Kelompok 3 - Gondok - PPTM
Kelompok 3 - Gondok - PPTM
(Gondok)
Oleh :
Kelompok 3
Fanny Aulia 2011226012
Helin Fauziah 2011226010
Insyania Nurul P 2011226005
Qorry Aquino L 2011226009
Suci Rahma Putri 2011226004
Tariyana Sari N 2011226008
Dosen Pengampu :
Dr. Azrimaidaliza, SKM, MKM
1. Pengertian GAKI
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKI) dengan nama lain
Iodine Deficiency Disorders (IDD) adalah setiap kelainan yang ditemukan
akibat defisiensi yodium. Gondok atau goiter adalah bentuk yang paling
mudah dilihat sebagai salah satu gejala akibat defisiensi yodium dan karena
itu sebelumnya GAKI dikenal sebagai gondok endemik (Bachtiar, 2009).
Yodium merupakan unsur runutan (trace element) utama untuk pembentukan
hormon tiroid. Defisiensi yodium akibat intake yang kurang akan menurunkan
produksi hormon tiroid dan sebagai kompensasi aktivitas kelenjar tiroid
meningkat,terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang disebut gondok.
Penyebab utama terjadinya GAKI adalah tidak tercukupinya yodium
dari konsumsi makanan dan minuman sehari-hari. Yodium merupakan zat gizi
mikro yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk hormon
tiroksin. Hormon tiroksin berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta kecerdasan (Agustin, Budiman, Faiza, &
Komunitas, 2015).
2. Gejala GAKI
Gejalanya ada yang mudah terlihat ada pula yang sulit terdeteksi.
Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroid, kekurangan
yodium pada ibu hamil mempunyai resiko terjadinya abortus, lahir mati
sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan perkembangan
syaraf, mental dan cacat fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat
berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, rendahnya
produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan
sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan (Adriani &
Wirjatmadi, 2012).
3. Tanda Umum GAKI
GAKI merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius,
karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan
antara lain ; Gondok, Kretenisme, Reterdasi Mental dll. Penyakit gondok
biasanya dapat dilihat secara kasatmata dengan munculnya pembengkakan
pada leher bagian depan bawah, pada posisi dimana kelenjar tiroid berada.
Pada bayi dan anak- anak gejala tambahan yang dapat dilihat adalah gangguan
tumbuh kembang dan kretinisme (kekerdilan).
Perkembangan penyakit gondok dapat dikategorikan dalam lima
tahapan yaitu:
a) Grade 0 : Normal
Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal,
dan dengan palpasi tidak teraba.
b) Grade IA
Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah
maksimal, dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.
c) Grade IB
Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat
dengan tengadah maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade
IA.
d) Grade II
Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan
dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IB.
e) Grade III
Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau
lebih.
4. Etiologi
Menurut (Guyton, 1991) dalam jurnal (Bachtiar, 2009) pada
kebanyakan tempat di dunia, yodium merupakan komponen tanah yang
langka sehingga dalam makanan hanya terdapat jumlah yang sedikit. Air
tanah, air dari sumber mata air atau dari sungai didaerah pegunungan tidak
mengandung yodium yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia,
demikian pula halnya dengan ternak serta tanaman yang tumbuh di daerah
pegunungan hampir tidak mengandung yodium sama sekali. Kandungan
yodium yang rendah di pegunungan disebabkan terjadinya pengikisan yodium
oleh salju atau air hujan, karena itulah kejadian gondok lebih sering
ditemukan di daerah pegunungan dibandingkan dengan daerah pantai.
Akar permasalahan GAKY yang semula disebabkan miskinnya unsur
yodium dalam air dan tanah, kemudian diperberat dengan adanya zat
goitrogenik dalam makanan yang kita konsumsi, makin banyak polutan
sebagai dampak samping dari modernisasi atau dari limbah industri, adanya
blocking agent yang secara alami terdapat dalam air dan tanah di lingkungan
tempat tinggal, dan ikut berperan digunakannya alat kontrasepsi hormonal
dalam menjarangkan kelahiran, menyebabkan masalah GAKY merupakan
masalah gizi laten yang tak kunjung hilang (Patuti, Sudargo, & Wachid,
2010).
Kekurangan yodium dalam makanan sehari-hari dan berlangsung lama
akan menganggu fungsi kelenjar tiroid, bila sintesis hormon tiroid berkurang
kadar tiroksin (T4 ) dan T3 di dalam darah memicu sekresi Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) merangsang kelenjar tiroid untuk menyerap lebih
banyak yodium. Hal ini menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih giat,
sehingga secara perlahan kelenjar ini membesar (hyperplasia) dan disebut
gondok (Patuti et al., 2010).
5. Epidemiologi
Pada tahun 2003 terdapat lebih dari 1,9 miliar penduduk dunia
termasuk juga diantaranya 285 juta anak mempunyai asupan yodium yang
tidak adekuat. WHO memperkirakan pada tahun 2007 jumlah penduduk
dunia yang masih menderita kekurangan yodium adalah 2 miliar jiwa dan
30% diantaranya merupakan anak-anak yang masih sekolah. Sejak tahun
2003 WHO dan beberapa organisasi dunia melakukan intervensi program
dan hasilnya berefek pada banyak negara yang berhasil mengoptimalkan
asupan yodium. Risiko kekurangan yodium pada anak sekolah juga
berkurang sebanyak 5% dan terus berkurang sampai tahun 2011.
Sejak tahun 1980, di Asia Tenggara dan di India terjadi perubahan
epidemiologi kejadian gondok. Gondok tidak hanya ditemukan di daerah
pegunungan, tapi juga di dataran rendah, di sepanjang aliran sungai dan di
daerah pantai. Kejadian gondok yang meningkat di daerah pantai
menunjukkan telah terjadi transisi epidemiologi kejadian gondok dari semula
hanya ditemukan di daerah pegunungan. Keadaan ini juga mengindikasikan
bahwa defisiensi yodium bukan merupakan satu-satunya penyebab gondok di
daerah pantai (Bachtiar H, 2009).
6. Diagnosa Medis
Urutan pemeriksaan kelenjar gondok adalah sebagai berikut:
b. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang
tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetik Yodium radioaktif diberikan
dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum
pemberian obat tiroksin.
c. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk
menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan
sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini
juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang
digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan
metimasol/karbimasol.
Pencegahan Sekunder
Diagnosis
a. Inspeksi yang dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan
penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit
fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau
nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat
pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan.
b. Palpasi Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien
diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri
di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari
kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat
dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin
bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara
metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya
sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien
hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada
pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki
penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan
untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan
mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat
struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas). 3,4,5
Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan
gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat
memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan
leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
e. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah
substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam
kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu
selama beberapa menit. Hasil 13 pemeriksaan dengan radioisotop
adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi
bagian-bagian tiroid.
f. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri,
hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu
karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang
benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu
karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
Pencegahan Tertier
Agustin, H., Budiman, H., Faiza, Y., & Komunitas, J. K. (2015). Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di
Kecamatan Koto Tangah , Padang Factors Related to Iodine Deficiency
Disorders Prevalence in Koto Tangah District , Padang, 2(6), 262–269.
Astuti, D., Putri, S., Penelitian, P., Sistem, P., Kebijakan, D., Kesehatan, D., &
Surabaya, K. (2009). EFFORT TO ASSET IODINE DEFICIENCY DISORDER
AT PRIMARY SCHOOL CHILDREN Sekolah Dasar Negeri Bubutan X dan
Sekolah Dasar, 12(03), 148–155.
Bachtiar, H. (2009). Faktor Determinan Kejadian Gondok di Daerah Pantai Jawa
Timur. Andalas Jurnal of Public Health, 3, 62–67.
Patuti, N., Sudargo, T., & Wachid, D. N. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian GAKY pada anak sekolah dasar di pinggiran pantai Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 7(1), 17.
https://doi.org/10.22146/ijcn.17611