Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR

LAPORAN PENDAHULUAN POLAISTIRAHAT DAN TIDUR

Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis untuk istirahat teratur. Jumlah
kebutuhan istirahat bervariasi, bergantung pada kualitas tidur, status kesehatan, pola aktivitas,
gaya hidup dan umur seseorang. Tekanan fisik dan emosi juga bisa meningkatkan kebutuhan
istirahat klien. Istirahat dan tidur sering memberikan perasaan terlepas sementara dari
tekanan.

A. ISTIRAHAT

1. Pengertian.
Istirahat bisa didefinisikan sebagai keadaan yang relaks tanpa adanya tekanan emosional dan
bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga berhenti sejenak untuk
mendapatkan ketenangan.

2. Karakteristik
Menurut perry dan potter (1997) ada 6 karakteristik istirahat yaitu merasakan bahwa segala
sesuatu bisa diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari
gangguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang
mempunyai tujuan, mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.

B. Tidur.

1. Pengertian
Menurut Guyton (1986), tidur merupakan suatu kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai, atau juga dapat dikatakan sebagai suatu
keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya
aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses
fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Tidur bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mental, emosional dan kesehatan. Secara
umum terdapat dua efek fisiologis tidur, pertama efek terhadap sistem saraf yang
diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai
susunan saraf; kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi
organ dalam tubuh, mengingat terjadinya penurunan aktivitas organ-organ tubuh tersebut
selama tidur.

2. Berdasarkan proses tidur terdapat dua jenis tidur yaitu :


a. Tidur gelombang lambat (slow wave sleep)/NREM (non rapid eye movement)/tidur
nyenyak.
Ciri-ciri tidur nyenyak yaitu menyegarkan tanpa mimpi atau tidur dengan gelombang delta,
keadaan istirahat penuh, tekanan darah menurun, pergerakkan bola mata melambat, mimpi
berkurang serta metabolisme turun. Tahapan tidur jenis NREM:
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur, ciri-cirinya yaitu rileks, masih sadar
dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak, frekuensi nadi dan napas
menurun, yang berlangsung selama 5 menit.

2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun, ciri-cirinya yaitu mata pada
umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi napas menurun, temperatur tubuh menurun,
metabolisme menurun, berlangsung selama 10-15 menit.

3) Tahap III
Ciri-ciri tahap ini yaitu denyut nadi dan frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat.

4) Tahap IV
Merupakan tahap tidur dalam, ciri-cirinya yaitu kecepatan jantung dan napas turun, jarang
bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, skresi lambung dan tonus otot
menurun.

b. Tidur paradoks/tidur REM (rapid eye movement)


Terjadi pada tidur malam selama 5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama
terjadi 80-100 menit. Ciri tidur REM yaitu :
1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif
2) Lebih sulit dibangunkan
3) Tonus otot tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi
retikularis.
4) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur
5) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan tidak teratur, tekanan darah meningkat
atau berfluktuasi, skresi gaster meningkat dan metabolisme meningkat.

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor .


a. Stres psikologi
Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit
untuk tidur.
b. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Sebaliknya
kebutuhan nutrisi yang kurang akan menyebabkan sulit tidur.
c. Obat
Obat golongan diuretik dapat mempengaruhi proses tidur (insomnia), antidepresan dapat
menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk
tidur.
d. Aktivitas
Aktivitas yang tinggi membutuhkan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi
yang telah dikeluarkan.
e. Penyakit
Seseorang yang sedang sakit dapat menjadikan orang itu kurang tidur atau bahkan tidak bisa
tidur karena penyakitnya itu.
f. Lingkungan
Lingkungan yang nyaman dan aman dapat mempercepat proses tidur tetapi jika keadaan
lingkungan tidak nyaman dapat menghilangkan keinginan untuk tidur.
g. Motivasi
Merupakan keinginan untuk tidur, jika ada keinginan untuk tidak tidur dapat menimbulkan
gangguan proses tidur.
Ada beberapa gangguan atau masalah dalam kebutuhan tidur yaitu :
a. Insomnia
Ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas. Proses
gangguan tidur ini kemungkinan disebabkan adanya rasa khawatir atau tekanan jiwa.
b. Hipersomnia
Gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan.
c. Parasomnia
Kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur seperti somnambulis
(berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak.
d. Enuresis
Gangguan tidur yang disebabkan oleh enuresis (mengompol), umumnya terjadi pada anak-
anak.
e. Apnea tidur dan mendengkur
Mendengkur yang disertai dengan apnea dapat menjadi masalah dalam tidur karena jika
terjadinya apnea dapat mengacaukan saat bernapas dan bahkan bisa menyebabkan henti
napas, maka dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi
menjadi tidak teratur.
f. Narcolepsi
Keadaan tidur yang tidak dapat dikendalikan (mengantuk berat). Ini merupakan suatu
gangguan neurologis
Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Diposkan oleh mihardi77 di 1/18/2011 07:43:00 AM
Reaksi: 

0 komentar:

http://mihardi77.blogspot.com/2011/01/laporan-pendahuluan-pola-istirahat-dan.html
Rabu, 19 Januari 2011

ASKEP FRAKTUR FEMUR (PATAH TULANG PAHA)

A. Pengertian.
Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).

B. Penyebab Fraktur
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada
“underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
C. Insidensi
Fraktur femur mempunyai angka kejadian/ insiden yang cukup tinggi di banding dengan patah tulang
jenis yang berbeda. Umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah.

D. Deskripsi fraktur
1. Berdasarkan keadaan luka
a. Fraktur tertutup (“Closed Fraktur”) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (“Open/ Compound Fraktur”) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
2. Berdasarkan garis patah
a. Fraktur komplet, bila garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain, jadi mengenai
seluruh dari korteks tulang.
b. Fraktur inkomplet, bila tidak mengenai korteks tulang pada sisi yang lain, jadi masih ada korteks
tulang yang masih utuh. Hal ini seringkali terjadi pada anak-anak yang lazim di sebut dengan
“Greenstick Farcture”.
3. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Simple fraktur bila hanya terdapat satu garis patah.
b. Comunitive fraktur bila ada garis patah lebih dari satu dan saling berbungan/ bertemu.
c. Segmental fraktur bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan dengan pengertian
bahwa fraktur terjadi pada tulang yang sama, misalnya fraktur yang terjadi pada 1/3 proksimal dan
1/3 distal.
4. Berdasarkan arah garis patah
a. Fraktur melintang.
b. Farktur miring.
c. Fraktur spiral.
d. Fraktur kompresi.
e. Fraktur V/ Y/ T sering pada permukaan sendi.
Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan dalam patah tulang:
a. Mengenai sisi kanan (dextra) atau sisi kiri (sinistra) anggota gerak.
b. Lokalisasinya semua tulang di bagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal, kecuali
kalvikula dibagi menjadi ¼ medial, ½ tengah, ¼ lateral.
c. Dislokasi fragmen tulang:
- Undisplaced.
- Fragmen distal bersudut terhadap proksimal.
- Fragmen distal memutar.
- Kedua fragmen saling mendekat dn sejajar.
- Kedua fragmen saling menjauhi dan sumbu sejajar.

E. Tanda dan gejalanya


1. Sakit (nyeri).
2. Inspeksi
a. Bengkak.
b. Deformitas.
3. Palpasi
a. Nyeri.
b. Nyeri sumbu.
c. Krepitasi.
4. Gerakan
a. Aktif (tidak bisa  fungsio laesa).
b. Pasif  gerakan abnormal.

F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria untuk
menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.

Cara operatif di lakukan apabila:


1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal Fixation”)

G. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan fraktur


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Keterbatasan, kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami fraktur.
b. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah atau denyut nadi (akibat dari nyeri, response dari stress).
Penurunan tekanan darah akibat dari kehilangan darah.
Penurunan jumlah nadi pada bagian yang sakit, pemanjangan dari capilarry refill time, pucat pada
bagian yang sakit.
Terdapat masaa hematoma pada sisi sebelah yang sakit.
c. Neurosensori
Kehilangan sensai pada bagian yang sakit, spasme otot, paraesthaesi pada bagian yang sakit.
Lokal deformitas, terjadinya sudut pada tempat yang abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
kelemahan pada bagian tertentu.
d. Kenyamanan
Nyeri yang sangat dan yang terjadi secara tiba-tiba. Hilangnya sensai nyeri akibat dari kerusakan
sistem syaraf.
e. Keamanan
Laserasi kulit , perdarahan, perubahan warna.
f. Studi diagnostik
X ray : Menunjukkan secra pasti letak dan posisi dari terjadinya fraktur.
Bone scan, tomography, CT/ MRI scan : Menegakan diagnosa fraktur dan mengidentifikasi lokasi
jaringan lunak yang mengalami kerusakan.
Ateriogram: Mungkin Jika diduga ada kerusakan pembuluh darah pada daerah yang mengalami
trauma.
CBC: Mungkin mengalami peningkatan dari Hct, Peningkatan WBC merupakan hal yang normal
setelah mengami trauma.
Creatinine: Trauma pada otot meningkatkan pembuangan creatininke ginjal.

2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan


a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskotinuitas jaringan tulang, jaringan lunak di
sekitar tulang
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan
rasa nyeri, pengendalian terhadap spasme dan cara berelaksasi.
Rencana:
1. Pertahankan posisi atau imobilisasi pada bagian yang terkait.
2. Bantu dan tinggikan akstrimitas yang mengalami injuri.
3. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
4. Lakukan diskusi dengan pasien mengenai nyeri dan alternatif solusinya.
5. Jelaskan pada pasien setiap akan melakukan suatu tindakan.
6. Kaji kemampuan klien dalam ROM ekstrimitasnya.
7. Jelaskan pada pasien beberapa tahenik yang dapat dilakukan guna mengurangi nyeri (relaksasi,
distraksi dan fiksasi).
8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik, antispamodik.
9. Observasi TTV dan keluhan nyeri.

b. Perubahan pola eliminasi uri berhubungan dengan adanya batu di saluran kemih, iritasi jaringan
oleh batu, mekanik obstruksi, inflamasi.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan klien mampu melakukan eliminasi miksi secara
normal, dan bebas dari tanda-tanda obstruksi.
Rencana:
1. Monitor intake dan output dan kaji karakteristik urine.
2. Kaji pola miksi normal pasien.
3. Anjurkan pada pasien untuk meningkatkan konsumsi minum.
4. Tampung semua urine dan perlu di lihat apakah ada batu yang perlu untuk di lakukan pemeriksan.
5. Kaji adanya keluhan kandung kemih yang penuh, penurunan jumlah urine dan adanya periorbital/
edema dependent sebagai tanda dari terjadinya obstruksi.
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit, Bun, serum creat, urine kultur, dan pemberian antibiotik.
7. Observasi keadaan umum pasien, status mental, perilaku dan kesadaran.

c. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan post obstruktif
deurisis, nausea vomiting.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan (defisit) selama di lakukan tindakan
keperawatan.

Rencana:
1. Monitor intake dan output cairan.
2. Kaji dan catat bila terjadi nausea vomiting.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak (3-4 l/hari) jika tidak ada kontra indikasi.
4. Monitor tanda vital (peningkatan nadi, turgor kulit, mukosa membran, capilary refill time).
5. Kaji berat badan setiap hari jika memungkinkan.
6. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, antiemetik.
7. Observasi KU pasien dan keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

http://mihardi77.blogspot.com/2011/01/askep-fraktur-femur-patah-tulang-paha.html

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILISASI

A. Pengertian

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi


kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai
bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari
kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).

B. Penyebab

Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi

1. Gaya hidup

Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut,
serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).

2. Ketidakmampuan

Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :

a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya :


paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).

b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan


primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu
dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.

3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini
cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.

4. Usia

Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada


individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan
dengan penuaan (Mubarak, 2008)

C. Klasifikasi

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :

1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang


disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak

3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai

4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering
terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan
otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan (Carpenito, 2000).

D. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,


skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang


bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal


adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.

- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan


kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.

- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat
bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula) .

- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan
oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.

- Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
- Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.

- Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah
besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia
lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.

- Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

- Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi
postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.

E. Pathway

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia

Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun


edema serebral TIK meningkat

Gangguan perfusi
perfusi otak menurun herniasi otak
jaringan

nekrosis jaringan otak kematian

defisit neurologis

lobus frontalis lobus


temporalis lobus
parietalis lobus oksipitalis

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri

Gangguan mobilisasi
F. Pengkajian Keperawatan

1. Aspek biologis

a. Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur
tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.

b. Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan
pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam
melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan
lain-lain.

c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.

2. Aspek psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons


psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme
koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

3. Aspek sosial kultural


Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap
kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran
diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain

4. Aspek spiritual

Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah
klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).

G. Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas

2. Gangguan mobilitas fisik

3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

H. Intervensi Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama …. x 24 jam :
Kelemahan umum - Tentukan penyebab keletihan:
- Klien mampu mengidentifikasi :nyeri, aktifitas, perawatan ,
aktifitas dan situasi yang pengobatan
menimbulkan kecemasan yang
berkonstribusi pada intoleransi - Kaji respon emosi, sosial dan
aktifitas. spiritual terhadap aktifitas.

- Klien mampu berpartisipasi dalam - Evaluasi motivasi dan keinginan


aktifitas fisik tanpa disertai klien untuk meningkatkan
peningkatan TD, N, RR dan aktifitas.
perubahan ECG

- Monitor respon kardiorespirasi


- Klien mengungkapkan secara terhadap aktifitas : takikardi,
verbal, pemahaman tentang disritmia, dispnea, diaforesis,
kebutuhan oksigen, pucat.
pengobatan dan atau alat yang
dapat meningkatkan toleransi
terhadap aktifitas. - Monitor asupan nutrisi untuk
memastikan ke adekuatan
sumber energi.
- Klien mampu berpartisipasi dalam
perawatan diri tanpa bantuan
atau dengan bantuan minimal - Monitor respon terhadap
tanpa menunjukkan kelelahan pemberian oksigen : nadi,
irama jantung, frekuensi
Respirasi terhadap aktifitas
perawatan diri.

- Letakkan benda-benda yang


sering digunakan pada tempat
yang mudah dijangkau

- Kelola energi pada klien dengan


pemenuhan kebutuhan
makanan, cairan,
kenyamanan / digendong
untuk mencegah tangisan
yang menurunkan energi.

- Kaji pola istirahat klien dan


adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas

- Bantu klien melakukan ambulasi


yang dapat ditoleransi.

- Rencanakan jadwal antara


aktifitas dan istirahat.

- Bantu dengan aktifitas fisik


teratur : misal: ambulasi,
berubah posisi, perawatan
personal, sesuai kebutuhan.

- Minimalkan anxietas dan stress,


dan berikan istirahat yang
adekuat

- Kolaborasi dengan medis untuk


pemberian terapi, sesuai
indikasi

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
fisik berhubungan keperawatan selama ...x 24 jam
dengan : Kerusakan klien menunjukkan: - Ajarkan dan berikan dorongan
sensori persepsi. pada klien untuk melakukan
- Mampu mandiri total program latihan secara rutin
- Membutuhkan alat bantu Latihan untuk ambulasi

- Membutuhkan bantuan orang lain - Ajarkan teknik Ambulasi &


perpindahan yang aman
kepada klien dan keluarga.
- Membutuhkan bantuan orang lain
dan alat
- Sediakan alat bantu untuk klien
seperti kruk, kursi roda, dan
- Tergantung total walker

Dalam hal :
- Beri penguatan positif untuk
berlatih mandiri dalam batasan
- Penampilan posisi tubuh yang yang aman.
benar
Latihan mobilisasi dengan kursi
- Pergerakan sendi dan otot roda

- Melakukan perpindahan/ ambulasi - Ajarkan pada klien & keluarga


: miring kanan-kiri, berjalan, tentang cara pemakaian kursi
kursi roda roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.

- Dorong klien melakukan latihan


untuk memperkuat anggota
tubuh

- Ajarkan pada klien/ keluarga


tentang cara penggunaan kursi
roda

Latihan Keseimbangan

- Ajarkan pada klien & keluarga


untuk dapat mengatur posisi
secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari
hari.

Perbaikan Posisi Tubuh yang


Benar

- Ajarkan pada klien/ keluarga


untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram
& cedera.

- Kolaborasi ke ahli terapi fisik


untuk program latihan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :Kerusakan neurovaskuler


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan

(NANDA) ( NOC ) (NIC )


Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri:
berhubungan dengan keperawatan selama... x24 jm Mandi, higiene mulut,
:Kerusakan penil/vulva, rambut, kulit
neurovaskuler Klien mampu :
- Kaji kebersihan kulit, kuku,
- Melakukan ADL mandiri : mandi, rambut, gigi, mulut, perineal,
hygiene mulut ,kuku, anus
penis/vulva, rambut, berpakaian,
toileting, makan-minum, - Bantu klien untuk mandi,
ambulasi tawarkan pemakaian lotion,
perawatan kuku, rambut, gigi
- Mandi sendiri atau dengan bantuan dan mulut, perineal dan anus,
tanpa kecemasan sesuai kondisi

- Terbebas dari bau badan dan - Anjurkan klien dan keluarga


mempertahankan kulit utuh untuk melakukan oral hygiene
sesudah makan dan bila perlu
- Mempertahankan kebersihan area
perineal dan anus - Kolaborasi dgn Tim Medis /
dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
kekeringan mukosa mulut, dan
- Berpakaian dan melepaskan gangguan integritas kulit.
pakaian sendiri
Bantuan perawatan diri :
- Melakukan keramas, bersisir, berpakaian
bercukur, membersihkan kuku,
berdandan
- Kaji dan dukung kemampuan
klien untuk berpakaian sendiri
- Makan dan minum sendiri,
meminta bantuan bila perlu
- Ganti pakaian klien setelah
personal hygiene, dan
- Mengosongkan kandung kemih dan pakaikan pada ektremitas yang
bowel sakit/ terbatas terlebih dahulu,
Gunakan pakaian yang longgar

- Berikan terapi untuk mengurangi


nyeri sebelum melakukan
aktivitas berpakaian sesuai
indikasi

Bantuan perawatan diri :


Makan-minum

- Kaji kemampuan klien untuk


makan : mengunyah dan
menelan makanan

- Fasilitasi alat bantu yg mudah


digunakan klien

- Dampingi dan dorong keluarga


untuk membantu klien saat
makan

Bantuan Perawatan Diri:


Toileting

- Kaji kemampuan toileting: defisit


sensorik
(inkontinensia),kognitif(menah
an untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)

- Ciptakan lingkungan yang


aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan jaga
privasi selama toileting

- Sediakan alat bantu (pispot,


urinal) di tempat yang mudah
dijangkau

- Ajarkan pada klien dan keluarga


untuk melakukan toileting
secara teratur

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

http://nersgoeng.blogspot.com/2011/03/laporan-pendahuluan-gangguan-mobilisasi.html

Anda mungkin juga menyukai