidak

sesuai dengan hakikat syar’i.

Karenanya, kalau disebut titipan (wadi’ah) lembaga tidak berhak untuk

menggunakan dana (asset) nasabah. Titipan berpijak kepada prinsip penjagaan dan harus

dikembalikan hartanya apa adanya (sebagaimana dijelaskan di atas tentang wadi’ah).

14
Aisyah.
15
Afif, “TABUNGAN: IMPLEMENTASI AKAD WADI’AH ATAU QARD? (Kajian Praktik Wadi’ah di Perbankan
Indonesia).”

9
Kedua, lembaga mengharuskan dirinya mengembalikan dana yang semisal

(senilai) pada saat penarikan tabungan oleh nasabah. Dan lembaga menjamin atas segala

risiko terhadap harta nasabah walaupun tidak lalai/teledor dalam penjagaan dana. Jelas

fenomena ini menunjukkan akad pinjam-meminjam. Karena karakter titipan tidak

membebankan tanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan bencana alam. 16

B. Qardh.

Karakteristik yang mendasar akad al-qardh adalah akad tabarru’, hal ini

dipertegas dalam Fatwa DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh. Adapun

hal-hal yang diatur sebagai ketentuan dasar akad pembiayaan al-qardh. Ketentuan Umum

Al-qardh dalam bank syariah:17

1) Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang

memerlukan;

2) Nasabah al-qardh wajib mengemalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang

telah disepakati bersama;

3) Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah;

4) LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu;

5) Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada

LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad;

6) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat

yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat

16
Afif.
17
Farid Budiman, “KARAKTERISTIK AKAD PEMBIAYAAN AL-QARDH SEBAGAI AKAD TABARRU’,” Yuridika 28, no. 3
(2013).

10
memperpanjang jangka waktu pengembalian atau menghapus (write off) sebagian atau

seluruh kewajibannya.

Adapun yang menjadi sumber dana Al-qardh, sumber dana yang dapat digunkan

oleh bank syariah untuk akad Al-qardh dapat bersumber dari:

a) Bagian modal LKS;

b) Keuntungan LKS yang disisihkan; dan

c) Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaq-nya kepada LKS.

Praktik Akad Al-qardh dalam Perbankan Syariah sebagai produk penyaluran dana

yang bersifat pinjam meminjam ini biasanya diterapkan sebagai berikut:18

1) Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan

bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talang segera untuk masa yang relatif pendek.

Nasabah tersebut akan mengembalikannya secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya

itu;

2) Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik

dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito;

3) Sebagai produk untuk menyumbangkan usaha yang sangat kecil atau membantu sektor

sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus, yaitu

alqardhal-hasanah;

4) Sebagai dana talang untuk janga waktu singkat, maka nasabah akan mengembalikannya

dengan cepat, seperti compensating balance dan factoring (anjak piutang).

Pinjaman al-qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai

fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat

18
Budiman.

11
merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah

bertransaksi. Aplikasi al-qardh dalam perbankan ada empat hal:

(a) Sebagai pinjaman talangan haji,

(b) Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah,

(c) Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil,

(d) Sebagai pinjaman kepada pengurus bank. Oleh karena itu, karakteristik-

karakteristikyang dimiliki dari akad qardh tersebut menjadi ciri atau prinsip dari akad

tabarru’, sehingga akad qardh dikatakan sebagai akad tabarru’.19

C. Rahn
Payung hukum gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-pripsip syariah

berpegang pada Fatwa DSN MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, Fatwa DSN

MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas, DSN MUI juga menerbitkan Fatwa

DSN MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily. Dengan adanya fatwa yang

dikeluarkan DSN MUI menjadi rujukan dan legalitas yang berlaku umum bagi lembaga

keuangan syariah di Indonesia.20

Pegadaian merupakan lembaga pembiayaan atau perkreditan dengan sistem gadai.

Pada tahun 2003 sektor pegadaian mendirikan pegadaian syariah dengan membentuk Unit

Layanan Gadai Syariah (ULGS), yang dalam pelaksanaannya berpegang kepada prinsip

syariah. Hingga kini Pegadaian Syariah masih menginduk pada PT Pegadaian dan

direncanakan spin off pada tahun 2019.

19
Budiman.
20
Luluk Wahyu Roficoh dan Muhammad Ghozali, “APLIKASI AKAD RAHN PADA PEGADAIAN SYARIAH,” Jurnal
Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah 3, no. 2 (2018).

12
Mekanisme operasional Pegadaian Syariah melalui akad rahn adalah dengan

masyarakat menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan

merawat barang tersebut di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat dari

proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai dari tempat

penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatan. Atas dasar ini dibenarkan

bagi pegadaian mengenakan biaya sewa bagi nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh

kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan mendapatkan keuntungan hanya dari beasewa

tempat yang diambil bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan

dari uang pinjaman. Dalam hal ini, Akad rahn yang dimaksudkan adalah produk

pembiayaan rahn yang ada di Pegadaian Syariah.

Transaksi gadai menurut syariah harus memenuhi rukun dan syaratnya. Pada

dasarnya pegadaian syariah berjalan atas dua akad transaksi, yaitu akad Rahn dan akad

Ijarah. Kedua akad akan ditandatangani sekaligus pada saat nasabah (rahn) menyerahkan

hartanya. Nasabah (rahn) mengembalikan utang itu sesuai dengan jumlah utangnya. Akad

ijarah, nasabah dibebani membayar ujrah (bea penyimpanan) kepada pegadaian.21

Di Indonesia, gadai emas syariah menerapkan kombinasi dari tiga akad, yakni

qard, rahn dan ijarah.22 Dalam praktiknya, perbankan syariah di Indonesia menerapkan

beberapa item yang menyelisihi syariah. Biaya (ujroh) atas sewa yang dikenakan kepada

nasabah masih terkandung biaya yang tidak nyata-nyata diperlukan. Di Indonesia saat ini

ada enam BUS yang menawarkan produk gadai emas syariah, yakni Bank Syariah Mandiri,

BRI Syariah, BTPN Syariah, BJB Syariah, Bank Syariah Bukopin dan Bank Aceh.

21
Roficoh dan Ghozali.
22
Putri Dona Balgis, “GADAI EMAS SYARIAH: EVALUASI DAN USULAN AKAD SESUAI PRINSIP SYARIAH,”
Jurisprudence 7, no. 1 (2017).

13
Setidaknya ada empat fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan transaksi gadai

emas syariah ini, yakni Fatwa DSN Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas,

Fatwa DSN Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, Fatwa DSN Nomor: 19/DSN-

MUI/IV/2001 tentang al-qard, dan Fatwa DSN Nomor: 79/DSN-MUI/III/2011 tentang

qardh dengan menggunakan dana nasabah.

Evaluasi kombinasi akad dari gadai emas syariah di Indonesia memerlukan

perbaikan dan solusi agar bisa sesuai dengan ketentuan syariah. Penggabungan akad qard

dan ijarah tidak diperbolehkan berdasarkan hadits Rasulullah saw. AAOIFI secara tegas

juga melarang kombinasi akad ini. Sebuah tawaran akad yang sesuai prinsip syariah adalah

pertama kombinasi akad Rahn dan ijarah, kedua menggunakan akad musyarakah

mutanaqishah.23

4. PENUTUP
Saat ini model kebijakan pengembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia

dilakukan dalam kerangka dual-system atau sistem ganda.24 Misalnya dari UU No. 10

Tahun 1998 tentang lembaga perbankan dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan

syariah dikembangkan dengan tujuan memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi

masyarakat yang tidak menerima konsep bunga.25 Dengan ditetapkannya sistem perbankan

syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional (dual-banking system),

mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen yang

23
Balgis.
24
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perausransian Syariah di Indonesia, Ketiga (Depok:
Kencana, 2017), 62.
25
Dewi, 58–59.

14
selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan

sistem bunga.

Pendekatan parsial gradual dengan dual-banking system ini lebih menekankan

pada langkah-langkah bertahap untuk memodifikasi tatanan sosial ekonomi modern

menuju idealitas islam.26 Diyakini bahwa tidak semua pranata sosial ekonomi saat ini

seratus persen buruk atau salah. Tetapi masih terbuka kemungkinan untuk dimodifikasi ke

arah yang lebih baik.

Oleh karena itu, sangatlah wajar dalam perjalanannya perbankan syariah

menerima kritik dari berbagai pihak yang menghendaki akad-akad yang dipergunakan bisa

sesuai dengan hukum syariah yang difahami oleh para ulama. Kritik-kritik itu diharapkan

dapat menjadi masukan untuk menjadikan lembaga keuangan syariah di Indonesia menjadi

lebih baik. Bukan hanya pada akad-akad Wadiah, Qardh dan Rahn yang di bahas dalam

makalah ini, tetapi juga pada akad-akad yang lain yang dipergunakan dalam lembaga

keuangan syariah. ( ‫) و اهلل أعلم بالصواب‬

26
Andri Soemitra, Masa Depan Pasar Modal Syariah di Indonesia, Pertama (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014),
6.

15
DAFTAR PUSTAKA

Afif, Mufti. “Tabungan: Implementasi Akad Wadi’ah Atau Qard? (Kajian Praktik Wadi’ah Di

Perbankan Indonesia).” Jurnal Hukum Islam (Jhi) 12, No. 2 (2014).

Aisyah, Siti. “Penghimpunan Dana Masyarakat Dengan Akad Wadi’ah Dan Penerapannya Pada

Perbankan Syariah.” Jurnal Syari’ah 5, No. 1 (2016).

Al-’Asqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram (Terjemah). Yogyakarta: Ar-Birr Press, 2009.

Al-Bassam, Abdullah Bin Abdurrahman. Syarah Bulughul Maram. Pustaka Azzam, T.T.

Balgis, Putri Dona. “Gadai Emas Syariah: Evaluasi Dan Usulan Akad Sesuai Prinsip Syariah.”

Jurisprudence 7, No. 1 (2017).

Budiman, Farid. “Karakteristik Akad Pembiayaan Al-Qardh Sebagai Akad Tabarru’.” Yuridika

28, No. 3 (2013).

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan & Perausransian Syariah Di Indonesia.

Ketiga. Depok: Kencana, 2017.

Karim, Adiwarman A. Bank Islam (Analisis Fiqih Dan Keuangan). Jakarta: Pt. Raja Grafindo

Persada, 2004.

Murdadi, Bambang. “Menguji Kesyariahan Akadwadiah Pada Produk Bank Syariah.” Maksimum

5, No. 1 (2016).

Roficoh, Luluk Wahyu, Dan Muhammad Ghozali. “Aplikasi Akad Rahn Pada Pegadaian

Syariah.” Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah 3, No. 2

(2018).

Soemitra, Andri. Masa Depan Pasar Modal Syariah Di Indonesia. Pertama. Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014.

Syaifuddin, Deddy Takdir. Manajemen Perbankan (Pendekatan Praktis). Kendari: Unhalu Press,

2007.
16

Anda mungkin juga menyukai