Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis untuk istirahat teratur. Jumlah
kebutuhan istirahat bervariasi, bergantung pada kualitas tidur, status kesehatan, pola aktivitas,
gaya hidup dan umur seseorang. Tekanan fisik dan emosi juga bisa meningkatkan kebutuhan
istirahat klien. Istirahat dan tidur sering memberikan perasaan terlepas sementara dari
tekanan.
A. ISTIRAHAT
1. Pengertian.
Istirahat bisa didefinisikan sebagai keadaan yang relaks tanpa adanya tekanan emosional dan
bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga berhenti sejenak untuk
mendapatkan ketenangan.
2. Karakteristik
Menurut perry dan potter (1997) ada 6 karakteristik istirahat yaitu merasakan bahwa segala
sesuatu bisa diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari
gangguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang
mempunyai tujuan, mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
B. Tidur.
1. Pengertian
Menurut Guyton (1986), tidur merupakan suatu kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai, atau juga dapat dikatakan sebagai suatu
keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya
aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses
fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Tidur bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mental, emosional dan kesehatan. Secara
umum terdapat dua efek fisiologis tidur, pertama efek terhadap sistem saraf yang
diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai
susunan saraf; kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi
organ dalam tubuh, mengingat terjadinya penurunan aktivitas organ-organ tubuh tersebut
selama tidur.
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun, ciri-cirinya yaitu mata pada
umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi napas menurun, temperatur tubuh menurun,
metabolisme menurun, berlangsung selama 10-15 menit.
3) Tahap III
Ciri-ciri tahap ini yaitu denyut nadi dan frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat.
4) Tahap IV
Merupakan tahap tidur dalam, ciri-cirinya yaitu kecepatan jantung dan napas turun, jarang
bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, skresi lambung dan tonus otot
menurun.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Diposkan oleh mihardi77 di 1/18/2011 07:43:00 AM
Reaksi:
0 komentar:
http://mihardi77.blogspot.com/2011/01/laporan-pendahuluan-pola-istirahat-dan.html
Rabu, 19 Januari 2011
A. Pengertian.
Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
B. Penyebab Fraktur
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada
“underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
C. Insidensi
Fraktur femur mempunyai angka kejadian/ insiden yang cukup tinggi di banding dengan patah tulang
jenis yang berbeda. Umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah.
D. Deskripsi fraktur
1. Berdasarkan keadaan luka
a. Fraktur tertutup (“Closed Fraktur”) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (“Open/ Compound Fraktur”) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
2. Berdasarkan garis patah
a. Fraktur komplet, bila garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain, jadi mengenai
seluruh dari korteks tulang.
b. Fraktur inkomplet, bila tidak mengenai korteks tulang pada sisi yang lain, jadi masih ada korteks
tulang yang masih utuh. Hal ini seringkali terjadi pada anak-anak yang lazim di sebut dengan
“Greenstick Farcture”.
3. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Simple fraktur bila hanya terdapat satu garis patah.
b. Comunitive fraktur bila ada garis patah lebih dari satu dan saling berbungan/ bertemu.
c. Segmental fraktur bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan dengan pengertian
bahwa fraktur terjadi pada tulang yang sama, misalnya fraktur yang terjadi pada 1/3 proksimal dan
1/3 distal.
4. Berdasarkan arah garis patah
a. Fraktur melintang.
b. Farktur miring.
c. Fraktur spiral.
d. Fraktur kompresi.
e. Fraktur V/ Y/ T sering pada permukaan sendi.
Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan dalam patah tulang:
a. Mengenai sisi kanan (dextra) atau sisi kiri (sinistra) anggota gerak.
b. Lokalisasinya semua tulang di bagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal, kecuali
kalvikula dibagi menjadi ¼ medial, ½ tengah, ¼ lateral.
c. Dislokasi fragmen tulang:
- Undisplaced.
- Fragmen distal bersudut terhadap proksimal.
- Fragmen distal memutar.
- Kedua fragmen saling mendekat dn sejajar.
- Kedua fragmen saling menjauhi dan sumbu sejajar.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria untuk
menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
b. Perubahan pola eliminasi uri berhubungan dengan adanya batu di saluran kemih, iritasi jaringan
oleh batu, mekanik obstruksi, inflamasi.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan klien mampu melakukan eliminasi miksi secara
normal, dan bebas dari tanda-tanda obstruksi.
Rencana:
1. Monitor intake dan output dan kaji karakteristik urine.
2. Kaji pola miksi normal pasien.
3. Anjurkan pada pasien untuk meningkatkan konsumsi minum.
4. Tampung semua urine dan perlu di lihat apakah ada batu yang perlu untuk di lakukan pemeriksan.
5. Kaji adanya keluhan kandung kemih yang penuh, penurunan jumlah urine dan adanya periorbital/
edema dependent sebagai tanda dari terjadinya obstruksi.
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit, Bun, serum creat, urine kultur, dan pemberian antibiotik.
7. Observasi keadaan umum pasien, status mental, perilaku dan kesadaran.
c. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan post obstruktif
deurisis, nausea vomiting.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan (defisit) selama di lakukan tindakan
keperawatan.
Rencana:
1. Monitor intake dan output cairan.
2. Kaji dan catat bila terjadi nausea vomiting.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak (3-4 l/hari) jika tidak ada kontra indikasi.
4. Monitor tanda vital (peningkatan nadi, turgor kulit, mukosa membran, capilary refill time).
5. Kaji berat badan setiap hari jika memungkinkan.
6. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, antiemetik.
7. Observasi KU pasien dan keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
http://mihardi77.blogspot.com/2011/01/askep-fraktur-femur-patah-tulang-paha.html
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari
kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
B. Penyebab
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut,
serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini
cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
4. Usia
C. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering
terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan
otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan (Carpenito, 2000).
D. Patofisiologi
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat
bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula) .
- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan
oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
- Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
- Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
- Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah
besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia
lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
- Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
- Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi
postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.
E. Pathway
Perdarahan
Oklusi
Hipoksia
Iskemia
Gangguan perfusi
perfusi otak menurun herniasi otak
jaringan
defisit neurologis
Gangguan mobilisasi
F. Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a. Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur
tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan
pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam
melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan
lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah
klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
G. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
H. Intervensi Keperawatan
Terapi Aktivitas
Dalam hal :
- Beri penguatan positif untuk
berlatih mandiri dalam batasan
- Penampilan posisi tubuh yang yang aman.
benar
Latihan mobilisasi dengan kursi
- Pergerakan sendi dan otot roda
Latihan Keseimbangan
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan
kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
http://nersgoeng.blogspot.com/2011/03/laporan-pendahuluan-gangguan-mobilisasi.html